Anda di halaman 1dari 4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kepercayaan

2.1.1 Definisi Kepercayaan

‘Percaya’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengakui atau


yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata. Mendapat imbuhan ke-an,
bermakan anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau
nyata (KBBIoffline v1.3, 2011). Menurut pengertian terminologis, kepercayaan
diistilahkan keyakinan kepada Tuhan di luar agama atau tidak termasuk ke dalam
agama. Kepercayaan ialah sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap
sesuatu sebagai kebenaran, yang diyakini, diaplikasi dalam bentuk kelakuan,
pengalaman, yang memengaruhi sifat mental yang meyakininya.

Kepercayaan merupakan sistem keyakinan atau sesuatu hal yang diyakini


keberadaan atau kebenarannya dari suatu kelompok manusia yang berdiri atas
sebuah landasan yang menjelaskan cerita-cerita yang suci, yang berhubungan
dengan masa lalu (Harsojo, 1998:228). Kepercayaan bagi masyarakat primitif
merupakan sejarah yang bersifat suci atau kudus, yang terjadi pada waktu
permulaan yang menyingkap tentang aktivitas supranatural hingga saat ini.
Penciptaan kepercayaan tidak mengantarkan manusia, pada sebab pertama atau
dasar eksistensi manusia, melainkan sebagai jaminan eksistentsinya. Aktivitas
kepercayaan dianggap sebagai yang benar, suci, dan bermakna, serta menjadi
pedoman berharga bagi yang memercayai dari lingkungan tempat tinggalnya.

2.1.2 Wujud Kepercayaan

Kepercayaan berawal dari sebuah tradisi lisan yang berhubungan dengan


ritus-religius. Wujud kepercayaan berwujud simbol-smbol yang mengisahkan
serangkaian peristiwa nyata dan imajiner, mengenai asal-usul dan perubahan
alam, dunia langit, dewa-dewi, kekuatan adikodrati-supernatural, manusia,
kepahlawanan, dan masyarakat. Wujud kepercayaan terletak pada bahasa, sebab
17 penyampaian kepercayaan diketahui lewat penceritannya, seperti halnya pesan
yang disampaikan lewat bahasa yang diketahui lewat pengucapannya (Ahimsa,
2001:80).

2.1.3 Ciri-ciri Kepercayaan


Kepercayaan memiliki beberapa ciri, yaitu cerita tentang asal-usul suatu
kejadian, seperti kejadian makhluk, manusia, tempat, fenomena alam, dan
sebagainya; cerita yang besifat suci atau kudus dan dianggap sebagai kepercayaan
sebagai cerita yang benar-benar berlaku; perwatakan dalam kepercayaan yang
digambarkan dengan dewa-dewi, manusia agung/sakti, binatang, dan lain
sebagainya; latar tempat dan masa cerita tidak dapat dipastikan, bersifat
naratif/cerita; cerita yang dianggap tidak logis namun dipercayai berlaku oleh
masyarakat lama; dan cerita yang terus hidup dan dihormati oleh generasi
pendukung dan sukar untuk dikikis atau dihapuskan.

Kepercayaan bukan hanya berlaku sebagai sebuah kisah mengenai


dewadewa dan keajaiban dunia, tetapi melalui kepercayaan manusia dapat juga
turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian disekitarnya, serta dapat
menanggapi daya-daya kekuatan alam. Selain itu, kepercayaan dapat pula
memberikan arah atau semacam pedoman untuk kebijaksanaan manusia dalam
bertindak tanduk maupun berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.4 Fungsi Kepercayaan

Fungsi kepercayaan terbagi menjadi tiga macam, yang diuraikan sebagai


berikut:

a. Menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ajaib Kepercayaan yang


cenderung tidak logis namun kehadirannya dianggap sebagai kebenaran
ataupun pembenaran pada masyarakat atau wilayah tertentu. Kekuatan-
kekuatan ajaib atau yang bersifat gaib, mistis, ataupun memiliki daya
magis, disakralkan oleh manusia, sebab dapat dirasakan kekuatan-
kekuatan yang tidak kasat mata, namun kekuatannya dapat dirasakan
secara nyata.
b. Memberikan jaminan pada masa kini Menghadirkan kembali peristiwa-
peristiwa yang dulu pernah terjadi dengan sedemikian rupa, sehingga
memberikan perlindungan dan jaminan pada masa kini.
c. Menjelaskan tentang alam semesta, cerita mengenai asal-usul bumi dan
langit Kejadian atau peristiwa alam ataupun cerita mengenai asal usul
terjadinya alam raya, langit, bumi, hubungan antara dewa-dewa, serta asal
mula kejahatan, dijelaskan melalui kepercayaan yang berkembang dan
menjadi kebudayaan masyarakat atau wilayah setempat (Van-Peursen,
2010: 37-41).
Fungsi-fungsi kepercayaan dijelaskan untuk memberikan daya kekuatan
kepada manusia untuk mengambil bagian dengan proses alam sekitarnya.
Kepercayaan juga memberikan kesempatan guna menyambung hidupnya dan
menjamin kesuburan segala hal yang bertepatan dengan aneka macam peristiwa.
Kepercayaan juga mmberikan pengetahuan tentang dunia, memberikan dukungan
dengan memberikan landasan dari kepercayaan tradisional dan tingkah laku.
Selain itu, kepercayaan juga berfungsi sebagai sistem cara penyampaian pesan
atau menginformasikan berita. Serta, kepercayaan juga dapat digunakan juga
sebagai sarana pendidikan yang paling efektif terutama untuk menanamkan
norma-norma sosial (Herusatoto, 2008:9)

2.2 Pengobatan Tradisional


Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total
pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-
teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang
berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan
serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara
fisik dan juga mental. Selain itu, pengobatan tradisional juga salah satu cabang
pengobatan alternatif yang bisa didefinisikan sebagai cara pengobatan yang
dipilih oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak memberikan hasil
yang memuaskan (Asmino, 1995).
Menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua
yaitu cara penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri daripada
pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional
drugs yaitu menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat
untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis yaitu
pertama dari sumber nabati yang diambil dari bagian-bagian tumbuhan seperti
buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber
hewani seperti bagian kelenjar-kelenjar, tulang-tulang maupun dagingnya dan
yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam-garam yang bisa didapatkan
dari mata air yang keluar dari tanah contohnya, air mata air zam-zam yang terletak
di Mekah Mukarramah.

2.2.1 Suwuk
Suwuk adalah suatu cara penyebuhan alternatif dimana seseorang yang
dianggap memiliki kemampuan pengobatan dengan mantera membacakan suatu
mantra pada media air yang kemudian diminumkan kepada pasien atau yang
sedang menderita suatu penyakit. Pengobatan ini pada intinya dengan
melalui doa-doa memakai perantara air putih. Dalam berbagai literasi juga
ditemukan bahwa media yang digunakan bukan sekedar menggunakan air putih
melainkan juga kadang dengan menggunakan ludah dari penyuwuk.

Dalam bingkai budaya, tradisi suwuk sudah dilakukan secara turun


temurun dalam berbagai tradisi budaya khususnya pada masyarakat jawa, dimana
proses pengobatan dilakukan dengan membacakan mantera-matera dari seseorang
yang dianggap sebagai ahli, atau dukun atau tabib melalui media air yang
kemudian air tersebuh diberikan kepada pasien yang sakit, baik diminumkan,
digunakan untuk mandi maupun sekedar dibasuhkan dan dicipratkan. Pada hari ini
tradisi suwuk ini masih tetap bertahan dan masih bisa ditemui dalam berbagai
ritual penyembuhan dan terapi alternatif.
Budaya suwuk tidak lahir begitu saja di Indonesia. Ketika jaman
Walisongo, salah seorang anggotanya, Maulana Ishaq yang berasal dari
Samarkand, Rusia selatan ini adalah seorang ahli pengobatan. Salah satu metode
pengobatan yang dilakukan Maulana Ishaq adalah dengan suwuk. Metode dakwah
Maulana Ishaq yakni lewat jalur memberikan pengobatan gratis kepada warga
disuatu daerah yang dilewatinya. Hingga suatu saat Maulana Ishaq dipanggil oleh
seorang raja di Blambangan yang anaknya sakit keras. Atas ijin Allah, pengobatan
yang dilakukan Maulana Ishaq diberi kesembuhan. Suwuk biasanya dilakukan
oleh para kiai yang wira’i, zuhud atau mereka yang mendalami ilmu ketabiban.
Hampir semua kiai tempo dulu membekali dirinya dengan ilmu suwuk ini.
Biasanya para kiai yang memberikan pengobatan model ini menyertakan
pesan:”Jangan lupa minta kesembuhan kepada Allah SWT, karena yang punya
kesehatan dan sakit itu hanyalah Allah. Manusia hanya ikhtiar dan obat hanyalah
perantara. Allah yang menentukannya.”
Praktek menyuwuk biasanya menggunakan wasilah (media) air putih.
Paling baik menggunakan air zam-zam. Kalau tidak ditemukan, bisa juga
menggunakan air hujan, air sumur disekitar makam wali, atau air sumur di sekitar
makam Sunan Ampel Surabaya. Kalau semua itu sulit didapatkan, setiap air putih
juga bisa dipakai. Bahkan termasuk air mineral dalam kemasan. Wadah air dibuka
tutupnya didepan kiai, dibacakan doa-doa tertentu lalu ditiupkan ke dalamnya.
Namun secara umum doa itu adalah: ”Ya Allah, Tuhan Pencipta Alam dan
Pemelihara Manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah dia. Engkaulah yang
menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Engkau,
kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Bukhari)
Adapun cara penggunaannya: air yang sudah ditiupkan doa didalamnya itu
diminumkan kepada pasien. Bisa juga diusap-usapkan ke seluruh tubuhnya, atau
hanya ke bagian yang dirasakan sakit, atau dipercik-percikkan di sekitarnya.
Biasanya para kiai yang memberikan pengobatan model ini menyertakan
pesan:”Jangan lupa minta kesembuhan kepada Allah SWT, karena yang punya
kesehatan dan sakit itu hanyalah Allah. Manusia hanya ikhtiar dan obat hanyalah
perantara. Allah yang menentukannya.”
Pesan yang disampaikan (misalnya kiai) yang menyuwuk tadi ke pasien
merupakan “efek placebo” yakni dengan mendengarkan kata-kata kiai tersebut,
rasa cemas dan takut dalam diri mereka benar-benar hilang. Kata-kata tersebut
membangunkan kekuatan untuk menyembuhkan diri sendiri, yang memang sudah
ada dalam tubuh manusia. Jadi, para kiai bukan sekedar memberikan pelayanan
pengobatan suwuk, namun sekaligus memberikan “efek placebo” lewat kata-kata
positif berupa doa atau motivasi yang sarat nilai spiritual. Sehingga, pasien dapat
menumbuhkan rasa percaya akan kesembuhannya.

2.3 Suku Jawa

Anda mungkin juga menyukai