Anda di halaman 1dari 6

Permasalahan ekonomi cukup kompleks, terlebih dalam lingkup ekonomi makro yang harus diimbangi

dengan kebijakan pemerintah.

Eeng Ahman dalam buku Ekonomi dan Akuntansi (2007) mengatakan pada negara berkembang terdapat
beberapa masalah umum dalam pembangunan ekonomi.

Masalah tersebut berkaitan dengan kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan pengangguran.

Namun seiring dengan perkembangan negara, Indoensia terus menghadapi permasalahan lain di bidang
ekonomi.

Permasalahan tersebut antara lain:

• KEMISKINAN

Masalah kemiskinan yang begitu tinggi. Akibatnya, suplai produk tidak terbeli yang
mengakibatkan perputaran uang tidak maksimal.

Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan ekonomi. Sehingga seseorang tidak


dapat memenuhi kebutuhan pokok karena pendapatannya rendah.

Kemiskinan terjadi karena beberapa faktor, yaitu rendahnya pendapatan yang menyebabkan
rendahnya daya beli.

Selain itu karena rendahnya pendidikan masyarakat sehingga masyarakat tidak mendapatkan
hidup yang layak.

Kemiskinan menjadi masalah utama yang dihadapi pemerintah.

Untuk mengatasinya, beberapa program sudah dilakukan pemerintah, seperti Program Inpres
Desa Tertinggal.
Semakin tinggi tingkat kemiskinan, tentu daya beli masyarakat akan ikut merendah. Akibatnya,
perekonomian tidak meningkat. Trend pasar juga lesu. Bahkan perusahaan akan gulung tikar
karena tidak ada lagi orang yang membeli produknya.

Maka dari itu, kemiskinan adalah masalah ekonomi yang harus dientaskan secepat mungkin. Ini
tidak hanya berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Tetapi juga perekonomian negara
yang paling tidak membutuhkan pasokan pajak dari rakyatnya.

Serta pemberian kredit berupa Kredit Usaha Kecil, Kredit Modal Kerja Permanen, raskin,
Bantuan Langsung Tunai dan lainnya.

Masalah keterbelakangan

Terdapat beberapa masalah yang masuk dalam kategori ini, yaitu:

1. Rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya

2.Rendahnya pelayanan kesehatan

3. Kurangnya fasilitas umum

4. Rendahnya tingkat disiplin masyarakat

5. Tingkat keterampilan

6. Rendahnya tingkat pendidikan formal

7. Kurangnya modal

Sehingga pemerintah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), pertukaran
ahli, transfer teknologi dari negara maju dan lainnya

Apa jadinya dengan negara jika perusahaan banyak yang gulung tikar, masyarakatnya juga tidak
memiliki daya beli yang baik. Bukan tidak mungkin negara tersebut juga bakal bubar karena
krisis moneter yang parah.

Berikut merupakan data tingkat kemiskinan dari beberapa tahun ke belakang

1. Persentase penduduk miskin Maret 2018

Abstraksi
Pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 25,95 juta orang (9,82 persen),
berkurang sebesar 633,2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar
26,58 juta orang (10,12 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen,
turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, persentase penduduk miskin di
daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen, turun menjadi 13,20 persen
pada Maret 2018.

Selama periode September 2017–Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
turun sebanyak 128,2 ribu orang (dari 10,27 juta orang pada September 2017 menjadi 10,14
juta orang pada Maret 2018), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 505 ribu orang
(dari 16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret 2018).

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 73,48
persen. Angka ini naik dibandingkan kondisi September 2017, yaitu sebesar 73,35 persen.

Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan
maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie
instan, dan gula pasir. Sedangkan komoditi nonmakanan yang berpengaruh besar terhadap nilai
Garis Kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik,
pendidikan, dan perlengkapan mandi.

2. Persentase Penduduk Miskin September 2017

Abstraksi

Pada bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12
persen), berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 yang
sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 7,72 persen turun
menjadi 7,26 persen pada September 2017. Sementara persentase penduduk miskin di daerah
perdesaan pada Maret 2017 sebesar 13,93 persen turun menjadi 13,47 persen pada September
2017.

Selama periode Maret 2017–September 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
turun sebanyak 401,28 ribu orang (dari 10,67 juta orang pada Maret 2017 menjadi 10,27 juta
orang pada September 2017), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 786,95 ribu
orang (dari 17,10 juta orang pada Maret 2017 menjadi 16,31 juta orang pada September 2017).

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2017 tercatat sebesar 73,35
persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2017 yaitu sebesar 73,31 persen.

Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan
maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, daging ayam
ras, mie instan, dan gula pasir. Sementara komoditi nonmakanan yang berpengaruh besar
terhadap nilai Garis kemiskinan di perkotaan maupun perdesaan adalah perumahan, bensin,
listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.

3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin 2016

Abstraksi

Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70
persen), berkurang sebesar 0,25 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yang
sebesar 28,01 juta orang (10,86 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 7,79 persen, turun
menjadi 7,73 persen pada September 2016. Demikian pula persentase penduduk miskin di
daerah perdesaan turun dari 14,11 persen pada Maret 2016 menjadi 13,96 persen pada
September 2016.

Meski selama periode Maret 2016–September 2016 persentase kemiskinan menurun, namun
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,15 juta orang (dari 10,34 juta
orang pada Maret 2016 menjadi 10,49 juta orang pada September 2016), sementara di daerah
perdesaan turun sebanyak 0,39 juta orang (dari 17,67 juta orang pada Maret 2016 menjadi
17,28 juta orang pada September 2016).

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2016 tercatat sebesar 73,19
persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2016 yaitu sebesar 73,50 persen.
Jenis komoditi makanan yang berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di
perkotaan maupun di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok, daging sapi, telur ayam ras,
gula pasir, mie instan, bawang merah dan tempe. Munculnya daging sapi sebagai salah satu
komoditi penyumbang terbesar Garis Kemiskinan disebabkan pada periode September 2016
bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Sementara itu, untuk komoditi bukan makanan yang
terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, dan pendidikan.

4. Persentase Penduduk Miskin September 2015

Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen),
bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar
27,73 juta orang (10,96 persen).

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen,
naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah
perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret
2015.

Selama periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta
orang pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari
17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis
Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015 tercatat sebesar 73,23
persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2014 yaitu sebesar 73,47
persen.

Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif
sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging
ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu, dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan
makanan diantaranya adalah biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan
mandi.

Pada periode September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan.

5. Angka kemiskinan 2014

Ilustrasi kemiskinan. ©2013 Merdeka.com/Arie Basuki


Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan data pada Maret 2014 kemiskinan di Indonesia
mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin mencapai 28,28
juta orang (11,25 persen) berkurang sebesar 0,32 juta, jika dibandingkan pada September 2013
sebesar 28,60 juta penduduk miskin.

Selama periode September 2013-Maret 2014 jumlah penduduk miskin daerah perkotaan turun
sebanyak 0,17 juta, dari 10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014.
Sementara itu, di daerah pedesaan turun sebanyak 0,15 juta orang dari 17,92 orang pada
September 2013 menjadi 17,77 juta pada Maret 2014.

"Penduduk miskin di Indonesia semakin berkurang, hal tersebut menandakan kesejahteraan


masyarakat sudah lebih baik," ujar Kepala BPS Suryamin di Gedung BPS, Jakarta, Selasa, 1 Juli
2014.

Dari beberapa data di atas, dapat kita simpulkan bahwa angka kemiskinan di indonesia
memang semakin tahun semakin menurun, tapi dari angka tersebut bisa kita lihat bahwa
kemiskinan di indonesia tidak bisa atau sulit untuk di hilangkan, ini dapat di lihat sangat kecilnya
angka penurunan yang ada di tiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai