Revolusi Industri 4.0 perubahan fundamental di bidang industri yang menandai telah dimulainya sebuah era baru. Dinamakan revolusi industri 4.0 karena merupakan gelombang keempat dari perjalanan dan perkembangan revolusi industri. Dilansir dari Encyclopedia Britannica (2015), revolusi industri keempat ini menandai serangkaian pergolakan sosial, politik, ekonomi,dan budaya. Sederhananya industri 4.0 dapat dipahami sebagai perkembangan teknologi pabrik yang mengarah pada otomasi dan pertukaran data terkini secara mudah dan cepat yang mencakup sistem siber-fisik, internet of things, cloud computing, artificial intelligence dan semua hal virtual yang memudahkan dalam kegiatan operasional. Otomasi sendiri merupakan sebuah teknik penggunaan mesin yang disertai dengan teknologi dan sistem kontrol untuk mengoptimalkan produksi dan pengiriman barang serta jasa. Dalam teknik ini, peran tenaga kerja manusia tak lagi mendominasi, karena kerja mesin-mesin robotik mampu bekerja lebih cepat dengan hasil yang lebih baik dalam kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data dari World Economic Forum, terdapat 26 negara di dunia yang telah menerapkan industri 4.0 per Juli 2019. Perusahaan-perusahaan paling banyak berada di Tiongkok, yaitu Siemens, Danfoss, Haier, Maxus, Bosch, dan Foxconn. Indonesia juga termasuk dalam 26 negara tersebut. Ada dua perusahaan di Tanah Air yang sudah bertransformasi menuju industri 4.0. Keduanya adalah perusahaan elektronika Schneider Electric di Batam, Kepulauan Riau dan perusahaan tambang Petrosea di Tabang, Kalimantan Timur. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun sempat menjadikan Schneider Electric sebagai role model bagi industri lain dalam penerapan industri 4.0.