Anda di halaman 1dari 25

KOLEKSI PERPUSTAKAAN PUSJATAN

PENELITIAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM


MENGURANGI KERUGIAN AKIBAT KEMACETAN
LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN
TRANSPORT DEMAND MANAGEMENT (TDM)
Oleh :
Agus Bari Sailendra

RINGKASAN
Kemacetan lalu lintas sudah menjadi rutinitas kehidupan sehari-hari di perkotaan,
bahkan kemacetan cenderung makin parah dan merata di berbagai daerah dan lokasi,
sehingga menjadi salah satu isu strategis dan mendesak untuk mendapatkan penanganan.
TDM merupakan turunan dari Transportation System Management (TSM) dengan fokus
terhadap pengelolaan kebutuhan transportasi untuk mengurangi tingkat kemacetan.
Salah satu cara adalah dengan mengelola “kebiasaan pengguna” dalam menggunakan
fasilitas transportasi untuk meningkatkan operasionalisasi fasilitas dan kapasitas secara
optimal.
Penelitian ini dilakukan terhadap “kebiasaan pengguna” yang diskenariokan sebagai
bentuk peran serta masyarakat. Data primer dilambil melalui wawancara terstruktur
dan didukung oleh data sekunder dari instansi terkait. Pendekatan analisis deskriptif-
kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik statistik non-parametrik,
atas dasar tingkat preferensi masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat, dan kepada
aspek prioritas kebijakan.
Ada Indikasi positif terhadap tingkat preferensi masyarakat dan prioritas kebijakan yang
akan dilaksanakan dalam rangka mengurangi tingkat kemacetan. Umumnya
(87%),masyarakat setuju dan mau melaksanakan (partisipasi) jika diberlakukannya
kebijakan TDM. Nilai utilitas terbesar berturut-turut adalah alternatif kebijakan
penyediaan billboard informasi jalan macet dan rute alternative (36%) tol/retribusi
(34%), kendaraan jemputan oleh pemerintah/masyarakat sendiri (32%), biaya parkir
yang tinggi (31%). Untuk menerapkan kebijakan tersebut, diperlukan kajian lebih rinci,
misalkan melakukan studi pentarifan (parkir/tol) dengan ability to pay (ATP) dan
willingness to pay (WTP), dst. Sehingga, peran masyarakat dalam upaya mengurangi
tingkat kemacetan di perkotaan dapat optimal, sekaligus mengurangi kerugian material.
Kata Kunci : Kemacetan, Peran Masyarakat, Optimalisasi/efisiensi

SUMMARY
Urban traffic congestion is a part of the day-work rutinity, and it tends to spread at wide
area, then it becomes strategic issue to concern all society.
TDM derives from Transportation System management focused on management demand.
One of the approach which TDM used is to manage behaviour road users of urban
transportation in using transportation facilities to increase the capacity and
operationalisation.
The scenario it to observer the behaviour of road user as a public participant. The
primary data was collected through structuring interview and supported by related
institutions as secondary data. The statistical non-parametric were used on data analysis
using three approaches I.e, level of public preferency, participation, and public opinion
priority.
There is positive indication on society preferency level and there will be policy priority
applied in reducing traffic congestions. In general (87%), road user agreed and would
participate in running TDM policy. The highest value utility relatively is provided policy
alternative on traffic jam billboard information and alternative route (36%),
toll/restribution (34%), bus school private or government (32%), and expensive tariff
parking-lot (32%). To apply all of them, there should be detailed study, for example, tariff
study rising ability to pay (ATP) and willingness to pay (wtp),
So, participation of road user in reducing of traffic congestions can be applied optimally
Key Words : Traffic Congestion, Public Participations, Optimalization

I. LATAR BELAKANG kesempatan baik sector formal


ataupun informal. Namun sebesar
Kemacetan lalu lintas merupakan apapun perkotaan dengan segala
fenomena yang sangat umum terjadi kelengkapannya, pasti mempunyai
dewasa ini di kota-kota menengah batasan yaitu daya tampung. Jika
dan besar di Indonesia, bahkan kota batas tersebut sudah terlampaui,
Batam yang sedang mengalami akan terjadi dampak yang sangat
pesatnya pertumbuhan dan merugikan.
perkembangan kotanya, mengindikasikan Semakin tergesernya wilayah
kecenderungan terjadinya fenomena “perumahan” ke daerah pinggiran
kemacetan lalu lintas layaknya kota, sedangkan tempat lapangan
sebagai kota besar yang umum di pekerjaan umumnya di pusat
Indonesia. perkotaan, membuat beban pada
Tingkat urbanisasi yang tinggi sistem jaringan jalan yang ada
merupakan salah satu faktor semakin berat khususnya pada ruas-
penyebab timbulnya banyak ruas jalan yang menuju pusat kota.
permasalahan di perkotaan, seperti Pesatnya pertumbuhan lalu lintas
misalnya kemacetan lalu lintas. pada skala jaringan dan ruas jalan
Tersedianya banyak lapangan kerja tersebut menyebabkan kapasitas
serta upah atau gaji yang jaringan dan ruas jalan yang ada
menjanjikan di perkotaan, pertumbuhan tidak mampu menampung lagi,
antar daerah/ wilayah yang kurang tentunya hal tersebut membawa
seimbang, yang menyebabkan konsekuensi logis yaitu kemacetan.
perkotaan menawarkan banyak Pada sisi lain, cepatnya pertumbuhan
pemanfaatan lahan sisi jalan Angkutan umum perkotaan disebut
menyebabkan timbulnya gangguan sebagai dua sisi mata uang, yaitu
samping jalan yang cenderung sebagai salah satu penyebab
meningkat, serta penggunaan terjadinya kemacetan, sekaligus pula
sebagian badan jalan untuk merupakan salah satu tulang
keperluan sektor informal (non-lalu punggung (backbone) yang mendorong
lintas) termasuk kegiatan pertumbuhan ekonomi perkotaan.
perparkiran, menimbulkan kemacetan Sehingga, pendapat umum
yang signifikan pula.. Menurut studi mengatakan bahwa indikator
Pustran (2003/2004), bahwa kondisi pelayanan system angkutan umum
tersebut dapat menyebabkan perkotaannya dapat dijadikan
kapasitas operasional (efektif) ruas sebagai salah satu ukuran kota yang
jalan menurun menjadi sekitar 30- disebut ‘layak’ dan ‘nyaman’.
40% saja dari kapasitas seharusnya. Namun demikian, sesungguhnya
Memang, sangat ironis, dengan kemacetan merupakan fenomena
terbatasnya jaringan dan ruas jalan multi-dimensi yang tidak dapat
namun banyak ruas jalan yang tidak dipecahkan melalui solusi tunggal
bisa berfungsi optimal untuk lalu (single solution), melainkan harus
lintas. dipecahkan secara komprehensif
Suatu alasan yang klasik bahwa pada tingkat kebijakan (makro),
kemacetan lalu lintas terjadi karena perencanaan (mezzo), dan
rendahnya total luas jaringan jalan operasionalisasi di lapangan (mikro).
yang ada dibandingkan dengan total Pada tingkat mikro ini pun terdapat
luas daerah perkotaan yang harus banyak faktor yang mempengaruhi
dilayaninya. Sebagai gambaran, total kemacetan lalu lintas, salah satunya
luas jaringan jalan di Metropolitan adalah faktor perilaku pengguna
Bandung hanya sekitar 1,5% dari jalan.
total luas wilayah pelayanan.
Idealnya angka tersebut berkisar Akibat langsung yang kita rasakan
antara 10-30%. dari kemacetan lalu lintas adalah
Usaha pemerintah untuk memecahkan dalam bentuk jumlah antrian,
masalah transportasi perkotaan telah besarnya waktu tundaan, dan atau
cukup dilakukan, baik dengan kecepatan kendaraan yang rendah,
meningkatkan kapasitas jaringan serta polusi baik udara maupun
jalan yang ada maupun dengan suara. Akibat tersebut jelas
pembangunan jaringan jalan baru, menimbulkan kerugian yang sangat
selain dengan rekayasa dan besar bagi masyarakat (pengguna
manajemen lalu lintas. Tetapi, pada jalan), terutama dalam hal
kenyataannya kemacetan dan waktu pemborosan bahan bakar (BOK),
tundaan yang tinggi tetap tidak bisa pemborosan waktu (VOT), dan juga
dihindari. rendahnya tingkat kenyamanan.
Peran serta masyarakat (pengguna penambahan dan pelebaran jalan,
jalan) ke depan perlu mendapat pemanfaatan lajur/jalur dengan
perhatian dalam upaya untuk tingkat okupansi tinggi, koordinasi
mengurangi kerugian akibat pengaturan/perambuan, dan lain-lain.
kemacetan, yang dapat dilakukan TDM merupakan turunan dari TSM
melalui keterlibatan dalam yang lebih memfokuskan diri
pemanfaatan (utilisasi) ruang jalan terhadap pengelolaan kebutuhan
secara optimal, perjalanan untuk mengurangi tingkat
Studi ini mencoba melakukan kemacetan, salah satu cara yang
identifikasi peran serta masyarakat dilakukan adalah dengan mengelola
dalam mengatasi kemacetan lalu kebiasaan pengguna transportasi
lintas dengan melihat kerugian yang perkotaan untuk menggunakan
timbul akibat kemacetan lalu lintas. fasilitas transportasi yang ada
Peran serta masyarakat tersebut dengan lebih baik. Dalam rangka
dapat berupa suatu upaya peningkatan operasionalisasi fasilitas
perseorangan (individual) maupun dan kapasitas, TDM sejauh ini telah
kelompok yang dikenal dengan nama diadopsi oleh para perencana
Transport Demand Management transportasi untuk mengurangi
(TDM) atau Manajemen tingkat kemacetan dan kepadatan
Kebutuhan Transportasi (MKT). yang terjadi di perkotaan.
Diharapkan dengan adanya informasi Tujuan dari TDM adalah untuk
dan upaya penanganan kemacetan memaksimalikan kuantitas pengguna
melalui keterlibatan masyarakat jalan dan mengurangi kuantitas
tersebut, kerugian akibat kemacetan kendaraan dalam suatu sistem
lalu lintas di perkotaan dapat transportasi. Alasan tersebut yang
dikurangi. menjadikan TDM sangat penting
dalam penanganan masalah
II. TRANSPORT DEMAND kemacetan di wilayah perkotaan,
MANAGEMENT (TDM) khususnya di wilayah dimana usaha
penanganan melalui pendekatan
Konsep Transportation System konvensional yaitu penambahan dan
Management (TSM) mulai dikenal pelebaran jalan (peningkatan
pada era tahun 70-an dimana pada kapasitas prasarana jalan) dianggap
saat itu terjadi krisis energi dan sudah tidak dimungkinkan.
lingkungan. Konsep ini mencoba Oleh karena itu, kebijakan
untuk meningkatan produktivitas pengembangan sistem prasarana
transportasi melalui 2 (dua) transportasi perkotaan di Indonesia
pendekatan sistem, yaitu pendekatan yang menggunakan pendekatan
dari sisi penyediaan sarana konvensional yaitu predict and
transportasi dan sisi pengaturan provide atau ramal dan sediakan
kebutuhan transportasi seperti harus ditinggalkan dan diganti
dengan predict and prevent atau ƒ Penerapan sistem arus lalu lintas
ramal dan cegah. Salah satu cara satu arah, selain berdampak
yang dapat diusulkan adalah dengan positif pada peningkatan
melakukan usaha pengelolaan pada kapasitas & kecepatan juga
sisi kebutuhan transportasi yang berdampak negatif seperti
dikenal dengan transport demand bertambahnya jarak dan
management (TDM) atau Manajemen kesulitan bagi penyebarang jalan
Kebutuhan Transportasi (MKT). dan bagi penumpang (pengguna)
Akan tetapi, dengan pendekatan angkutan umum, serta dampak
TDM, diusulkan berbagai usaha negatif lainnya yaitu kecelakaan
untuk memperkecil atau meredam lalu lintas juga cenderung
kebutuhan transportasi sehingga meningkat. Memang, disadari
pergerakan yang ditimbulkan masih bahwa banyak kondisi (sistem)
berada dalam syarat batas kondisi jaringan jalan di perkotaan tidak
sosial, lingkungan dan operasional. selalu mendukung
Selain itu diusulkan berbagai usaha diberlakukannya sistem satu arah
peningkatan sistem prasarana secara baik dengan memberi
transportasi secara sangat selektif manfaat optimal.
tergantung dengan kondisi keuangan ƒ Kegiatan parkir di badan jalan
yang tersedia serta memperhatikan sangat mengurangi kapasitas
syarat batas di atas. jalan. Kerugian akibat kemacetan
yang ditimbulkannya tidak
2.1 Kebijakan Optimasi Kapasitas sebanding dengan pemasukan
Prasarana yang diterima dari kegiatan
Ada beberapa isue permasalahan parkir. Sangat dianjurkan agar
pada kondisi sistem jaringan jalan di dinas terkait mengembalikan dulu
beberapa kota besar di Indonesia fungsi jalan tersebut pada
yang harus segera dipecahkan, kapasitas semula sebelum
antara lain yaitu : meningkatkan atau membangun
ƒ Gangguan samping yang sangat infrastruktur baru yang jelas
besar yang disebabkan oleh membutuhkan biaya sangat
adanya ribbon development atau besar. Hal yang perlu
kegiatan sektor informal yang dipertimbangkan adalah
akan sangat mengurangi membandingkan besarnya
kapasitas jalan yang sudah kerugian akibat kemacetan yang
sangat terbatas ini. Kebijakan ditimbulkannya dengan besarnya
yang mampu mengurangi pendapatan yang diterima dari
gangguan samping sangat perlu kegiatan perparkiran, sehingga
dilakukan, termasuk pelaksanaan kebijakan di bidang perpakiran
hukum yang konsisten. dianggap tepat.
ƒ Bagi kota-kota di Indonesia Angkutan Umum Perkotaan
terutama pada daerah pusat kota (Terpadu);
ditemukan hampir semua trotoar ƒ Perlunya penerapan pembatasan
telah beralih fungsi dari tempat lalulintas (traffic restraint)
pejalan kaki menjadi tempat terutama terhadap kendaraan
kegiatan informal (PKL). pribadi, dapat menjadi salah satu
Sehingga, pejalan kaki yang pilihan yang dapat diterima,
seharusnya berjalan pada trotoar tentunya setelah
terpaksa menggunakan lebar mempertimbangkan terhadap
perkerasan jalan yang ada. berbagai aspek teknis, sosial-
Akibatnya, kapasitas jalan akan ekonomi dn budaya daerah dalam
berkurang dan dipastikan faktor menanggulangi masalah
keselamatan bagi pejalan kaki kemacetan di perkotaan.
maupun bagi pengendara
kendaraan (sepeda motor) pasti 2.3 Kebijakan Peningkatan Kapasitas
terabaikan. Prasarana Jalan

2.2 Kebijakan Manajemen Kebijakan ini harus dilaksanakan


Lalulintas secara sangat selektif tergantung dari
tingkat prioritas dan kemampuan
Kebijakan Manajemen Lalulintas pendanaan. Karena dari berbagai
dapat dilakukan dengan berbagai pilihan kebijakan yang mungkin bisa
cara antara lain sebagai berikut. dilaksanakan, peningkatan prasarana
ƒ Perbaikan dan penempatan selain akan membutuhkan biaya
sistem lampu pengatur lalulintas sangat besar juga akan dapat
baik secara terisolasi maupun berdampak ”negatif” berupa
terkoordinasi yang dapat kecenderungan adanya peningkatan
mengikuti fluktuasi arus lalilintas aktivitas pergerakan melalui
secara dinamis, akan memberikan peningkatan aksesibilitas dan
manfaat optimal dalam mobilitas. Lebih jauh diartikan
mengurangi tundaan dan pemecahan ini belum tentu dapat
kemacetan. Sistem ini dikenal menyelesaikan dengan tuntas.
dengan Area Traffic Control Peningkatan kapasitas parasarana
System ; jalan dapat dilakukan dengan
ƒ Perencanaan dan implementasi pembenahan sistem jaringan jalan
sistem arus lalu lintas sebaiknya (hierarki fungsi jalan) yang sejajar
dikaitkan dengan sistem jaringan dengan RTRW kota, melakukan
jalan yang ada dan yang akan perbaikan jalan pada titik-titik rawan
datang, termasuk jaringan jalan kemacetan serta melengkapi jaringan
KA, dilakukan dalam rangka jalan melalui pembangunan jalan
menunjang penerapan Sistem baru, atau misalnya:
ƒ Melakukan pelebaran dan 3.1. Kebijakan Penyediaan Fasilitas
perbaikan geometrik persimpangan (Innovative Supply),
jalan;
Ada 3 jenis program yang dapat
ƒ Pembangunan persimpangan
tidak sebidang (fly over); dilakukan, yaitu:
ƒ Pembangunan jalan terobosan a) Parkir Mobil dan Ganti Moda
baru untuk melengkapi sistem (Park dan Ride)
jaringan jalan yang telah ada dan Program ini dilakukan dengan
pembenahan sistem hierarki menyediakan fasilitas untuk
jalan. penyimpanan kendaraan pribadi
(park) dan tempat/terminal
III. RENCANA KEBIJAKAN
penggantian moda transportasi
TRANSPORT DEMAND
MANAGEMENT (TDM) (ride), yang terletak ”agak jauh”
dari pusat kota/kawasan
Rencana kebijakan manajemen bisnis/perdagangan.
permintaan transportasi yang diurai b) Kendaraan Jemputan (Car-
kan merupakan berbagai program pooling atau Van-pooling)
atau kegiatan yang dimaksudkan Program ini dilakukan dengan
dapat di implementasi kan dalam menyediakan kendaraan
mengatur permintaan kegiatan pengangkutan/jemputan (bekerja,
transportasi, seperti mengurangi berbelanja, dll), baik oleh
penggunaan kendaraan yang tidak pemerintah, pihak swasta atau
efektif. Jika rencana kebijakan ini masyarakat sendiri, sehingga
dilaksanakan, maka diharapkan dapat penggunaan kendaraan pribadi
diwujudkan beberapa sasaran yang tidak efektif dapat dikurangi.
sekaligus yaitu pengurangan c) Billboard Informasi Jalan
kemacetan, pengurangan polusi udara Macet dan Rute Alternatif
dan suara, pengurangan konsumsi Program ini dilakukan dengan
bahan bakar secara berlebihan dan menyediakan billboard informasi
mengurangi tingkat kecelakaan lalu mengenai ruas jalan yang
lintas. mengalami kemacetan dan rute
Berbagai program tersebut di atas terpendek atau yang tidak macet
disusun sistematis (4 kelompok) yang dapat dipilih pengemudi
dalam suatu daftar yang akan kendaraan, terutama pada ruas-
dijelaskan dan ditanyakan kepada ruas jalan (jaringan) yang rawan
responden, yaitu: kemacetan.
3.2. Kebijakan Pentarifan (Pricing) orang) atau sebagai alternatifnya
harus membayar biaya parkir
Ada 2 jenis program yang dapat
yang tinggi.
dilakukan, yaitu:
c) Insentif Karcis Bebas
a) Biaya Tol
Program ini dilakukan dengan Angkutan
mengenakan biaya tol dalam Program ini dilakukan dengan
penggunaan jalan atau fasilitas memberikan insentif berupa
lainnya, seperti jembatan atau karcis bebas bayar dalam
terowongan, terutama pada jam- menggunakan angkutan tertentu
jam sibuk atau jalur lalu lintas yang tersedia pada jalur tertentu,
yang padat. bagi pekerja yang menggunakan
b) Biaya Parkir
kendaraan sendiri kalau bekerja.
Program ini dilakukan dengan
mengenakan biaya parkir yang d) Bekerja Di Rumah (Tele-
tinggi pada tempat-tempat parkir Commuting to Work)
di jalan (on-Street) atau kawasan Program ini dilakukan dengan
yang padat lalu lintasnya dan menyediakan fasilitas bekerja
mengenakan biaya parkir yang jarak jauh (misalnya telekomu
rendah pada tempat-tempat nikasi jarak jauh/on-line internet),
parkir yang jauh dari pusat
sehingga bekerja dapat dilakukan
kota/bisnis.
cukup di rumah, tanpa harus
3.3. Kebijakan Regulasi/Pengaturan pergi ke kantor atau tempat
bekerja.
Ada 7 jenis program yang dapat
e) Pengaturan Jam Masuk dan
dilakukan, yaitu:
a) Lajur Kendaraan Berokupansi Pulang Kerja (Flexible
Tinggi (Bus-lane/Bus-way) Working Hours)
Program ini dilakukan dengan Program ini dilakukan dengan
menyediakan lajur khusus di jalan mengatur jam masuk dan jam
bagi kendaraan dengan okupansi pulang kerja bagi berbagai
atau muatan penumpang yang instansi atau perusahaan yang
banyak, misalnya lajur khusus bis. lokasinya relatif berdekatan.
b) Tempat Parkir Bersyarat
f) Pengaturan Hari Kerja
Program ini dilakukan dengan
menyediakan tempat parkir (Flexible Working Days)
kendaraan di tempat tujuan Program ini dilakukan dengan
perjalanan (tempat bekerja), mengatur hari kerja (misalnya 4
dengan memberikan prioritas bagi hari, 5 hari atau 6 hari kerja) bagi
kendaraan yang berokupansi instansi atau perusahaan yang
tinggi (penumpang lebih dari 3 lokasinya relatif berdekatan.
Pengaturan Akses Kawasan 3.5. Kombinasi Program
Pada Jam-Jam Tertentu
Secara praktis dalam pelaksanaan
Program ini dilakukan dengan
program atau kegiatan manajemen
mengatur akses memasuki suatu
permintaan transportasi, tidak harus
kawasan (pusat kota/bisnis) pada
jam-jam tertentu, misalnya pada dilakukan secara tunggal, tetapi
jam masuk dan pulang kerja ruas dapat dilakukan secara kombinasi
jalan tertentu hanya dapat untuk memberikan hasil yang lebih
dilewati jika oleh kendaraan optimal atau yang dapat berpengaruh
pribadi atau kendaraan dengan 3 terhadap pengurangan kemacetan .
penumpang atau lebih. Dalam kesempatan ini kombinasi
program tidak ditawarkan kepada
3.4. Kebijakan Program Pendukung responden (karena pasti akan dipilih).
Ada 3 jenis program pendukung yang
dapat dilakukan, yaitu: IV. METODOLOGI
a) Penyediaan dan Pengaturan
Lampu Lalu Lintas 4.1. Hipotesis
Program ini dilakukan dengan
menyediakan lampu-lampu lalu Dengan memperhatikan kondisi
lintas dan mengatur waktu siklus masyarakat dan tingkat kemacetan
lampu secara yan ada, maka ditetapkan pernyataan
terkoordinasi/integral. yang perlu dikenali dalam
b) Billboard Informasi Kondisi pelaksanaan kegiatan penelitian ini,
Lalu Lintas yaitu:
Program ini dilakukan dengan
ƒ Sejauh mana Peran serta
menyediakan billboard informasi
mengenai kondisi lalu lintas masyarakat yang dapat dilakukan
sekitar ruas jalan yang dilalui dalam kerangka TDM, melalui
secara up-to-date dan setiap pengaturan kegiatannya dalam
waktu (menit per menit). berlalu lintas
c) Pengaturan Akses Jalan ƒ Bagaimana penerapan atas
Program ini dilakukan dengan prioritas kebijakan TDM, bila
mengatur akses penggunaan
dapat dilakukan melalui peran
jalan (menutup/membuka akses
serta masyarakat sehingga
jalan) pada saat ruas jalan
tersebut padat atau mengalami mampu mengurangi kemacetan
kemacetan, sehingga aliran lalu lalu lintas dan kerugian akibat
lintas tetap terjamin lancar. kemacetan.
4.2. Kerangka Pikir / Pendekatan rencana kebijakan TDM jika
Studi diberlakukan. Selanjutnya, Alur pikir
yang digunakan dalam studi ini
Pendekatan studi dijabarkan melalui
adalah melalui tahapan kegiatan:
pengenalan terhadap preferensi
Menetapkan Tujuan studi, identifikasi
masyarakat atas rencana kebijakan
masalah, studi kepustakaan, riset
TDM yaitu; Bagaimana tingkat
disain, pengumpulan data, kompilasi
partisipasi masyarakat atas rencana
& interpretasi data serta analisis
kebijakan TDM dan sejauh mana
data, dan kesimpulan.
urutan prioritas masyarakat atas

4.3. Kebutuhan Data dan Sumber Data


Kebutuhan dan sumber data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.
Kebutuhan dan Sumber Data

Kategori Data Jenis Data Rincian Sumber Data


Data Kinerja Jalan ƒ Geometri (Lebar Dinas PU/ Lapangan
Sekunder Jalan, Lebar Bahu,
dll)
ƒ Kondisi Lalu Lintas Dinas PU/ Lapangan/
(Kecepatan, LHR, dll) Laboratorium
Tipikal Kemacetan ƒ Waktu Dinas PU/ Lapangan
ƒ Kondisi Hambatan Dinas PU/ Lapangan
Samping
Kerugian Ekonomi ƒ Biaya Satuan Dealer/Perusahaan
ƒ Jenis Kendaraan Gaikindo
Direktori ƒ Jumlah Biro Pusat Statistik
Perusahaan
ƒ Alamat Biro Pusat Statistik
Data Primer Pola Kegiatan ƒ Jenis Kegiatan Survai Wawancara
Transportasi
ƒ Jarak Perjalanan Survai Wawancara
ƒ Biaya Transportasi Survai Wawancara
Preferensi ƒ Pengaturan Kegiatan Survai Wawancara
Masyarakat
Peran Serta ƒ Tingkat Keterlibatan Survai Wawancara
Masyarakat Dalam Pengaturan
Kegiatan
4.4. Teknik Pengumpulan dan kendaraan di kota-kota tersebut
Analisis Data mencapai 20% kendaraan yang
Metode penelitian yang digunakan ada di Pulau Jawa.
adalah pendekatan analisis deskriptif- ƒ Melakukan stratifikasi populasi
kualitatif dan kuantitatif, untuk kendaraan di kota-kota Jakarta,
pendekatan kuantitatif digunakan Bandung dan Surabaya berdasar
teknik statistik non parametric, kan kategori fungsi jalan. Dari
sedangkan pengumpulan data dilaku stratifikasi ini hanya diambil jalan
kan seperti berikut ini : arteri sebagai sampel, dimana
panjang jalan arteri di kota-kota
4.4.1. Teknik Penentuan Data
tersebut mencapai hampir 10%.
(Teknik Sampling Data)
Unit observasi didasarkan kepada ƒ Melakukan clustering populasi
pendekatan kendaraan bermotor kendaraan berdasarkan kawasan-
roda empat atau lebih. Populasi dari kawasan land use di kota-kota
responden penelitian ini adalah Jakarta, Bandung dan Surabaya
jumlah seluruh kendaraan yang berdasarkan kategori kawasan
menggunakan (jaringan) jalan di permukiman, perkantoran
Indonesia. Sampel penelitian ini (business centres), industri, dan
diperoleh dengan stratified cluster kawasan lainnya.
sampling methods, dimana ƒ Sampel kemudian diambil secara
penentuannya dilakukan dengan cara random pada kawasan-kawasan
berikut: tersebut di kota-kota Jakarta,
ƒ Melakukan stratifikasi populasi Bandung dan Surabaya, dengan
kendaraan berdasarkan kategori melakukan wawancara pengguna
pulau. Dari stratifikasi ini hanya jalan.
diambil pulau Jawa sebagai ƒ Teknik sampel dan perhitungan
sampel, dimana jumlah kenda nya didasarkan kepada teori WG
raan yang ada di pulau ini Cohran (1953)
mencapai hampir 60% kendaraan
beroperasi. 4.4.2. Teknik Pengumpulan
ƒ Melakukan stratifikasi populasi Data
kendaraan di pulau Jawa Pengumpulan data dilakukan dengan
berdasarkan kategori kota cara, yaitu:
metropolitan. Dari stratifikasi ini ƒ Untuk data sekunder diperoleh
diperoleh kota-kota metropolitan dari intansi atau lembaga yang
di Pulau Jawa mencakup Jakarta, berwenang, seperti: Dinas
Bandung, Semarang, Yogyakarta Kimpraswil setempat, Biro Pusat
dan Surabaya. Dari stratifkasi Statistik, Gaikindo, Dealer/
tersebut hanya diambil kota Perusahaan setempat, dan lain-
Jakarta, Bandung dan Surabaya lain.
sebagai sampel, dimana jumlah
ƒ Untuk data primer diperoleh yang disebarkan. Sampel dipilih
dengan melakukan survai secara secara acak untuk
wawancara terstruktur dengan memberikan variasi data, namun
menggunakan formulir isian yang rumah tangga yang dijadikan sampel
telah dipersiapkan. Survai ini dipilih untuk rumah tangga yang
dapat dilakukan dengan memiliki kendaraan mobil atau
wawancara pengguna jalan pada minimal sepeda motor, sehingga
kawasan-kawasan tertentu di responden pada hakekatnya bukan
wilayah perkotaan di lokasi studi. merupakan pengguna jalan yang
bersifat captive untuk suatu kegiatan
transportasi.
V. DATA DAN HASIL ANALISIS Komposisi sampel berdasarkan
kawasan permukiman/perumahan di
5.1. Manajemen Permintaan wilayah Surabaya ini diperlihatkan
Transportasi pada tabel 2 berikut.
Survei pendapat mengenai kebijakan
5.1.1.Profil Responden
manajemen permintaan transportasi
ini dilaksanakan pada kawasan Profil dari responden Bandung,
permukiman/perumahan yang relatif Jakarta maupun Surabaya yang
menghadapi permasalahan kemace dijadikan sampel penelitian ini dapat
tan pada kondisi (jaringan, ruas, dikemukakan rataannya sebagai
akses) jalan di sekitar kawasan berikut:
tersebut. Meskipun penelitian ini tidak a) Katagori latar belakang
dimaksudkan untuk menangani pendidikan, memperlihatkan
permasalahan kemacetan secara bahwa pada umumnya responden
khusus pada suatu kawasan berpendidikan menengah-tinggi
kompleks permukiman/perumahan rata-rata sekitar 39%, SLA 24%,
dengan penerapan kebijakan lainnya sisanya
manajemen permintaan transportasi, b) Berdasarkan jenis pekerjaan,
namun dalam pemilihan kawasan responden pada umumnya
permukiman/perumahan yang berasal dari kalangan pegawai
dijadikan sampel dipertimbangkan swasta sekitar 60%,
pula faktor strata sosial-ekonomi wiraswasta/dagang sekitar 28%,
lingkungan kawasan tersebut. pegawai negeri sipil/pegawai
Unit observasi dalam penelitian ini BUMN/TNI/polisi sebanyak 7%,
adalah rumah tangga di daerah dan mahasiswa sekitar 3,2%.
kompleks permukiman/perumahan. c) Berdasarkan kategori
Responden penelitian adalah kepala pengeluaran rumah tangga
rumah tangga atau orang yang selama sebulan sebagai proxy
dianggap cukup memadai untuk tingkat penghasilan atau strata
memberikan jawaban atas kuesioner sosial-ekonomi, responden
umumnya berasal dari kalangan proporsi pendapatan (pengeluaran
masyarakat berpenghasilan rumah tangga) mereka di tiap
rendah (< 1 juta) Bandung kota.
sekitar 54,6%, Jakarta 32,2% ‰ Tentang jarak perjalanan pada
dan Surabaya sebesar 26,8%, umumnya hampir menunjukan
masyarakat berpenghasilan (1 – 2 prosentase relatif sama (tiap
juta) untuk Bandung, Jakarta dan kota), yaitu sekitar 50% untuk
Surabaya berturut-turut 28%, jarak 5-20 km, sekitar 30% di
35% dan 20%, untuk menengah atas 20 km. Sisanya untuk
(2–5 juta) berturut-turut 12%, perjalanan kurang dari 5 km dan
28,5% dan 36,5% Bandung, atau lebih dari 50 km.
Jakarta dan Surabaya. Sedangkan ‰ Biaya perjalanan menunjukan
katagori berpenghasilan agak bahwa warga Bandung 85% ,
tinggi adalah 1,6% Bandung, Jakarta 54,9% dan Surabaya
4,4% Jakarta, dan Surabaya 66,7% menyatakan lebih rendah
16,7%. sisanya merupakan dari 10.000 rupiah per hari. Di
masyarakat berpenghasilan tinggi atas 10.000 rupiah sekitar 14% ,
(> 5,0 juta). 45%, dan 31% berturut-turut
untuk Bandung, jakarta da
5.1.2. Pola Kegiatan Transportasi Surabaya.
Pendapat masyarakat (responden)
5.1.3. Pendapat Masyarakat
mengenai kegiatan transportasi yang
dilakukan sekarang sbb: ‰ Pendapat responden mengenai
‰ Pendapat responden tentang waktu perjalanan untuk kegiatan
maksud perjalanan menyatakan rutin yang dilakukan setiap hari
bahwa rata-rata sekitar 80% sekarang ini relatif lebih lama
untuk bekerja, ke sekolah sekitar bagi 59,4% Bandung, 62% untuk
6% dan lain-lainnya 14% Jakarta dan 40,5% responden
‰ Penggunaan jenis moda terlihat Surabaya. Namun, di jakarta
bahwa pada umumnya mereka 37,6% menilai tetap sama,
menggunakan Angkutan Umum sedangkan untuk Bandung 29%
sekitar 42% Bandung, Jakarta dan 32,5% responden Surabaya
43% dan 17% untuk Surabaya. menyatakan lebih cepat,
Mobil pribadi sekitar 8%, 42% sedangkan 27,0% responden
dan 33% untuk Bandung, Jakarta menyatakan tetap sama. Alasan
dan Surabaya. Sedangkan responden yang menyatakan
penggunaa kendaraan waktu perjalanan lebih lama
dinas/perusahaan 45% Bandung, dikemukakan antara lain jumlah
4% jakarta dan 50% Surabaya. kendaraan yang semakin banyak
Komposisi penggunaan ini dan meningkat pesat, jumlah
kelihatannya sesuai dengan penduduk dan pendatang yang
setiap tahun meningkat, Sedangkan alasan responden
banyaknya kompleks perumahan yang menyatakan biaya
baru, kegiatan ekonomi (dagang) perjalanan yang lebih murah
yang meluap ke jalan, penyediaan dikemukakan antara lain
prasarana jalan terbatas, perilaku penggunaan kendaraan yang
pengemudi di jalan yang kurang hemat bahan bakar (sepeda
disiplin, dan lain-lain. Sedangkan motor), ketersediaan sarana dan
alasan responden yang trayek angkutan yang langsung,
menyatakan waktu perjalanan lokasi tempat bekerja yang
yang lebih cepat dikemukakan sekarang lebih dekat, dan lain-
antara lain ketersediaan sarana lain.
dan trayek angkutan yang
langsung, penggunaan kendaraan
pribadi lebih cepat (sepeda sama
motor), adanya prasarana jalan 23.0% lebih
tol, dan lain-lain. mahal
45.2%
‰ Pendapat responden mengenai
biaya perjalanan untuk kegiatan
rutin yang dilakukan setiap hari lebih
sekarang ini relatif lebih mahal murah
31.7%
bagi 72,3% warga Bandung,
76,3% warga Jakarta dan 45,2%
responden Surabaya. Sekitar Gambar 1. Opini Biaya Transportasi
20%, dan 31,7% responden Sekarang (Surabaya)
Bandung & Surabaya menyatakan
lebih murah, sedangkan sekitar ‰ Pendapat responden mengenai
23,0% responden warga Jakarta perlu/tidaknya pelibatan
dan Surabaya menyatakan tetap
masyarakat dalam kebijakan
sama. Alasan responden yang
penanganan kemacetan lalu lintas
menyatakan biaya perjalanan
(kebijakan TDM), sebagian besar
lebih mahal dikemukakan antara
lain kenaikan tarif angkutan responden menyatakan setuju,
umum, kemacetan lalu lintas, untuk Bandung 91%, Jakarta
waktu perjalanan yang lebih 80% dan Surabaya 87,3%,
lama, penggunaan kendaraan sedangkan sekitar 9% responden
taksi, lokasi tempat bekerja yang Bandung, Jakarta 16%, dan
sekarang lebih jauh, dan lain-lain. Surabaya 4,8% menyatakan tidak
Responden Bandung dan Jakarta setuju, sisanya 7,9% responden
umumnya sama polanya yaitu lainnya di Surabaya menyatakan
menggunakan angkutan umum, tidak tahu atau tidak
mahal dan lama waktunya. memberikan pendapat.
tidak preferensi responden sama untuk
setuju kebijakan pengenaan biaya tol
4.8%
dan pentarifan biaya parkir yang
lebih tinggi.
tidak tahu
7.9%
‰ Pada kelompok kebijakan
regulasi/pengaturan (Kelompok
setuju
C), preferensi responden adalah
87.3%
57,1% untuk kebijakan
pengaturan akses kawasan pada
Gambar 2. Opini Keterlibatan jam-jam tertentu (jam sibuk),
Masyarakat Dalam Rencana Kebijakan 10,3% untuk kebijakan
TDM (Surabaya) penyediaan tempat parkir bagi
kendaraan berokupansi tinggi,
9,5% untuk kebijakan pengaturan
5.1.4. Preferensi Masyarakat
hari kerja, 7,9% untuk kebijakan
Atas Rencana Kebijakan
penyediaan lajur bagi kendaraan
TDM
berokupansi tinggi, 5,6% untuk
Dari hasil pengumpulan data yang kebijakan insentif karcis bebas
dilakukan, dapat dikemukan angkutan tertentu pada
preferensi masyarakat terhadap jalur/trayek tertentu, dan masing-
rencana kebijakan manajemen masing 4,8% untuk kebijakan
permintaan transportasi tersebut, bekerja di rumah (tele-commuting
lokasi Surabaya yaitu: to work) dan pengaturan jam
‰ Pada kelompok kebijakan kerja.
penyediaan fasilitas (Kelompok ‰ Pada kelompok kebijakan
A), sebagian besar responden program pendukung (Kelompok
memberikan pilihan ke satu pada D), preferensi responden adalah
opsi kebijakan penyediaan 69,8% untuk kebijakan
billboard informasi jalan macet pengaturan akses jalan pada jam-
dan rute alternatif (65,9%), jam tertentu (jam sibuk), 16,7%
sedangkan 22,2% memilih pada untuk kebijakan penyediaan dan
opsi kebijakan penyediaan pengaturan lampu lalu lintas, dan
kendaraan jemputan yang 14,3% untuk kebijakan
diselenggarakan baik oleh penyediaan billboard informasi
pemerintah, swasta, atau kondisi lalu lintas sekitar.
masyarakat sendiri, dan sisanya ‰ Untuk keseluruhan pilihan
11,9% responden lainnya memilih kebijakan manajemen permintaan
pada opsi kebijakan park and transportasi, preferensi utama
ride.. masyarakat yang dilihat dari nilai
‰ Pada kelompok kebijakan rata-rata prosentase pilihan
pentarifan (Kelompok B), terlihat cenderung kepada
kebijakan pengenaan biaya tol (41,3%), penyediaan kendaraan
dan pentarifan biaya parkir yang jemputan baik oleh pemerintah,
lebih tinggi (50,0%), pengaturan swasta, atau masyarakat sendiri
akses jalan pada jam-jam (32,9%), dan penyediaan
tertentu/jam sibuk (42,6%), billboard informasi kondisi lalu
penyediaan billboard informasi lintas sekitar (29,4%).
jalan macet dan rute alternatif

Tabel 2.
Preferensi Responden Terhadap Rencana Kebijakan TDM

Preferensi Responden Terhadap Kebijakan TDM Rata-


No Kebijakan TDM Rank 1 Rank 2 Rank 3 Rank 4 Rank 5 Rank 6 Rank 7 Rata Rangking
A. Penyediaan Fasilitas
1 Park&Ride 11.9% 23.0% 65.1% 25.9% 7
2 Carpool/Vanpool 22.2% 61.9% 15.9% 32.9% 4
3 Billboard_Macet 65.9% 15.1% 19.0% 41.3% 3
B. Pentarifan
4 BiayaTol 50.0% 50.0% 50.0% 1
5 BiayaParkir 50.0% 50.0% 50.0% 1
C. Regulasi
6 HOV 7.9% 23.8% 17.5% 39.7% 2.4% 3.2% 5.6% 15.5% 9
7 ParkArea 10.3% 20.6% 15.1% 9.5% 32.5% 11.1% 0.8% 14.8% 10
8 Insentif 5.6% 4.0% 16.7% 27.8% 14.3% 27.8% 4.0% 12.1% 13
9 Telework 4.8% 7.9% 11.1% 14.3% 12.7% 15.1% 34.1% 10.6% 14
10 JamKerja 4.8% 16.8% 22.4% 1.6% 28.0% 12.0% 14.4% 12.8% 12
11 HariKerja 9.5% 24.6% 10.3% 4.0% 4.8% 27.0% 19.8% 13.3% 11
12 Akses_Kwsn 57.1% 2.4% 6.3% 4.0% 4.8% 4.0% 21.4% 20.9% 8
D. Program Pendukung
13 Lampu LL 16.7% 31.0% 52.4% 28.1% 6
14 Billboar_Kwsn 14.3% 50.8% 34.9% 29.4% 5
15 Akses_Jln 69.8% 16.7% 13.5% 42.6% 2

5.1.5. Partisipasi Masyarakat memberikan hasil yang agak berbeda


Atas Rencana Kebijakan yang mana dapat dikemukakan
TDM sebagai berikut:
Sementara preferensi masyarakat ‰ Pada kelompok kebijakan
berdasarkan probabilitas penyediaan fasilitas (Kelompok
dukungannya terhadap rencana A), tingkat partisipasi responden
penerapan suatu kebijakan tercatat cukup tinggi, dimana
manajemen permintaan transportasi 42,9% responden menyatakan
akan ikut berpartisipasi penuh kebijakan pengaturan akses
(75,0-100,0%) pada rencana kawasan pada jam-jam tertentu
kebijakan penyediaan billboard (jam sibuk), 14,3% responden
informasi jalan macet dan rute untuk rencana kebijakan
alternatif, sedangkan 37,3% pentarifan biaya parkir yang lebih
responden menyatakan akan ikut tinggi, 7,1% responden untuk
berpartispasi pada rencana rencana kebijakan pengaturan
kebijakan penyediaan kendaraan hari kerja, 6,3% responden untuk
jemputan yang diselenggarakan rencana kebijakan penyediaan
baik oleh pemerintah, swasta, tempat parkir bagi kendaraan
atau masyarakat sendiri, dan berokupansi tinggi, 4,8%
sisanya 36,5% responden lainnya responden untuk rencana
menyatakan akan ikut kebijakan penyediaan lajur bagi
berpartisipasi pada rencana kendaraan berokupansi tinggi,
kebijakan park and ride. dan sisanya masing-masing 3,2%
‰ Pada kelompok kebijakan responden untuk rencana
pentarifan (Kelompok B), tingkat kebijakan insentif karcis bebas
partipasi responden tercatat agak angkutan tertentu pada
rendah, dimana hanya 20,6% jalur/trayek tertentu dan bekerja
responden menyatakan akan ikut di rumah (tele-commuting to
berpartisipasi penuh (75,0- work). Pilihan kebijakan pada
100,0%) pada rencana kebijakan Kelompok C ini, meskipun dipilih
pengenaan biaya tol, dan sisanya oleh cukup banyak responden
6,3% responden lainnya pula, namun kurang didukung
menyatakan akan ikut oleh preferensi responden untuk
berpartisipasi pada rencana ikut berpartisipasi.
kebijakan pentarifan biaya parkir ‰ Pada kelompok kebijakan
yang lebih tinggi. Pilihan program pendukung (Kelompok
kebijakan pada Kelompok B ini D), tingkat partisipasi responden
meskipun dipilih oleh cukup tercatat sedang, dimana 25,4%
banyak responden, namun kurang responden menyatakan akan ikut
didukung oleh preferensi berpartisipasi penuh (75,0-
responden untuk ikut 100,0%) pada rencana kebijakan
berpartisipasi. pengaturan akses jalan pada jam-
‰ Pada kelompok kebijakan jam tertentu (jam sibuk), 13,5%
regulasi/pengaturan (Kelompok responden untuk rencana
C), tingkat partisipasi responden kebijakan penyediaan dan
juga tercatat rendah, dimana pengaturan lampu lalu lintas, dan
23,8% responden menyatakan 9,5% responden untuk rencana
akan ikut berpartisipasi penuh kebijakan penyediaan billboard
(75,0-100,0%) pada rencana
informasi kondisi lalu lintas penyediaan kendaraan jemputan
sekitar. baik oleh pemerintah, swasta,
‰ Untuk keseluruhan pilihan atau masyarakat sendiri (31,3%),
kebijakan manajemen permintaan park and ride (31,2%),
transportasi, berdasarkan nilai pengaturan akses kawasan pada
rata-rata tertimbang partisipasi, jam-jam tertentu/jam sibuk
tingkat partisipasi masyarakat (27,4%), serta masing-masing
cenderung relatif tinggi untuk 23,8% untuk rencana kebijakan
rencana kebijakan penyediaan pengaturan jam kerja dan
billboard informasi jalan macet pengenaan biaya tol.
dan rute alternatif (33,1%),

Tabel 3.
Probabilitas Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan TDM

% Dukungan Terhadap Kebijakan TDM Rata-


No Kebijakan TDM 75-100% 50-75% 25-50% 0-25% Rata Rangking
A. Penyediaan Fasilitas
1 Park&Ride 36.5% 36.5% 16.7% 10.3% 31.2% 3
2 Carpool/Vanpool 37.3% 35.7% 16.7% 10.3% 31.3% 2
3 Billboard_Macet 42.9% 38.1% 10.3% 8.7% 33.1% 1
B. Pentarifan
4 BiayaTol 20.6% 26.2% 26.2% 27.0% 23.8% 5
5 BiayaParkir 6.3% 24.6% 36.5% 32.5% 19.3% 13
C. Regulasi
6 HOV 4.8% 31.7% 42.1% 21.4% 21.2% 12
7 ParkArea 6.3% 35.7% 44.4% 13.5% 23.1% 7
8 Insentif 3.2% 34.9% 46.0% 15.9% 21.9% 9
9 Telework 3.2% 31.7% 47.6% 17.5% 21.3% 11
10 JamKerja 14.3% 26.2% 45.2% 14.3% 23.8% 5
11 HariKerja 7.1% 32.5% 44.4% 15.9% 22.6% 8
12 Akses_Kwsn 23.8% 34.1% 29.4% 12.7% 27.4% 4
D. Program Pendukung
13 Lampu LL 13.5% 29.4% 22.2% 34.9% 21.4% 10
14 Billboar_Kwsn 9.5% 23.0% 30.2% 37.3% 19.3% 13
15 Akses_Jln 25.4% 21.4% 18.3% 34.9% 23.4% 6
5.2. Prioritas Rencana Kebijakan karena penjumlahan dari nilai-nilai
TDM bobot dari suatu persamaan utilitas
harus sama dengan satu (=1), maka
Dari hasil pembahasan sebelumnya
persamaan utilitas yang dibentuk
preferensi masyarakat terhadap
dalam bentuk linear dapat
rencana kebijakan manajemen
dikemukakan seperti berikut ini:
permintaan transportasi terlihat
U = x1.u1 + x2. u2
berbeda atau tidak konsisten, bila
dimana,
dilihat dari preferensi pilihan dan
U : Nilai utilitas preferensi kebijakan
tingkat partisipasinya. Oleh karena
x1 : Nilai bobot/koefisien dari faktor
itu, agar diperoleh suatu indikator
pilihan
preferensi yang komprehensif, maka
u1 : Nilai utilitas dari faktor pilihan
perlu dikembangkan persamaan
x2 : Nilai bobot/koefisien dari faktor
utilitas preferensi kebijakan yang
partisipasi
didasarkan pada nilai preferensi
u2 : Nilai utilitas dari faktor
pilihan dan partisipasi. Dalam
partisipasi
perumusan persamaan utilitas
x1 : 0,4
preferensi kebijakan tersebut,
x2 : 0,6
digunakan asumsi bahwa nilai bobot
Dengan menggunakan persamaan
dari faktor partisipasi dianggap lebih
utilitas preferensi kebijakan tersebut,
berpengaruh daripada faktor pilihan,
maka dapat dihitung nilai-nilai utilitas
sehingga nilai bobot dari faktor
preferensi kebijakan sebagaimana
partisipasi harus lebih besar dari nilai
diperlihatkan pada tabel berikut :
bobot faktor pilihan. Demikian pula
Tabel 4
Prioritas Kebijakan TDM Menurut Preferensi dan Dukungan Masyarakat
Pilihan Partisipasi Utilitas Nilai
No Kebijakan TDM u1 u2 Total Normalisasi Rangking
A. Penyediaan Fasilitas
1 Park&Ride 25.9 31.15 29.0 62.0 6
2 Carpool/Vanpool 32.9 31.25 31.9 76.8 3
3 Billboard_Macet 41.3 33.13 36.4 100.0 1
B. Pentarifan
4 BiayaTol 50.0 23.81 34.3 89.1 2
5 BiayaParkir 50.0 19.35 31.6 75.3 4
C. Regulasi
6 HOV 15.5 21.23 18.9 9.8 12
7 ParkArea 14.8 23.12 19.8 14.3 10
8 Insentif 12.1 21.92 18.0 5.1 14
9 Telework 10.6 21.33 17.0 0.0 15
10 JamKerja 12.8 23.81 19.4 12.2 11
11 HariKerja 13.3 22.62 18.9 9.7 13
12 Akses_Kwsn 20.9 27.38 24.8 40.1 7
D. Program Pendukung
13 Lampu LL 28.1 21.43 24.1 36.5 8
14 Billboar_Kwsn 29.4 19.35 23.4 32.7 9
15 Akses_Jln 42.6 23.41 31.1 72.7 5
Dari tabel. tersebut dapat pemakai jalan, yaitu biaya
dikemukakan bahwa preferensi operasi kendaraan dan nilai
utama masyarakat yang memberikan waktu perjalanan. Besaran biaya
nilai utilitas yang terbesar bagi satuan BOK dihitung dengan
masyarakat dalam kaitannya dengan menggunakan mode simplifikasi
kebijakan manajemen permintaan persamaan BOK yang
transportasi terutama pada 6 dikembangkan dalam RUCM-
alternatif kebijakan terbaik (nilai IRMS. Besaran biaya satuan nilai
utilitas normalisasi di atas 50,0): waktu perjalanan dihitung dengan
penyediaan billboard informasi jalan menggunakan pendekatan
macet dan rute alternatif (36,4), pendapatan (income approach),
pengenaan biaya tol/retribusi (34,3), untuk mengakomodir variasi
penyediaan kendaraan jemputan baik wilayah.
oleh pemerintah, swasta, atau 4) Menghitung besaran biaya
masyarakat sendiri (31,9), pentarifan kemacetan dengan mengalikan
biaya parkir yang lebih tinggi (31,6), besaran biaya satuan dari
pengaturan akses kawasan pada jam- komponen-komponen biaya
jam tertentu/jam sibuk (31,1), dan pemakai jalan dengan besaran
kebijakan park and ride (29,0). perubahan kecepatan dan
besaran perubahan waktu
VI. BIAYA KEMACETAN perjalanan/tempuh pada suatu
kondisi lalu lintas di wilayah
Dalam penelitian ini perhitungan
kajian.
biaya kemacetan dilakukan dengan
metode tak langsung dan dengan Besaran biaya satuan BOK dihitung
asumsi-asumsi, dimana prosedur dengan persamaan berikut ini:
yang dilakukan adalah sebagai Besaran BOK = BOK-Dasar • Indeks-BOK
berikut: Indeks-BOK =
1
1) Mengidentifikasi karakteristik α + β1 • + β2 • V2 + β3 • V •IRI + β4 •
geometrik jalan/jaringan jalan V
2) Menghitung besaran kecepatan, (IRI)2
volume lalu lintas, serta besaran dimana,
perubahan kecepatan dan waktu α : Konstanta (constant)
tempuh dengan menggunakan β1, β2, β3, β4, : Koefisien model
persamaan hubungan kecepatan V : Kecepatan
dan arus yang dikembangkan operasional
dalam Kapasitas Jalan Indonesia IRI : Ketidakrataan
(KAJI) permukaan
3) Menghitung besaran biaya satuan Nilai-nilai dari koefisien persamaan
dari biaya pemakai jalan, untuk indeks-BOK dapat dilihat pada tabel
masing-masing komponen biaya berikut ini.
Tabel 5.
Nilai Koefisien Persamaan Indeks-BOK

Tipe Koefisien Model BOK


2 2
Kendaraan Constant 1/V V V•IRI IRI Dasar
Sepeda Motor 0.971320 0.815626 0.000002 0.000007 0.000593 234.11
Sedan/Mobil Pnpg 0.971340 0.815642 0.000002 0.000007 0.000593 936.48
Utiliti Pnpg 0.648168 15.939129 0.000006 0.000019 0.001568 769.07
Utiliti Brg 0.648171 15.939221 0.000006 0.000019 0.001568 961.34
Bis Sedang 0.636615 15.511571 0.000015 0.000027 0.001195 1,746.84
Bis Besar 0.713321 11.097397 0.000019 0.000017 0.001555 2,687.88
Truk Ringan 0.622574 16.282713 0.000014 0.000025 0.001465 1,636.36
Truk Sedang 0.606395 14.606723 0.000035 0.000026 0.001111 2,125.24
Truk Berat 0.652913 12.582431 0.000032 0.000029 0.001285 2,842.41
Semi Trailer 0.702891 11.460955 0.000020 0.000034 0.001490 3,143.17
Trailer 0.735156 10.736967 0.000012 0.000038 0.001622 3,454.59

Bentuk hubungan besaran BOK dengan kecepatan operasional kendaraan


(dengan IRI = 3.0; konstan) dapat digambarkan secara grafis seperti terlihat
pada gambar berikut :

6.000
Besaran BOK (Rp/km)

Sepeda Motor Sedan


Utiliti-Pnp Utiliti-Brg
5.000 Bis Sedang Bis Besar
Truk Ringan Truk Sedang
Truk Berat Semi Trailer
4.000 Trailer Total

3.000

2.000

1.000

0
0 20 40 60 80 100 120
Kecepatan (km/jam)

Gambar 3. Bentuk Hubungan Besaran BOK Dengan Kecepatan


Sementara hasil perhitungan besaran biaya satuan nilai waktu perjalanan dengan
menggunakan pendekatan pendapatan untuk wilayah kajian ini dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 6
Hasil Perhitungan Besaran NWP
GRDP/Kapita (Million Rupiah) GRDP/Kapita/Hour (Million Rupiah)
2004 2004
Province/Region Current Constant Current Constant
with Oil & without Oil with Oil & without Oil & with Oil & without Oil with Oil without Oil
Gas & Gas Gas Gas Gas & Gas & Gas & Gas
DKI Jakarta 47,584,795 47,584,795 7,156,629 7,156,629 19,033.9 19,033.9 2,862.7 2,862.7
Jaw a Barat 8,051,531 6,762,082 1,372,008 253,484 3,220.6 2,704.8 548.8 101.4
Jaw a Barat
Banten
Jaw a Tengah 7,517,448 6,984,662 1,323,393 1,218,265 3,007.0 2,793.9 529.4 487.3
DI Yogy akarta 7,618,668 7,618,672 1,637,910 1,637,910 3,047.5 3,047.5 655.2 655.2
Jaw a Timur 9,918,543 9,886,734 1,612,643 1,610,515 3,967.4 3,954.7 645.1 644.2
Sumatera 10,837,278 8,027,578 1,940,588 1,572,813 4,334.9 3,211.0 776.2 629.1
Jaw a and Bali 11,426,093 10,866,981 1,939,913 1,880,900 4,570.4 4,346.8 776.0 752.4
Kalimantan 20,057,893 10,425,317 5,052,087 2,593,548 8,023.2 4,170.1 2,020.8 1,037.4
Sulaw esi 7,065,352 7,032,868 1,261,035 1,257,269 2,826.1 2,813.1 504.4 502.9
Maluku 1,750,729 1,740,835 499,317 494,897 700.3 696.3 199.7 198.0
Maluku
Maluku Utara
Irian Jay a/Papua 20,876,134 19,962,608 3,620,443 3,561,332 8,350.5 7,985.0 1,448.2 1,424.5
Rata-rata Indonesia 12,774,033 9,902,375 2,494,402 1,886,569 5,110 3,961 998 755

Perhitungan biaya kemacetan di c. Nilai Waktu Perjalanan


wilayah studi yang dikaji sebagai Nilai waktu perjalanan terdiri dari
sample untuk kota Surabaya, adalah nilai waktu penumpang untuk
dengan beberapa asumsi sebagai jenis kendaraan sepeda motor,
berikut: mobil penumpang dan bis,
a. Asumsi Perhitungan sedangkan untuk kendaraan truk
Dalam perhitungan biaya digunakan nilai waktu barang.
kemacetan digunakan beberapa Nilai waktu penumpang dihitung
dengan pendekatan pendapatan,
asumsi seperti terlihat pada tabel
yaitu dengan menggunakan data
7.
produk domestik regional bruto
b. Besaran Biaya Operasi Kendaraan
harga konstan untuk masing-
Dalam perhitungan biaya operasi masing wilayah kota yang distudi.
kendaraan ini, diasumsikan Sementara nilai waktu barang
bahwa kondisi operasional diperoleh dengan mengupdate
kendaraan pada jaringan jalan di hasil penelitian tahun 1997
ketiga kota yang dikaji hanya berkenaan nilai waktu barang
dipengaruhi oleh dua kondisi, yang dilakukan dengan
yaitu kondisi normal dan kondisi pendekatan stated preference.
macet, seperti terlihat pada tabel 8.
Ringkasan hasil perhitungan nilai d. Biaya Kemacetan Per Kapita Per
waktu perjalanan diberikan pada Hari
tabel 9. Biaya kemacetan per kapita per
hari dihitung dengan
Tabel 7. menjumlahkan selisih biaya
Asumsi Perhitungan
operasi kendaraan antara macet
Parameter B esaran S atu an dan normal, yang telah dikonversi
K ecep atan N o rmal 40 jm/jam
K ecep atan M acet 20 jm/jam
ke dalam rupiah/orang/hari, dan
Trip R ate 1.7 trip /o rg /h r menjumlahkannya dengan selisih
Trip L en g th 8.0 km nilai waktu perjalanan
Jarak Perjalan an 13.6 km/o rg /h r
Ju mlah K en d araan :
(rupiah/orang) antara kondisi
S ep ed a M o to r 2,650,000 ken d araan macet dan normal. Hasil
M o b il Pen u mp an g 1,470,000 ken d araan perhitungannya diberikan pada
B is 312,000 ken d araan
Tru k 187,200 ken d araan tabel berikut.
Tin g kat K eterisian :
S ep ed a M o to r 1.5 o ran g Tabel 10.
M o b il Pen u mp an g 2.1 o ran g
B is 22.0 o ran g
Biaya Satuan Kemacetan
Tru k 8.0 to n
Biaya Kemacetan (Rp/kapita/hari)
K o mp o sisi K en d araan : Kota Jenis Kendaraan
S ep ed a M o to r 0.50 - SM MP Bis Truk
SURABAYA 1338,4 3327,7 7270,9 15.092,8
M o b il Pen u mp an g 0.35 -
B is 0.10 -
Tru k 0.05 - e. Biaya Kemacetan Per Tahun
Ju mlah H ari S etah u n 300.00 h ari
Biaya kemacetan per tahun
dihitung dengan mengalikan
Tabel 8. biaya satuan kemacetan
Biaya Operasi Kendaraan Berdasarkan tertimbang (berdasarkan faktor
Jenis Kendaraan komposisi lalu lintas), dengan
Biaya Operasi Kendaraan (Rp/Km/Kend)
jumlah penduduk, dan jumlah hari
Jenis Kendaraan dalam setahun. Hasil
Kasus SM MP Bis Truk perhitungannya diberikan pada
Normal 596.9 2,387.6 4,399.1 5,478.8
Macet 701.7 2,806.6 5,753.9 7,212.4
tabel berikut :
Selisih 104.8 419.0 1,354.8 1,733.6
Tabel 11.
Tabel 9. Biaya Kemacetan
Nilai Waktu Perjalanan Berdasarkan Kota Jumlah Biaya
Jenis Kendaraan dan Kota Penduduk Kemacetan
(jiwa) (juta Rp)
Nilai Waktu (Rp/Kendaraan) SURABAYA 2.599.796 2.605.486
Kasus Jenis Kendaraan
SM MP Bis Truk
Dari tabel tersebut terlihat bahwa
Normal 219,3 307,0 3216,7 7310,6
kerugian akibat kemacetan sebesar
Macet 658,0 921,1 9650,1 21.931,9
Rp 2,61 trilun per tahun untuk kota
Selisih 438,6 614,1 6433,4 14.621,3
Surabaya.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN pentarifan biaya parkir yang lebih
tinggi (31,6), pengaturan akses
7.1 Kesimpulan kawasan pada jam-jam tertentu/jam
Dari pembahasan yang dilakukan sibuk (31,1), dan kebijakan park
sebelumnya, maka dapat and ride (29,0)
disampaikan beberapa pokok pikiran, 4. Kerugian akibat kondisi kemacetan
yaitu sebagai berikut: pada wilayah yang distudi adalah
1. Permasalahan kemacetan di sebesar Rp 2,61 trilun per tahun
wilayah perkotaan mulai disadari untuk Surabaya.
masyarakat telah membawa
implikasi kerugian yang antara 7.2 Saran
lain: waktu perjalanan yang lebih Studi peran serta masyarakat dalam
lama, biaya transportasi yang mengurangi kerugian akibat kemacetan
semakin tinggi, dan lain-lain. menggunakan transport demand
2. Dalam mengatasi permasalahan management (TDM) yang dilakukan
kemacetan di wilayah perkotaan, pada tahun 2004 ini masih bersifat
pelibatan masyarakat dalam indikatif, meskipun preferensi
kebijakan yang akan diambil masyarakat atas alternatif kebijakan
menjadi penting. Opini masyarakat manajemen permintaan transportasi
tentang perlunya berpartisipasi sudah dapat diidentifikasi. Namun
dalam kebijakan manajemen demikian, hasil penelitian ini
permintaan transportasi menunjukkan belumlah dapat dijadikan dasar bagi
hasil penelitian yang mendukung, rencana penerapan suatu kebijakan
dimana untuk Surabaya 87,3% manajemen permintaan transportasi,
responden setuju, Jakarta 79,4% karena dalam tingkatan tertentu,
dan Bandung 91,4% untuk penerapan suatu kebijakan TDM
melibatkan masyarakat dalam memerlukan dasar penelitian yang
penerapan kebijakan manajemen lebih mendalam, misalnya kebijakan
permintaan transportasi. pentarifan (pricing) biaya tol atau
3. Nilai utilitas preferensi masyarakat biaya parkir yang memerlukan studi-
kota Surabaya terhadap kebijakan studi yang lebih mendalam seperti
manajemen permintaan transportasi studi willingness to pay (WTP) dan
yang dianggap memberikan nilai ability to pay (ATP), untuk mengetahui
utilitas terbesar adalah alternatif seberapa besar kemampuan dan
kebijakan: Penyediaan billboard kemauan masyarakat dalam membayar
informasi jalan macet dan rute harga/biaya/tarif pada suatu penerapan
alternatif (36,4), pengenaan biaya kebijakan baru. Demikian pula, dalam
tol/retribusi (34,3), penyediaan penerapan suatu kebijakan manajemen
kendaraan jemputan baik oleh transportasi memerlukan biaya
pemerintah, swasta, atau investasi fisik, yang seyogyanya
masyarakat sendiri (31,9), distudi terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA 8. Margolin, J.B, and Misch, M.R
(1981) Guidelines For Using
1. Sailendra, A.B. dkk.(2004): Peran Vanpools and Carpools As A TSM
Serta Masyarakat Dalam Technique. Transportation
Mengatasi Kemacetan. Laporan Research Board, National
Akhir. Pusat Litbang Prasarana Research Council, Washington
Transportasi. D.C.
2. Banister, D. and Hall, P. (1981) 9. Rohjan, Jajan (2003) Investigasi
Transport and Public Policy Model Ride Sharing Program
Planning. London Untuk Kawasan Perumahan Di
3. Cresswell, R. (1979) Urban Kawasan Pinggiran Bandung,
Planning and Public Transport. Tesis Magister Program
Construction Press. Pascasarjana Transportasi Institut
4. Edwards, D. John (1992) Teknologi Bandung.
Transportaion Planning 10. Tsao, J.H.S and Lin, D.J (1999)
Handbook. Institute of Spatial and Temporal Factors in
Transportation Engineers Estimating The Potential of Ride-
5. Ewing, Reid (1997) Sharing for Demand Reduction.
Transportation and Land Use California Partners For Advanced
Innovations. American Planning Transit and Highway.
Association, Chicago-Illinois. 11. Whittick, Arnold (1980)
6. Gray, G.E. and Lester, H. (1979) Encyclopedia of Urban Planning,
Public Transportation : Planning, Robert E., Krieger Publishing
Operation, and Management. Company, New York
Prentice Hall.
7. Larson, T.D (1981) Ridesharing Penulis :
Needs and Requirements: The
Ir. Agus Bari Sailendra, MSc adalah
Role of the Private and Public
Peneliti Madya bidang Transportasi &
Sectors. National Academy of
Lingkungan Jalan, Kepala Bidang
Sciences, Washington D.C.
Program & Kerja Sama, Pusat Litbang
Jalan dan Jembatan.

Anda mungkin juga menyukai