Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall. ECT
merupakan terapi kejang listrik dengan menghantarkan arus listrik pada elektroda dan
dipasang pada kepala sehingga menyebabkan konvulsi (cooper, 1991). ECT terbukti
dapat memperbaiki gejala skizofrenia, namun ECT juga memiliki efek samping
terutama pada daya ingat. Electro Convulsive Therapy/ ECT merupakan suatu
pengobatan untuk penyakit psikiatri berat dimana pemberian arus listrik singkat
pada kepala digunakan untuk kejang tonik klonik umum. (Anonim. 2010)

A. Electro Convulsive Therapy adalah Sistem Pengobatan (terapi) berupa pemberian


rangsangan listrik pada otak untuk pasien pada rumah sakit jiwa. Terapi rangsangan
listrik terbukti lebih manjur dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan.
B. ECT adalah pengobatan gangguan kejiwaan yang menggunakan arus listrik singkat
pada otak dengan menggunakan mesin khusus dimana pasien di anastesi terlebih
dahulu dan akan menimbulkan efek convulsi karena relaksasi otot.
C. ECT adalah suatu terapi berupa aliran listrik ringan yang dialirkan ke dalam otak
untuk menghasilkan suatu serangan yang serupa dengan serangan epilepsi.
D. Electro convulsive therapy (ECT), adalah suatu teknik terapi dengan menggunakan
gelombang listrik yang dapat membantu kesembuhan klien dengan depresi
(Anonim. 2010)
E. Jadi, ECT merupakan pengobatan somatik untuk menginduksi kejang grand mal
secara buatan dg mengalirkan arus listrik ke dalam otak melalui elektroda yang
dipasang pada satu atau kedua pelipis. (Anonim. 2010)
B. MEKANISME NEUROTRANSMITTER

a. Asetilkolin
Asetilkolin adalah neurotransmitter yang berperan dalam kontraksi otot,
merangsang aktivitas beberapa hormon, serta mengendalikan detak jantung. Selain
itu, neurotransmitter ini berkontribusi dalam fungsi otak dan daya ingat. Asetilkolin
merupakan salah satu contoh neurotransmitter eksitasi.

1
Kadar asetilkolin yang rendah telah dikaitkan dengan beragam gangguan medis,
seperti Alzheimer. Hanya saja, level asetilkolin yang terlalu tinggi juga
menimbulkan masalah berupa kontraksi otot berlebihan.

b. Dopamin
Dikenal sebagai neurotransmitter rasa senang, dopamin memainkan peran
penting untuk daya ingat, perilaku, mempelajari sesuatu, hingga koordinasi gerak
tubuh. Selain itu, neurotransmitter ini juga berfungsi dalam pergerakan otot.
Apabila tubuh kekurangan dopamin, risiko penyakit Parkinson pun dapat
terjadi. Anda dapat menjaga kadar dopamin dengan berolahraga secara teratur.
c. Endorfin
Endorfin bekerja dengan menghambat sinyal rasa sakit dan menciptakan
suasana diri yang berenergi dan perasaan euforia. Selain itu, neurotransmitter ini
juga dikenal sebagai pereda nyeri alami tubuh.
Beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk menjaga kadar endorfin adalah
dengan mencari aktivitas yang memancing tawa, serta melakukan latihan aerobik,
seperti bersepeda dan jalan santai. Hal ini penting dilakukan karena kadar endorfin
yang rendah berkaitan dengan beberapa jenis sakit kepala serta fibromyalgia (nyeri
pada tulang dan otot).
d. Epinephrine
Neurotransmitter ini mungkin lebih dikenal sebagai adrenalin. Epinephrine
memainkan fungsi sebagai neurotransmitter sekaligus hormon. Epinephrine
dilepaskan tubuh saat Anda stres dan ketakutan, sehingga memengaruhi detak
jantung serta laju pernapasan. Tak hanya itu, epinephrine memengaruhi otak untuk
segera membuat keputusan.
e. Serotonin
Serotonin berperan dalam mengatur mood seseorang. Selain itu, serotonin juga
mengatur pembekuan darah, nafsu makan, aktivitas tidur, serta ritme sirkadian.
Serotonin erat kaitannya dengan antidepresan untuk penanganan depresi. Salah
satu golongan antidepresan, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), dapat
meredakan gejala depresi dengan meningkatkan kadar serotonin di otak.
Beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan kadar neurotransmitter ini, yaitu:
 Terpapar cahaya, terutama cahaya matahari. Anda bisa mendapatkan paparan
sinar mentari dengan berjemur selama 20-30 menit saat pagi hari.

2
 Beraktivitas fisik.

C. INDIKASI
Indikasi terapi kejang listrik, (Yul Iskandar. 2010):
a. Klien depresi pada psikosa manik depresi,
b. Klien schizofrenia stupor,
c. Katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk
klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid, dan gejala vegetatif),
berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari selama 4 minggu) namun
jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT. Mania (gangguan
bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT, terutama jika litium karbonat tidak
berhasil. Pada klien depresi memerlukan waktu 6-12x terapi untuk mencapai
perbaikan, sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih lama
yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari
sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
d. Resiko perilaku kekerasan

D. KONTRAINDIKASI

ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan yang


direkomendasikan. Sedangkan kontraindikasi dan komplikasi dari tindakan ECT,
adalah sebagai berikut:

 Peningkatan tekanan intra kranial (karena tumor otak, infeksi SSP).


 Keguguran pada kehamilan, gangguan sistem muskuloskeletal (osteoartritis berat,
osteoporosis, fraktur karena kejang grandmal).
 Gangguan kardiovaskuler: infark miokardium, angina, hipertensi, aritmia dan
aneurisma.
 Gangguan sistem pernafasan, asma bronkial.
 Keadaan lemah.
(Anonim, 2009).

Adapun efek sampng dari ECT adalah:


 Patah tulang Vertebra
 Luksasio dan dislokasi sendi

3
 Apnoe memanjang
 Aspirasi pneumonia
 Kematian
 Hilang ingatan sementara
 Aritmia
 Robekan otot rahang
 Sakit kepala, mual dan nyeri otot
 Amnesia
 Bingung, agresif, distruktif
 Demensia (Syamsir. 2009).

E. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai berikut:
A. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer) dan elektroda
B. Infus set
C. Infus RL Otsu
D. Alkohol swab
E. Hepavic
F. Kain kasa
G. Spuit 3 cc dan 10 cc
H. Obat injeksi propofol 200mg dalam 20cc, dengan dosis 1-2,5 mg/kgbb (digunakan
untuk induksi intra vena
I. Obat injeksi Atracurium 25mg dalam 2,5cc (digunakan untuk pelumuh otot)
J. Obat injeksi cefokluran 2vol% (digunakan untuk induksi inhalasi)
K. Torniquet
L. Stetoskop
M. Bantalan gigi
N. Bed site monitor
O. EKG
P. Set konvulsator inhalasi dan Bag valve
Q. Jelly
R. Opa
S. Bvm

4
T. Oxymetri
U. Mesin anestesi
V. Oksigen 3lpm
W. Suction
X. Bed block (Syamsir. 2009.)

F. PROSEDUR PELAKSANAAN
SOP tindakan ECT menurut RSJD Surakarta, 2018:
1. Persetujuan prosedur tindakan oleh keluarga dan klien dengan inform consent
2. Uji labolatorium darah lengkap, pemantauan kondisi jantung, dan kondisi paru paru
3. Motivasi puasa 6 jam sebelum tindakan
4. Menghapus make up dan cat kuku bagi klien perempuan
5. Melakukan lavement dan devikasi
6. Cek Identitas Pasien,
7. Berikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan,
8. Memasang sampiran
9. Psikiater atau Dokter pelaksana memeriksa pasien untuk memastikan kondisi dan
keadaan umum,
10. Menghidupkan power pada alat,
11. Lakukan cuci tangan dengan benar,
12. Atur posisi pasien tidur terlentang,
13. Dekatkan konvulsator,
14. Kendorkan pakian pada bagian yang mengikat atau mengekang,
15. Pasang selimut menutupi seluruh tubuh pasien keuali bagian kepala,
16. Bersihkan temporal dengan kapas alcohol,
17. Pasang spatel karet,
18. Pegang pasien pada bagian : rahang, sendi bahu, sendi siku, sendi panggul dan
sendi lutut,
19. Bersihkan bagian temporal dengan kapas basah,
20. Tempel elektroda yang telah dibasahi pada temporal,
21. Terapis memberi aba-aba,
22. Tekan tombol elektroda pada konvulsator
23. Tombol dilepas setelah, alarm berhenti,

5
24. Pada saat pasien mengalami kejang tonik maupun klonik, pegang persendian
dengan mengikuti gerakan kejang pasien,
25. Amati dan hitung kejang tonik dan klonik,
26. Setelah kejang berakhir, buka selimut dan awasi pernafasan. Jika terjadi gangguan
nafas henti nafas segera buka jalan napas,
27. Setelah napas spontan, spatel dilepas dan kepala dimiringkan, pasang bengkok
dengan mulut pasien,
28. Observasi tingkat kesadaran dan tanda vital pasien, catat efek samping yang timbul,
29. Evaluasi sampai kesadaran penuh,
30. Dokumentasikan hasil ECT pada lembar follow up dokter, meliputi Dosis, lama
kejang tonik klonik, waktu, tanda vital, dan tanda tangan penanggung jawab,
31. Rapikan kembali pakaian pasien dan peralatan Lakukan cuci tangan setelah
tindakan

G. FASE KEJANG

a. Fase laten: 2-5”  tremor cepat

b. Fase tonik: kurang lebih 10”  seluruh sistem otot kerangka  kejang tonik

c. Fase klonik : kurang lebih 30”  kejang klonik (berdenyut) menyeluruh  makin
lama makin berkurang

d. Fase Apneu dan belum sadar  beberapa detik

e. Fase bernafas spontan : makin lama makin teratur  beberapa menit

f. Fase sadar kembali: 5’ sesudah kejang berhenti. Pasien  disorientasi  beberapa


menit

g. Fase tidur : ½ - 1 jam sesudah pasien menguasai lagi orientasinya

(Yul Iskandar. 2010)

H. TEMPAT ELEKTRODA
1. ECT Bilateral
Pusat elektroda harus 4 cm di atas, dan tegak lurus, titik tengah dari garis antara
sudut lateral mata dan meatus auditori eksternal. Satu elektroda diletakkan untuk
setiap sisi kepala dan posisi ini disebut sebagai ECT temporal. (Beberapa penulis

6
menyebut ECT frontotemporal). Ini merupakan posisi yang direkomendasikan
untuk elektroda ECT bilateral karena ini telah menjadi posisi standar dan tidak
dapat diasumsikan bahwa temuan penelitian terbaru dapat diekstrapolasi untuk
posisi lainnya di ECT bilateral . Ada eksperimen lain untuk posisi elektroda di
ECT bilateral yaitu ECT frontal, di mana jarak elektroda hanyasekitar 2 cm (5 inci)
dan masing-masing sekitar 5 cm di atas jembatan hidung. Sebuah modifikasi lebih
baru di mana elektroda diterapkan lebih lanjut selain telah diteliti karena para
peneliti menyarankan bahwa berkhasiat sebagai ECT bilateral tradisional, tetapi
dengan risiko yang lebih rendah dari efek samping kognitif.
2. ECT Unilateral
Posisi Elia, di mana salah satu elektroda dalam posisi yang sama seperti dalam
ECT bilateral tradisional dan lainnya diaplikasikan di atas permukaan parietal dari
kulit kepala. Posisi yang tepat pada busur parietal tidak penting, tujuan adalah
untuk memaksimalkan jarak antara elektroda untuk mengurangi arus listrik dan
untuk memilih situs di mana busur elektroda dapat diterapkan dengan tegas dan
datar terhadap kulit kepala. ECT unilateral biasanya diaplikasikan di atas belahan
non dominan, yang merupakan sisi kanan kepala dikebanyakan orang. Ini adalah
posisi yang dianjurkan dalam ECT unilateral karena ini telah menjadi standar, dan
tidak dapat diasumsikan bahwa temuan penelitian terbaru dapat diekstrapolasi
untuk posisi lainnya. Telah ditulis bahwa ECT unilateral adalah pengobatan yang
lebih sulit untuk dilakukan. Hal ini terjadi jika dokter yang menangani dibiarkan
sendirian. Posisi ini biasanya disebut sebagai kepala temporoparietal atau d’ient’s
head. ECT unilateral dapat lebih efektif bila dilihat sebagai tanggung jawab
Bersama dari tim klinik ECT. Beberapa dokter anestesi secara rutin meminta pasien
untuk mengaktifkan kesisis kiri sebelum induksi anastesi. Bantuan perawat atau
anggota staf anastesi sangat penting untuk melakukan tugas memutar kepala
pasien.
3. ECT Bifrontal
ECT bifrontal adalah posisi elektroda suatu tempat antara bilateral dan
unilateral. Peletakan elektroda sepihak diduga menyebabkan efek kognitif lebih
sedikit dari bilateral namun dianggap kurang efektif.

7
Gambar posisi elektroda

I. PERAN PERAWAT
1. Peran Perawat Dalam Persiapan Klien Pra ECT
a) Edukator

 Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
 Klien dipuasakan 6 jamuntuk makanan pada dan 4 jam untuk makanan basah
sebelum tindakan.
 Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang mungkin dipakai
klien.
 Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.

8
 Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif hipnotik, dan
antikonvulsan, harus dihentikansehari sebelumnya.Litium biasanya dihentikan
beberapa hari sebelumnya karena beresiko organik.
b) Kolaborator
 Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT. Lengkapi anamnesis dan
pemeriksaan fisik, konsentrasikan pada peme¬riksaan jantung dan status
neurologic, pemeriksaan darah perifer lengkap, EKG, EEG atau CT Scan jika
terdapat gambaran Neurologis tidak abnormal. Hal ini penting mengingat terdapat
kontraindikasi pada gangguan jantung, pernafasan dan persarafan.
 Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT.
 Premedikasidengan injeksi SA (sulfatatropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum
ECT. Pemberian antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan
sekresi gastrointestinal (Riyadi, 2009).
c) Advokat
 Siapkan surat persetujuan tindakan/informed consent

2. Peran perawat post ect


Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu klien dalam
masa pemulihan setelah tindakan ECT dilakukan yang telah dimodifikasi dari pendapat
Stuart (2007) dan Townsen (1998). Menurut pendapat Stuart (2007) memantau klien
dalam masa pemulihan yaitu dengan cara sebagai berikut:
a. Edukator
 Pantau tanda-tanda vital.
 Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai sadar.
Pertahankan jalan napas paten.
 Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
 Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah memeriksa adanya hipotensi postural.
 Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien sesuai
kebutuhan.
b. Kolabolator
 Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.
 Berikan makanan ringan.

9
 Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
c. Advokat
 Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.

Menurut Townsend (1998), jika terjadi kehilangan memori dan kekacauan mental
sementara yang merupakan efek samping ECT yang paling umum hal ini penting untuk
perawat hadir saat pasien sadar supaya dapat mengurangi ketakutan ketakutan yang
disertai dengan kehilangan memori. Implementasi keperawatan yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Motivator
 Berikan ketenangan dengan mengatakan bahwa kehilangan memori tersebut
hanya sementara
 Biarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang berhubungan
dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya.
b. Edukator
 Jelaskan kepada pasien apa yang telah terjadi.
 Reorientasikan pasien terhadap waktu dan tempat.
c. Advokat
 Berikan sesuatu struktur perjanjian yang lebih baik pada aktivitas-aktivitas rutin
pasien untuk meminimalkan kebingungan.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. PRE

a. Ansietas berhubungan denga status ancaman terkini


b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya infoemasi

B. INTRA
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
b. Resiko cidera
C. POST
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Resiko jatuh

10
K. RENCANA INTERVENSI
Dx NOC NIC RASIONAL
Ansietas Setelah dilakukan tindakan NIC: Anciety Reduction a. Mempersiapkan klien
(pre ECT) keperawatan sebelum dilakukan a. Gunakan pendekatan menghadapi segala
tindakan ECT diharapkan cemas yang menenangkan kemungkinan, krisis
dapat diatasi, dengan kriteria hasil: b. Nyatakan dengan jelas perkembangan /
NOC: Anciety self control resiko tindakan ECT situasional.
No Indikator Ir Ek dan semua prosedur b. Memberikan dukungan
1. Memantau 3 4 ECT emosi untuk
intensitas c. Presfektif pasien menenangkan klien.
kecemasan. terhadap situasi stress c. Membantu memudahkan
2. Mengurangi 3 4 d. Temani pasien untuk penyediaan layanan
penyebab memberi keamanan dan kesehatan untuk
kecemasan mengurangi takut menganalisis kondisi
3. Mencari 3 4 e. Identifikasi tingkat yang dialami pasien
informasi untuk kecemasan dan d. Membantu klien untuk
mengurangi mengurangi rasa takut beradaptasi dengan
cemas f. Berikan obat untuk persepsi stressor,
4. Mengendalikan 3 4 mengurangi kecemasan perubahan, atau ancaman
respon yang menghambat
kecemasan pemenuhan tuntutan
Ket: dalam peran hidup
1. Sangat buruk e. Menciptakan penerimaan
2. Buruk serta bantuan dukungan
3. Cukup baik selama masa stress
4. Baik f. Agen farmakologi dapat
5. Sangat baik digunakan sebagai salah
satu pilihan untuk
meredakan kecemasan
pada klien

11
Defisiensi Setelah dilakukan tindakan NIC: Teaching diases a. Meningkatkan
pengetahuan keperawatan diharapkan defisiensi process pengetahuan tentang
( Pre ECT) pengetahuan dapat teratasi dengan a. Berikan penjelasan proses penyakit yang
kriteria hasil sebagai berikut: tentang tingkat spesifik
NOC: Know ledge deasis process pengetahuan pasien b. Memberi gambaran
No indikator ir Er tentang proses penyakit tentang tanda dan gejala
1. Tanda dan 3 4 yang spesifik yang biasa muncul.
gejala b. menjelaskan tanda dan c. Mengetahui
2. Manfaat 3 4 gejala yang biasa kemungkinan penyebab
3. 3 4 muncul pada penyakit dengan cara yang tepat
Ket: dengan cara yang benar d. Memberi pemahaman
1. Ekstrim c. Identifikasi pada klien tentang
2. Berat kemungkinan penyebab penyakitnya
3. Sedang dengan cara yang tepat e. Memberi peluang kepada
4. Ringan d. Sediakan informasi klien untuk memperoleh
5. Tidak ada keluhan pada pasien tentang informasi tentang
kondisi dengan cara penyakitnya
yang tepat
e. Dukung pasien untuk
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat.
Ketidak Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway management a. Untuk mematenkan jalan
efektifan keperawatan diharapkan pola a. Buka jalan nafas head nafas
pola nafas nafas (efektif) dengan kriteria tilt chin lift b. Posisikan pasien dengan
(Intra ECT) hasil: b. Posisikan klien untuk semi fowler untuk
NOC: Respiratory Status memaksimalkan mengurangi sesak
Ventilation ventilasi c. Membuka jalan nafas
No. Indicator ir er c. Indentifikasi klien dengan tehnik head tilt
1. Menunjukkan 4 5 untuk mematenkan chin lift
jalan nafas yang jalan nafas
paten

12
2. TTV dalan batas 4 5
normal
Ket:
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Resiko Setelah dilakukan tindakan NIC: Environmen a. Agar lidah tidak tergigit
cedera keperawatan diharapkan resiko management saat kejang
(Intra ECT) cedera teratasi dengan kriteria a. Berikan pelindung b. Untuk mengetahuai
hasil sebagai berikut: mulut agar tidak tergigit tanda-tanda vital
NOC: Risk Control saat kejang c. Untuk mencari factor-
No. Indicator ir er b. Memonitor vital sign faktor risiko jatuh pada
1. Klien terbebas 4 5 c. Kaji factor resiko cidera klien
dari cidera d. Posisikan klien kepala d. Untuk mencegah aspirasi
2. Menggunakan 4 5 lebih tinggi dari badan
faskes yang ada agar tidak terjadi
Ket: aspirasi
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC: Paint Management a. Nyeri merupakan
b.d agen keperawatan diharapkan nyeri a. Lakukan pengkajian pengalaman subjektif dan
cidera fisik dapat berkurang dengan kriteria nyeri secara harus berbicara oleh
(Post ECT) hasil sebagai berikut: komprehensif pasien.
NOC: Paint level (P,Q,R,S,T) b. Untuk mengetahui reaksi
No. Indicator Ir Er b. Observasi reaksi non non verbal dan ketidak
1. Mampu 2 4 verbal dan ketidak nyamanan.
mengontrol nyeri nyamanan c. Untuk mengetahui
2. Nyeri berkurang 2 4 pengalaman nyeri klien

13
3. Mampu 2 4 c. Gunakan tehnik d. Tindakan ini
mengidentifikasi komunikasi terapeutik memungkinkan klien
tanda-tanda nyeri untuk mengetahui untuk mendapatkan rasa
Ket: pengalaman nyeri klien control terhadap nyeri
1. Sangat berat d. Pilih dan ajarkan terapi
2. Berat untuk mengurangi nyeri
3. Sedang dengan non
4. Ringan farmakologi
5. Tidak ada
Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan NIC: Trauma Risk Factor a. Untuk mengetahui factor
(Post ECT) keperawatan diharapkan resiko a. Identifikasi perilaku resiko
jatuh dapat teratasi dengan kriteria dan factor yang b. Untyk mengetahui
hasil sebagai berikut: mempengaruhi resiko karakteristik lingkungan
NOC: Trauma Risk Factor jatuh yang meningkatkan
No Indicator Ir Er b. Identifikasi potensi untuk jatuh
1. Gerakan 4 5 karakteristik c. Untuk menjegah jatuh
terkoordinasi lingkungan yang dapat d. Sebagai tanda resiko
2. Perilaku pencegah 4 5 meningkatkan potensi jatuh
jatuh untuk jatuh
3. Mempertahankan 4 5 c. Bantu klien mobilisasi
keseimbangan d. Gunakan gelang kuning
tubuh
Ket:
1. Ekstim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Gangguan Jiwa MEngancam BAngsa. Online


http://erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/2183-gangguan-jiwa-mengancam-bangsa (Akses:
15 Januari 2020)

Anonim. 2010. Penderita Gangguan Jiwa Ringan Indonesia Meningkat. Online


http://www.tribun-timur.com/read/artikel/100259/sitemap.html (Akses: 15 Januari 2020)

Yul Iskandar. 2010. Terapi Kejang LIstrik. Online


http://web.bisnis.com/konsultasi/4id472.html?PHPSESSID=j6avm8nrm81kn5ici51mg3jrr2
(Akses: 15 Januari 2020)

Prita Daneswari. 2010. Terapi Kejut Listrik Sembuhkan Depresi Akut.


Online http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2010/08/19/3012/1
3/Terapi-Kejut-Listrik-Sembuhkan-Depresi-Akut (Akses: 15 Januari 2020)

Putra arif. 2019. Mengenal neurotransmitter, si pembawa pesan dalam tubuh. Online
https://www.sehatq.com/artikel/neurotransmitter-adalah-pembawa-pesan-dalam-tubuh

Residen Bagian Psikiatri UCLA. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta :EGC.
http://books.google.co.id/books?id=mfsgp_zkmWwC&printsec=frontcover&hl=en#v=onepa
ge&q&f=false. (Akses: 15 Januari 2020)

RSJD SURAKARTA. 2018. Tindakan ECT Konvensional. Surakarta :RSJD


SURAKARTA

Syamsir BS, Bahagia Lobis.2009. Psikofarmaka, Terapi Kejang Listrik & Psikoterapi.
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000129-brain-and-mind-
system/bms166_slide_psikofarm (Akses: 15 Januari 2020)

Potter, Patricia A. & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta
(Akses: 15 Januari 2020)

15

Anda mungkin juga menyukai