Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN

PEMBANGUNAN DAN KORUPSI DI INDONESIA

Disusun Oleh:
Eni Susilowati (201110160311389
Shandy Ahmad Fatullah (201410160311498)
Desi Susanti (201410160311507)
Dwi Wahyu Maghfirati (201410160311515)
Syafi Zainuri (201410160311519)
Manajemen III-J

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
ANGKATAN 2015/2016
i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang telah melimpahkan ilmu Shalawat
serta semoga tercurah kepada Rasul beserta keluarganya.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu Tugas mata kuliah Ekonomi
Pembangunan dengan topik “Pembangunan dan Tingkat korupsi di Indonesia” di Universitas
Muhammadiyah Malang Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Jurusan Manajemen.

Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Atut Frida, SE,ME selaku pengajar mata kuliah
Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan materi guna penyelesaian tugas ini.

Kami berharap tugas ini bisa memberikan tambahan pengetahuan khusunya dalam bidang
Ekonomi Pembangunan.

Kami menyadari bahwa hasil dari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, apabila
terdapat kesalahan baik itu pada penulisan, kata-kata, ataupun isi dari makalah ini kami mohon
maaf dan kami harap hal ini dapat dimaklumi.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Malang, 28 November 2015

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................................... i


Kata Pengantar ......................................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pembangunan di Indonesia .................................................................................. 4
2.1.1 RPJPN 2005-2010) ...................................................................................... 4
2.1.2 RPJMN 2010-2014)..................................................................................... 6
2.1.3 (MP3EI) ...................................................................................................... 7
2.2 Korupsi di Indonesia ............................................................................................ 8
2.2.1 Pengertian Korupsi ...................................................................................... 9
2.2.2 Jenis Korupsi ............................................................................................... 10
2.2.3 Penyebab Korupsi ........................................................................................ 16
2.2.4 Akibat atau Dampak Korupsi ...................................................................... 21
2.2.5 Komisi Pemberantasan Korupsi .................................................................. 23
2.2.6 Badan Pemberantasan Korupsi .................................................................... 25
2.2.7 Korupsi dan Pembangunan .......................................................................... 27
2.2.8 Tingkat Korupsi di Indonesia ...................................................................... 28
2.2.9 Contoh Kasus di Indonesia .......................................................................... 31
BAB III PENUTUP
2.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 35
2.2 Saran ................................................................................................................... 36
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi.
Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata.
Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman
dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan
dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini
memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun
seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya
(cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak
pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya
fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak
perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia
belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat
Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan
masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di
Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi
ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung
memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog
berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk
mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa
tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke
lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.

1
Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari
pejabat kecil hingga pejabat tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman pembangunan di Indonesia?
2. Bagaimana rencana pembangunan jangka panjang nasional?
3. Bagaimana renana pembangunan jangka menengah nasional?
4. Bagaimana Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi dan Indonesia?
5. Bagaimana korupsi di Indonesia?
6. Apa yang dimaksud dengan korupsi?
7. Apa saja jenis-jenis dari korupsi?
8. Apa saja penyebab dari korupsi?
9. Apa saja akibat yang ditimbulkan dari adanya tindak pidana korupsi?
10. Apa saja tugas dan wewenang dari Komisi Pemberantasan Korupsi?
11. Apa saja badan pemberantasan korupsi?
12. Bagaimana korelasi antara korupsi dan pembangunan?
13. Bagaimanakah tingkat korupsi di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pembangunan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan RPJPN 2005-2025.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan RPJMN 2010-2014.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan MP3EI.
5. Untuk mengetahui korupsi yang terjadi di Indonesia.
6. Untuk mengetahui apa itu korupsi.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis dari korupsi.
8. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari korupsi.
9. Untuk mengetahui apa saja akibat yang ditimbulkan dari adanya tindak pidana korupsi.
10. Untuk mengetahui tugas dan wewenang yang dijalankan KPK.
11. Untuk mengetahui apa saja badan pemberantasan korupsi di Indonesia.
12. Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan korupsi dan pembangunan.
13. Untuk mengetahui perkembangan tingkat korupsi khususnya di Indonesia.

2
D. Manfaat
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak.
1. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat mengetahui dampak yang akan ditimbulkan dari
adanya tindak pidana korupsi.
2. Bagi masyarakat umum, diharapkan dapat membantu pemerintah dan pihak-pihak yang
terkait dalam proses pemberantasan korupsi.
3. Bagi yang melakukannya, diharpkan untuk tidak mengulangi dan mempertimbangkan apa
yang akan terjadi akibat perbuatannya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembangunan di Indonesia


Indonesia telah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan dari saat itulah bangsa
Indonesia memulai pembangunan yang sebenarnya. Tujuan dari pembangunan yaitu tidak lain
adalah menyejahterakan rakyat atau menjadi lebih baik dari sebelumnya. Indonesia terdiri dari
pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan terdiri dari
bermacam-macam suku dan kebudayaan. Tidaklah mudah bangsa Indonesia melaksanakan
pembangunan dengan keadaan yang beranekaragam. Tentu pembangunan tersebut harus
disesuaikan dengan keadaan wilayah dimana pembangunan itu dilaksanakan.
Penduduk Indonesia berjumlah 200 juta jiwa lebih, kekayaan alam melimpah ruah yang
terbentang diseluruh nusantara. Hal ini merupakan suatu modal yang sangat penting bagi
pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Sumber daya manusia di Indonesia sangatlah besar dan
sangat mendukung keberhasilan pembangunan. Rakyat Indonesia belum merasa sejahtera
meskipun sumber daya alam yang dimilki bangsa sangat besar. Sepertinya tujuan-tujuan
pembangunan belum tercapai dan masih banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Pembangunan juga belum merata diseluruh pelosok tanah air, masih banyak daerah-
daerah terutama diluar Jawa yang membutuhkan perbaikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan.
Pembangunan memang perlu tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mewujudkan
tujuan yang telah ditetapkan. Tahapan pembangunan itu sendiri dibedakan menjadi tiga jangka
waktu yaitu jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan. Maka dengan demikian jika
pembangunan akan dilaksanakan perlu ditinjau terlebih dahulu untuk mengetahui apakah
pembangunan itu termasuk jangka panjang, menengah atau tahunan. Sehingga pembangunan itu
dapat dilaksanakan dengan biaya yang seminimal mungkin dan mendapat hasil yang semaksimal
mungkin.

2.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025)


Sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Pembangunan Nasional, Rencana (RPJPN 2005-2025) Pembangunan Jangka Panjang Nasional
telah disusun sebagai kelanjutan dan pembaruan tahap awal perencanaan pembangunan di
Indonesia. RPJPN, rencana pengembangan yang membentang dua puluh tahun, bertujuan untuk
mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

4
Dasar 1945. rencana jangka panjang ini melibatkan melakukan restrukturisasi kelembagaan
sekaligus menjaga bangsa dalam kecepatan dengan negara-negara lain.
Visi dan Misi RPJPN 2005-2025:
Visi dan misi RPJPN 2005-2025 adalah untuk membangun sebuah negara yang maju dan
mandiri, adil dan demokratis, dan damai dan bersatu.
Tiga pasangan kata yang digarisbawahi dijabarkan sebagai berikut:
Dikembangkan dan mandiri; untuk mendorong pembangunan yang menjamin kesetaraan
mungkin terluas di negara itu, didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,
mengembangkan infrastruktur, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan didukung oleh
pelaksanaan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif.
Adil dan demokratis; untuk mendorong pembangunan yang menjamin penegakan hukum yang
adil, konsisten, tidak diskriminatif, melayani kepentingan publik dan mendukung kelanjutan
bertahap demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan politik agar dapat diterima sebagai
demokrasi konstitusional.
Damai dan bersatu; untuk mendorong pembangunan yang mampu mewujudkan rasa aman dan
kedamaian di antara semua orang, mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis ini,
menegakkan kedaulatan negara dan integritas wilayah, serta untuk melindungi semua orang dari
segala ancaman.
Selama rencana ini, pembangunan ekonomi ditujukan untuk mencapai tujuan utama sebagai
berikut:
 Pembentukan struktur yang solid di mana ekonomi pertanian (dalam arti luas) dan
pertambangan membentuk dasar ekonomi yang menghasilkan produk baik dengan cara yang
efisien dan modern, di mana industri manufaktur mengandung daya saing global dan
menjadi motor dari ekonomi, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi.
 Pendapatan per kapita pada tahun 2025 harus mencapai sekitar USD $ 6000 dalam
kombinasi dengan tingkat yang relatif baik dari ekuitas sementara jumlah orang miskin tidak
boleh lebih dari lima persen dari total penduduk.
 Jangkauan swasembada pangan dan mempertahankannya pada tingkat yang aman. Ini harus
berisi kualitas gizi yang cukup dan tersedia untuk setiap rumah tangga.

5
2.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010 – 2014)
Rencana (RPJMN, 2010-2014) Pembangunan Jangka Menengah Nasional adalah tahap
kedua dari pelaksanaan di Indonesia Rencana (RPJPN 2005-2025) Pembangunan Jangka Panjang
Nasional diundangkan melalui UU 17/2007. RPJMN 2010-2014 menjadi dasar bagi kementerian
dan lembaga pemerintah ketika merumuskan Rencana Strategis masing-masing (Renstra-
KL). Pemerintah daerah juga harus rencana jangka menengah ini bila merumuskan atau
menyesuaikan rencana pembangunan daerah masing-masing. Untuk pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, RPJMN tersebut akan dijabarkan lebih lanjut ke dalam
Rencana Kerja Pemerintah Tahunan (RKP) yang kemudian akan menjadi dasar untuk merumuskan
Rancangan Anggaran Pemerintah (RAPBN).
Indonesia adalah di tengah-tengah mengukir sejarah baru untuk melanjutkan pertumbuhan dan
kemajuan. Ideal umum masyarakat Indonesia adalah untuk menjadi bangsa yang besar dan
maju; bangsa yang makmur, nasib sendiri bergantung, demokratis dan berkeadilan. Lebih dari satu
dekade setelah rakyat Indonesia memutuskan untuk mengejar jalan baru dalam sejarah - dan
setelah terpengaruh oleh krisis multidimensi - negara telah berhasil mengembangkan lagi.
Persyaratan investasi dan Kebijakan Dana Pembangunan Nasional dan Pemanfaatan
Dalam konteks mencapai sasaran pembangunan, kebijakan pendanaan investasi diarahkan
untuk menjamin ketersediaan dan mengoptimalkan dana pembangunan menuju pendanaan
pembangunan kemandirian. Dalam hal ini, strategi utama pendanaan pembangunan adalah: (1)
optimalisasi sumber dan skema yang ada serta dana pembangunan masa depan, dan (2)
meningkatkan kualitas sumber pendanaan pembangunan dan skema.
Total investasi Rp. 11,913.2 - Rp. 12.462,6 triliun kumulatif selama lima tahun dibutuhkan
untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3 - 6,8 persen per tahun. Dari total
investasi ini diperlukan, sekitar 18 persen pada tahun 2014 diperkirakan akan disediakan oleh
pemerintah. Pendanaan pemerintah diperoleh dari penerimaan pajak dan PNBP, yang berasal dari
hibah, pembiayaan luar negeri, dan dari pembiayaan dalam negeri. Kebutuhan investasi yang
tersisa dapat diperoleh dari komunitas bisnis dan dari bank, lembaga keuangan non-bank, pasar
modal (saham dan obligasi), dana asing, laba ditahan, dan lain-lain. Peningkatan proporsi dana
investasi dari masyarakat bisnis terutama berasal dari PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN
(PMDN Investasi) sejalan dengan iklim usaha yang lebih kondusif, dari pasar modal meningkat

6
sejalan dengan kerangka peraturan ditingkatkan dan memperkuat manajemen pasar modal, dan
dari peningkatan tata kelola dan kinerja perusahaan.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan pemerintah, pemerintah akan terus
mengembangkan dan meningkatkan kebijakan penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak,
sementara tetap mempertahankan iklim investasi yang kondusif. Sementara itu, untuk
meningkatkan efektivitas pengeluaran pemerintah, langkah-langkah berikut ini diambil:
 Meningkatkan kualitas belanja dengan mengkonsolidasikan pelaksanaa KPJM (Medium-
Term Expenditur Framework) dan anggaran berbasis kinerja, melalui program restrukturasi
dan kegiatan, dan merumuskan indicator kinerja yang akurat dan terukur.
 Meningkatkan dan memperkuat perencanaan dan penganggaran yang menghubungkan
pemerintah pusat melalui perbaikan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional) formulasi, Renstra (Rencana Strategis Kementerian), RKP (Rencana
Kerja Tahunan Pemerintah), RKA-KL (Rencana Anggaran Alokasi Kementerian dan Instansi
Pemerintah), dan instrumen lainnya. Demikian juga, pemerintah daerah akan meningkatkan
perumusan RPJMD (Rencana Jangka Menengah Daerah Pembangunan), Rencana Kerja
Anggaran Pemerintah Daerah, dan instrumen kebijakan lainnya.
 Menyusun alokasi anggaran yang lebih efektif dalam mencapai sasaran dan menempatkan
prioritas pendanaan untuk kegiatan yang dapat melipatgandakan kegiatan ekonomi domestik
dan dapat membuat sejumlah besar kesempatan kerja dan upaya dukungan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
 Memperkuat pemantauan dan evaluasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaksanaan, dan
proses penganggaran.
 Meningkatkan mekanisme administrasi anggaran dan pencairan anggaran agar lebih cepat,
dan lebih bertanggung jawab.

2.1.3 Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi dan Indonesia (MP3EI)


Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI disingkat)
adalah rencana ambisius oleh pemerintah Indonesia untuk mempercepat realisasi menjadi negara
maju yang buah dan kemakmuran akan dinikmati secara merata di kalangan masyarakat. Dengan
memanfaatkan MP3EI tersebut, Indonesia bertujuan untuk mendapatkan tempat sebagai salah satu
negara maju di dunia pada tahun 2025 dengan yang diharapkan pendapatan per kapita dari USD
$ 14,250- $ 15,500 dan jumlah produk domestik bruto dari USD $ 4.0- $ 4,5 triliun. Untuk

7
mencapai tujuan tersebut, pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 menjadi 7,5 persen diperkirakan
untuk periode 2011-2014. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan bertepatan dengan penurunan
laju inflasi dari 6,5 persen pada 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada tahun 2025. Tingkat
pertumbuhan dan inflasi gabungan mencerminkan karakteristik negara maju.

MP3EI adalah dokumen kerja dan karena itu akan diperbarui dan disempurnakan secara
progresif. Ini berisi arah utama pembangunan untuk kegiatan ekonomi tertentu, termasuk
kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan / revisi peraturan serta inisiatif untuk
kebutuhan peraturan baru untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. MP3EI
merupakan bagian integral dari skema perencanaan pembangunan nasional dan tidak dimaksudkan
untuk menggantikan yang sudah ada Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 (UU No.
17 Tahun 2007) dan-Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 2009 ). MP3EI dirumuskan dengan mempertimbangkan Rencana Aksi Nasional Gas
Rumah Kaca (Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca - RAN GRK) sebagai komitmen nasional
yang mengakui perubahan iklim global.

2.2 Korupsi di Indonesia


Masih banggakah kita menjadi bangsa Indonesia?
Indonesia boleh bangga sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman suku, agama, dan
budaya. Bangga karena dianugrahi keindahan alam nan menawan. Mungkin juga bangga akan
kemajuan peradaban masa lalu, di jaman Majapahit ataupun Sriwijaya. Bangga karena berhasil
mempersatukan bangsa, berjuang bersama melewati masa-masa sulit dan memerdekakan
Indonesia. Tapi kini, masihkah itu semua cukup untuk kita banggakan? Tidak adakah hal baru atau
prestasi yang pantas kita banggakan?
Ignatius Haryanto dalam artikelnya di harian kompas, mengajak kita mencatat prestasi
bangsa Indonesia; sebagai salah satu Negara terkorup selama bertahun-tahun; Negara yang
koruptornya paling rentan dengan kesehatan, karena selalu sakit tiap kali hendak diperiksa atau
diadili. Bengsa ini terperanjat ketika Dato Param Cumaraswamy, pelapor khusus Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa korupsi di peradilan Indonesia adalah salah satu yang
terburuk di dunia yang mungkin hanya bis sampai Meksiko. Bahkan di mata orang bisnis,
khususnya para investor Asia, korupsi Indonesia, dalam hal ini adalah korupsi di pengadilan,
Indonesia memperoleh skor 8,03 dari skala 1 sampai 10 dengan catatan yang mendapat skor 1

8
adalah yang terbaik dan yang mendapat skor 10 adalah yang terburuk. Skor ini tepat berada diatas
Filipina yang memperoleh angka 9,40, dan sama dengan Thailand yang juga mendapatkan skor
8,03.
Nilai tukar rupiah yang begitu rendah terhadap US Dollar dan mata uang asing lainnya
(Yen, Ringgit Malaysia, Sing Dollar, dan lain-lain), di mana para tenaga kerja Indonesia yang
katanya pahlawan devisa dipaksa menukar jerih payah mereka di luar negeri oleh para bandit dan
menjual manusia dengan nilai tukar yang sangat rendah. Di tempat yang sama, ada rekor lain di
mana harga manusia sangatlah mahal, karena sebuah keluarga menjemput TKI dikenakan biaya
paling mahal di sunia. Rekor yang paling luar biasa adalah Indonesia merupakan Negara terindah
dan teraman untuk para koruptor.
Catatan di atas ‘rekor-rekor’ di atas seharusnya melecut bangsa Indonesia untuk sadar dan
berusaha bangkit menjadikan negaranya lebih baik, lebih beradap dan menunjukkan prestasi-
prestasi kerja yang sesungguhnya. Slah satu prestasi sesungguhnya bagi bangsa Indonesia adalah
bila bangsa Indonesia mampu memberantas korupsi di Negara tercinta. Hidup bersih dan bebas
dari penyakit yang namanya korupsi itu.
Ada apa dengan korupsi?
Korupsi di Indonesia berkembang pesat. Korupsi meluas, ada
dimana-mana dan terjadi secara sistematis. Artinya seringkali korupsi
dilakuakan dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan
teknologi modern. Seseorang yang mengetahui ada dugaan korupsi
jarang yang mau beraksi, dan kalaupun berani melapor serta beraksi,
ada saja oknum penegak hukum yang tidak melakuakn tindakan
hukum sebagaimana mestinya. Itulah sebabnya dalam kenyataan
hidup sehari-hari, korupsi dianggap biasa dan dimaklumi banyak
orang. Masyarakat yang terbiasa korup, aka sulit membedakan mana
tindakan yang korup dan mana yang bukan tindakan korup.

2.2.1 Pengerian Korupsi


Korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus. Corruption berasal dari kata
corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa
seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Perancis yaitu corruption dan Belanda yaitu corruptive,
korruptie. Dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi. (Adi

9
Hamzah, 2005:4). Pengertian korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan uang Negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan
pribadi atau orang lain. Berdasarkan pemahaman pasa 2 UU no. 31 th. 1999 sebagaimana yang
diubah dengan UU no. 20 th. 2001, korupsi adalah perbuatan
secara melawan hokum dengan maksud memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat
merugikan keuangan / perekonomian negara.
Istilah korupsi sesungguhnya sangat luas, mengikuti
perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin
kompleks serta semankin canggihnya teknologi, sehingga
mempengaruhi pola pikir, tata nilai, aspirasi, dan struktur
masyarakat di mana bentuk-bentuk kejahatan yang semula
terjadi secara tradisional berkembang kepada kejahatan inkonvensional yang semakin sulit untuk
diikuti oleh norma hokum yang ada. Kejahatan inkonvensional menyentuh segala aspek kehidupan
bangsa, mulai dari kepentingan hak asasi, ideology Negara, hingga lainnya yang menyangkut
aspek perekonomian keuangan Negara.

2.2.2 Jenis Korupsi


(Tabel: Tindak Pidana Korupsi berdasarkan UU no. 31 th. 1999 jo UU 20 th. 2001)
Ancaman Dasar
Pelaku Jenis Perbuatan Keterangan
Pidana Hukum
Secara melawan Dalam keadaan tertentu
hokum Penjara Pidana Mati dapat
memperkaya diri seumur hidup; dijatuhkan. Keadaan
sendiri / orang penjara min.4 tertentu yang
Perseorangan / lain / korporasi th max.20 th; memberatkan pidana
Pasal 2
korporasi yang dapat denda min. yaitu bila tindak pidana
merugikan Rp.200 juta korupsi tersebut
keuangan / max. Rp. 1 dilakukan pada dana-
perekonomian miliyar. dana bagi
negara penanggulangan bahaya /

10
Menyalahgunakan bencana, penanggulangan
kewenangan / kerusuhan,
kesempatan / penanggulangan krisis
sarana yang ada ekonomi dan moneter,
Penjara
padanya karena serta penanggulangan
seumur hidup;
jabatan / korupsi.
pnjara min.1 th
kedudukan, untuk
max.20 th; Pasal 3
menguntungkan
denda min. Rp.
diri sendiri /
50 juta max.
orang lain, yang
Rp. 1 miliyar.
dapat merugikan
keuangan /
perekonomian
Negara
Memberi atau
menjanjikan
sesuatu kepada
pegawai negeri /
penyelenggara
Pegawai negeri /
Negara supaya Penjara min.1
penyelenggara Negara
mau berbuat atau th max.5 th;
Pasal 5 yang menerima
tudak berbuat denda min. Rp.
Ayat 1 pemberian / janji juga
ssuatu, dalam 50 juta max.
dipidana, dianggap
jabatannya atau Rp. 250 juta.
menerima suap.
tidak dalam
jabatannya, yang
bertentangan
dengan
kewajibannya.
Memberi atau Penjara min.2 Pasal 6 Hakim atau advokat yang
menjanjikan th max.7 th; Ayat 1 menerima pemberian /

11
sesuatu kepada denda min. Rp. janji juga dipidana,
hakim untuk 150 juta max. dianggap menerima suap.
mempengaruhi Rp. 750 juta.
putusan perkara.
Melakukan
pembangunan
atau menyerahkan
bahan bangunan,
Pemborong / secara curang,
ahli bangunan; yang dapat
penjual bahan membahayakan
bangunan keamanan orang /
barang atau Penjara min.2 Pengawas dan penerima
keselamatan th max.7 th; bahan / barang yang
Pasal 7
Negara dalam denda min. Rp. membiarkan terjadinya
keadaan perang. 100 juta max. perbuatan curang tersebut
Perseorangan / Menyerahkan Rp. 350 juta. juga dipidana.
korporasi barang keperluan
TNI atau POLRI,
secara curang,
yang dapat
membahayakan
keselamatan
Negara dalam
keadaan perang.
Pegawai negeri Menggelapkan
Penjara min.3
uang atau surat
th max.15 th;
berharga, atau Selain pegawai negeri
denda min. Rp. Pasal 8
membiarkan juga dapat dipidana.
150 juta max.
barang tersebut
Rp. 750 juta.
diambil /

12
digelapkan, atau
membantu
mengambil /
menggelapkan.
Memalsukan
Penjara min.1
buku-buku atau
th max.5 th;
daftar-daftar
denda min. Rp. Pasal 9
khusus untuk
50 juta max.
pemeriksaan
Rp. 250 juta.
administrasi.
Menggelapkan,
menghancurkan,
membuat tidak
dapat dipakai /
merusak alat Penjara min.2
bukti. th max.7 th;
Membiarkan atau denda min. Rp. Pasal 10
membantu orang 100 juta max.
lain Rp. 350 juta.
menghilangkan,
menghancurkan,
merusakkan alat
bukti.
Pegawai negeri Menerima hadiah Penjara min.1
/ atau janji karena th max.5 th;
penyelenggara kewenangan / denda min. Rp. Pasal 11
negara kekuasaan 50 juta max.
Dianggap menerima suap
jabatannya. Rp. 250 juta.
Menerima hadiah Penjara
Pasal 12
atau janji, supaya seumur hidup;
a
melakukan atau Penjara min.4

13
tidak melakukan th max.20 th;
sesuatu dalam denda min. Rp.
jabatannya, yang 200 juta max.
bertentangan Rp. 1 milyar.
dengan
kewajibannya.
Menerima hadiah
karena
melakuakan atau
tidak melakukan
Pasal 12
sesuatu dalam
b
jabatannya, yang
bertentangan
dengan
kewajibannya.
Hakim Menerima hadiah
atau janji yang
Pasal 12
diberikan untuk
c
mempengaruhi
putusan perkara.
Advokat Menerima hadiah
atau janji yang
dibesikan untuk Pasal 12
mempengaruhi d
nasihat yang akan
diberikan.
Pegawai negeri Menyalahgunakan Penjara
/ kekuasaannya seumur hidup;
Pasal 12
penyelenggara untuk Penjara min.4 Dianggap menerima suap
e
negara menguntungkan th max.20 th;
diri sendiri / denda min. Rp.

14
orang lain (secara 200 juta max.
melawan hukum), Rp. 1 milyar.
memaksa
seseorang untuk
memberikan
sesuatu,
membayar,
menerima
pembayaran
dengan potongan,
atau mengerjakan
sesuatu.
Meminta,
menerima,
memotong Pasal 12
pembayaran f
seolah-olah
merupakan utang.
Meminta,
menerima
pekerjaan atau Pasal
barang seolah- 12g
olah merupakan
utang.
Menggunakan
tanah Negara (di
atasnya ada hak
Pasal 12
pakai) seolah-olah
h
sesuai peraturan
perundang-
undangan padahal

15
bertentangan, dan
merugikan orang
yang berhak.
Turut serta dalam
pemborongan,
pengadaan, atau Pasal 12
persewaan i
padahal tugasnya
mengawasi.
Menerima
grafitasi karena
jabatannya, yang Pasal 12 Dianggap menerima
berlawanan b suap.
dengan kewajiban
atau tugasnya.
Perseorangan / Memberi hadiah Penjara max.3
korporasi atau janji kepada th; denda max.
pegawai negeri Rp. 150 juta. Pasal 13 Dianggap memberi suap
karena jabatan /
kedudukannya.

2.2.3 Penyebab Korupsi


Berikut merupakan beberapa penyebab yang dominan sebagai pencetus tindakan korupsi
yang akhirnya menjadi berkelanjutan tiada henti, sehingga membudaya.
a. Sifat Tamak Dan Keserakahan
Apabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat
berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau
kesadarannya untuk melakukan. Kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah orang yang
penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan
hidupnya. Kemungkinan orang tersebut melakukan korupsi tersebut juga tanpa adanya godaan dari
pihak lain. Bahkan kesempatan untuk melakukan korupsi mungkin juga sudah sangat kecil karena
sistem pengendalian manajemen yang ada sudah bagus. Dalam hal pelaku korupsinya seperti itu,

16
maka unsur yang menyebabkan dia melakukan korupsi adalah unsur dari dalam diri sendiri, yaitu
sifat-sifat tamak, serakah, sombong, takabur, rakus yang memang ada pada manusia tersebut.
b. Ketimpangan Penghasilan Sesama Pegawai Negari / Pejabat Negara
Ketimpangan penghasilan PNS telah menimbulkan rasa cemburu yang luar biasa, yang
salah satunya berdampak kepada perbuatan korupsi yang dilakukan secara berjamaah pada
departemen / lembaga lainnya. Dengan alas an penghasilan yang besar saja di Departemen
Keuangan belum bisa mencegah pegawainya untuk melakukan korupsi, seperti Gayus Tambunan,
apalagi pada departemen / lembaga yang penghasilannya sangat rendah.
Seharusnya gaji dan penghasilan PNS yang berada diinstansi manapun (untuk pegawai
yang tingkatnya sama) adalah sama, karena keberadaan suatu departemen / lembaga / institusi
prinsipnya adalah sama penting, oleh karena itu keberadaan dan pembentukannya dilakukan, kalau
tidak penting keberadaannya perlu dilakukan likuidasi.
c. Gaya Hidup Konsumtif
Gaya hidup yang konsumtif di kota-kota besar mendorong pegawai untuk dapat memiliki
mobil mewah, rumah mewah, menyekolahkan anak di luar negeri, pakaian yang mahal, hiburan
yang mahal, dan sebagainya. Sebagai misalnya, gaya hidup yang populer berupa hobi main golf
akan mendorong seorang pegawai untuk mau menyediakan sarana untuk melaksanakan hobi
tersebut. Apabila pegawai tersebut memang bukan pegawai yang tingkatannya cocok dengan hobi
tersebut, sedangkan dirinya ingin bergaya hidup seperti itu, sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan sarana dengan cara-cara yang legal, maka mendorong dirinya untuk melakukan
berbagai hal, termasuk korupsi agar hobinya dapat terlaksana.
d. Penghasilan Yang Tidak Memadai
Penghasilan pegawai negeri seharusnya dapat memenuhi kebutuhan hidup pegawai
tersebut beserta keluarganya secara wajar. Apabila ternyata penghasilannya sebagai pegawai
negeri tidak dapat menutup kebutuhan hidupnya secara wajar, misalnya hanya cukup untuk hidup
wajar selama sepuluh hari dalam sebulan, maka mau atau tidak mau pegawai negeri tersebut harus
mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal seperti itu,
adalah suatu keterpaksaan untuk mencari tambahan penghasilan, karena apabila itu tidak dilakukan,
maka dirinya dan keluarganya akan mati kelaparan. Usaha untuk mencari tambahan penghasilan
tersebut tentu sudah merupakan bentuk korupsi, misalnya menyewakan sarana dinas,

17
menggelapkan peralatan kantor, perjalanan dinas fiktif, mengadakan kegiatan yang tidak perlu
dengan biaya yang tidak wajar.
e. Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar
Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat
kepada anggota-anggota organisasi tersebut terutama pada kebiasaannya, cara pandangnya, dan
sikapnya dalam menghadapi suatu keadaan. Apabila kultur ini tidak ditangani dengan baik, maka
sejumlah anggota organisasi mungkin akan melakukan berbagai bentuk perbuatan yang tidak baik,
yang lama-lama akan menjadi kebiasaan. Misalnya, di suatu bagian dari suatu organisasi akan
dapat muncul budaya uang pelican, “amplop”, hadiah, jual beli temuan, dan lain-lain yang
mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.
f. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
Pada organisasi di mana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak pegawai
yang melakukan korupsi disbanding pada organisasi yang pengendalian manajemennya kuat.
Seorang pegawai yang mengetahui bahwa sistem pengendalian manajemen pada organisasi di
mana dia bekerja lemah, maka akan timbul kesempatan atau peluang baginya untuk melakukan
korupsi.
g. Manajemen Cenderung Menutup Korupsi Di Dalam Organisasinya
Pada umumnya jajaran manajemen organisasi di mana terjadi korupsienggan membantu
mengungkapkan korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut sama sekali tidak melibatkan dirinya.
Kemungkinan keengganan tersebut timbul karena terungkapnya praktik korupsi di dalam
organisasinya yang dianggap sebagai bukti buruknya kualitas manajemen organisasi. Akibatnya,
jajaran manajemen cenderung untuk menutup-nutupi korupsi yang ada, dan berusaha
menyelesaikannya dengan caranya sendiri yang kemudian dapat menimbulkan praktik korupsi
yang lain.
h. Nilai-Nilai Negatif Yang Hidup Dalam Masyarakat
Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat ternyata kondusif untuk terjadinya korupsi.
Misalnya, banyak anggota masyarakat yang dalam pergaulan sehari-harinya ternyata dalam
menghargai seseorang lebih didasarkan pada kekayaan yang dimiliki orang yang bersangkutan. Ini
dapat dilihat bahwa sebagian besar anggota masyarakat akan memberikan perlakuan yang berbeda
terhadap seseorang apabila melihat penampilan lahiriah atau kendaraannya yang mewah atau
rumahnya yang mewah.

18
i. Masyarakan Tidak Mau Menyadari Bahwa Yang Paling Dirugikan Oleh Korupsi
Adalah Masyarakat Sendiri
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa apabila terjadi perbuatan korupsi, maka
pihak yang akan dirugikan adalah Negara atau pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa
apabila Negara atau pemerintah yang dirugikan, maka secara pasti hal itu juga merugikan
masyarakat sendiri. Misalnya, apabila terjadi korupsi dalam bentuk manipulasi kualitas pekerja
borongan untuk perbaikan jalan. Dari kejadian tersebut masyarakat akan memandang bahwa yang
dirugikan adalah pemerintah pusat / daerah, tanpa menarik kesimpulan lebih lanjut bahwa yang
dirugikan adalah masyarakat sendiri karena masyarakat tidak dapat menikmati mulusnya jalan
yang selesai diperbaiki sebagaimana mestinya. Jalan yang diperbaiki akan segera rusak kembali,
sehingga masyarakat sebagai pengguna jalan akan rugi, baik secara langsung berupa kendaraannya
yang menjadi lebih cepat rusak maupun tidak langsung berupa kurang lancarnya kegiatan
masyarakat. Apabila masyarakat betul-betul menyadari bahwa masyarakat yang akan menanggung
rugi, maka masyarakat harus mengawasi pelaksanaan pekerjaan borongan perbaikan jalan tersebut
untuk mencegah terjadinya manipulasi kualitas pekerjaan borongan.
j. Moral Yang Lemah
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung lebih mudah untuk terdorong berbuat
korupsi karena adanya godaan. Godaan terhadap seorang pegawai untuk melakukan korupsi
berasal dari atasannya, teman setingkat, bawahannya, atau dari pihak luar yang dilayani. Apabila
seorang pegawai yang melihat atasannya melakukan korupsi, maka pegawai tersebut cenderung
akan melakukan korupsi juga. Karena dia berpendapat bahwa apabila atasannya tersebut
mengetahui perbuatannya kemungkinan atasannya tersebut mendiamkannya atau berpura-pura
tidak tahu, tidak akan mengenakan sanksi atau paling tidak hanya mengenakan sanksiyang ringan.
Hal ini terjadi karena atasannya juga mempunyai rasa takut dilaporkan oleh bawahannya mengenai
perbuatan korupsinya. Lebih-lebih jika seorang pegawai melakukan korupsi karena melakukan
kolusi dengan atasannya.atasan akan cenderung melindungi bawahan yang melakukan korupsi
tersebut, karena apabila pegawai tersebut ditindak maka dia terbawa juga.
k. Kebutuhan Hidup Yang Mendesak
Kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk membayar utang,
kebutuhan untuk membayar pengobatan yang mahal karena istri atau anak sakit, kebutuhan untuk
membiayai sekolah anaknya, kebutuhan untuk mengawinkan anaknya, kebutuhan dimasa pensiaun

19
merupakan bentuk-bentuk dorongan seorang pegawai untuk berbuat korupsi. Lebih-lebih jika
seorang pegawai terlilit utang, mempunyai istri lebih dari satu, mempunyai kebiasaan judi main
perempuan atau punya pria lain, atau hobi minuman keras, maka akan sangat potensial untuk
memenuhi kebutuhannya tersebut dengan cara apapun antara lain dengan korupsi.
l. Malas Tidak Mau Bekerja Keras
Kemungkinan orang yang melakukan korupsi adalah rang yang ingin segera mendapatkan
sesuatu yang banyak atau hanya dalam waktu singkat, tetapi malas untuk bekerja keras dan
meningkatkan kemampuan gunameningkatkan penghasilan. Kalau ada kesempatan untuk mudah
mendapatkan penghasilan yang besar tanpa usaha yang setimpal mengapa tidak dimanfaatkan.
Akan timbul dalam pikiran orang tersebut, berapa tahun saya harus membanting tulang untuk
memperoleh penghasilan sebesar itu? Apakah mungkin saya dapat mengumulkan kekayaan itu
dengan gaji dari pekerjaan yang sekarang? Lebih baik saya korupsi dengan menjual temuan-
temuan pemeriksa, dua tiga kali memeiriksa bisa punya mobil bagus dan mewah serta punya rumah
mewah.
m. Ajaran-Ajaran Aga Kurang Diterapkan Secara Benar
Secara umum, masyarakat di Indonesia adalah masyarakat yang beragama di mana ajaran-
ajaran dari setiap agama yang diakui keberadaannya di Indonesia dapat dipastikan melarang
perbuatan-perbuatan korupsi. Para pelaku korupsi, secara umum adalah orang-orang yang juga
beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnya, melarang korupsi. Ini
menunjukkan bahwa banyak ajaran agama yang tidak diterapkan secara benar oleh pemeluknya,
hanya sekedar serimonial saja.
n. Lemahnya Penegak Hukum
Lemahnya penegak hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi mencakup beberapa
aspek pertama, bisa tidak adanya tindakan hukum sama sekali terhadap pelaku korupsi
dikarenakan pelaku adalah atasan dari penegak hokum atau bawahan dari penegak hokum yang
menjadi penyokong utama (main supplier) yang membiayai operasional kegiatan si penegak
hukum, atau si penegak hukum telah menerima bagian dari hasil korupsi si pelaku atau si pelaku
adalah kolega dari pimpinan instansi penegak hokum. Kedua, tindakan ada tetapi penanganan di
ulur-ulur dan sanksi diperingan. Ketiga, tidak dilakukan pemindahan sama sekali, karena si pelaku
mendapat beking dari jajaran tertentu atau tindak pidana korupsinya bermotifkan kepentingan
untuk kelompok tertentu atau partai tertentu.

20
o. Sanksi Yang Tidak Setimpal Dengan Hasil Korupsi
Tidak redanya perbuatan korupsi, malahan kualitas dan kuantitas selalu meningkat dari
tahun ke tahun da menjalar ke seluruh bidang penyelenggara Negara tidak saja di lingkungan
eksekutif, yudikatif, dan belakangan telah merasuki legislative, auditif dan partai politik
dikarenakan calo koruptor dan masyarakat melihat snksi-sanksi yang dijatuhkan kepada para
pelaku korupsi sangat ringan atau tidak setimpalnya dengan tindakan yang dilakukannya. Sehingga
orang yang terlibat dalam skala kecil akan berupaya untuk melakukan korupsi atau terlibat dalam
perbuatan korupsi yang lebih besar lagi.
p. Kurang Atau Tidak Ada Pengendalian
Korupsi yang dilakukan tidak terjadi dengan sendirinya tetapi telah direncanakan jauh-jauh
sebelumnya, yaitu sejak proses perencanaan kegiatan dan anggaran. Dalam tahap perencanaan
inisiator korupsi sudah bisa melihat apakah ada pengendalian atau pengawasan untuk pencegahan
korupsi pada tahap perencanaan, apabila sebaliknya pihak-pihak inisiator berinisiatif untuk
merancang korupsi. Apabila tidak ada pengawasan dan pengendalian pada tahap perencaaan, maka
niat yang terselubung tersebut dibulatkan untuk dijadikan perbuatan korupsi dengan
menuangkannya ke dalam rekayasa perhitung-perhitungan hasil mark up ke dalam dokumen
perencanaan untuk bisa dilaksanakan dengan melibatkan pihak pengawas dan pengendali dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
q. Faktor Politik
Terjadinya korupsi di Indonesia bisa disebabkan oleh faktor politik atau yang berkaitan
dengan masalah kekuasaan. Para pakar dalam disiplin ilmu politik tentunya mengenal dalil korupsi.
Rumusan penyelewengan penggunaan uang Negara telah dipopulerkan oleh E. John Emerich
Edward Dalberg Acton atau lebih dikenal dengan Lord Acton, yang hidup pada tahun 1834 – 1902
di inggris. Beliau menyebutkan bahwa factor kekuasaanlah yang menyebabkan korupsi. Para
pembaca tentu masih ingat denga rumusan Lord Acton itu, yang menyatakan bahwa: Power tend
to corrupt, but absolute power corrupts absolutely, yang berarti: kekuasaan cenderung korupsi,
tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi berlebihan pula.

2.2.4 Akibat atau Dampak Korupsi


Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di atas, dapat diketahui akibat dari tindak
pidana korupsi sangat luas dan mengakar. Berikut akan dijelaskan akibat korupsi yaitu:

21
a. Meningkatnya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang telah ada menjadi lebih kuat,
bahkan semakin parah karena kelompok miskin dan marginal tidak pernah mendapatkan akses
terhadap anggaran layak termasuk mengontrol proses, karena ketiadaan ruang bagi
transparansi dan partisipasi.
b. Hilangnya kepercayaan investor. Banyak korupsi dan tidak adanya kepastian hukum, telah
menyebabkan banyak investor merasa enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan
investor yang ada pun hengkang. Akibatnya, di samping iklim pertumbuhan ekonomi menjadi
kurang kondusif, juga meningkatkan angka pengangguran.
c. Rusaknya sendi-sendi prinsip dari sistem pengelolaan keuangan Negara. Undang-undang
termasuk konstitusi lainnya yang semestinya dijadikan acuan dalam pengelolaan keuangan
Negara, justru diabaikan. Prinsip-prinsip anggaran yang baik, seperti partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, disiplin, efektif dan efisien, serta memenuhi asas kepatutan yang semuanya itu
merupakan sendi prinsip pengelolaan keuangan Negara dilanggar tanpa tedeng aling-aling.
d. Terjadinya degradasi moral dan etos kerja. Memperoleh uang tanpa kerja keras telah
mengakibatkan si pelaku korupsi terbuai dan tidak terpacu untuk bekerja keras. Bahkan, dalam
beberapa kasus yang ekstrim uang “panas” yang diperoleh tersebut dihabiskan pula dengan
mudah di meja judi, minum-minuman keras atau narkoba.
e. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah. Akibat pejabat pemerintah melakukan
korupsi mengakibatkan kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah tersebut. Di samping itu,
Negara lain juga lebih mempercayai Negara yang pejaatnya bersih dari korupsi, baik dalam
kerja sama di bidang politik, ekonomi, atau dalam bidang lainnya. Hal ini mengakibatkan
pembangunan ekonomi serta mengganggu stabilitas perekonomian Negara dan stabilitas
politik.
f. Menyusutnya pendapatan Negara. Penerimaan Negara untuk pembangunan didapatkan dari
dua sektor, yaitu dari pungutan bead dan penerimaan pajak. Pendapatan Negara dapat
berkurang apabila tidak diselamatkan dari penyelundupan dan penyelewengan oleh oknum
pejabat pemerintah pada sektor-sektor penerimaan Negara tersebut.
g. Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara. Keamanan dan ketahanan Negara akan
menjadi rapuh apabila para pejabat pemerintah mudah disuap karena kekuatan asing yang
hendak memaksakan ideology atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia akan

22
menggunakan penyuap sebagai suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya. Pengaruh
korupsi juga dapat mengakibatkan kurangnya loyalitas masyarakat terhadap Negara.
h. Hukum tidak lagi dihormati. Negara kita merupakan Negara hukum di mana segala sesuatu
harus didasarkan pada hukum. Tanggung jawab dalam hal ini bukan hanya terletak pada
penegak hokum saja namun juga pada seluruh warga Negara Indonesia. Cita-cita untuk
menggapai tertib hukum tidak akan terwujud apabila para penegak hukum melakukantindakan
korupsi sehingga hukum tidak dapat ditegakkan, ditaati, serta tidak diindahkan oleh
masyarakat.

2.2.5 Komisi Pemberantasan Korupsi


Berdasarkan ketentuan pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001, badan khusus tersebut disebut dengan Komisi Pemberantasn Korupsi yang
memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakuakn penyelidikan,
dan penuntutan. Adapun mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan
pertanggungjawaban, tugas dan wewenang keanggotaannya diatur dengan undang-undang.
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan,penyidikan,
dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang:
a. Melibatkan aparat penegak hokum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara
Negara,
b. Mendapat prhatian yang meresahkan masyarakat, dan
c. Menyangkut kerugian paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) pasal 11
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan
pada:
a. Kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan
wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya;

23
c. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
d. Kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif;
e. Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang,
tanggungjawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korpsi.
Tugas Komisi Pedmberantasan Korupsi yaitu:
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara (pasal 6 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002).
Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu:
a. Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait.
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi (pasal 7
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
f. Wewenang lain bisa dilihat dalam pasal 12, 13, dan 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002)
Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK) Tahun 2004 - 2014 (per 28 Februari 2014)
Penindakan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah
Penyelidikan 23 29 36 70 70 67 54 78 77 81 11 596
Penyidikan 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 10 363
Penuntutan 2 17 23 19 35 32 32 40 36 41 10 287
Inkracht 0 5 17 23 23 39 34 34 28 40 0 243
Eksekusi 0 4 13 23 24 37 36 34 32 44 5 252

24
Tabulasi Data Penanganan Korupsi
(oleh KPK) Tahun 2004 - 2014 (per 28
Februari 2014)
600
400
200
0

Penyelidikan Penyidikan Penuntutan Inkracht Eksekusi

2.2.6 Badan Pemberantasan Korupsi


A. Tim Pemberantasan Korupsi
Dasar Hukum : Keppres Nomor 228 Tahun 1967 tanggal 2 Desember 1967 dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 1960.
Pelaksana : Ketua Tim Sugiharto (Jaksa Agung)
Penasihat : Menteri Kehakiman, Panglima ABR, Kastaf Angkatan, dan Kapolri.
Tugas : Membantu pemerintah memberantas korupsi dengan tindakan preventif dan
Represif
B. Komite Anti Korupsi (KAK)
Komite Anti Korupsi dibentuk tahun 1970
Pelaksana : Angkatan 66, Akbar Tanjung, Michael Setiawan, Thoby Mutis, Jacob Kendang,
Imam Waluyo, Tutu T.W, Soeriwinjo, Agus Jun Batuta, M. Surachman, Alwi
Nurdin Lucas, Luntungan, Asmara Nababan, Sjahrir, Amir Karamoy, Pasik
Vitue, Mengandang Napitupulu, dan Chaidir Makarim.
C. Komisi Empat
Dasar Hukum : Keppres
Pelaksana : Wilopo, S.H. (Ketua merangkap anggota), I.J. Kasimo. A. Anwar Tjokroaminoto,
dan Prof. Ir. Johanes.
Tugas : a. menhubungi pejabat atau instansi. Swasta sipil atau militer;
b. memeriksa dokumen administrasi pemerintah dan swasta;
c. meminta bantuan aparatur pemerintah pusat dan daerah.

25
D. OPSTIB
Dasar Hukum : Inpres Nomor 9 Tahun 1977
Pelaksana : Koordinator Pelaksana Tingkat Pusat: Menpan.
Pelaksana Operasional: Pangkopkamtib.
Ketua I: Kapolri.
Ketua II: Jaksa Agung dengan para Irjen.
Tingkat daerah: Pelaksana Operasional: Laksusda, Ketua I:Kapolda, Ketua II:
Kejati dan Irwilda.
Tugas : a. pada awalnya pembersihan pungutan liar di jalan-jalan, penertiban uang siluman
di pelabuhan, baik pungutan tidak resmi maupun resmi tetapi tidak sah menurut
hukum.
b. pada 1977 diperluas sasaran penertiban, beralih dari jalan rakyat ke aparat
departemen dan daerah.
E. Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)
Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) dibentuk tahun 1982
Dasar Hukum : TPK dihidupkan lagi tanpa dibarengi dengan keluarnya keppres yang baru.
Pelaksana : Menpan J.B. Sumarlin, Pangkopkamtib Sudomo, Ketua MA Mudjono, S.H.,
Menteri Kehakiman Ali Said, Jaksa Agung Ismail Saleh, Kapolri Jenderal
Awaloeddin Djamin, M.P.A.
F. KPKPN
Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Keppres Nomor 27 Tahun 1998.
Pelaksana : Jusuf Syakir (ketua). Wakil Ketua: Chairul Imam, Muchayat, dan Abdullah
Hehamahua serta 31 orang anggota.
Tugas : Melakukan pemeriksaan kekayaan pejabat Negara.

G. TGPTPK
Dasar Hukum : Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2000.
Pelaksana : Ketua Adi Andojo Soetjipto, didukung oleh 25 anggota polisi, kejaksaan, dan
aktivitas kemasyarakatan.
Tugas : Mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung.

26
2.2.7 Korupsi dan Pembangunan
Debat yang sering muncul secara kontroversial adalah apakah korupsi menjadi oli atau
pasir bagi bergeraknya roda pembangunan (grease or sands to development wheels). Sebagai oli
pembangunan, korupsi dianggap dapat mempercepat dan memperlancar kerja kaum birokrat yang
di Indonesia dikenal dengan joke “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”. Dalam konteks ini,
nilai korupsi dianggap sebagai harga yang harus dibayar oleh masyarakat untuk memperoleh atau
mempercepat pelayanan birokrasi, yang umumnya di atas harga resmi yang diketahui publik.
Dengan makin banyak jalur yan harus ditempuh atau makin banyak birokrat yang terlibat dalam
suatu urusan pelayanan, makin besar total nilai korupsi yang terdistribusi di antara kaum birokrat
atau mereka yang terlibat dengan pelayanan publik tersebut.
Sebaliknya, sebagai pasir pembangunan, yang menghambat lajunya gerak roda
pembangunan, korupsi dianggap telah menyebabkan lemahnya perlindungan atas hak milik dan
misalokasi sumber daya ekonomi. Melalui kekuasaan yang dimilikinya, kaum birokrat mampu
mentransfer sumber daya ekonomi masyarakat (individu maupun perusahaan) ke kantong-kantong
pribadi ke penyelenggara Negara. Hal ini dipandang sebagai makin bertambahnya transaction cost
yang dipikul masyarakat dalam anggaran belanja mereka. Perekonomian seperti ini lazim disebut
sebagai perekonomian biaya tinggi (high-cost economy). Dalam konteks ini, penyelenggara
pemerintahan dianggap telah bertindak sebagai predator yang memakan apa saja untuk
melancarkan kegiatannya. Seperti diungkapkan oleh Kaufmann dan Wei (Kaufmann, D dan S.J.
Wei, 7093, 1999), kegiatan korupsi yang membesar amat erat hubungannya dengan peraturan yang
memberatkan berkembangnya kompetisi usaha dan peraturan pemerintah yang memang sengaja
dibuat multi-interpretasi atau sengaja dibuat tidak tegas, telah menjadi sumber utama bagi
membesarnya kegiatan korupsi dikalangan pemerintahan. Peraturan seperti ini memang
memungkinkan diubah-ubah (policy inconsistency), yang memberi peluang kelompok
kepentingan (interest groups) beralokasi dengan pejabat pemerintah dalam rangka memperoleh
manfaat proteksi atau subsidi untuk usaha tertentu. Ditambahkan dengan perilaku pejabat
pemerintah yang tidak jujur dalam memberikan informasi kepada masyarakat, peraturan
pemerintah yang tidak jelas itu telah menyebabkan apa yang disebut sebagai kegagalan
pemerintahan (government failure) (Parkin, M, 1993)
Kegagalan seperti ini, ditambah dengan ketidakpastian politik, pola hubungan yang kronis
pejabat-pengusaha dan tradisi soft character lembaga politik dan pemerintah telah menyebabkan

27
terhambatnya laju pembangunan dan dalam konteksindonesia, berlarut-larutnya krisis ekonomi.
Yang lebih menarik, ternyata korupsi dapat menyebabkan bertambah buruknya situasi kemiskinan
dan kesenjangan sosial. Logika sederhana yang dikembangkan adalah dengan bertambahnya biaya
usaha, karena korupsi merajalela dari pusat sampai ke daerah-daerah, semakin kecil peluang
pembukaan usaha baru sementara usaha yang ada terancam, yang gilirannya kejadian-kejadian
PHK semakin terbuka dimana-mana, yang menambah angka pengangguran dan penduduk miskin.
Kemiskinan yang disebabkan oleh ketiadaan pekerjaan disebut sebagai kemiskinan structural,
yang salah satu penyebabnya adalah kegiatan korupsi tersebut. Disamping itu, kesenjangna sosial
juga bertambah besar, karena pejabat korup atau pengusaha rent seekers, pengusaha yang
memperoleh keuntungan dari koneksi kerja dengan pemerintah, memperoleh kekayaan dengan
“biaya” kaum miskin. Artinya, anggaran pemerintah yang seharusnya sampai ke kelompok miskin
menjadi makin kecil jumlahnya apabila korupsi merajalela dalam suatu Negara.
Korupsi ternyata juga menarik ke bawah angka pertumbuhan ekonomi, menyebabkan
rendahnya investasi, yang terutama disebabkan oleh tingginya biaya transaksi (high-cost economy)
dan lemahnya kompetisi terutama dalam konteks belanja barang pemerintah (government
procurement). Walau tidak dapat ditarik kesimpulan secara langsung, data pertumbuhan ekonomi
dan investasi yang rendah, seperti dijelaskan di atas, tampaknya memiliki korelasi dengan
tingginya peringkat persepsi kegiatan korupsi di Indonesia. Dengan asumsi ini, maka target
pertumbuhan ekonomi para calon Presiden RI dalam Pemilu Presiden tahun 2004 mungkin saja
dapat ditingkatkan lagi, bila kegiatan korupsi di Indonesia dapat diberantas sampai ke akar-akarnya.

2.2.8 Tingkat Korupsi di Indonesia


Peringkat Indonesia di indeks korupsi yang dikeluarkan Transparency International naik
dari 114 ke 107. Tapi masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand,
Malaysia dan Singapura. Korupsi adalah masalah besar yang dihadapi negara-negara dengan
perkembangan ekonomi pesat, demikian salah satu kesimpulan Transparency International ketika
merilis Corruption Perseptions Index (CPI) 2014 di Berlin, Jerman. Organisasi anti korupsi ini
setiap tahun mengeluaakan laporan korupsi global. Dari 28 negara di kawasan Asia Pasifik,
sebagian besarnya mendapat peringkat yang buruk. 18 negara mendapat skor di bawah 40 dari
seluruhnya 100 skor. 0 berarti terkorup dan 100 berarti paling bersih. Indonesia mendapat skor 34,
naik dari tahun lalu, 32. Indonesia kini menduduki peringkat 107, bersama-sama dengan Argentina
dan Djibouti. Tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 114 dari seluruhnya 174 negara yang

28
diperiksa. Pertumbuhan ekonomi dan korupsi terutama negara-negara dengan pertumbuhan
ekonomi pesat makin rentan korupsi. Transparency International mengambil contoh Cina dan
Turki. Sekalipun Cina mengalami pertumbuhan pesat dan mencanangkan program anti korupsi,
skor negara itu turun dari 40 tahun 2013 menjadi 36. Tapi peringkat Cina (100) masih lebih baik
dari Indonesia. Sedangkan Skor Turki turun menjadi 45 dari 50 (2013) dan kini menduduki
peringkat ke 64. Korupsi membengkak ketika perusahaan-perusahaan besar berusaha menyogok
pejabat tinggi untuk mendapatkan tender. Negara-negara yang dinilai paling bersih adalah
Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Swedia dan Norwegia. Jerman berada di peringkat 12, Jepang
15 dan Amerika Serikat 17.
Tabel Indeks Persepsi Korupsi
Ranking Nilai 2012 Nilai 2013 Nilai 2014
Negara
(Tahun 2014) (Skala 0-100) (Skala 0-100) (Skala 0-100)
Singapura 7 87 86 84
Brunei 55 60
Malaysia 52 49 50 50
Filipina 85 34 36 38
Thailand 85 37 35 38
Indonesia 107 32 32 34
Vietnam 119 31 31 31
Laos 145 21 26 25
Myanmar 156 15 21 21
Kamboja 156 22 20 21

Chart Title
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Nilai 2012 (Skala 0-100) Nilai 2013 (Skala 0-100) Nilai 2014 (Skala 0-100)

29
Transparency International Indonesia hari ini meluncurkan Laporan Survei Persepsi
Korupsi 2015. Survei ini selain merupakan kelanjutan dari survei sejenis pada 2010, juga
merupakan alat untuk memetakan risiko korupsi dan menilai efektivitas program antikorupsi
dalam rangka pencapaian target-target Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
(Stranas PPK) yang dijalankan pemerintah. Tahun ini, Survei Persepsi Korupsi 2015 dilakukan di
11 (sebelas) kota di Indonesia. Sebelas kota tersebut adalah Kota Pekanbaru, Kota Semarang, Kota
Banjarmasin, Kota Pontianak, Kota Makassar, Kota Manado, Kota Medan, Kota Padang, Kota
Bandung, Kota Surabaya, dan Kota Jakarta. Survey dilakukan serentak di 11 (sebelas) kota di
Indonesia pada 20 Mei – 17 Juni 2015 kepada 1,100 pengusaha. Pengambilan sampel
menggunakan stratified random sampling yang bersumber dari Direktori Perusahaan Industri 2014
yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Pengambilan data dilakukan oleh enumerator melalui
metode wawancara tatap muka dengan pengusaha dengan panduan kuesioner survei. Kemudian
enumerator melakukan proses pemasukan data dalam portal online. Dari survei tersebut diperoleh
hasil kota yang memiliki skor tertinggi dalam Indeks Persepsi Korupsi 2015 adalah Kota
Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya dengan skor 65, dan Kota Semarang dengan skor 60.
Sementara itu, Kota yang memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi terendah adalah Kota Bandung
dengan skor 39, Kota Pekanbaru dengan skor 42, dan Kota Makassar skor 48. “Efektivitas
pemberantasan korupsi dan akuntabilitas pendanaan publik dinilai responden memiliki kontribusi
paling besar terhadap penurunan potensi korupsi. Tidak kalah penting, penurunan potensi korupsi
juga disumbangkan oleh perbaikan persepsi terhadap sektor terdampak korupsi, penurunan
prevalensi korupsi, dan penurunan motivasi korupsi.”, ucap Wahyudi Thohary, Peneliti IPK 2015
Transparency International Indonesia. Dari hasil survei didapati bahwa responden menilai adanya
perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di lembaga-lembaga pemerintahan, namun
komposisi sektor publik yang dipersepsikan korup masih sama. Responden masih menilai
kepolisian, legislatif, dan peradilan sebagai sektor publik yang paling terdampak oleh korupsi.
Temuan lainnya adalah sektor lapangan usaha yang memiliki prevalensi suap paling tinggi
menurut responden adalah usaha di sektor minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan.
Sementara itu, sektor yang memiliki potensi suap rendah menurut responden adalah sektor
pertanian, sektor transportasi, dan sektor hotel dan restoran. Sektor lapangan usaha yang memiliki
alokasi suap terbesar adalah sektor konstruksi dengan rerata alokasi suap sebesar 9.1%.

30
Indeks Persepsi Korupsi
2015
Kota Skor
Banjarmasin 68
Surabaya 65
Semarang 60
Pontianank 58
Medan 57
Jakarta 57
Manado 55
Padang 50
Makasar 48
Pekanbaru 42
Bandung 39

INDEKS PERSEPSI KORUPSI 2015


Banjarmasin Surabaya Semarang Pontianank
Medan Jakarta Manado Padang
Makasar Pekanbaru Bandung

70
60
50
40
30
20
10
0
Skor

2.2.9 Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia (Kasus Suap Penanganan Sengketa Pilkada Akil
Mochtar)
Kasus korupsi yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar telah
menggurita. Akil pun diganjar hukuman seumur hidup karena menerima suap dan gratifikasi
terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang. Bahkan,
menurut jurnalis senior Harian Kompas yang menulis buku "Akal Akal Akil", Budiman Tanuredjo,
kasus korupsi Akil merupakan salah satu skandal terbesar sepanjang sejarah peradilan Indonesia.
Belum pernah terjadi seorang hakim yang juga Ketua MK masuk penjara gara-gara terbukti
melakukan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan uang sampai ratusan miliar rupiah.
Tertangkap tangan pula.

31
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Akil terbukti menerima suap
sebagaimana dakwaan pertama, yaitu terkait penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung
Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar),
Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang
(sekitar Rp 3 miliar). Hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima suap sebagaimana
dakwaan kedua, yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau
Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji
pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar). Akil juga terbukti
dalam dakwaan ketiga, yaitu menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun
2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke,
Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.
Sejumlah kepala daerah dan juga pihak swasta turut terseret dalam pusaran kasus Akil.
Sebut saja, Gubernur Banten Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Keduanya terbukti menyuap Akil terkait sengketa Pilkada Lebak. Kini keduanya telah divonis
penjara, empat tahun untuk Atut dan lima tahun untuk Wawan.
Berikut kasus sengketa Pilkada di MK yang dijadikan "proyek" oleh Akil, yang tengah
disidik KPK mau pun yang masih "hangat" di pengadilan Tipikor:
1. Sengketa Pilkada Lebak
Jatuhnya vonis terhadap Gubernur Banten Atut Chosiyah dan Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana
alias Wawan tidak lantas membuat kasus sengketa Pilkada Lebak di MK ditutup. KPK
mengembangkan penyidikan terhadap kasus ini sehingga menyeret mantan kandidat Pilkada
Lebak 2013, yaitu Amir Hamzah dan Kasmin sebagai tersangka. Amir dan Kasmin diduga
bersama-sama Atut dan Wawan menyuap Akil untuk memengaruhinya dalam memutus
permohonan keberatan hasil Pilkada Lebak yang diajukan pasangan tersebut. Dalam Pilkada
Lebak, Amir-Kasmin kalah suara dengan pesaingnya, pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi.
Atas kekalahan itu, Amir mengajukan keberatan hasil Pilkada Lebak ke MK. Adapun Susi Tur
Andayani merupakan kuasa hukum Amir-Kasmin.

2. Sengketa Pilkada Tapanuli Tengah


KPK menetapkan Gubernur Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang sebagai tersangka pada 19
Agustus lalu. Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Akil terbukti menerima suap
terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar. Diduga, uang yang berasal dari

32
Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran
ditulis "angkutan batu bara". Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang
digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah. Pilkada Kabupaten
Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun,
keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan. Selanjutnya, pada 22 Juni 2011,
permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak sehingga Bonaran dan Sukran tetap
sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih. Meski demikian, Akil sebenarnya tidak
termasuk dalam susunan hakim panel. Panel untuk sengketa pilkada saat itu adalah Achmad Sodiki
(ketua), Harjono, Fadlil Sumadi.

3. Sengketa Pilkada Palembang


Wali Kota non-aktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, didakwa secara bersama-sama
menyuap Akil sebesar Rp 14,145 miliar. Romi dan asangan kandidatnya, Harno Joyo, mengajukan
gugatan terhadap hasil Pilkada Palembang dan meminta l Berita Acara Rekapitulasi Hasil
Penghitungan Suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang dibatalkan. Hasil
Pilkada Palembang menyatakan bahwa pasangan Romi-Harno kalah suara dari pasangan
Sarimuda-Nelly Rasdania dengan selisih 8 suara. Dalam sidang putusan perkara sengketa Pilkada
Palembang yang digelar 20 Mei 2013, majelis hakim yang diketuai Akil mengabulkan permohonan
Romi untuk membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Wali
Kota dan Wakil Wali Kota Palembang. Putusan tersebut membatalkan unggulnya pasangan
Sarimuda-Nelly Rasdania dan menyatakan Romi-Anwar memenangkan Pilkada Palembang.

Keterangan Tidak Benar dalam Sidang Akil


Selain kasus suap dan pencucian uang, orang-orang yang terlibat dalam pusaran korupsi sengketa
Pilkada Akil juga berusaha menutupi kesalahan sejumlah pihak dengan memberi keterangan tidak
benar dalam persidangan. Hal tersebut terjadi dalam kasus suap penanganan sengketa Pilkada
Palembang. Selain menyuap Akil, Romi dan Masyito pun disebut memberi keterangan palsu dalan
persidangan. Bahkan, orang dekat Akil bernama Muhtar Ependy dianggap memengaruhi saksi di
persidangan dan mengarahkan saksi untuk memberi keterangan seperti yang diperintahkan.

1. Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito


Wali Kota nonaktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, didakwa memberikan
keterangan palsu dalam sidang Akil pada 27 Maret 2014, terkait perkara tindak pidana korupsi

33
terkait sengketa Pilkada di MK dan tindak pencucian uang. Orang dekat Akil yang bernama
Muhtar Ependy berperan mengarahkan keterangan Romi dan Masyito selaku saksi untuk
mengaburkan fakta di persidangan. Muhtar menyuruh keduanya untuk mengaku tidak mengenal
Muhtar dan tak pernah menyerahkan sejumlah uang kepada Akil melalui Muhtar. Padahal,
keterangan saksi lainnya di sidang Akil dan sejumlah alat bukti memperkuat fakta persidangan
bahwa Romi dan Masyito menyuap Akil melalui Muhtar. Romi dan Masyito juga dipaksa
mengaku tidak pernah memesan atribut pilkada di PT Promic Internasional milik Muhtar. Padahal,
keduanya memesan atribut Pilkada di PT Promic Internasional dengan bukti tagihan kepada Romi
serta barang bukti berupa produk yang dipesan Romi dan Masyito.
2. Pengusaha bernama Muhtar Ependy, teman dekat Akil
Muhtar Ependy, wirausahawan yang merupakan orang dekat Akil didakwa secara sengaja
merintangi proses pemeriksaan di pengadilan terhadap saksi dalam perkara korupsi. Jaksa penuntut
umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, Muhtar memengaruhi keterangan sejumlah
saksi dalam persidangan Akil. Dalam surat dakwaan, Muhtar disebut memengaruhi Romi dan
Masyito, yang dihadirkan dalam sidang Akil. Muhtar meminta keduanya untuk bersaksi bahwa
tidak mengenal Muhtar dan tidak pernah bersama-sama datang ke Bank Kalbar cabang Jakarta
untuk menyerahkan sejumlah uang. Muhtar juga memengaruhi supirnya yang bernama Srino agar
tidak mengakui pernah mengantar Muhtar ke rumah Akil di kawasan Pancoran untuk menyerahkan
sejumlah uang. Padahal, berdasarkan keterangan saksi lainnya dari Bank Kalbar Cabang Jakarta
yaitu Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati, dan Risna Hasrilianti, dinyatakan bahwa Srino pernah
mengantar Muhtar ke bank tersebut untuk mengambil uang tunai senilai Rp 3 miliar dalam bentuk
dollar Amerika untuk diantar ke rumah Akil. Muhtar lantas menghubungi Iwan untuk mencabut
seluruh keterangannya dalam berita acara pemeriksaan dan menggantinya dengan keterangan baru
yang tidak benar. Muhtar pun meminta Iwan untuk menyampaikan kepada Rika dan Risna untuk
melakukan hal yang sama. Sehingga pada saat bersaksi di sidang Akil pada 24 Maret 2014, Iwan,
Rika, dan Risna kompak menjawab tidak ingat pernah melihat kedatangan Masyito ke Bank Kalbar
Cabang Jakarta atau pun mengenali Masyito.

34
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Korupsi di Indonesia berkembang pesat. Korupsi meluas, ada dimana-mana dan terjadi
secara sistematis. Artinya seringkali korupsi dilakuakan dengan rekayasa yang canggih dan
memanfaatkan teknologi modern. Seseorang yang mengetahui ada dugaan korupsi jarang yang
mau beraksi, dan kalaupun berani melapor serta beraksi, ada saja oknum penegak hukum yang
tidak melakuakn tindakan hukum sebagaimana mestinya. Itulah sebabnya dalam kenyataan hidup
sehari-hari, korupsi dianggap biasa dan dimaklumi banyak orang. Masyarakat yang terbiasa korup,
aka sulit membedakan mana tindakan yang korup dan mana yang bukan tindakan korup.
Penyebab yang ditimbulkan dari adanya korupsi antara lain yaiitu, sifat tamak dan
keserakahan; ketimpangan penghasilan sesame pegawai negeri/pejabat Negara; gaya hidup
konsumtif; penghasilan yang tidak memadai; kurang adanya keteladanan dari pimpinan; tidak
adanya kultur organisasi yang benar; manajemen cenderung menutup korupsi di dalam
organisasinya; nilai negative yang hidup di masyarakat; masyarakat tidak mau menyadari bahwa
yang paling dirugikan oleh korupsi adalah masyarakat sendiri; moral yang lemah; kebutuhan hidup
yang mendesak; ajaran agama kurang diterapkan secara benar; dan lain-lain.
Sedangkan akibat yang akan ditimbulkan oleh adanya tindak pidana korupsi yaitu,
meningkatnya kesenjangan sosial; hilangnya kepercayaan investor; terjadinya degredasi moral dan
etos kerja; berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah; menyusutnya pendapatan Negara;
rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara; hukum yang tidak lagi dihormati; dan lain-lain.
Korupsi sungguh menyebabkan krisis kepercayaan. Korupsi di berbagai bidang
pemerintahan menyebabkan kepercayaan rakyat dan dukungan terhadap pemerintahan menjadi
minim. Padahal tanpa dukungan rakyat program perbaikan dalam bentuk apapun tak akan pernah
berhasil. Sebaliknya jika rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerintahan serta
berperan dalam pemberantasan korupsi maka korupsi pun bisa diakhiri. Setiap orang berhak
mencari, memperoleh dan memberikan informadsi dan pendapat maupun pengaduan kepada
penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat) atau kepada KPK.

35
3.2 Saran
Berdasarkan makalah yang kami buat, maka seharusnya pemerintah lebih
mensosialisasikan pentingnya peran masyarakat dalam memberastas tindak pidana korupsi.
Masyarakat merupakan salah satu yang paling dirugikan dalam perbuatan korupsi tersebut. Oleh
karena itu, apabila masyarakat bekerja sama dengan pemerintah dalam memberantas korupsi,
maka korupsi bisa diakhiri.

36
DAFTAR PUSTAKA

Cahaya, S., & Surachmin. (2011). Strategi & Teknik Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Hartanti, E. (2012). Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Ilyas, S. (2004). Korupsi Musuh Bersama. Jakarta: Lembaga Pencegah Korupsi.

Maheka, A. (n.d.). Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

37

Anda mungkin juga menyukai