Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HIPNOTERAPI SEBAGAI TEKNIK KONTROL NYERI

Oleh :
Kelompok 3

Alfin Sang Prima Ridiansya


Ardhi Dwi Setiawan
Dyah Ayu Novitasanti
Huda Riyambodo
Mirandika Maya Agadilopa
Muhammad Farysudin

Prodi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2019

1
BAB I
PEMBAHASAN

1. Hipnoterapi
a. Pengertian
Hipnoterapi adalah sebuah teknik terapi yang dilakukan pada klien
yang dalam kondisi hypnosis. Kata hipnosis berasal dari bahasa yunani,
yaitu hypnos berarti tidur. Istilah tersebut dikenalkan oleh James Bird’s
pada tahun 1843 dengan arti yang lebih dalam lagi , yaitu
“neurohipnosis” yang berarti “tidur dari sistem saraf”. Seseorang yang
dalam kondisi hipnosis akan cenderung lebih mudah menerima saran
atau sugesti/hyper-sugestion (Hakim, 2010).
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari pemanfaatan sugesti untuk mengatasi masalah psikologis
yang meliputi pikiran, perasaan dan perilaku. Hipnoterapi merupakan
suatu aplikasi modern dalam teknik kuno yang mengaplikasikan
trance-hypnosis. Penerapan hipnoterapi akan membimbing klien untuk
memasuki kondisi trance (relaksasi pikiran) agar dapat dengan mudah
menerima sugesti yang diberikan oleh hipnoterapis. Dalam kondisi
trance, pikiran bawah sadar klien akan diberikan sugesti positif guna
melakukan penyembuhan gangguan psikologis atau dapat pula
digunakan untuk mengubah pikiran, perilaku, dan perasaan agar
menjadi lebih baik (As’adi, 2011).
b. Tahapan hipnoterapi
a) Pre Induction
Pre induction atau pra induksi merupakan suatu proses
untuk mempersiapkan suatu situasi dan kondisi yang kondusif
antara terapis dan klien. Proses ini merupakan proses yang paling
menentukan dalam setiap sesi hipnoterapi. Sebelum sesi
hipnoterapi dilakukan, pastikan klien mengetahui secara jelas

2
metode hipnoterapisupaya terjadi proses kerja sama antara klien
dan hipnoterapis.
Dalam dunia hipnosis konvensional, salah satu praktik yang
biasa dilakukan pada saat pra-induksi adalah tes sugestivitas. Tes
ini merupakan standar yang harus dilakukan oleh setiap
hipnoterapis pada saat melakukan sesi terapi terhadap klien yang
memang belum pernah merasakan direct hipnosis atau hipnosis
langsung.
Tes sugestibilitas merupakan proses untuk menguji
sugestibilitas sesorang, apakah orang tersebut mudah untuk
disugesti atau tidak. Melalui tes ini seorang hipnoterapis dapat
digunakan untuk memilih teknik induksi apa yang cocok untuk
klien tersebut. Selain itu tes sugestivitas juga sebagai saran latihan
bagi klien untuk merasakan dan nantinya akan masuk dalam
kondisi hipnotis. Ada beberapa contoh tes sugestivitas, antara lain:
1) Eye Catalepsy
Teknik ini merupakan teknik yang sangat mudah
dilakukan terhadap klien karena indera penglihatan
merupakan bagian tubuh yang sangat sensitif dan
mudah dikendalikan oleh setiap orang, baik dalam
membuka maupun menutup mata. Teknik ini bisa
digunakan untuk melihat sejauh mana klien mau
berinteraksi atau mematuhi saran-saran dari
hipnoterapis.
Ketika memulai ini, arahkan klien untuk menutup
matanya terlebih dahulu. Kemudian, arahkan klien
untuk membuka matanya kembali. Berikan penjelasan
bahwa mata tertutup dan terbuka bukan dikontrol oleh
hipnoterapis, melainkan oleh klien sendiri. Hipnoterapis
bisa mengarahkan klien untuk memejamkan mata lebih
dalam lagi sehingga kelopak mata klien seakan-akan
semakin merapat. Pada akhirnya, klien benar-benar

3
mengalami sensasi “sulit untuk membuka mata” atau
“mata klien seperti terkunci”. Meskipun klien ingin
membuka kelopak matanya kembali, ia memrogram
dirinya seakan-akan kedua matanya seperti tertutup
sangat rapat.
Jadi, urutan kerja teknik catalepsy eye adalah: (1)
Arahkan klien untuk menutup mata; (2) saat klien
menutup mata, lakukan tes sugestivitas terhadap
matanya; (3) bimbing klien sehingga tercipta efek
catalepsy eyes; (4) kembalikan klien ke keadaan semula,
yaitu dengan meminta klien membuka kedua matanya
kembali.
2) Chevreul’s Pendulum
Dalam teknik ini diperlukan sebuah pendulum atau
bandul sebagai alat bantu untuk membimbing klien
berkomunikasi dengan pikiran bawah sadarnya.
3) Teknik Locking Elbow
Test Berbeda dengan kedua tes sugestivitas di atas,
locking elbow test lebih menekankan pada klien yang lebih
suka diperintah secara langsung. Pasien diminta untuk
mengangkat tangan kanannya sejajar dengan bahu
kanannya. Pastikan siku tidak bengkok. Adapun urutan
kerja teknik locking elbow test adalah: (1) Klien
meluruskan tangannya sejajar dengan bahu; (2)
hipnoterapis membimbing klien untuk membayangkan
tanganya menjadi kaku, terkunci, dan sulit dibengkokkan;
(3) saat membimbing klien untuk membayangkan
tangannya kaku, hipnoterapis mencoba untuk
membengkokan tangan klien; (4) kembalikan klien ke
kondisi semula, yaitu siku tangan dapat dibengkokan dan
tangan kembali lentur.

4
b) Induction
Teknik induction/induksi bertujuan agar critical area klien
beristirahat sejenak sehingga terapis bisa berkomunikasi dengan pikiran
bawah sadar klien. Prinsip dasar membuka kritikal area bisa dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain memanfaatkan kelelahan tubuh/fisik
klien, memanfaatkan kelenturan otot klien, dan memanfaatkan
kebingungan pikiran sadar klien (hakim, 2010).
Teknik induksi merupakan proses untuk menurunkan level
kesadaran seseorang dari beta menuju alpha atau theta (Prasetya, 2015).
Ada beberapa teknik induksi yang sering digunakan antara lain:
1) Teknik Arm-Drop, yaitu dengan membuat fisik klien lelah.
Klien diminta menaikkan salah satu tangannyakanan atau
kirinya, sehingga posisi tangannya sedikit diatas kepala.
Tangan yang terangkat ketas tersebut dimaksudkan agar klien
merasakan sebuah efek kelelahan, sehingga dengan durasi
tertentu, tangan klien turun secara alami. Hipnoterapis bisa
mengarahkan sugestinya dengan mengatakan bahwa, “semakin
tangan anda bergerak turun kebawah, anda semakin memasuki
kondisi yang sangat dalam”.
2) Teknik Hand Shake, yaitu dengan cara merelaksasikan otototot
klien.
3) Teknik Misdirection, yaitu dengan memanipulasi keyakinan
klien. Dalam induksi ini, yakinkan bahwa sebenarnya, hal yang
ia lakukan hanya latihan membayangkan saja, tanpa adanya
upaya untuk mempengaruhi pikiran apapun.
4) Teknik Mental Confusion, yaitu dengan membingungkan
pikiran sadar klien. Dalam tahap ini, klien diminta untuk
berjabat tangan dengan mata terpejam. Kemudian gerakan dan
ayunkan tangan klien seperti berjabat tangan berkali-kali.
Selanjutnya, lepaskan tangan klien, bimbing klien agar
tangannya terus di ayunkan seperti berjabat tangan. Pada saat

5
itulah pikiran sadar agak kebingungan, sehingga critical area
terbuka, lalu pandu klien untuk beristirahat.
c) Deepening
Tahapan ini merupakan tahapan dalam hipnoterapi untuk
memperdalam kondisi klien dalam keadaan gelombang otak alpha dan
theta. Pada saat terapis melakukan induksi terhadap klien, kondisi
kesadaran klien berpindah dari kondisi beta ke kondisi alpha maupun
theta. Namun, untuk lebih memperdalam kesadaran klien serta
mempertahankan kondisi tersebut diperlukan teknik
deepening.Gambaran level kesadaran dan gelombang otak manusia
bila diukur dengan EEG:

Hakim (2010) mengatakan, saat hipnoterapis melakukan teknik


deepening, perhatikan tanda-tanda trans klien. Biasanya, kondisi ini
ditandai dengan berbagai variasi perubahan, baik secara fisik maupun
mental klien.
Perubahan-perubahan pada klien tahap deepening.
NO Tanda tanda Keterangan
trans
1 Perhatikan  Mulai fokus terhadap kata-kata
klien hipnoterapis
 Mulai menatap hipnoterapis
2 Perubahan  Perubahan pola nafas yang mulai stabil
pola tubuh dan rileks
klien  Denyut nadi yang labih stabil
 Perubahan warna kulit yang lebih cerah
 Perubahan suhu tubuh dari kondisi
dingin ke kondisi agak hangat

6
3 Sensasi tubuh  Merasa lebih ringan
 Merasa tenggelam
 Merasa lebih berat
4 Sensasi pada  Mata mulai terasa berat
mata  Mata mulai bergetar
 Terlihat lebih damai
5 Sensasi  Terkadang tersenyum bahagia
nyaman  Mampu berkomunikasi secara
sempurna
6 Respon Menganggukan kepala atau menggelengkannya
terhadap
sugesti
7 Refleks Sensasi klien pada saat membayangkan
menelan memakan jeruk

Berikut ini beberapa skrip yang biasa digunakan dalam melakukan


deepening:
1. Skrip Teknik Hallway (lorong)
2. Skrip Teknik Ball of Light
3. Skrip The Private Place
d) Hypnotherapeutic
Dalam proses hipnoterapi, hypnotherapeutic merupakan inti dari
sebuah proses dalam mengatasi permasalahan klien. Hal yang perlu
diperhatikan sebelum hypnotherapeutic digunakan kepada klien, pastikan
klien dalan kondisi hipnosis. Setelah klien berada pada kondisi hipnosis
maka sugesti dapat diberikan. Dalam kondisi hipnosis, sugesti dapat
langsung mengakses ke pikiran bawah sadar klien.
Untuk hal – hal utama dalam hipnotic therapy, sebaiknya
menggunakan aturan umum dalam sugesti, yaitu:
1) Positive (Sebutkan apa yang diinginkan, bukan yang dihindari)
2) Repetition (pengulangan)
3) Present tense (hindari kata akan)

7
4) Pribadi
5) Tambahkan sentuhan emosional dan imajinasi
6) Progressive (Bertahap), jika diperlukan.
Menurut Gunawan (2015) Ada empat langkah hipnoterapeutik
untuk memfasilitasi perubahan yaitu :
1. Sugesti post-hipnosis dan imajinasi
Langkah ini sangat efektif bila klien memiliki motivasi yang
kuat untuk berubah, baik pada level pikiran sadar dan bawah sadar.
Hanya dengan memberikan dorongan dalam bentuk sugesti secara
benar dan diperkuat dengan imajinasi atau visualisasi, klien akan
berubah. Bila motivasi klien tidak kuat, langkah ini tidak akan
efektif karena akan mendapatkan resitensi dari pikiran sadar dan
pikiran bawah sadar (Gunawan, 2012:137).
2. Menemukan akar masalah
Meskipun ada klien yang bisa sembuh tanpa tahu atau
menumukan akar masalahnya, terapis perlu menemukan akar
masalah yang sesungguhnya. Masalah atau simtom diselesaikan
dengan menyelesaikan atau me-release beban emosi negatif akibat
kejadian yang menajadi akar masalah (Gunawan, 2015:138 ).
3. Release
Terapi dilakukan untuk membantu klien melepas atau me-
release perasaan atau emosi negatif dari pengalaman di masa lalu.
Hal ini sangat penting karena karena emosi ini, bila tidak di release
akan membuat klien terkunci dalam pola perilaku lama (Gunawan,
2015:138).
4. Pemahaman baru atau perilaku baru
Tujuan dari langkah ini adalah membantu klien membuat
pemahaman baru, berdasarkan cara pandang dan kebijakan orang
dewasa, terhadap masalah yang dialami, akar masalah, dan
solusinya (Gunawan, 2015:139).

8
e) Termination
Termination adalah suatu tahapan untuk mengakhiri proses
hipnosis. Konsep dasar termination adalah memberikan sugesti atau
perintah agar seorang klien tidak mengalami kejutan psikologis ketika
terbangun dari “tidur hipnosis”. Standar dari proses termination adalah
membangun sugesti positif yang akan membuat tubuh seorang klien lebih
segar dan relaks, kemudian diikuti dengan regresi beberapa detik untuk
membawa klien pada kondisi normal kembali.
Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam terminasi, yaitu:
1) Informasikan kepada klien sebentar lagi proses hipnoterapi akan
segera berakhir.
2) Lakukan hitungan maju.
3) Berikan kata kunci setiap hitungan maju. Kalimat motivasi yang
diberikan pada akhir proses hipnoterapi bagaikan sebuah kesimpulan
bagi pikiran pikiran bawah sadar klien untuk melakukan perubahan
yang akan diinformasikan kepada pikiran sadarnya post terapi.
4) Bimbing klien untuk untuk membuka matanya kembali dan ke
kondisi normal

2. Nyeri
a. Pengertian
Nyeri merupakan pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan,
unsur utama yang harus ada untuk disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak
menyenangkan. Tanpa unsur itu tidak dapat dikategorikan sebagai nyeri. Nyeri
merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, persepsi nyeri
seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman dan status emosionalnya. Nyeri
terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata (paid associate with actual
tissue damage). Nyeri yang demikian dinamakan nyeri akut yang dapat
menghilang seiring dengan penyembuhan jaringan dan nyeri yang demikian
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Zakiyah, 2015:6).

9
b. Klasifikasi Nyeri
a) Nyeri akut
Nyeri akut adalah respon fisiologis normal yang diramalkan
terhadap rangsangan kimiawi, panas, atau mekanik menyusul
suatu pembedahan, trauma, dan penyakit akut. Ciri khas nyeri akut
adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan jaringan yang nyata dan
akan hilng seirama dengan proses penyembuhan, terjadi dalam
waktu singkat dari 1 detik sampai kurang dari 6 bulan (Zakiyah,
2015:18).
b) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap melampaui waktu
penyembuhan normal yakni enam bulan. Nyeri kronis dibedakan
menjadi dua, yaitu: nyeri non maligna (nyeri kronis persisten dan
nyeri kronis intermitten) dan nyeri kronis maligna. Nyeri kronis
persisten merupakan perpaduan dari manisfestasi fisik dan
psikologi sehingga nyeri ini idealnya diberikan intervensi fisik dan
psikologi. Pada umumnya nyeri ini diakibatkan oleh kesalahan
diagnosis, rehabilitasi yang tidak adekuat,siklus pemulihan dan
depresi. Nyeri kronis intermitten merupakan eksaserbasi dari
kondisi nyeri kronis. Nyeri ini terjadi pada periode yang spesifik.
Nyeri kronis maligna biasanya disebabkan oleh kanker yang
pengobatanya tidak terkontrol atau disertai gangguan progresif
lainya, nyeri ini dapat berlangsung terus menerus sampai kematian
(Zakiyah, 2015:19).
c. Skala Nyeri
Skala nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual
dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda.
 Skala nyeri 0 : Tidak nyeri
 Skala nyeri 1-3 : Nyeri ringan. Secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik.

10
 Skala nyeri 4-6 : Nyeri sedang. Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
 Skala nyeri 7-9 : Nyeri berat. Secara obyektif klien terkadang
tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi,
nafas panjang, dan distraksi.
 Skala nyeri 10 : Nyeri sangat berat. Pasien sudah tidak
mampu lagi berkomunikasi, perubahan ADL yang sangat
mencolok (ketergantungan)

3. Hipnoterapi sebagai teknik kontrol nyeri


Hipnoterapi sangatlah berbeda dengan hipnotis untuk tujuan hiburan
atau yang lebih dikenal stage hypnosis. Hipnoterapi membutuhkan
kesediaan dan kepercayaan pasien terhadap terapis sebab hipnoterapi
adalah salah satu bentuk dari metode berkomunikasi yang tidak dapat
bersifat satu arah saja dan masih memberikan ruang kebebasan individu
dalam menjalani proses terapi. Sugesti pada hipnoterapi dapat dilakukan
pada orang yang tingkat sugestifitas tinggi sehingga pada diperlukan
konseling beberepa kali untuk meningkatkatkan sugestifitas pasien. Pada
saat pasien mengalami fase hipnosis maka akan terjadi fenomena
perubahan aktifitas pada neurofisiologi yakni perubahan aktifitas
metabolik kortikal (ditunjukkan dengan positron emission tomography),
perubahan aliran darah dalam otak dan korda spinalis (ditunjukkan dengan
alat functional magnetic resonance imaging), dan perubahan aktifitas
elektrik pada korteks yang diamati dengan electroencephalography.
Bagian otak yang teraktivasi pada saat ada rangsang nyeri adalah
thalamus, primary somatosensory cortex (SI), secondary somatosensory
cortex (SII), insula, prefrontal cortex (PFC), amigdala, anterior cingulated
cortex (ACC). Bagian-bagian otak tersebut sangat dipengaruhi dengan
kondisi emosi dan proses berpikir seseorang.6 Hipnoterapi mempengaruhi

11
ACC dimana akan berefek pada proses afeksi terhadap pengalaman nyeri.
Modulasi afeksi akan mempengaruhi presepsi otak terhadap pengalaman
nyeri tersebut sehingga mampu menimbulkan koping positif. Nyeri tidak
dapat dihilangkan akan tetapi koping positif akan membuat seseorang
dapat menerima dan menyadari rasa nyeri dengan lebih nyaman seiring
perubahan presepsi otak selama proses hipnoterapi dan paska hipnoterapi
Manajemen nyeri memberi tantangan pada setiap anggota tim
pelayanan kesehatan untuk saling bekerja sama dan memberi efek yang
sinergis. Sikorski and Barker (2004, dalam Black & Hawk, 2005)
menyatakan bahwa penatalaksanaan nyeri bukanlah penatalaksanaan
tunggal tetapi suatu penatalaksanaan universal. Perawat merupakan
komponen paling penting dari tim pelayanan kesehatan karena merupakan
advokat utama bagi pasien untuk menurunkan dan/atau membebaskannya
dari rasa nyeri.
Upaya untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan melalui terapi non
farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yaitu terapi komplementer.
Berkaitan dengan keluarnya peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia nomor HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik perawat, maka terapi komplementer bisa
dilakukan di sarana pelayanan kesehatan. Terapi komplementer yang bisa
diaplikasikan diklinik diantaranya akupuntur kesehatan, aromaterapi,
terapi relaksasi, terapi herbal dan hipnoterapi (Rakhmawati, 2010, 3).
Hipnoterapi dilakukan dengan cara hipnosis yaitu perubahan status
kesadaran saat konsentrasi individu terfokus dan distraksi minimal,
hipnosis juga dapat digunakan untuk mengendalikan nyeri, bahwa hipnosis
dapat mencegah stimulus nyeri dalam otak menembus pikiran sadar, teori
tertentu menyebutkan bahwa hipnosis bekerja dengan mengaktifkan saraf
dalam otak yang menyebabkan pelepasan zat seperti morfin alamiah yang
disebut enkefalin dan endorphin. Opiod ini mengubah perilaku dan
persepsi nyeri. (Kozier et.al, 2011, hlm.320).
Hipnoterapi mampu menurunkan intensitas nyeri dengan cara
menghambat proses perjalanan terjadinya nyeri. Hipnoterapi merupakan

12
metode psikoterapi melalui teknik hipnosis yang membuat lingkup
kesadaran pasien menjadi sangat sempit, di bawah pengaruh hipnosis
korteks serebi mengalami inhibisi kuat sehingga terjadi daya identifikasi,
analisis dan pengambilan keputusan terhadap stimuli baru (Wibowo,
Ismonah & Supriyadi, 2014). Stimulus yang menyenangkan akan
membantu pelepasan hormon endorfin (Substansi seperti morfin yang
diproduksi oleh tubuh untuk menghambat transmisi impuls nyeri).
Neurotransmiter (Substansi P) dihambat oleh hormon endorfin yang
menyebabkan kondisi dan perilaku nyeri dapat dikendalikan sehingga
mampu mengontrol atau menurunkan intesitas nyeri (Potter & Perry,
2006).
Proses hipnoterapi dapat mengurangi nyeri karena adanya Modulasi
atau penguatan impuls dari impuls yang lemah/ rangsang yang lemah
kemudian diperkuat agar dapat segera sampai kedalam otak dan segera
dipersepsikan untuk segera dipersepsikan untuk segera pula tesebut
senantiasa dilakukan dengan memberikan respon atas suatu rangsang.
Didalam hipnoterapi, hal tersebut senantiasa dilakukan dengan
memberikan sugesti menggunakan suatu affirmasi yang berupa
kalimatkalimat perintah. Hal tersebut dimaksudkan agar objek hipnosis
mampu segera masuk kealam pikir bawah sadar dan kemudian diberikan
suatu sugesti sehingga objek akan mengerjakan atau melakukan hal-hal
sesuai yang terdapat dalam kalimatkalimat afirmasi tersebut (Budi &
Rizali, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hipnoterapi leih dapat
menurunkan tingkat nyeri lebih cepat. Hipnoterapi juga dapat mengubah
persepsi dan respon seseorang. Pada saat pemberian hipnoterapi pasien
dibimbing untuk melakukan imajinasi sehingga mempengaruhi kerja otak,
gelombang otak akan turun dari gelombang beta menjadi alpha dan theta
sehingga menyebabkan tubuh menjadi rileks. Impuls nyeri terhambat dan
pasien menjadi rileks. Pada saat pasien rileks perhatian pasien terhadap
nyeri teralihkan sehingga persepsi nyeri dan respon terhadap nyeri berubah
dan persepsi terhadap nyeri yang dirasakan menurun bahkan hilang.

13
Pendanpat peneliti juga didukung oleh Subiyanto dkk, (2008) hipnosis
dapat memodulasi persepsi nyeri dengan mempengaruhi proses-proses
kognitif seseorang sehingga mengubah karakter nyeri dan mengubah sikap
seseorang terhadap nyeri daripada yang tidak diberikan hipnosis. Pada saat
penelitian rata-rata pasien juga menyatakan lebih nyaman dan tenang
setelah di hipnoterapi. Pada saat penelitian rata-rata sugestifitas responden
yaitu mudah, dimana responden bisa untuk menerima sugesti yang
diberikan oleh peneliti.
Beberapa ilmuan berspekulasi kalau hipnotherapi menstimulasi otak
untuk melepaskan neurotransmiter, zat kimia yang terdapat di otak. Zat itu
adalah enkefalin dan endhorphin yang berfungsi untuk meningkatkan
mood sehingga dapat mengubah penerimaan individu terhadap sakit atau
gejala fisik lainnya (Fachri, 2008). Endorphin dan enkefalin adalah zat
kimiawi endogen (diproduksi oleh tubuh) yang berstruktur serupa dengan
opioid (juga disebut sebagai opiat atau narkotik) (Smeltzer & Bare, 2001).
Semua opiat endogen bekerja dengan mengikat reseptor opiat, dengan efek
analgesik serupa dengan yang ditimbulkan oleh opiat eksogen (Price &
Wilson, 2005).
Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa hipnoterapi
dapat menjaga homeostasis tubuh dengan menimbulkan efek relaksasi
pada tubuh dan fikiran dengan menghasilkan endorphin yang bekerja
sebagai opioid endogen alami yang dihasilkan oleh tubuh dan
mempengaruhi proses kognitif sehingga merubah persepsi seseorang
terhadap nyeri. Saat relaksasi, akan terjadi penurunan pada kadar epinefrin
dan non epinefrin dalam darah, frekuensi denyut jantung, tekanan darah,
frekuensi nafas, dan ketegangan otot. Selain itu akan terjadi vasodilatasi
pembuluh darah sehingga stress yang menjadi faktor yang memperberat
nyeri juga berkurang dan nyeri menurun sampai dengan hilang.

14
4. Teknik hipnoterapi dalam kontrol nyeri
Hipnoterapi yang sesuai pada kondisi nyeri kronik adalah bertahap
yakni tahap pertama relaksasi kemudian dilanjutkan dengan cognitive
distraction dan diakhiri dengan anchoring. Anchoring inilah yang akan
bersifat memandirikan pasien dengan anchoring maka pasien dapat
melakukan Selfhypnosis. Kemampuan self hypnosis pernah ditulis oleh
Downe S et al (2015) pada pengelolaan nyeri intrapartum pada wanita
nullipara.
Teknik relaksasi menggunakan standard deepening yakni berupaya
memasukkan pasien dalam state hipnotik yang dimulai dengan
menghadirkan kembali kenangan tempat/situasi yang nyaman bagi pasien.
Dimulai dengan memposisikan tubuh dengan nyaman (berbaring-duduk),
dan dapat dibantu dengan iringan musik relaksasi kemudian mengambil
napas panjang sebanyak 3 kali, inspirasi melalui hidung dan ekspirasi
melalui mulut secara perlahan. Setelah pernapasan ketiga kalinya maka
pasien diarahkan untuk menutup mata. Secara sistematis, pasien dipandu
dengang hitungan mundur dari sepuluh hingga satu dengan semakin
berkurangnya hitungan maka gambaran tadi semakin nyata dan dapat
dirasakan kembali secara fisik dengan ditandai adanya REM (Rapid Eye
Movement). Setelah tercapai kondisi REM maka pasien diarahkan untuk
menikmati sejenak kenyamanan tersebut.
Tahap selanjutnya dalam kondisi REM dipertahankan, teknik
cognitive distraction diterapkan. Teknik ini akan memandu pasien
mengubah gambaran nyaman tadi menjadi urutan sensasi suhu dan warna
tanpa menghilangkan sensasi nyaman yang ada. Dengan tetap nyaman,
pasien dipandu untuk mengumpamakan warna merah sebagai rasa panas
dan panas tersebut dianalogikan dengan rasa nyeri. Lambat laun terapis
akan memandu pasien mengubah warna merah secara bertahap menjadi
merah muda, kuning, hijau muda, hijau tua, biru tua dan biru langit yang
nyaman di mata seiring perubahan warna tadi pasien disugesti suhu pada
bagian tubuh yang nyeri tadi menjadi semakin sejuk hingga sensasi nyeri
tadi berkurang atau bila pasien memiliki sugestibilitas tinggi, rasa nyeri

15
tadi menghilang. Setelah beberapa saat terapis akan menanyakan kepada
pasien kondisi sensasi nyeri tersebut, biasanya jawaban dari pasien akan
lambat merespon sehingga tunggu saja sejenak, Bila jawaban pasien masih
nyeri dan mengganggu maka proses analogi warna dan suhu diulang
sampai rasa nyeri berkurang. Setelah mendapat respon bahwa rasa nyeri
berkurang maka dengan tetap mempertahankan pada fase REM akan
dilanjutkan pada tahap anchoring.
Pada tahap anchoring pasien diminta untuk menikmati rasa nyaman
baik dengan kondisi tubuh yang tidak nyeri sambil dikembalikan
gambaran peristiwa menyenangkan pada saat tahap relaksasi. Terapis akan
memandu dengan hitungan maju dari 1-10. Pada hitungan ke-1 pasien
mulai dipandu untuk membentuk gambaran di pikiran tentang visualisasi
keadaan yang nyaman, hitungan ke-2 intensitas visualisasi diperkuat untuk
mengembalikan suasana secara detail, hitungan ke-3 pasien disugesti
untuk melibatkan ke seluruhan pancaindera dan dilibatkan secara
emosional, hitungan ke-4 pasien diarahkan untuk fokus pada sensasi emosi
yang dirasakan akibat visualisasi yang diperkuat, hitungan ke-5 intensitas
emosional mulai ditingkatkan, hitungan ke-6 intensitas emosional terus
ditingkatkan dan disugestikan sebagai realitas dalam pikiran pasien,
hitungan ke-7 pasien disugestikan untuk semakin fokus pada sensasi emosi
yang dirasakan, hitungan ke-8 dimana 80% rasa nyaman memuncak maka
terapis akan memberikan sebuah stimulus (misalkan sentuhan di bahu
kanan atau mengarahkan pasien tarik napas), pada hitungan ke-9 pasien
disugesti untuk menikmati sensasi emosi yang ada dan hitungan ke-10
pasien diajak untuk perlahan memasuki alam sadar dan memperhatikan
menghilangnya sensasi secara perlahan, kemudian pasien diarahkan untuk
mengangguk bila sensasi sudah menghilang secara sempurna, kemudian
pasien diajak untuk membuka mata pada hitungan ke-3.
Setelah itu berikan penjelasan bahwa setiap ada rasa tidak nyaman/
nyeri maka lakukan stimulus yang diberikan pada tahap terakhir tadi dan
pasien diyakinkan dengan pernyataan bahwa sensasi nyaman akan hadir
seperti saat proses hipnoterapi. Hal ini berguna agar pasien bisa mandiri

16
dan tidak bergantung pada terapis. Anchor tersebut dapat dimungkinkan
berkurang atau menghilang, bila mana hal tersebut terjadi maka dapat
diarahkan untuk berkunjung kembali untuk hipnoterapi cukup pada tahap
anchoring saja. Temuan ilmiah dari respon hipnosis dan sugesti hipnosis
yang berkaitan dengan faktor biologi, psikologi dan sosial. Tanda “+/-”
mengindikasikan faktor tersebut dapat secara positif dan negatif bila
dikaitkan dengan respon hipnosis. Tanda “+” mengindikasikan faktor
tersebut memiliki keterkaitan yang konsisten dan kebanyakan positif
dalam respon hipnosis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Faridah. 2014. Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien
Post Sectio Cesarea Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Kabupaten
Temanggung. Jurnal Unimus

Khasanah, Lailatul dkk. 2016. Efektivitas Akupresur Dan Hipnoterapi Dalam


Mengatasi Dismenore Pada Remaja Putri Di Smk Muhammadiyah Salaman.
Journal UMM

Niraski, Valetine, dkk. 2015. Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Tingkat Nyeri


Pada Ibu Post Sectio Caesarea Di RSB Jeumpa Pontianak Tahun 2015.
Pontianak : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

Nugraha, Nando Lucas dkk. 2017. Hipnoterapi Pada Pasien Nyeri Kronik.
Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. (2) (2)

Subiyanto, Paulus. 2008. Terapi Hipnosis Terhadap Penurunan Sensasi Nyeri


Pascabedah Ortopedi. Jurnal Keperawatan Indonesia (12) (1), 47-52

Wibowo, Rizqi Ady. 2014. Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Intensitas Nyeri Saat
Perawatan Luka Diabetik Di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK)

18

Anda mungkin juga menyukai