Anda di halaman 1dari 7

Pengertian dan Mekanisme Pemotongan PPh Pasal 21

PPh 21 adalah pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh
seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan
yang dilakukannya. PPh 21 dipotong dari penghasilan yang diterima oleh seseorang, sementara
di sisi lain, PPh 23 dipotong dari penghasilan yang diterima oleh suatu Badan. Umumnya PPh 21
ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian suatu perusahaan. Namun,
sebenarnya PPh 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya.

Perlakuan atas PPh 21 sangat bervariasi tergantung pada jenis penghasilannya. Ada berbagai
kategori jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, seperti:

1. Penghasilan bagi Pegawai Tetap


2. Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap
3. Penghasilan bagi Bukan Pegawai
4. Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final
5. Penghasilan Lainnya

Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, sangat perlu mengetahui siapa saja
pemotong PPh Pasal 21, siapa saja penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, apa saja
hak dan kewajiban pihak pemotong dan yang dipotong PPh Pasal 21, bagaimana mekanisme
pemotongan.

Pemotong PPh Pasal 21 terdiri dari:

1. Pemberi kerja
2. Bendahara dan pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun
4. Orang pribadi pembayar honorarium
5. Penyelenggara kegiatan

Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 terdiri dari:

1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh Pasal 21.
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
o Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
o Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
o Olahragawan;
o Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
o Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
o Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
o Agen iklan;
o Pengawas atau pengelola proyek;
o Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
o Petugas penjaja barang dagangan;
o Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
o Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai
Tetap pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib Pajak PPh Pasal 21. Selain itu,
kategori di bawah ini juga termasuk Wajib Pajak PPh 21:
5. Mantan pegawai; dan/atau
6. Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
o Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
o Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
o Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
o Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
o Peserta kegiatan lainnya.

Dalam hal pemberi kerja yang memotong PPh Pasal 21, dan hal-hal yang harus dilakukan adalah:

1. Melakukan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan tarif PPh yang
berlaku;
2. Membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT PPh Pasal 21;
3. Melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dengan terlebih dahulu
membuat kode billing (MAP-KJS 411121-100). Penyetoran dilakukan paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada bulan
April 2019, maka penyetoran PPh-nya adalah paling lambat dilakukan pada tanggal 15
bulan Mei 2019; dan
4. Melakukan pelaporan PPh Pasal 21 dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPh melalui
djponline.pajak.go.id atau ASP.

Jika orang pribadi penerima penghasilan dari pemberi kerja yang bertindak sebagai pemotong PPh
Pasal 21, maka perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Meminta dan mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1 dan 1721-A2) atas
penghasilan yang diterima dan dipotong PPh Pasal 21 secara berkala.
2. Apabila Anda berstatus sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun yang PPh Pasal 21
nya dipotong oleh pemberi kerja maupun dana pensiun, maka Anda berhak menerima bukti
pemotongan setiap awal tahun.
3. Apabila Anda berstatus sebagai penerima honorarium, bukan pegawai, dan peserta
kegiatan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21-nya oleh pemberi penghasilan, maka
Anda berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 setelah penghasilan dibayarkan.
4. Apabila Anda menerima penghasilan dari pemberi kerja, namun PPh Pasal 21-nya tidak
dipotong, maka penghasilan tersebut wajib diperhitungkan dan dilaporkan melalui SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi pada tahun pajak yang sama.

Subjek dan Non Subjek PPh Pasal 21 serta Hak dan Kewajibannya
Subjek Pajak PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi
yang merupakan :

1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya
3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian
jasa, meliputi:

 tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
 pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
 olahragawan;
 penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
 pengarang, peneliti, dan penerjemah;
 pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
 agen iklan;
 pengawas atau pengelola proyek;
 pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
 petugas penjaja barang dagangan;
 petugas dinas luar asuransi;
 distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya

4. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap
pada perusahaan yang sama;
5. mantan pegawai;
6. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain :

 peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
 peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
 peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
 peserta pendidikan dan pelatihan;
 peserta kegiatan lainnya

Bukan Subjek Pajak PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26


Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 adalah :

1. pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan
atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
2. pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

HAK DAN KEWAJIBAN SUBJEK PAJAK


1. Pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP,
penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga
pada permulaan tahun takwin atau pada permulaan menjadi subjek pajak
2. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang
dikenakan pemotongan untuk Tahun Pajak yang besangkutan, kecuali PPh yang bersifat
final
3. Apabila WP menerima penghasilan dari pemberi kerja yang dikecualikan sebagai pemotong
pajak, maka WP tersebut harus menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri dalam
SPT atas penghasilan tersebut.

Objek dan Non Objek PPh Pasal 21 serta yang dipotong PPh Pasal 21 Final
Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang
Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu
2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang
dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun;
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.

Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

 Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final; atau
 Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).

(didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian
kenikmatan yang diberikan.)

Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21


Tidak Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;
2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah;
3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
5. beasiswa, yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21
1. Penghasilan Tetap

Satria adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT Harapan Kreasi pada bulan
Januari 2018 dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak. Gaji pokok Satria adalah
sebesar Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada bulan Januari 2018 dari
perusahaan sebagai berikut:

1. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000


2. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
3. Tunjangan Transport Rp500.000

Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:

1. Jaminan Kesehatan oleh Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%


2. Jaminan Kecelakaan Kerja oleh Perusahaan 0,24%
3. Jaminan Kematian oleh Perusahaan 0,3%
4. Jaminan Hari Tua oleh Perusahaan 3,7% dan oleh Karyawan 2%
5. Jaminan Pensiun oleh Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%

Maka perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

Januari 2018

1. Gaji Pokok = Rp10.000.000


2. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000
3. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
4. Tunjangan Transport = Rp500.000

Penghasilan dari Pemberi Kerja per Bulan = Rp11.800.000

Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:

1. Jaminan Kesehatan (4%) = Rp320.000


2. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) = Rp24.000
3. Jaminan Kematian (0,3%) = Rp30.000
4. Penghasilan Bruto per Bulan = Rp12.174.000

Pengurang:

1. Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto) = Rp500.000


2. Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%) = Rp200.000
3. Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%) = Rp77.035
Penghasilan Netto per Bulan = Rp11.396.965

Penghasilan Netto per Tahun = Rp136.763.580

Ph. Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 = Rp67.500.000

Ph. Kena Pajak (PKP) = Rp69.263.000

Ph. Kena Pajak (PKP) - pembulatan ke ribuan terdekat

PPh 21 Terutang setahun (12 bulan) = Rp5.389.450

PPh 21 Terutang Januari 2018 = Rp449.120,83

Berarti PPh 21 yang harus dipotong oleh PT Harapan Kreasi pada bulan Januari 2018 adalah
sebesar Rp449.120,83.

2. Penghasilan Tidak Tetap

Tania adalah seorang freelancer dengan status belum menikah dan sudah memiliki NPWP.
Penghasilannya adalah Rp2.000.000 per minggu. Maka akan diakumulasikan sebulan yaitu
Rp8.000.000. Perhitungan pajak Tania yang gajinya dibayarkan secara mingguan adalah sebagai
berikut:

Rp2.000.000 x 4 = Rp8.000.000,-.

Penghasilan bruto = Rp8.000.000,-.

Biaya Jabatan = 5% x Rp8.000.000 = Rp400.000,-.

Penghasilan neto sebulan = Rp7.600.000,-.

Penghasilan neto setahun = 12 x Rp7.600.000 = Rp91.200.000,-.

PTKP setahun untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah Rp54.000.000 = Rp91.200.000 –
Rp54.000.000,-.

Penghasilan Kena Pajak setahun = Rp37.200.000,-.

PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp37.200.000 = Rp1.860.000,-.

Maka PPh Pasal 21 dalam satu bulan yang dikenakan pada penghasilan Tania adalah Rp38.750,-

Anda mungkin juga menyukai