Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fitri Nur Media Purwanti

NIM : 175130107111030

Kelas : C2017

Perihal : Pemenuhan Tugas Fisiologi Reproduksi

Pertanyaan

1. Apakah unggas jantan perlu?


2. Apakah itu berpengaruh pada produksi telur dan kapan fertilisasi terjadi?

Jawaban

1. Berdasarkan literatur yang didapat, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasannya yang
pertama-tama ini semua tergantung dari suatu tujuan, apakah kita ingin suatu ayam
betina hanya sebatas menghasilkan telur saja (petelur) atau ingin ayam betina
menghasilkan DOC (petetas). Jika hanya ingin sebatas produksi telur saja sebagai
pemenuhan nutrisi makanan (telur konsumsi), berarti tidak memerlukan suatu ayam
jantan, karena telur tetap bisa diproduksi/dikeluarkan tanpa terjadinya suatu
pembuahan/fertilisasi. Sedangkan untuk ayam betina yang tujuannya diternakkan
dalam hal ini menghasilkan telur yang dapat menetaskan DOC, maka tentu saja perlu
suatu terjadinya pembuahan/fertilisasi sehingga tidak infertil. Namun, pembuahan
tersebut sendiri terbagi menjadi dua, apakah ingin dilakukan secara alami atau dengan
buatan. Seperti yang kita ketahui, bahwasannya terdapat beberapa rumah produksi
(ternak) DOC, untuk menghasilkan DOC itu sendiri (telur tetas) dalam skala besar tak
jarang para peternak menggunakan metode inseminasi buatan. Inovasi teknologi
Inseminasi Buatan (IB), merupakan alternatif pemecahan masalah tentang pengadaan
bibit dalam waktu relatif singkat. Menurut Sastrodiharjo (1996) teknik IB pada ayam
buras adalah suatu teknik mengawinkan secara buatan dengan memasukkan semen
yang telah diencerkan dengan pengenceran tertentu ke dalam saluran reproduksi ayam
betina yang sedang bertelur. Pemanfaatan teknik IB pada industri pembibitan ayam
ras telah lama dikembangkan, sedangkan pada ayam buras baru dikenalkan pada awal
tahun 1990. Keuntungan pemanfaatan teknik IB pada ayam buras ini disamping untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan, menanggulangi rendahnya fertilitas
akibat kawin alam, untuk mengetahui dengan jelas dan pasti asal usul tetuanya (induk
dan pejantan), meningkatkan jumlah produksi telur tetas, serta upaya pengadaan anak
ayam (DOC) dalam jumlah banyak, umur seragam dan waktu yang singkat.
Sastrodihardjo (1996) mengemukakan ada dua metode yang dikembangkan dalam
pelaksanaan inseminasi buatan pada ayam buras yaitu Metode deposisi semen intra
vaginal yakni pendeposisian sperma disuntikan ke dalam vagina dengan ke dalaman ±
3 cm. Metode deposisi semen intra uterine, artinya pendeposisian sperma disuntikan
ke dalam daerah perbatasan antara vagina dengan bagian uterus yang dikenal dengan
Utero Vaginal Junction (UVJ) dengan ke dalaman ± 7 - 8 cm. Dengan metode
deposisi semen Intra Vaginal, dosis IB yang disuntikkan kemungkinan dapat keluar
kembali karena adanya gerak kontraksi dari vagina kearah luar. Selain itu peluang
stress pada induk akan lebih besar pada metode deposisi intra vaginal, jika
dibandingkan dengan metode deposisi semen intra uterine. Keuntungan IB dengan
metode deposisi intra uterine adalah selain mengurangi stress, sperma langsung
didepositkan kedaerah UVJ. Setelah dikondisikan spermatozoa yang normal dan
memiliki motilitas yang progresif akan bergerak cepat dengan bantuan rheotaksis
yaitu pergerakan yang berlawanan dengan aliran cairan menuju infundibulum dan
disimpan dalam sperm nest untuk menunggu proses pembuahan (fertilisasi). Waktu
yang dibutuhkan untuk transportasi spermatozoa sampai infundibulum berlangsung
selama 1 jam. Keberhasilan IB ditunjukkan oleh daya tunas telur ( % fertilitas) hasil
IB. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi pejantan, kondisi
betina (induk), bahan pengencer semen, metode IB, waktu dan dosis IB serta gizi
pakan. (Udjianto dan Purnama, 2004)
2. Adapun pengaruhnya terhadap produksi telur itu sendiri, semua ada kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Adapun kelebihannya, memiliki kemampuan genetis
yang baik (Badan Litbang Pertanian, 1999) karena sudah pasti pemilihan semen
jantan dipilih yang unggul, sehingga satu ayam jantan saja yang unggul dapat
menyumbangkan semennya secara efektif dan efisien ke banyak indukan. Sehingga
hal ini pengaruh negatif terhadap keturunannya tidak ada. Adapun untuk keberhasilan
suatu telur “menetas” atau “tidaknya” itu sendiri banyak indikator yang bisa dijadikan
parameter seperti Toelihere (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan inseminasi Buatan (IB) antara lain kebersihan semen
yang ditampung, eksudat kloaka, suhu udara waktu penampungan, antibiotika,
pengencer semen, dan adanya telur dalam uterus. Yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan IB adalah bekerja secara steril waktu proses pemerahan semen, oleh karena
itu sebaiknya pejantan di puasakan 10 jam sebelum penampungan agar sperma tidak
tercemar feces (warna semen yang baik adalah putih susu). (Udjianto dan Purnama,
2004).
Sedangkan untuk tempat terjadinya fertilisasi pada ayam itu sendiri ialah pada oviduk.
Fertilisasi akan berlangsung pada ujung oviduk. Ovum yang telah dibuahi akan
bergerak mendekati kloaka dan dikelilingi oleh cangkang yang tersusun oleh zat
kapur. Hanya beberapa sel sperma yang mampu mendekati ovum dan hanya beberapa
sperma yang mampu menembus zona pellucida, akhirnya hanya satu sperma yang
dapat membuahi ovum (Nalbandov, 1990). Pada unggas, setelah terjadi perkawinan
sperma akan mencapai infundibulum dan akan menembus membran vitellin ovum,
sehingga terbentuk calon embrio (Nuryati et al., 1998).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 1999. INSEMINASI BUATAN PADA AYAM BURAS. DKI
JAKARTA: BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN INSTALASI
PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN.
Nalbandov, A.V., 1990. Reproductive Physiology of Mammals and Birds. Alih
Bahasa : S. Keman. UI-Press. Jakarta.
Nuryati, T. N., Sutarto, M., M. Khamim dan P.S. Hardjosworo, 1988. Sukses
Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sastrodihardjo, S, 1996. Inseminasi Buatan Pada Ayam Buras. Leaflet, Cetakan
Kedua Balitnak, Puslitbang Peternakan Bogor.
Udjianto, A dan R. Denny Purnama. 2004. INSEMINASI BUATAN PADA AYAM BURAS
DENGAN METODE DEPOSISI INTRA UTERINE. Bogor. Prosiding Temu Teknis Nasional
Tenaga Fungsional Pertanian

Anda mungkin juga menyukai