Nazaruddin Khuluk
Staff Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Krisnadwipayana
e-mail: nazaruddin.khuluk@yahoo.com
Abstrak
Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) adalah sebuah konsep terapan
dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep
mempertahankan sumberdaya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan
umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem
iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Dengan
prinsip-prinsip dasar pengelolaan lingkungan hidup dalam mengelola sumberdaya
alam serta rekayasa desain dan teknologi dalam merancang arsitektur diharapkan
dapat arsitek dapat bijaksana dalam memanfaatkan sumberdaya alam sebagai
penunjang kebutuhan material-nya.
I. PENDAHULUAN
1
dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66), menurut Sundari
Rangkuti Konferensi Stocholm membahas masalah lingkungan serta jalan
keluarnya, agar pembangunan dapat terlaksana dengan memperhitungkan daya
dukung lingkungan (eco-development) (Rangkuti,2000:27)
ECONOMIC
suistainable growth
capital efficiency
SOCIAL ECOLOGICAL
Equity Ecosystem integrity
Social mobility Natural Resources
Empowerment Biodiversity
Partisipation Carrying capacity
Dunia Arsitektur erat sekali hubungannya dengan dibidang konstruksi. Pada saat ini
pola perancangan Arsitektur yang mengaku modern ternyata banyak menimbulkan
dampak lingkungan dan merusak biodiversity. Dalam kegiatan konstruksi banyak
sekali prosesnya yang menggunakan material-material dari alam. Bidang konstruksi
adalah menyumbang kerusakan alam terbesar di muka bumi. Bumi kehilangan
hutan sebesar 50% dan 25% adalah kayu, hampir 17% air digunakan bidang
konstruksi. Penghasil gas CO2 meningkat 27% selama 100 tahun terakhir.
Membutuhkan energi 40% setiap tahun untuk konstruksi serta hilangnya Sumber
Daya Alam berupa mineral dan non-mineral sebanyak 50%.
Dari data-data di atas jelas sekali bidang konstruksi dalam hal ini Arsitektur adalah
penyebab utama kerusakan alam. Di samping itu dampak negatif dari
2
pembangunan konstruksi sangat beragam, antara lain adalah dieksploitasinya
sumber daya alam secara berlebihan. Simak saja, pertambangan sumber daya
alam yang dikeruk habis-habisan, penggundulan hutan tanpa penanaman kembali,
dimana hal-hal semacam ini dapat menurunkan kualitas sumber daya alam lain di
bumi. Tidak hanya itu, teknologi dan hasil teknologi yang digunakan manusia
seperti kendaraan, alat-alat produksi dalam sistem produksi barang dan jasa
(misalnya pabrik), peralatan rumah tangga dan sebagainya dapat menimbulkan
dampak negatif akibat emisi gasbuangan, limbah yang mencemari lingkungan.
Tampaknya, sangat tidak mudah untuk menghilangkan sama sekali dampak dari
pembangunan dan konstruksi terhadap lingkungan. Tentunya tidak mungkin untuk
melarang orang membangun, karena sudah menjadi kebutuhan manusia, sehingga
yang dapat dilakukan adalah pengelolaan sumber daya alam dengan memasukkan
konsep arsitektur berkelanjutan dalam rangka meminimalkan dampak negatif
konstruksi terhadap lingkungan dan menjaga ekosistem lingkungan.
3
1.2. Permasalahan
Latar belakang masalah dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:
1. Meningkatnya pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama rusaknya sumber daya alam
dan ekosistem lingkungan. Populasi penduduk dunia ditahun 2000 sebanyak 6
miliar jiwa dan akan terus bertambah yang diperkirakan menjadi 9 miliar ditahun
2025. Penduduk akan mencari sumber-sumber energi baru untuk bertahan hidup
(tempat tinggal). Karena semakin sempitnya lahan untuk mencari sumber energi
maka terjadilah persaingan untuk mencari sumber energi tersebut tanpa
perhitungan yang matang.
2. Konsumsi yang berlebih
Gaya hidup boros dan konsumsi berlebihan dalam menggunakan apapun dapat
memicu rusaknya sumber daya alam. Penggunaan material-material yang dapat
terbarukan dan tidak dapat terbarukan yang tidak tepat pada bangunan dan
hanya mengejar fasade bangunan yang indah saja tanpa memikirkan fungsi dari
kebutuhan pengguna sehingga energi yang digunakan untuk operasional
bangunan tersebut terbuang percuma. Sebagai contoh menggunakan lampu
untuk penerangan pada siang hari dapat ditiadakan dengan menggunakan cahaya
matahari. Bayangkan berapa energi yang bisa dihemat dari 1 titik lampu dan ada
sekitar 500 titik di bangunan 4 lantai.
3. Terpuruknya Etika dan Moral
Merosotnya pandangan manusia terhadap lingkungan dalam mengeksploitasi
sumber daya alam juga berdampak buruk bagi ekosistem alam. Manusia
menghancurkan kearifan local atas nama pembangunan. Disini etika dan moral
sama sekali tidak digunakan. Manusia menganggap alam ibarat mesin, bila salah
satu elemen rusak maka hanya yang rusak saja yang diperbaiki tanpa memikirkan
keterkaitan hubungan antara satu dengan yang lain.
4. Polusi
Dengan adanya euphoria pembangunan, manusia seringkali lupa akan dampak
yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Salah satunya adalah dampak
polusi yang menyebabkan tergangangu siklus perkembangan ekosistem
4
lingkungan. Bidang konstruksi menghasilkan banyak sekali polusi dari proses
pembangunannya. Dari polusi debu yang dihasilkan oleh kendaraan proyek,
penggunaan zat beracun dalam proses penyedotan air dan banyak lagi.
5. Perubahan Iklim / Climate Change
Pemanasan Global (Global Warming) merupakan salah satu perubahan iklim yang
dapat dirasakan saat ini. Dengan meningkatnya suhu bumi menyebabkan
temperature suhu naik. Salah satu penyebabnya adalah efek gas rumah kaca
yang dihasilkan oleh penggunaan pendingin ruangan yang menghasilkan CFC
yang terdapt pada bangunan-bangunan tinggi di dunia.
5
II. TINJAUAN TEORI
Paradigma dan prinsip keberlanjutan saat ini telah menjadi sebuah kewajiban
dalam perencanaan pembangunan, sehingga pengelolaan lingkungan hidup juga
harus mempertahankan keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi dan
keberlanjutan sosial. Keberlanjutan sendiri artinya adalah kemampuan untuk
bertahan. Secara ekologi keberlanjutan menjelaskan bagaimana system biologis
tetap beragam dan produktif dari waktu ke waktu. Dalam perspektif sosial
keberlanjutan adalah potensi masyarakat untuk memelihara kesejahteraan jangka
panjang. Kesejahteraan yang dimaksud memiliki perspektif, lingkungan, ekonomi
dan sosial. (Gambar. 1)
6
tersebut isepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan
Pembangunan (World Commission Environment and Development - WCED). PBB
memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan
Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut
Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan”. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Sumber: Saresa dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21 (Buku 1), hlm 376
7
2.2. Prinsip-prinsip Dasar Pengelolaan Lingkungan Hidup
8
memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi
mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda
dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan
paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait.”
Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional
tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus
perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama
konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan
pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan
sosial.
Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti
ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang
berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan
baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan
gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan.
Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini
mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan
yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke
paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia,
mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia
(people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan
komitmen internasional.
9
http://www.facebook.com/notes/arcseven/arsitektur-sustainable-berkelanjutan/10150163136335424
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara
lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi
penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen
limbah.
2.4. Analisis Daur Hidup – Life Cycle Analysis (LCA) Instrumen Evaluasi Daur
Hidup Produk
Analisis daur hidup (LCA – life cycle analysis) merupakan sebuah instrument
unutk membantu mengendalikan daur-hidup-produk suatu produk sedemikian
rupa sehingga produk yang bersangkutan berkelanjutan yaitu produk yang di
sepanjang proses daur hidupnya senantiasa mendayagunakan sumber-sumber
daya terbarukan dan atau sumber-sumber daya tidak terbarukan secara
bijaksana. Istilah LCA tidak banyak digunakan oleh orang-orang yang concern
terhadap isu-isu lingkungan. Instrument ini penting unutk meningkatkan dan
memperbaiki proses-proses produksi dan produk-produk yang dihasilkan dalam
hal meminimasi dampak negative yang kan terjadi terhadap lingkungan
khususnya jumlah energi dan biaya yang akan dihabiskan guna pengendalian dan
pengelolaannya secara bijaksana dalam rangka efesiansi.
Dalam terminology yang lebih luas, LCA adalah instrument evaluasi atribut-atribut
lingkungan yang diasosiasikan dengan proses, produk, dan jasa. Evaluasi yang
dilakukan ditujukan atas seluruh dampak yang akan terjadi di sepanjang
rangkaian cradle to grave atau sejak kelahiran sampai dengan kematian atau hal-
hal dari A sampai Z (A to Z).
10
III. TINJAUAN TEORI
11
bagian atas jendela. Pertimbangkan elemen pembentuk interior (warna, tirai,
atau tirai) dan eksterior (teritisan atap, warna dinding luar serta pohon) sebagai
strategi untuk mensiasati pantulan sinar matahari yang berlebihan
Mengintegrasikan pencahayaan alami dengan sistem penerangan listrik.
Memberikan sensor pengatur kontrol untuk mematikan lampu secara otomatis
jika cahaya siang hari cukup.
Desain sistem ventilasi sesuai dengan standar kode bangunan yang berlaku.
pastikan bahwa ventilasi udara secara efektif dapat didistribusikan ke seluruh
zona ruang tanpa ada halangan apapun demi mencegah adanya tingkat
kelembaban yang tinggi dalam ruang sehingga mencegah timbulnya kualitas
udara yang buruk didalam ruang.
Memberikan lubang akses keluar untuk mengeluarkan udara langsung dari
ruangan toilet, dapur, pantry, ruang foto kopi dan ruang server guna
menyalurkan panas yang dihasilkan peralatan tersebut langsung ke luar
bangunan. Pertimbangkan untuk menginstal sensor gas CO2 (karbondioksida)
untuk menyediakan real time monitoring kualitas udara.
Bila menggunakan pendingin ruangan, pertimbangkan penempatannya jauh
dari lubang ventilasi untuk menghindari udara panas yang dihasilkan masuk
kedalam ruangan
Tentukan bahan dan perabot yang memiliki daya pancar rendah kontaminan
terhadap udara dalam ruangan seperti senyawa organik kimia yang mudah
menguap.
Pertimbangkan "zonasi modular" untuk distribusi udara untuk menghindari
kontaminasi silang. Instal penghambat yang tepat antara zona bekerja dengan
zona konstruksi bila ada kegiatan renovasi untuk melindungi kesehatan dan
membatasi kebisingan.
Mengontrol kelembaban di dalam ruangan dengan desain sistem ventilasi
minimal 30% dan 50% dari total luas ruangan untuk mempertahankan
kelembaban relatif ruangan.
Desain ruang untuk menghindari kondensasi uap air, terutama pada dinding
dan bagian bawah dek atap, dan di sekitar pipa saluran dan jendela.
12
2. Menyediakan Lingkungan yang Nyaman
Tempat kerja yang dirancang dan dioperasikan harus dapat memberikan tingkat
kenyamanan tinggi dari segi visual, akustik, dan termal untuk penghuninya, yang
mendukung efektivitas dan kreatifitas pekerja. Seperti halnya :
Meningkatkan efek psikologis seseorang dengan mendesain ruang yang
memungkinkan pekerja untuk bergerak bebas
Memberikan teknologi bergerak (telepon, komputer, konektivitas nirkabel) yang
mendukung gaya kerja baru dan praktik kerja yang paling fleksibel sehingga
tidak memerlukan suatu ruangan yang besar dan bersifat permanen
Desain untuk mengurangi stres dan mem-fasilitasi kondisi relaksasi, dengan
memberikan ruang yang mendukung privasi dalam penglihatan dan sistem
akustik tetapi tetap memberi kesempatan penghuninya untuk melakukan
pertemuan formal dan informal.
Menyediakan lingkungan visual yang menarik dan pada saat yang sama, desain
untuk keseimbangan antara fungsi dan estetika. Memberikan tambahan elemen
hijau berupa vegetasi alami didalam ruangan jika memungkinkan.
Memberikan kenyamanan termal dan kualitas ventilasi dengan menganalisis
penempatan, konfigurasi, dan jenis jendela dan skylight dan memberikan yang
memadai, shading dikendalikan untuk menghindari "titik panas" yang
disebabkan oleh sinar matahari langsung.
Memberikan udara langsung ke masing- masing individu dan kontrol suhu di
setiap lokasi workstation. Memanfaatkan sensor CO2 untuk menilai kualitas
udara ruang untuk menyesuaikan ventilasi.
13
Dukungan mobilitas dengan mempertimbangkan teknologi nirkabel dan selular
untuk memungkinkan pekerja untuk bergerak dengan mudah di antara ruang-
ruang sebagai perubahan kebutuhan mereka.
Menyediakan koneksi ke jaringan internal di seluruh tempat kerja. Aktifkan
interaksi sosial secara informal agar kondisi strees dapat berkurang. Desain
ruang untuk berbagai ukuran dan jenis kegiatan
14
3.2. Daur Hidup Gedung
Dalam merekayasa suatu konsep desain arsitektur berkelanjutan banyak factor yang
harus di perhatikan. Dengan paradigma cradle to grave para arsitek dituntut untuk
mendesain suatu bangunan dengan memperhatikan proses awal hingga akhir. Dari
tujuan desain, material yang digunakan, energi yan dihabiskan sampai daur-hidup-
bangunan tersebut.
Membangun gedung dalam konteks gedung sebagai produk system arsitektur, Gambar
3. dapat memberi gambaran tentang dampak-dampak lingkungan yang akan terjadi
akibat proses daur-hidup-gedung yang bersangkutan:
1. Cradle atau kelahiran suatu gedung diawali dengan pengambilan bahan baku
yang akan membutuhkan sejumlah energi dan biaya serta mengakibatkan
dampak lingkungan.
2. Product Manufacture transportation atau transportasi manufaktur produk juga
akan mengalami hal yang sama dengan point.1
3. Construction and fitting out atau pembangunan dan penyesuaian juga
mengalami hal yang sama dengan point 1.
4. Operation and maintenance atau operasi dan pemeliharaan akan memerlukan
enerji operasional dan biaya serta mengakibatkan dampak lingkungan.
5. Grave atau kematian: renovation and demolition, yaiutu proses pemeliharaan
dan penghancuran juga mengalami hal yang sama pada point 1.
Sumber: http://www.emsd.gov.hk/emsd/eng/pee/Iceabc.shtml
Gambar 3. Building life cycle atau daur-hidup-gedung dapat menjadi representasi dari
daur ulang hidup produk dalam konteks desain arsitektur.
15
Untuk memperhitungkan jumlah energi yang akan digunakan, harus dilakukan analisis
atas seluruh energi yang terdapat gedung dan yang akan dikonsumsi disepanjang usia
gedung, baik untuk kegiatan operasional maupun pemeliharaan. Kegiatan operasional
akan bergantung pada penggunaan material dan metode fabrikasi, sedangkan
pemeliharaan tergantung kepada orientasai, daerah dan jenis jendela, penyelesaian
permukaan gedung serta sistem-sistem pencahayaan, pengkondisian udara, insulasi,
karakteristik termal dinding dan atap.
16
merupakan material-material energy-intensive yaitu material yang diproduksi
dengan menggunakan energi yang besar.
4. Kurikulum yang diterapkan sebaiknya yang dapat mengantisipasi kurikulum
yang selama ini merapakan nilai-nilai dan norma yang memandang alam
sebagai musuh yang harus ditaklukan dan bukan sebagai basis untuk seluruh
kehidupan serta lingkungan tempat arsitektur dapat dan harus menyelesaikan
diri secara harmonis.
17
4. Penataan Lansekap
- pemanfaatan vegetasi local termasuk vegetasi esksisting yang dapat
bertindak sebgai buffer kebisingan dan pembentuk atmosfir yang kaya akan
O2
b. Bangunan Gedung
1. Umum
- menggunakan desain yang tidak membahayakan baik para pelaksana
maupun para pengguna yang ada hubungannya dengan biaya social
- menerapkan konsep ruang multiguna yang dapat ditata sendiri dan
menerapkan konsep fleksibilitas
2. Orientasi Matahari
- mempertimbangkan orientasi matahari secara ketat sesuai dengan lokasi
tapak, menggunakan material yang tepat bahkan berbeda setiap fasade
yang berbeda arah serta menggunakan bentuk dan konfigurasi gedung
yang tepat
3. Bentuk dan Konfigurasi Ruang
- menerapkan bentuk dan konfiguarsi yang membentuk ruang luar dan
buffer sebagai sarana interakssi sosial sedangkan pada bangunan tinggi
dapat menggunakan ruang-ruang komunal.
- menerapkan bentuk-bentuk resfonsif terhadap lingkungan seperti: bentuk
yang aerodinamis, concourse, atrium, courtyard sebagai pangatur iklim
ruang luar, serta setback yang didukung dengan penanaman vegetasi dan
penataan lansekap
4. Fasade
- mendesain fasade yang dapat mengarahkan angin, kulit gedung yang
dapat mengatur suhu, tabir matahari yang diperhitungkan secara cermat
khusus arah barat-timur, serta penahan air hujan
5. Sistem Asitektur
- menerapkan sistem struktur yang elemen-elemennya bertindak pula
sebagai elemen arsitektur, memodifikasi iklim serta dalam pelaksananaan
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sedikit.
18
6. Konstruksi dan Material
- menggunkan konstruksi yang mudah dibongkar tanpa merusak struktur
utama dan pengangkutannya tidak merusak lingkungan.
7. Sistem Utilitas
- menerapkan sistem ventilasi silang dengan memaksimalkan dinding
eksternal.
- menggunakan pemanasan solar dan pemanasan internal lain yang
diperhitungkan secara cermat untuk meminimasi bahan bakar migas
8. Otomasi Gedung
- menerapkan system-sistem otomasi gedung seperti Building Environment
System (BES)
9. Lansekap
- menggunakan vegetasi dan lansekap untuk pengkondisian udara
internal/eksternal, yang bersimbiosis dengan system mekanikal untuk
menghasilkan lingkungan seimbang.
19
IV. PENUTUP
20
DAFTAR PUSTAKA
Website,
http://www.facebook.com/notes/arcseven/arsitektur-sustainable-
berkelanjutan/10150163136335424. Diunduh Tanggal 27 Maret 2011,
pukul 22.34 WIB
21