Anda di halaman 1dari 21

ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

BERBASIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

Nazaruddin Khuluk
Staff Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Krisnadwipayana
e-mail: nazaruddin.khuluk@yahoo.com

Abstrak
Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) adalah sebuah konsep terapan
dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep
mempertahankan sumberdaya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan
umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem
iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Dengan
prinsip-prinsip dasar pengelolaan lingkungan hidup dalam mengelola sumberdaya
alam serta rekayasa desain dan teknologi dalam merancang arsitektur diharapkan
dapat arsitek dapat bijaksana dalam memanfaatkan sumberdaya alam sebagai
penunjang kebutuhan material-nya.

Kata Kunci: arsitektur berkelanjutan, prinsip-prinsip dasar pengelolaan lingkungan


hidup, rekayasa desain

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

“Pembangunan Berkelanjutan” atau “suistainable development” sebenarnya


bukanlah suatu hal yang baru baik lihat secara global maupun nasional. Namun
dalam pelaksanaannya masih belum dipahami dengan baik dan oleh karenanya
masih menunjukkan banyak kerancuan pada tingkat kebijakan dan pengaturan
dan mempunyai banyak gejala pada tatanan implementasi atau pelaksana.
Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang berkelanjutan yang mengandung
pengertian sebagai pembangunan yang memperhatikan dan mempertimbangkan
dimensi lingkungan hidup dalam pelaksanaannya sudah menjadi topik
pembicaraan dalam konferensi Stockholm (UN Conference on the Human
Environment) tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan

1
dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66), menurut Sundari
Rangkuti Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta jalan
keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya
dukung lingkungan (eco-development) (Rangkuti,2000:27)

ECONOMIC
suistainable growth
capital efficiency

SOCIAL ECOLOGICAL
Equity Ecosystem integrity
Social mobility Natural Resources
Empowerment Biodiversity
Partisipation Carrying capacity

Gambar. 1. Tiga Pilar Keberlanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan tidak dapat dipisahkan dari Economi, Ekologi,


dan Sosial. Ketiga pilar ini sangat mempengaruhi satu sama lainnya dalam sebuah
sistem dan tidak berdiri sendiri.

Dunia Arsitektur erat sekali hubungannya dengan dibidang konstruksi. Pada saat ini
pola perancangan Arsitektur yang mengaku modern ternyata banyak menimbulkan
dampak lingkungan dan merusak biodiversity. Dalam kegiatan konstruksi banyak
sekali prosesnya yang menggunakan material-material dari alam. Bidang konstruksi
adalah menyumbang kerusakan alam terbesar di muka bumi. Bumi kehilangan
hutan sebesar 50% dan 25% adalah kayu, hampir 17% air digunakan bidang
konstruksi. Penghasil gas CO2 meningkat 27% selama 100 tahun terakhir.
Membutuhkan energi 40% setiap tahun untuk konstruksi serta hilangnya Sumber
Daya Alam berupa mineral dan non-mineral sebanyak 50%.
Dari data-data di atas jelas sekali bidang konstruksi dalam hal ini Arsitektur adalah
penyebab utama kerusakan alam. Di samping itu dampak negatif dari

2
pembangunan konstruksi sangat beragam, antara lain adalah dieksploitasinya
sumber daya alam secara berlebihan. Simak saja, pertambangan sumber daya
alam yang dikeruk habis-habisan, penggundulan hutan tanpa penanaman kembali,
dimana hal-hal semacam ini dapat menurunkan kualitas sumber daya alam lain di
bumi. Tidak hanya itu, teknologi dan hasil teknologi yang digunakan manusia
seperti kendaraan, alat-alat produksi dalam sistem produksi barang dan jasa
(misalnya pabrik), peralatan rumah tangga dan sebagainya dapat menimbulkan
dampak negatif akibat emisi gasbuangan, limbah yang mencemari lingkungan.

Tampaknya, sangat tidak mudah untuk menghilangkan sama sekali dampak dari
pembangunan dan konstruksi terhadap lingkungan. Tentunya tidak mungkin untuk
melarang orang membangun, karena sudah menjadi kebutuhan manusia, sehingga
yang dapat dilakukan adalah pengelolaan sumber daya alam dengan memasukkan
konsep arsitektur berkelanjutan dalam rangka meminimalkan dampak negatif
konstruksi terhadap lingkungan dan menjaga ekosistem lingkungan.

Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) adalah sebuah konsep terapan


dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep
mempertahankan sumberdaya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan
dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia,
seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja
arsitektur. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai
taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin
kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai
eksploitasi terhadap alam tersebut.

Berdasarkan tantangan tersebut di atas maka Pembangunan dan Perencanaan


berbasis Arsitektur berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia
perlu dilakukan secara terpadu dalam rencana tindak peningkatan, perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup melalui strategi peningkatan kualitas lingkungan
hidup dan sumberdaya pendukungnya.

3
1.2. Permasalahan
Latar belakang masalah dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:
1. Meningkatnya pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama rusaknya sumber daya alam
dan ekosistem lingkungan. Populasi penduduk dunia ditahun 2000 sebanyak 6
miliar jiwa dan akan terus bertambah yang diperkirakan menjadi 9 miliar ditahun
2025. Penduduk akan mencari sumber-sumber energi baru untuk bertahan hidup
(tempat tinggal). Karena semakin sempitnya lahan untuk mencari sumber energi
maka terjadilah persaingan untuk mencari sumber energi tersebut tanpa
perhitungan yang matang.
2. Konsumsi yang berlebih
Gaya hidup boros dan konsumsi berlebihan dalam menggunakan apapun dapat
memicu rusaknya sumber daya alam. Penggunaan material-material yang dapat
terbarukan dan tidak dapat terbarukan yang tidak tepat pada bangunan dan
hanya mengejar fasade bangunan yang indah saja tanpa memikirkan fungsi dari
kebutuhan pengguna sehingga energi yang digunakan untuk operasional
bangunan tersebut terbuang percuma. Sebagai contoh menggunakan lampu
untuk penerangan pada siang hari dapat ditiadakan dengan menggunakan cahaya
matahari. Bayangkan berapa energi yang bisa dihemat dari 1 titik lampu dan ada
sekitar 500 titik di bangunan 4 lantai.
3. Terpuruknya Etika dan Moral
Merosotnya pandangan manusia terhadap lingkungan dalam mengeksploitasi
sumber daya alam juga berdampak buruk bagi ekosistem alam. Manusia
menghancurkan kearifan local atas nama pembangunan. Disini etika dan moral
sama sekali tidak digunakan. Manusia menganggap alam ibarat mesin, bila salah
satu elemen rusak maka hanya yang rusak saja yang diperbaiki tanpa memikirkan
keterkaitan hubungan antara satu dengan yang lain.
4. Polusi
Dengan adanya euphoria pembangunan, manusia seringkali lupa akan dampak
yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Salah satunya adalah dampak
polusi yang menyebabkan tergangangu siklus perkembangan ekosistem

4
lingkungan. Bidang konstruksi menghasilkan banyak sekali polusi dari proses
pembangunannya. Dari polusi debu yang dihasilkan oleh kendaraan proyek,
penggunaan zat beracun dalam proses penyedotan air dan banyak lagi.
5. Perubahan Iklim / Climate Change
Pemanasan Global (Global Warming) merupakan salah satu perubahan iklim yang
dapat dirasakan saat ini. Dengan meningkatnya suhu bumi menyebabkan
temperature suhu naik. Salah satu penyebabnya adalah efek gas rumah kaca
yang dihasilkan oleh penggunaan pendingin ruangan yang menghasilkan CFC
yang terdapt pada bangunan-bangunan tinggi di dunia.

5
II. TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Kata keberlanjutan (sustainability) berasal dari bahasa Latin yaitu sustainere


(tenere artinya menahan; sus artinya ke atas). Dalam kamus terdapat lebih dari
sepuluh arti dari sustain, salah satu arti utamanya adalah mempertahankan,
memberi dukungan atau bertahan. Sejak era 1980an paradigma keberlanjutan
berkembang terkait keberlanjutan kemanusiaan, yang akhirnya menciptakan
paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Pembangunan berkelanjutan diterjemahkan sebagai,

“sustainable development is development that meets the needs of the


present without compromising the ability of future generations to meet their
own needs.” (Brundtland Commission, United Nations, 1987)

Paradigma dan prinsip keberlanjutan saat ini telah menjadi sebuah kewajiban
dalam perencanaan pembangunan, sehingga pengelolaan lingkungan hidup juga
harus mempertahankan keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi dan
keberlanjutan sosial. Keberlanjutan sendiri artinya adalah kemampuan untuk
bertahan. Secara ekologi keberlanjutan menjelaskan bagaimana system biologis
tetap beragam dan produktif dari waktu ke waktu. Dalam perspektif sosial
keberlanjutan adalah potensi masyarakat untuk memelihara kesejahteraan jangka
panjang. Kesejahteraan yang dimaksud memiliki perspektif, lingkungan, ekonomi
dan sosial. (Gambar. 1)

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable


development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World
Conservation Strategy (Strategi onservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United
Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide und for Nature (WWF)
pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa emperingati 10
tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi
etidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa

6
tersebut isepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan (World Commission Environment and Development - WCED). PBB
memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan
Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut
Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan


WCED berjudul “Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan
pada 1987. Laporan ini mendefi nisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai
pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di
dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting.

Sumber: Saresa dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21 (Buku 1), hlm 376

Gambar 2. Tahapan Rencana Pembangunan Berkelanjutan

7
2.2. Prinsip-prinsip Dasar Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tujuan pengelolaan lingkungan adalah pemanfaatan dan konservasi untuk


kesejahteraan masyarakat. Dalam prinsip pengelolaan lingkungan hidup harus
memenuhi kriteria;

a. Economically profitable, secara ekonomi dapat menguntungkan masyarakat,


pemerintah dan pemilik modal.

b. Socially acceptable, secara sosial kemasyarakatan dapat diterima sehingga


tidak ada ’benturan’ di masa yang akan datang akibat dari pengelolaan
lingkungan hidup.

c. Environmentally sustainable, secara ekologi atau lingkungan dapat digunakan


di masa yang akan datang.

d. Technologically manageable, secara teknologi ramah lingkungan. Dari proses


produksi hingga keluar produk harus sesuai dengan baku mutu.

2.3. Rekayasa Teknologi Ramah Lingkungan

Rekayasa Teknologi Ramah Lingkungan adalah penerapan multi disiplin ilmu


terhadap lingkungan hidup yang dapat mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan, serta memperkecil atau mereduksi dampak aktivitas manusia pada
lingkungan. Saat ini rekayasa lingkungan dilakukan terhadap penerapan teknologi
ramah lingkungan yang memanfaatkan ilmu teknik lingkungan (environmental
engineering) dalam melakukan rekayasa dengan fokus utama perlindungan
terhadap lingkungan hidup dari kemungkinan terjadinya kerusakan sebagai akibat
dari dampak negatif aktivitas manusia.

2.4. Arsitektur Berkelanjutan

Pengertian Arsitektur yang berkelanjutan (sustainability architecture), seperti


dikutip dari buku James Steele Suistainable Architecture, adalah ”Arsitektur yang

8
memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi
mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda
dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan
paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait.”
Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional
tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus
perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama
konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan
pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan
sosial.
Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti
ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang
berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan
baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan
gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan.
Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini
mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan
yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke
paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia,
mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia
(people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan
komitmen internasional.

9
http://www.facebook.com/notes/arcseven/arsitektur-sustainable-berkelanjutan/10150163136335424
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara
lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi
penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen
limbah.

2.4. Analisis Daur Hidup – Life Cycle Analysis (LCA) Instrumen Evaluasi Daur
Hidup Produk

Analisis daur hidup (LCA – life cycle analysis) merupakan sebuah instrument
unutk membantu mengendalikan daur-hidup-produk suatu produk sedemikian
rupa sehingga produk yang bersangkutan berkelanjutan yaitu produk yang di
sepanjang proses daur hidupnya senantiasa mendayagunakan sumber-sumber
daya terbarukan dan atau sumber-sumber daya tidak terbarukan secara
bijaksana. Istilah LCA tidak banyak digunakan oleh orang-orang yang concern
terhadap isu-isu lingkungan. Instrument ini penting unutk meningkatkan dan
memperbaiki proses-proses produksi dan produk-produk yang dihasilkan dalam
hal meminimasi dampak negative yang kan terjadi terhadap lingkungan
khususnya jumlah energi dan biaya yang akan dihabiskan guna pengendalian dan
pengelolaannya secara bijaksana dalam rangka efesiansi.

Dalam terminology yang lebih luas, LCA adalah instrument evaluasi atribut-atribut
lingkungan yang diasosiasikan dengan proses, produk, dan jasa. Evaluasi yang
dilakukan ditujukan atas seluruh dampak yang akan terjadi di sepanjang
rangkaian cradle to grave atau sejak kelahiran sampai dengan kematian atau hal-
hal dari A sampai Z (A to Z).

10
III. TINJAUAN TEORI

Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan,


mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran
bangunan. Visi arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca (greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan
pentingnya sisi kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan,
kesehatan, kenyamanan, estetika dan nilai tambah.

3.1. Rekayasa Desain


Penerapan rekayasa desain pada konsep arsitektur berkelanjutan sangat dirasakan
pentingnya guna mendukung gerakan green building atau bangunan hijau yang
selama ini sering kita dengungkan. Banyak keuntungannya yang diperoleh antara lain
produktifitas dari penghuni gedung yang semakin meningkat hingga isu pengurangan
degradasi lingkungan yang juga tidak kalah pentingnya. Dilatar belakangi dari hal
diatas, maka penataan atau desain dari sebuah ruangan menjadi sangat penting Ada 5
(lima) prinsip dasar yang dapat dipertimbangkan untuk membentuk desain sebuah
ruang yang baik :

1. Mengedepankan Kesehatan dan Kesejahteraan


Lingkungan dalam ruangan sangat mempengaruhi kesehatan manusia. Sebuah
tempat kerja yang efektif harus dirancang sedemikian rupa untuk mendukung dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan penghuninya melalui prinsip-prinsip
desain eko dan berkelanjutan membantu mencapai tujuan ini:
 Menyediakan akses maksimum untuk pencahayaan alami dan akses penglihatan
ke luar bangunan.
 Gunakan alat analisa pencahayaan matahari untuk membantu memandu proses
desain. Desain jendela untuk memungkinkan cahaya siang hari untuk
menembus sejauh mungkin ke dalam ruangan.
 Pertimbangkan untuk menggunakan rak-rak buku/shelf yang transparan
(elemen horizontal padat ditempatkan di atas ketinggian mata, tetapi di bawah

11
bagian atas jendela. Pertimbangkan elemen pembentuk interior (warna, tirai,
atau tirai) dan eksterior (teritisan atap, warna dinding luar serta pohon) sebagai
strategi untuk mensiasati pantulan sinar matahari yang berlebihan
 Mengintegrasikan pencahayaan alami dengan sistem penerangan listrik.
Memberikan sensor pengatur kontrol untuk mematikan lampu secara otomatis
jika cahaya siang hari cukup.
 Desain sistem ventilasi sesuai dengan standar kode bangunan yang berlaku.
pastikan bahwa ventilasi udara secara efektif dapat didistribusikan ke seluruh
zona ruang tanpa ada halangan apapun demi mencegah adanya tingkat
kelembaban yang tinggi dalam ruang sehingga mencegah timbulnya kualitas
udara yang buruk didalam ruang.
 Memberikan lubang akses keluar untuk mengeluarkan udara langsung dari
ruangan toilet, dapur, pantry, ruang foto kopi dan ruang server guna
menyalurkan panas yang dihasilkan peralatan tersebut langsung ke luar
bangunan. Pertimbangkan untuk menginstal sensor gas CO2 (karbondioksida)
untuk menyediakan real time monitoring kualitas udara.
 Bila menggunakan pendingin ruangan, pertimbangkan penempatannya jauh
dari lubang ventilasi untuk menghindari udara panas yang dihasilkan masuk
kedalam ruangan
 Tentukan bahan dan perabot yang memiliki daya pancar rendah kontaminan
terhadap udara dalam ruangan seperti senyawa organik kimia yang mudah
menguap.
 Pertimbangkan "zonasi modular" untuk distribusi udara untuk menghindari
kontaminasi silang. Instal penghambat yang tepat antara zona bekerja dengan
zona konstruksi bila ada kegiatan renovasi untuk melindungi kesehatan dan
membatasi kebisingan.
 Mengontrol kelembaban di dalam ruangan dengan desain sistem ventilasi
minimal 30% dan 50% dari total luas ruangan untuk mempertahankan
kelembaban relatif ruangan.
 Desain ruang untuk menghindari kondensasi uap air, terutama pada dinding
dan bagian bawah dek atap, dan di sekitar pipa saluran dan jendela.

12
2. Menyediakan Lingkungan yang Nyaman
Tempat kerja yang dirancang dan dioperasikan harus dapat memberikan tingkat
kenyamanan tinggi dari segi visual, akustik, dan termal untuk penghuninya, yang
mendukung efektivitas dan kreatifitas pekerja. Seperti halnya :
 Meningkatkan efek psikologis seseorang dengan mendesain ruang yang
memungkinkan pekerja untuk bergerak bebas
 Memberikan teknologi bergerak (telepon, komputer, konektivitas nirkabel) yang
mendukung gaya kerja baru dan praktik kerja yang paling fleksibel sehingga
tidak memerlukan suatu ruangan yang besar dan bersifat permanen
 Desain untuk mengurangi stres dan mem-fasilitasi kondisi relaksasi, dengan
memberikan ruang yang mendukung privasi dalam penglihatan dan sistem
akustik tetapi tetap memberi kesempatan penghuninya untuk melakukan
pertemuan formal dan informal.
 Menyediakan lingkungan visual yang menarik dan pada saat yang sama, desain
untuk keseimbangan antara fungsi dan estetika. Memberikan tambahan elemen
hijau berupa vegetasi alami didalam ruangan jika memungkinkan.
 Memberikan kenyamanan termal dan kualitas ventilasi dengan menganalisis
penempatan, konfigurasi, dan jenis jendela dan skylight dan memberikan yang
memadai, shading dikendalikan untuk menghindari "titik panas" yang
disebabkan oleh sinar matahari langsung.
 Memberikan udara langsung ke masing- masing individu dan kontrol suhu di
setiap lokasi workstation. Memanfaatkan sensor CO2 untuk menilai kualitas
udara ruang untuk menyesuaikan ventilasi.

3. Desain yang Dapat Mengikuti Perubahan


Menyediakan ruang dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi, dukungan social dan
perkembangan teknologi untuk memperkenalkan cara-cara baru bekerja, adalah
dasar inovasi di dalam desain yang dapat diterapkan sebagai :
 Memasukkan prinsip-prinsip desain yang berkelanjutan, yang dapat membantu
mencapai ruang yang fleksibel dimasa pemakain kini dan yang akan datang

13
 Dukungan mobilitas dengan mempertimbangkan teknologi nirkabel dan selular
untuk memungkinkan pekerja untuk bergerak dengan mudah di antara ruang-
ruang sebagai perubahan kebutuhan mereka.
 Menyediakan koneksi ke jaringan internal di seluruh tempat kerja. Aktifkan
interaksi sosial secara informal agar kondisi strees dapat berkurang. Desain
ruang untuk berbagai ukuran dan jenis kegiatan

4. Mengintegrasikan Teknologi terkini dan Peralatan Pendukung


Secara efektif mengintegrasikan peralatan pendukung, teknologi terkini dan sistem
jaringan distribusi dan telekomunikasi dengan kondisi lingkungan tempat bekerja
saat ini untuk memungkinkan pekerja melakukan tugas mereka dengan mudah dan
lebih efisien,
 Pertimbangkan teknologi nirkabel dan bergerak untuk mendukung perubahan
sifat kerja, termasuk kemampuan internal dan eksternal.
 Gabungkan semua sistem bangunan bertegangan rendah, termasuk sistem
data dan suara, melalui jaringan Ethernet-IP seperti salah satu contohnya lalu
distribusikan dengan secara merata
 Monitor kondisi lingkungan kerja dengan sistem sentralisasi, tetapi tetap
memaksimalkan kontrol dari masing-masing pekerja secara detail.
 Pertimbangkan konferensi video berbasis internet (tele-conference) hingga
mengurangi berpergian ke tempat konferensi dengan menggunakan kendaraan
bermotor.
 Penerapan teknologi yang aman, akses berkecepatan tinggi ke desktop untuk
data, suara, keamanan, dan informasi lingkungan (misalnya, serat optik,
nirkabel, tembaga).
 Mengatur rencana elektrikal di bawah lantai atau vertikal melalui patch panel
sehingga mengurangi pemakaian equipment secara berlebihan dan
mempermudah perawatan
 Pilih sistem teknologi informasi berserta komponennya yang hemat pemakaian
energi, tahan lama, pembongkaran, perawatan, dan efisiensi dalam pemakaian
segala macam material

14
3.2. Daur Hidup Gedung
Dalam merekayasa suatu konsep desain arsitektur berkelanjutan banyak factor yang
harus di perhatikan. Dengan paradigma cradle to grave para arsitek dituntut untuk
mendesain suatu bangunan dengan memperhatikan proses awal hingga akhir. Dari
tujuan desain, material yang digunakan, energi yan dihabiskan sampai daur-hidup-
bangunan tersebut.
Membangun gedung dalam konteks gedung sebagai produk system arsitektur, Gambar
3. dapat memberi gambaran tentang dampak-dampak lingkungan yang akan terjadi
akibat proses daur-hidup-gedung yang bersangkutan:
1. Cradle atau kelahiran suatu gedung diawali dengan pengambilan bahan baku
yang akan membutuhkan sejumlah energi dan biaya serta mengakibatkan
dampak lingkungan.
2. Product Manufacture transportation atau transportasi manufaktur produk juga
akan mengalami hal yang sama dengan point.1
3. Construction and fitting out atau pembangunan dan penyesuaian juga
mengalami hal yang sama dengan point 1.
4. Operation and maintenance atau operasi dan pemeliharaan akan memerlukan
enerji operasional dan biaya serta mengakibatkan dampak lingkungan.
5. Grave atau kematian: renovation and demolition, yaiutu proses pemeliharaan
dan penghancuran juga mengalami hal yang sama pada point 1.

Sumber: http://www.emsd.gov.hk/emsd/eng/pee/Iceabc.shtml

Gambar 3. Building life cycle atau daur-hidup-gedung dapat menjadi representasi dari
daur ulang hidup produk dalam konteks desain arsitektur.

15
Untuk memperhitungkan jumlah energi yang akan digunakan, harus dilakukan analisis
atas seluruh energi yang terdapat gedung dan yang akan dikonsumsi disepanjang usia
gedung, baik untuk kegiatan operasional maupun pemeliharaan. Kegiatan operasional
akan bergantung pada penggunaan material dan metode fabrikasi, sedangkan
pemeliharaan tergantung kepada orientasai, daerah dan jenis jendela, penyelesaian
permukaan gedung serta sistem-sistem pencahayaan, pengkondisian udara, insulasi,
karakteristik termal dinding dan atap.

3.2.1. Sistem Arsitektur dan Daur Hidup Gedung


Life Cycle Analysis sebagai instrument manajemen lingkungan dan pengambilan
keputusan bagi proses-proses produksi, termasuk proses desain, secara denotative
menunjukkan suatu kegiatan yang berhubungan dengan pemulihan global, namun dari
seluruh rangkain hubungan di atas bagaimana hubungannya dengan arsitektur?.
“System Approach to Architecture”(Handler, 1970), dengan ke-4 sub sistemnya, yaitu:
(1) Proses desain; (2) Proses Konstruksi; (3) Proses Operasi; (4) Proses Bionomik
Manusia, ternyata memiliki persamaan paradigma dengan LCA (life cycle analysis)
dalam menyelesaikan permasalahan arsitektur yaitu dengan memperhitungkan daur
hidup gedung melalui ke-4 sub sistemnya, walaupun belum memperhitungkan proses
pengelolalan gedung diakhir kegunaannya yang dapat dianalogikan dengan proses
pengelolaan limbah produksi pada LCA.
Di sisi lain James Steele melalalui “Sustainable Architecture”-nya mengatakan tentang
peran arsitek, ekonomi lingkungan, material bahkan studi tentang arsitektur
berkelanjutan sebagai berikut:
1. Peran arsitek dunia dalam menggapai gedung atau arsitektur berkelanjutan dan
dipresentasikan melalui rancangan-rancangan hemat energi, menggunakn
literatur yang relevan, memanfaatkan ke-arifan tradisional, memandang tanah
bukan sebagai objek komoditi, dan responsive terhadap lingkungan.
2. Substansi yang berhubungan dengan ekonomi lingkungan yang ditawarkan
adalah memperhitungkan life-cycle-costing atau pembiayaan daur-hidup.
3. Material yang harus diwaspadai adalah maerial-material yang sangat marak
digunakan diseluruh dunia seperti: alumunium, beton, plywood, dan baja. Yang

16
merupakan material-material energy-intensive yaitu material yang diproduksi
dengan menggunakan energi yang besar.
4. Kurikulum yang diterapkan sebaiknya yang dapat mengantisipasi kurikulum
yang selama ini merapakan nilai-nilai dan norma yang memandang alam
sebagai musuh yang harus ditaklukan dan bukan sebagai basis untuk seluruh
kehidupan serta lingkungan tempat arsitektur dapat dan harus menyelesaikan
diri secara harmonis.

3.2.2. Kriteria Desain Arsitektur Berbasis Daur Hidup Gedung


Salah satu pengelolaan sumber daya alam yang baik agar terjaga sumber-sumber
energi, maka diperlukan suatu kriteria desain arsitektur berbasis daur-hidup-gedung.
Kriteria desain Arsitektur dalam konteks pembangunan berkelanjutan yang berarti
perumusannya telah memperthitugkan daur-hidup-gedung dalam konteks gedung
sebagai produk system arsitektur berdasarkan paradigma cradle-to-grave, meliputi hal-
hal yang harus dipertimbangkan di sepanjang proses perencanaan dan perancangan
yang terangkum dalam komponen-komponen arsitektur, yang diantaranya dapat
dibantu oleh teknologi bahkan inovasi arsitektur sebagai berikut (Abioso, 1999):
I. ASPEK ARSITEKTUR
a. Tapak
1. Umum
- penentuan peruntukan tapak berdasarkan integrasi antara system
transportasi dengan tata guna lahan (land use)
- perhitungan building coverage ratio dan floor area ratio secara ketat dan
cermat
2. Konsep Pedestrian
- memperhitungkan skala jarak pejalan kaki guna meminisasi penggunaan
kendaraan bermotor berbahan bakar penghasil energi yang bersumber daya
tidak terbarukan.
3. Pengkondisian Udara Ruang Luar
- penciptaan kondisi nyaman termal salah satunya dengan memanfaatkan
gedung-gedung tinggi berlantai banyak yang dapat bertindak sebagai tabir
matahari raksasa

17
4. Penataan Lansekap
- pemanfaatan vegetasi local termasuk vegetasi esksisting yang dapat
bertindak sebgai buffer kebisingan dan pembentuk atmosfir yang kaya akan
O2

b. Bangunan Gedung
1. Umum
- menggunakan desain yang tidak membahayakan baik para pelaksana
maupun para pengguna yang ada hubungannya dengan biaya social
- menerapkan konsep ruang multiguna yang dapat ditata sendiri dan
menerapkan konsep fleksibilitas
2. Orientasi Matahari
- mempertimbangkan orientasi matahari secara ketat sesuai dengan lokasi
tapak, menggunakan material yang tepat bahkan berbeda setiap fasade
yang berbeda arah serta menggunakan bentuk dan konfigurasi gedung
yang tepat
3. Bentuk dan Konfigurasi Ruang
- menerapkan bentuk dan konfiguarsi yang membentuk ruang luar dan
buffer sebagai sarana interakssi sosial sedangkan pada bangunan tinggi
dapat menggunakan ruang-ruang komunal.
- menerapkan bentuk-bentuk resfonsif terhadap lingkungan seperti: bentuk
yang aerodinamis, concourse, atrium, courtyard sebagai pangatur iklim
ruang luar, serta setback yang didukung dengan penanaman vegetasi dan
penataan lansekap
4. Fasade
- mendesain fasade yang dapat mengarahkan angin, kulit gedung yang
dapat mengatur suhu, tabir matahari yang diperhitungkan secara cermat
khusus arah barat-timur, serta penahan air hujan
5. Sistem Asitektur
- menerapkan sistem struktur yang elemen-elemennya bertindak pula
sebagai elemen arsitektur, memodifikasi iklim serta dalam pelaksananaan
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sedikit.

18
6. Konstruksi dan Material
- menggunkan konstruksi yang mudah dibongkar tanpa merusak struktur
utama dan pengangkutannya tidak merusak lingkungan.
7. Sistem Utilitas
- menerapkan sistem ventilasi silang dengan memaksimalkan dinding
eksternal.
- menggunakan pemanasan solar dan pemanasan internal lain yang
diperhitungkan secara cermat untuk meminimasi bahan bakar migas
8. Otomasi Gedung
- menerapkan system-sistem otomasi gedung seperti Building Environment
System (BES)
9. Lansekap
- menggunakan vegetasi dan lansekap untuk pengkondisian udara
internal/eksternal, yang bersimbiosis dengan system mekanikal untuk
menghasilkan lingkungan seimbang.

19
IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan dan Saran


Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan,
mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas
atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak
arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan,
semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak
lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip
arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk
berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka
juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan
ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak
lingkungan yang dapat terjadi.
Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan
sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan
pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur
berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat
mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan
sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi
berarsitektur di masa mendatang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abioso, Wanita Subadra. 1999. Arsittektur Dalam Konteks Pembangunan


Berkelanjutan, Program Magister Teknik Arsitektur, Program Pasca
Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

Bianpoen. 2011. Kuliah Penataan Ruang, Program Pascasarjana, Kajian Ilmu


Lingkungan, Universitas Indonesia.

Sugandhy, Aca 2009. Prinsip-prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan


Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan, Bumi Aksara

Purwaka, Tommy Hendra. 2011. Kuliah Hukum Lingkungan, Program


Pascasarjana, Kajian Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia.

Website,
http://www.facebook.com/notes/arcseven/arsitektur-sustainable-
berkelanjutan/10150163136335424. Diunduh Tanggal 27 Maret 2011,
pukul 22.34 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai