Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas belajar adalah keterlibatan seseorang dalam bentuk sikap, pikiran,

dan perhatian saat kegiatan belajar. Sehingga dapat diperoleh manfaat. (Rohmat,

2013). Keaktifan mahasiswa selama proses belajar mengajar merupakan salah

satu indikator adanya keinginan atau motivasi untuk belajar. Adapun ciri-ciri

bahwa mahasiswa itu aktif adalah sering bertanya kepada dosen, mampu

menjawab pertanyaan, senang jika diberi tugas, presentasi, dan diskusi. Dalam

melakukan aktivitas belajar mahasiswa perlu berkonsentrasi dan memiliki

semangat belajar yang tinggi. Konsentrasi dapat terganggu ketika mahasiswa

mengalami nyeri saat haid (Dysmenorrhea).


Nyeri haid (Dysmenorrhea) merupakan salah satu keluhan ginekologi yang

paling umum pada perempuan muda datang ke klinik atau dokter. Hampir semua

perempuan mengalami rasa tidak nyaman selama haid, seperti rasa tidak enak di

perut bagian bawah dan biasanya juga disertai mual, pusing, bahkan pingsan

(Anurogo & Wulandari, 2011). Nyeri hebat dirasakan sangat menyiksa oleh

sebagian wanita bahkan kadang menyebabkan kesulitan berjalan ketika haid

menyerang. Karena pada saat nyeri haid terjadi ketidakseimbangan hormone

progesterone dalam darah sehingga mengakibatkan timbul rasa nyeri. Hormon

prostaglandin pada wanita dysmenorrhea meningkat 10 kali lebih banyak

daripada yang tidak mengalami dysmenorrhea. (Ernawati, 2010).


Di Amerika Serikat, prevalensi dysmenorrhea diperkirakan (45-90%).

dysmenorrhea juga bertanggung jawab atas ketidakhadiran saat bekerja dan

1
sekolah, sebanyak (13-51%) perempuan telah absen sedikitnya sekali, dan (5-

14%) berulang kali absen. Dari mereka yang mengeluh nyeri berat sebanyak

(12%), nyeri sedang sebanyak (37%), dan nyeri ringan (49%). dysmenorrhea juga

menyebabkan (14%) remaja putri sering tidak masuk sekolah (Anurogo &

Wulandari, 2011)
Di Indonesia angka kejadian dysmenorrhea terdiri dari (54,89%)

dysmenorrhea primer dan (9,36%) dysmenorrhea sekunder. Data dari badan pusat

statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur (2010) menunjukkan total dari remaja wanita

yang reproduktif yaitu berusia 10-24 tahun adalah sebesar 56.598 jiwa. Di

Surabaya didapatkan (1,07% - 1,31%) dari jumlah penderita dysmenorrhea datang

ke bagian kebidanan (Ernawati, 2010). Dysmenorrhea yang dialami oleh remaja

putri juga menjadi salah satu penyebab utama ketidakhadiran di sekolah. Selain

menurunkan angka kehadiran (69,7%) remaja putri yang mengalami

dysmenorrhea juga mengaku mengalami penurunan dalam prestasi akademik,

penurunan konsentrasi (72,7%) dan ketidakmampuan untuk menjawab pertanyaan

dalam ujian (54,3%). Lebih dari (60%) responden mengaku hubungan

sosialisasinya terganggu karena dysmenorrhea. (Rakhshaee, 2014).


Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada bulan November

2019, terhadap 10 orang mahasiswi STIKES ABI Surabaya, didapatkan hasil

bahwa dari 9 orang mengalami dysmenorrhea, 1 orang tidak mengalami

dysmenorrhea, 3 orang mengatakan nyeri skala ringan, 5 orang nyeri skala sedang,

1 orang nyeri skala berat. Pada 5 orang mahasiswi merasakan dysmenorrhea

selama 2 hari saat menstruasi, 3 orang merasakan dysmenorrhea pada hari pertama

menstruasi, dan 1 orang mahasiswi merasakan dysmenorrhea pada 2-4 jam pada

2
hari pertama menstruasi. Keluhan yang paling sering dirasakan 2 orang

mengatakan pusing dan mual, 5 orang mengatakan nyeri perut sampai punggung

bawah, 2 orang mengatakan sakit pada payudara, dan terjadi kelemahan pada

ekstermitas bawah. Mereka mengatakan jika mengalami dysmenorrhea saat

perkuliahan atau aktivitas lain mereka tidak dapat mengikutinya karena harus

beristirahat.
Dampak yang terjadi jika nyeri haid (dysmenorrhea) tidak ditangani adalah

terganggunya aktivitas hidup sehari-hari termasuk aktivitas belajar, seperti

menurunnya konsentrasi belajar, sehingga materi yang disampaikan tidak dapat di

terima dengan baik, bahkan sampai ada yang tidak dapat mengikuti perkuliahan,

sehingga berpengaruh pada presentasi kehadiran, jika kehadiran kurang dari 75%

tidak diperbolehkan mengikuti ujian akhir semester dan tidak dapat mengikuti

ujian perbaikan. Hal ini dapat mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan

hasil yang maksimal. Jika aktivitas belajar tidak maksimal akan berdampak pada

prestasi belajar dan kemampuan belajar baik skill maupun knowledge.


Dampak psikologis dari dysmenorrhea dapat berupa konflik emosional,

ketegangan, dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan yang tidak

nyaman. Sedikit tidak merasa nyaman dengan cepat berkembang menjadi suatu

masalah besar dengan segala kekesalan yang menyertainya sehingga dapat

mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya. Kecakapan dan keterampilan

yang di maksud luas, baik kecakapan personal (personal skill) yang mencakup :

kecakapan mengenal diri sendiri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional

(thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic

skill), maupun kecakapan vokasional (vocational skill). (Trisianah, 2011)

3
Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengurangi

dysmenorrhea agar tidak mengganggu aktivitas belajar antara lain terapi

farmakologi dan terapi non farmakologi. Secara farmakologi nyeri dapat ditangani

dengan terapi analgesik yang merupakan metode paling umum digunakan untuk

menghilangkan nyeri. Terapi ini dapat berdampak ketagihan dan akan memberikan

efek samping jangka panjang bagi pengguna.


Manajemen non farmakologi lebih aman digunakan karena tidak

menimbulkan efek samping seperti obat-obatan. Penanganan non farmakologi

yang dapat digunakan seperti relaksasi, aromaterapi, kompres air hangat dan

dingin, minum banyak air putih, dan menghindari konsumsi garam berlebih serta

minuman yang berkafein untuk mencegah pembengkakan dan retensi cairan,

olahraga teratur untuk memicu hormone endorphin yang dapat membantu

meredakan nyeri, makan makanan kaya zat besi, kalsium, vitamin B kompleks

seperti susu, sayuran hijau. Apabila gejala dysmenorrhea tergolong berat dan

sangat mengganggu sebaiknya segera periksakan diri ke dokter (Setiawan &

Lestari, 2017). Berdasarkan pembahasan di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang “ Hubungan Dysmenorrhea dengan Aktivitas

Belajar Mahasiswi Prodi S1-Keperawatan STIKES ABI SURABAYA TAHUN

AJARAN 2019/2020”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah “

Adakah Hubungan antara Dysmenorrhea dengan Aktivitas Belajar Mahasiswi

Prodi S1 Keperawatan STIKES ABI SURABAYA TAHUN AJARAN 2019/2020


1.3 Tujuan Penelitian

4
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan dysmenorrhea dengan aktivitas belajar

mahasiswi Prodi S1 keperawatan STIKES ABI SURABAYA TAHUN

AJARAN 2019/2020
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi Dysmenorrhea pada Mahasiswi Prodi S1

Keperawatan STIKES ABI SURABAYA TAHUN AJARAN

2019/2020
2) Mengidentifikasi Aktivitas Belajar pada Mahasiswi Prodi S1

Keperawatan STIKES ABI SURABAYA TAHUN AJARAN

2019/2020
3) Menganalisis hubungan Dysmenorrhea dengan Aktivitas Belajar

Mahasiswi Prodi S1 Keperawatan STIKES ABI SURABAYA

TAHUN AJARAN 2019/2020

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi tambahan informasi

tentang hubungan dysmenorrhea dengan aktivitas belajar.


1.4.2 Manfaat Praktik
1) Bagi institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan sumber informasi tentang dysmenorrhea

dan kaitannya dengan aktivitas belajar.


2) Bagi responden
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang dysmenorrhea serta kaitanya dengan aktivitas

belajar sehingga responden mencari solusi untuk menganani

dysmenorrhea.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP MENSTRUASI


2.1.1 Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang

terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormone reproduksi. Saat

menstruasi terjadi pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari

mukosa uterus. (Rasjidi, 2018)


Menurut Kusmiran (2012) menstruasi terjadi secara alamiah

pada perempuan, di mana saat mentruasi akan mengalami perdarahan

yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ reproduksi telah

mengalami kematangan.

2.1.2 Siklus Menstruasi


Menurut Rasjidi (2018) Siklus menstruasi normal dapat di bagi

menjadi 2 bagian, yaitu :


A. Siklus Ovarium (indung telur)
Siklus ovarium terbagi lagi menjadi 2 yaitu :
1. Fase Folikular
a. Selama fase folikular, GnRH merangsang hipofisis untuk

mengeluarkan FSH dan LH yang kemudian akan memicu

6
ovarium untuk menyekresikan esterogen sehingga

terjadilah proliferasi endometrium.


b. Pada fase ini, disetiap awal menstruasi hingga dua minggu

setelahnya, hormone reproduksi (FSH) bekerja dengan

mematangkan sel telur yang berasal dari beberapa folikel.

Meskipun demikian, pada pertengahan siklus, hanya satu

folikel yang akan matang dan siap untuk proses ovulasi

(pengeluaran sel telur dari indung telur).


c. Fase folikular pada manusia berlangsung sekitar 10-14 hari,

variabilitasnya mempengaruhi panjang keseluruhan siklus

menstruasi.
2. Fase Luteal
a. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi

dengan jangka waktu rata-rata 14 hari.

B. Siklus Uterus (Rahim)


Siklus uterus dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Masa Menstruasi
a. Berlangsung selama 2-8 hari
b. Pada masa ini, endometrium (selaput rahim) dilepaskan

sehingga timbul perdarahan, hormone-hormon ovarium

berada dalam kadar terendahnya.

2. Masa Proliferasi
a. Masa ini berlangsung sejak darah menstruasi berhenti

sampai hari ke-14


b. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi

yang ditandai oleh pertumbuhan desidua fungsionalis guna

mempersiapkan rahim untuk dilekati janin.


c. Pada fase ini, endometrium tumbuh kembali

7
d. Antara hari ke-12 sampai ke-14, dapat terjadi pelepasan sel

telur dari indung telur (ovulasi)


3. Masa Sekresi
a. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi
b. Pada masa ini, dikeluarkan hormone progesteron yang

dapat mempengaruhi pertubuhan endometrium serta

mengkondisikan rahim agar siap untuk diimplantasi

(pelekatan janin ke rahim).

2.1.3 Fisiologi Menstruasi


Menstruasi biasanya dimulai ketika seorang perempuan berusia

sekitar 12-13 tahun. Panjang siklus menstruasi normal berlangsung

selama 21-35 hari, dan darah haid keluar selama 2-8 hari, dengan

volume sebesar 20-60 ml per hari.


Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh

hipofisis akan merangsang perkembangan folikel-folikel yang ada di

dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya, hanya satu folikel yang

terangsang. Kemudian, folikel tersebut berkembang menjadi folikel de

Graaf yang memproduksi esterogen. Esterogen ini menekan produksi

FSH sehingga hipofisis mengeluarkan hormone yang ke dua, yaitu

LH. Produksi hormone LH maupun FSH berada di bawah pengaruh

releasing hormones (RH) yang diproduksi oleh hipotalamus dan

disalurkan ke hipofisis. Sementara itu, sekresi RH di pengaruhi oleh

mekanisme umpan balik terhadap hipotalamus yang dikendalikan oleh

esterogen.
Produksi hormone Gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan

menyebabkan pematangan folikel de Graaf yang mengandung

8
esterogen. Esterogen mempengaruhi pertumbuhan endometrium dan

kadarnya mencapai puncak hari ke-14 dari siklus menstruasi. Di saat

esterogen mencapai puncaknya, hipofisis melepaskan LH. Di bawah

pengaruh LH, folikel de Graaf menjadi matang dan terjadilah ovulasi.

Ovulasi ini timbul sekitar 12 jam setelah pertengahan siklus

peningkatan LH.
Setelah ovulasi terjadi, di bawah pengaruh hormone LH dan LTH

(Luteotrophic hormones, suatu hormone gonadotropin), terbentuklah

korpus rubrum yang selanjutnya menjadi korpus luteum. Korpus

luteum lalu menghasilkan progesterone yang dapat mempengauhi

pertumbuhan kelenjar endometrium. Jika tidak ada pembuahan, korpus

luteum berdegenerasi dan kadar esterogen serta progesterone pun

berkurang. Penurunan kadar hormone-hormon tersebut menyebabkan

degenerasi, perdarahan, dan pelepasan endometrium : proses inilah

yang disebut haid atau menstruasi. Sebaliknya apabila dalam masa

ovulasi terjadi pembuahan, korpus luteum pun akan dipertahankan dan

terjadilah kehamilan. (Rasjidi, 2018)


Siklus ovarium dan uterus sangat bergantung pada perubahan

kadar hormone reproduksi yang juga terjadi secara siklis (lihat Tabel

2.1) Berikut ini merupakan penjabarannya :


1. Setiap permulaan siklus menstruasi, hormone gonadotropin (FSH

dan LH) berada pada kadar yang rendah. Kadar kedua hormon ini

sudah menurun sejak akhir fase luteal pada siklus sebelumnya.


2. Hormone FSH dari hipotalamus perlahan-lahan mengalami

peningkatan setelah korpus luteum menghilang, sedangkan

9
pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan

pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium.


3. Peningkatan kadar esterogen menyebabkan umpan balik negatif

pada pengeluaran FSH dari hipofisis. Kadar hormone LH

kemudian berkurang akibat peningkatan level estradiol, tetapi pada

akhir fase folikular, level hormone LH meningkat drastis.


4. Pada akhir fase folikular, hormone FSH merangsang reseptor

(penerima) hormone LH yang terdapat pada sel granulosa. Dengan

rangsangan dari hormone LH ini, dilepaskanlah hormone

progesterone.
5. Ovulasi adalah penanda transisi dari fase proliferasi ke fase

sekresi, atau dari fase folikular ke fase luteal.

Siklus Menstruasi Tipikal


Fase-fase Jumlah hari tipikal Aksi hormone
menstruasi
Fase folikuler Hari ke-1 hingga ke-6 Esterogen dan progesterone mulai bekerja
(proliferatif)
siklus permulaan dari kadar terendah.
Kadar FSH meningkat untuk menstimulasi
menstruasi hingga akhir
pematangan folikel. Ovarium mulai
pengeluaran darah.
memproduksi esterogen dan kadarnya
meningkat, sementara kadar progesterone
tetap rendah.
Hari ke-7 hingga ke-13
siklus endometrium
menebal untuk
mempersiapkan implantasi

10
telur.
Ovulasi Hari ke-14 siklus Peningkatan drastic LH. Folikel yang
terbesar akan pecah dan melepaskan telur ke
dalam tuba fallopi.
Fase luteal Hari ke-15 hingga ke-25 Folikel yang rupture berkembang menjadi
(sekretori), siklus korpus luteum yang memproduksi
disebut juga progesterone. Progesterone dan esterogen
sebagai fase menstimulasi bantalan pembuluh darah
pramenstruasi untuk mempersiapkan implantasi telur.
Jika terjadi fertilisasi : Telur yang terfertilisasi menempel ke
bantalan pembuluh darah yang memasok
nutrisi untuk plasenta yang sedang tumbuh.
Korpus luteum tetap memproduksi
esterogen dan progesterone
Jika fertilisasi tidak Korpus luteum rusak. Kadar esterogen dan
terjadi : progesterone berkurang. Lapisan pembuluh
darah meluruh dan menstruasi mulai terjadi

Tabel 2.1 Siklus menstruasi tipikal

2.1.4 Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang dapat terjadi pada

saat masa menstruasi (Haryono, 2016) :


a) Perut terasa mulas, mual dan panas
b) Terasa nyeri saat buang air kecil
c) Tubuh tidak fit
d) Demam
e) Sakit kepala dan pusing
f) Keputihan
g) Radang pada vagina
h) Gatal-gatal pada kulit
i) Emosi meningkat, lebih sensitive, mudah tersinggung
j) Nyeri dan bengkak pada payudara
k) Bau badan tidak sedap

11
l) Nafsu makan menurun
m) Sulit tidur

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi


Faktor yang mempengaruhi menstruasi (Kusmiran, 2014) :
A. Faktor Internal
1. Faktor Hormon
Hormon yang mempengaruhi terjadinya menstruasi yaitu :
a. Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormon (FSH-

RH) yang dikeluarkan oleh hipotalamus dan merangsang

hipofisis untuk mengeluarkan FSH


b. Luteinizing Hormone Releasing Hormon (LH-RH) yang

dikeluarkan oleh hipotalamus dan merangsang hipofisis

untuk mengeluarkan LH
c. Estrogen yang dihasilkan oleh Ovarium.
d. Progesteron yang dihasilkan oleh Ovarium

2. Faktor Enzim
Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium

merusak sel yang berperan dalam sintesis protein, yang

mengganggu metabolisme sehingga mengakibatkan pelepasan

endometrium dan terjadi perdarahan.


3. Faktor Vaskuler
Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem

vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada

pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-

vena, dan hubungan di antara keduanya. Dengan pelepasan

endometrium, timbul statis dalam vena-vena serta saluran-

saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya

12
terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan

hematoma, baik dari arteri maupun vena.


4. Faktor Prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2.

Dengan adanya desintegrasi endometrium, prostagalandin

terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu

faktor untuk membatasi perdarahan pada menstruasi.


5. Status Kesehatan
Status kesehatan seseorang dikatakan baik apabila

kebutuhan nutrisinya terpenuhi. Hal ini sangat mempengaruhi

organ reproduksi mengalami kematangan. Tetapi ada pula

organ reproduksi yang belum waktunya matang, ia telah

mengalami kematangan. Hal ini dikarenakan adanya

rangsangan dari luar (media).


Begitu sebaliknya, apabila nutrisinya tidak terpenuhi

dengan cukup, maka dapat memperlambat perkembangan

organ reproduksi sehingga dapat terjadi gangguan menstruasi.


6. Genetik
Faktor genetik berperan mempengaruhi percepatan dan

perlambatan menarche yaitu antara usia menarche ibu dengan

usia menarche putrinya. Faktor genetic merupakan faktor yang

tidak bisa dimodifikasi.

B. Faktor Eksternal
1. Usia
Secara khusus, perempuan yang mengalami haid berkisar

antara usia 12-13 tahun, namun ada pula perempuan yang

mengalaminya pada usia awal, kira-kira 10 tahun, dan

13
beberapa diantaranya yang lebih dini. Di sisi lain ada juga

beberapa perempuan yang mungkin belum mengalami haid

pada usia 15-16 tahun. Ini semua tergantung pada produksi dan

pelepasan pada hormone.

2. Status Gizi
Status gizi yang kurang atau terbatas (Underweight) selain

akan mempengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga

akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini

akan berdampak pada gangguan haid, tetapi akan membaik bila

asupan nutrisinya baik (Paath, 2004). Menstruasi dini tejadi

pada perempuan yang sering mengkonsumsi junk food yang

berlebih, terlalu sering mengkonsumsi minuman manis dan

kurangnya aktivitas fisik.


Sedangkan perempuan dengan status gizi (Overweihgt)

atau obesitas lebih cepat mengalami menstruasi dibandingkan

perempuan yang berstatus gizi normal dan underweight.

Obesitas berkaitan dengan paparan hormone esterogen dan

progesterone yang tinggi dikarenakan pola konsumsi makanan

berlemak tinggi.
3. Lingkungan
Masalah utama dari faktor lingkungan adalah media sosial

atau pergaulan, mulai dari pergaulan didunia maya, didunia

nyata, serta rangsangan-rangsangan yang kuat dari luar,

misalnya berupa film-film dewasa, buku bacaan dan majalah-

14
majalah yang bergambar untuk remaja. Hal ini dapat

mempercepat kematangan keremajaan anak. Bisa juga

mempercepat awal dari haid seorang anak perempuan.


2.1.6 Gangguan Menstruasi
Menurut Yahya (2011) gangguan menstruasi di bagi menjadi 4

golongan yaitu :
1) Banyak dan Lamanya perdarahan
a) Hipermenorhea
Suatu keadaan menstruasi dengan jumlah perdarahan yang

banyak dan lama melebihi batas normal, biasanya sekitar 8

hari atau lebih. Keadaan ini biasanya terjadi karena adanya

mioma uteri (tumor jinak di rahim) atau polip pada

endometrium.
b) Hipomenorhea
Keadaan menstruasi dengan jumlah perdarahan sedikit dan

waku yang lebih pendek dari pada biasanya. Hal ini biasanya

terjadi pada wanita yang mengalami kekurangan gizi atau

pada wanita yang baru saja melakukan pengambilan mioma.


2) Kelainan Siklus
a) Polimenorhea
Pada kelainan ini, siklus menstruasi memendek.siklus

menstruasi yang biasanya terjadi selama 28 hari, pada kasus

polimenorea siklus menstruasi akan kurang dari 28 hari, yaitu

21 hari dan darah yang keluar biasa sama atau lebih banyak

dari biasanya. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan

hormonal atau adanya endometriosis atau adanya peradangan.


b) Oligomenorhea
Pada kelainan ini, siklus menstruasi menjadi lebih panjang,

yaitu lebih dari 35 hari dan perdarahannya biasanya hanya

15
sedikit. Kelainan ini terjadi karena adanya kelainan hormonal,

gangguan gizi dan gangguan kejiwaan, seperti stress atau

karna penyakit-penyakit tertentu.


c) Amenorhea
Keadaan tidak terjadinya menstruasi selama 3 bulan lebih

berturut-turut. Amenorea ini dibagi menjadi 2 yaitu :


a. Amenorhea Primer
Sejak dari kecil sampai usia 18 tahun, belum pernah

mendapatkan menstruasi. Hal ini biasanya terjadi karena

kelainan bawaan sejak lahir atau kelainan genetik. Seperti

pada kasus kelainan himen yang tidak ada lubangnya atau

atresia himenalis. Selain itu, dapat terjadi karena adanya

penyakit-penyakit tertentu yang di derita sejak lahir,

misalnya penyakit gula (Diabetes Militus) dan penyakit

tiroid. Atau dapat juga terjadi karena kekurangan gizi.


b. Amenorhea Sekunder
Pada kasus ini, penderita pernah mengalami menstruasi,

tetapi kemudian tidak mendapatkan menstruasi selama 3

bulan lebih berturut-turut dan bukan karena kehamilan.

Amenorea sekunder ini bisa terjadi karena banyak hal,

antara lain :
- Adanya gangguan organ, seperti adanya tumor atau

infeksi
- Gangguan kejiwaan, misalnya stress, depresi
- Gangguan yang berasal dari organ pembuat

hormone,
- Penyakit-penyakit tertentu, seperti hipotiroid,

hipertiroid dan diabetes militus

16
- Penyakit umum, seperti kekurangan gizi, obesitas,

atau penyakit infeksi yang lama.


3) Perdarahan di Luar Siklus
Perdarahan yang terjadi di antara dua masa menstruasi atau biasa

di sebut metroragie. Perdarahan ini terpisah dan dapat dibedakan

dengan menstruasi. Perdarahan ini bisa disebabkan oleh kelainan

organ reproduksi atau kelainan fungsional.


a) Perdarahan karena sebab organik
Kelainan ini terjadi karena adanya infeksi tumor atau kanker

di organ-organ reproduksi wanita, seperti leher rahim, badan

rahim, penggantung rahim, atau di kandung telur, termasuk

abortus dan kehamilan di luar rahim.

b) Perdarahan karena sebab fungsional


Perdarahan ini biasanya di sebut perdarahan disungsional.

Kelainan ini bisa terjadi pada semua jenis umur. Namun,

biasanya terjadi di awal atau di akhir berungsinya ovarium,

yaitu di saat menarche atau menopause. Selain itu bisa juga

terjadi pada penderita hipertensi karena pecahnya pembuluh

darah di rahim, penderita kelainan darah, seperti anemia atau

penyakit pembekuan darah dan penderita dengan gangguan

stress.
4) Gangguan lain yang Berhubungan
a) Dismenorrhea
Dismenorrhea adalah nyeri saat menstruasi. Kasus ini yang

paling sering membawa wanita muda berkonsultasi ke dokter.

17
Dismenorrhea di bagi menjadi 2 yaitu dysmenorrhea primer

dan dysmenorrhea sekunder.


b) Premenstrual Tension (Tegang Pra-Menstruasi)
Keluhan ini bisa berupa gangguan-gangguan emosional,

seperti mudah tersinggung, gelisah, susah tidur, nyeri kepala

dan kembung. Keluhan ini biasanya terjadi 1 minggu sebelum

menstruasi sampai setelah keluarnya menstruasi.


c) Perdarahan Ovulasi
Nyeri ini timbul karena terjadinya ovulasi atau keluarnya

ovum (sel telur) dari kandung telur. Pada saat itu, beberapa

wanita mengalami sakit di tengah-tengah siklus

menstruasinya, biasanya terjadi sekitar 2 minggu sebelum

menstruasi berikutnya. Rasa nyeri ini tidak menjalar dan tidak

mengejan, lamanya sekitar 3-5 jam atau dapat pula terjadi 2-3

harian. Biasanya disertai juga dengan keluhan darah berwarna

kecoklatan atau ada pula yang berwarna merah. Namun, tidak

terlalu banyak.
d) Mastalgia
Rasa nyeri dan pembesaran payudara sebelum menstruasi. Hal

ini disebabkan oleh peningkatan esterogen sehingga payudara

mengalami pembengkakan dan berwarna kemerahan.

2.2 DYSMENORRHEA
2.2.1 Pengertian Dysmenorrhea
Dysmenorrhea adalah keluhan yang sering dialami perempuan

pada bagian perut bawah. Secara etimologi, dysmenorrhea berasal dari

kata dalam Bahasa Yunani kuno. Kata tersebut berasal dari dys yang

berarti sulit, nyeri, abnormal, meno yang berarti bulan, dan rrhea yang

18
berarti aliran. Dengan demikian, secara singkat dysmenorrhea dapat

didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang sulit atau menstruasi yang

mengalami nyeri (Anurogo & Wulandari, 2011).


Dysmenorrhea adalah nyeri pada bagian perut, kram, dan sakit

punggung bawah sebelum dan selama menstruasi (Kusmiran, 2012).

Dysmenorrhea juga sering disertai dengan sakit kepala, mual

terkadang sampai muntah, sembelit atau diare, dan sering berkemih

(Nugroho & Utama, 2014).

2.2.2 Klasifikasi Dysmenorrhea


1. Dysmenorrhea Primer
Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang tidak disertai

kelainan yang nyata pada organ genital. Dysmenorrhea primer

terjadi beberapa saat setelah menarche, biasanya 12 bulan atau

lebih. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelum atau bersamaan

dengan permulaan haid. Dan dapat berlangsung beberapa jam atau

beberapa hari. Sifat nyerinya kejang berjangkit-jangkit, biasanya

terbatas pada perut bagian bawah, serta dapat menyebar ke daerah

pinggang dan paha. (Rasjidi, 2018)


2. Dysmenorrhea Sekunder
Dysmenorrhea sekunder adalah nyeri yang timbul karena

ada berbagai keadaan patologis di organ genetalia. Penyebab yang

umum di antaranya termasuk endometriosis, adenomyosis, polip

endometrium, chronic pelvic inflammatory disease dan

penggunaan peralatan kontrasepsi atau IU(C)D (intra uterine

contraceptive device). (Anurogo & Wulandari, 2011)

19
2.2.3 Etiologi Dysmenorrhea

Menurut Nugroho & Utama (2014) penyebab dysmenorrhea dibagi

menjadi 2 yaitu dysmenorrhea primer dan dysmenorrhea sekunder.

Nyeri pada dysmenorrhea primer disebabkan kontraksi rahim yang

dirangsang oleh prostaglandin uteri yang tinggi, aktivitas uteri yang

abnormal, kurang berolahraga, stres psikis atau stres sosial. Perbedaan

beratnya nyeri tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang

mengalami dysmenorrhea memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali

lebih tinggi dibanding dengan wanita yang tidak mengalami

dysmenorrhea. Pada fase luteal, saat menstruasi hormon progesteron

sangat mempengaruhi endometrium yang mengandung prostaglandin.

Akibatnya prostaglandin menjadi meningkat yang menyebabkan

kontraksi miometrium yang kuat sehingga terasa nyeri. Biasanya

dysmenorrhea primer timbul pada masa remaja, yaitu kisaran 2-3

tahun setelah menarche.

Sedangkan Penyebab dysmenorrhea sekunder adalah

endometriosis, fibroid, adenomiosis, peradangan tuba falopi,

perlengketan abnormal antara organ di dalam perut, pemakaian IUD,

dysmenorrhea sekunder sering mulai timbul pada usia 20 tahun.

2.2.4 Derajat Dysmenorrhea

20
Menurut Recce & Barbiei (2011), Miaskwoski (2005) cit Potter &

Perry (2010), derajat nyeri yang dirasakan pada dysmenorrhea yaitu :


1. Nyeri dirasakan ringan, aktivitas sedikit terganggu, jarang

membutuhkan obat namun jika mengonsumsi obat maka akan

mengurangi nyeri yang dirasakan.


2. Nyeri yang dirasakan sedang, aktivitas terganggu, membutuhkan

obat dan hal tersebut sering efektif dalam mengurangi nyeri.


3. Nyeri dirasakan hebat, mengganggu sebagian besar aktivitas,

membutuhkan obat namun hal tersebut tidak atau jarang

memberikan efek mengurangi nyeri.

2.2.5 Dampak Dysmenorrhea


Beban yang ditimbulkan oleh dysmenorrhea lebih besar dari

permasalahan ginekologi lainnya. Selain menimbulkan permasalahan

ginekologikal, dysmenorrhea juga dapat menyebabkan permasalahan

kesehatan masyarakat, kesehatan kerja dan keluarga karena

dysmenorrhea tidak hanya berdampak pada individu terkait, tetapi

juga lingkungan disekitarnya (Aytat Polat et al,2009).


1) Aktivitas Belajar
Dampak yang paling sering ditimbulkan oleh dysmenorrhea

ialah gangguan aktivitas sehingga wanita dysmenorrhea tidak

dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan normal. Wanita

yang mengalami dysmenorrhea dua kali lebih terganggu

aktivitasnya dibandingkan dengan yang tidak mengalami nyeri

saat dysmenorrhea. (Titilayo A et al, 2009)


Gangguan aktivitas belajar tersebut berupa tingginya tingkat

absen dari sekolah maupun kerja, keterbatasan kehidupan social,

21
perfoma akademik, serta aktivitas olahraganya. Tidak masuk

sekolah maupun kerja merupakan dampak yang paling sering

ditimbulkan oleh dysmenorrhea. (Novia, 2008)


2) Menurunnya Kualitas Hidup
Permasalahan dysmenorrhea berdampak pada penurunan

kualitas hidup akibat tidak masuk sekolah maupun bekerja, namun

di sisi lain menurunnya kualitas hidup akibat dysmenorrhea

berdampak pada profesionalitas kerja dan perfoma akademik.

(Celik H et al, 2009)


3) Kerugian Ekonomi
Dysmenorrhea juga menimbulkan kerugian ekonomi pada wanita

usia subur, serta berdampak pada kerugian ekonomi nasional

karena terjadi penurunan kualitas hidup. (Celik H et al, 2009)


4) Infertilitas (Kemandulan)
Pada dysmenorrhea sekunder yang terjadi akibat endometriosis

dapat mengganggu fungsi seksual, menyebabkan infertilitas dan

dapat mengarah komplikasi ke usus, kandung kemih, atau ureter.

(Paker M et al, 2010) Tidak hanya dysmenorrhea sekunder,

infertilitas serta gangguan fungsi seksual dapat terjadi pada

dysmenorrhea primer jika tidak di tangani.


5) Depresi
Pada wanita yang dysmenorrhea lebih banyak mengalami depresi

dari pada mereka yang tidak mengalami dysmenorrhea, sedangkan

studi lain menunjukkan bahwa wanita dysmenorrhea beresiko 1,39

kali mengalami depresi dan rasa cemas. (Patel V et al, 2009)


6) Keluhan Ginekologikal lainnya
Studi mengenai beban yang ditimbulkan oleh dysmenorrhea

menunjukkan bahwa dysmenorrhea tingkat sedang hingga berat

22
berhubungan dengan keluhan ginekologikal yang lain (bukan

nyeri pada bagian bawah perut saat menstruasi). (Patel V et al,

2009)
7) Alterasi Aktivitas Autonomic Kardiak
Hasil studi Hegazi dan Nasrat (2007) menemukan bahwa wanita

yang mengalami dysmenorrhea bermanifestasi untuk memiliki

kardiak autonomik sign dari pada yang tidak. Alterasi yang cukup

signifikan pada aktivitas autonomik kardiak termanifestasi dalam

turunnya HRV (Heart Rate Variability) yang terjadi tidak hanya

pada fase luteal tetapi pada seluruh siklus termasuk pada fase yang

tidak menimbulkan nyeri.

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea


Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea primer

menurut Rasjidi (2018) diantaranya adalah :


1. Faktor Kejiwaan
Remaja secara emosional tidak stabil, apalagi jika remaja tidak

mendapatkan penjelasan yang baik tentang proses menstruasi,

sehingga hal ini menyebabkan dysmenorrhea dapat muncul dengan

mudah.
2. Faktor Konstitusi
Faktor-faktor meliputi anemia dan penyakit menahun (penyakit

asma dan migrain) yang dapat menurunkan ketahanan terhadap

nyeri, dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.


3. Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Pada faktor ini menyebabkan aliran darah menstruasi tidak lancar

sehingga otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk

melaikan kelainan tersebut.

23
4. Faktor Endokrin
Kejang pada dysmenorrhea primer disebabkan oleh kontraksi yang

berlebihan. Hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase

sekresi memproduksi prostaglandin F2-α yang menyebabkan

kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2-α berlebih

akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain

dysmenorrhea, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea,

dan muntah.
5. Faktor Alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara

dysmenorrhea primer dengan urtikaria, migrain, atau asma

bronkial. Smith (2005) menduga bahwa sebab alergi ialah toksin

haid.
Menurut Bare & Smeltzer (2001, dalam Khuluq, 2014). Faktor

resiko terjadinya dysmenorrhea primer adalah :


1. Menarche pada usia lebih awal
Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi

belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami

perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi.


2. Belum pernah hamil dan melahirkan
Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan

dengan sara yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan,

serta menyebabkan leher rahim melebar sehingga derajat nyeri

haid berkurang bahkan hilang.


3. Lama menstuasi lebih dari normal (7 hari)
Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi

menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama

mengakibatkan uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin

24
banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Produksi prostaglandin

berlebihan menimbulkan rasa nyeri, sedangkan kontraksi uterus

yang terus menerus menyebabkan suplai darah ke uterus tehenti

dan terjadi dysmenorrhea.


4. Umur perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi

maka leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian

dysmenorrhea jarang ditemukan.


Medicastore (2004, dalam khuluq, 2014 ). Wanita yang

mempunyai resiko menderita dysmenorrhea primer adalah :


1. Mengkonsumsi Alkohol. Alcohol merupakan racun bagi tubuh

kita, dan hati bertanggungjawab terhadap penghancur esterogen

untuk disekresi oleh tubuh. Fungsi hati terganggu karna adanya

konsumsi alcohol yang terus menerus, maka esterogen tidak bisa

disekresi oleh tubuh, akibatnya esterogen dalam tubuh meningkat

dan dapat menimbulkan gangguan pada pelvis.


2. Perokok. Merokok dapat meningkatkan lamanya menstruasi dan

meningkatkan lamanya dysmenorrhea.


3. Tidak pernah berolahraga. Kejadian dysmenorrhea akan meningkat

dengan kurangnya aktivitas selama menstruasi dan kurangnya

olahraga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen

ke uterus menurun sehingga menyebabkan nyeri.


4. Stress. Stress menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul

dan otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan

dysmenorrhea.
2.2.7 Penanganan Dysmenorrhea
Penanganan dysmenorrhea dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

25
1) Terapi Farmakologi
Dysmenorrhea dapat di atasi dengan terapi farmakologi dan

non farmakologi. Terapi farmakologi dengan memberikan obat-

obatan seperti prostaglandin, inhibitor, analgesik dan penggunaan

Nonsteroidal anti-inflamasntory (NSAIDS) yaitu ibuprofen,

acetaminophen, aceclofenac, valdecoxib, diclofenac, meloxicam,

dengan tujuan pengobatannya untuk menghilangkan nyeri. Obat-

obatan tersebut dapat menurunkan nyeri dan menghambat

produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang mengalami

trauma dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk

menjadi sensitif terhadap stimulasi yang menyebabkan sakit

sebelumnya. Akan tetapi, setiap pengobatan secara farmakologi

dapat memberikan efek samping, yaitu gangguan pada sistem

gastrointestinal bagian bawah (dyspepsia), nausea, dan

abnormalitas pada ginjal dan fungsi hati.

2) Terapi Non Farmakologi


Dysmenorrhea dapat di atasi dengan terapi non-farmakologi, yaitu

sebagai berikut :

a) Relaksasi
Relaksasi merupakan latihan pernafasan, teknik relaksasi

dapat menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan,

frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan

siklus nyeri, ansietas, ketegangan otot, teknik ini juga efektif

digunakan pada nyeri kronis.


b) Olahraga

26
Salah satu olahraga yang dapat mengurangi intensitas nyeri

dysmenorrhea yaitu senam. Pada penelitian yang dilakukan

oleh Sornim (2014) menyebutkan bahwa senam terbukti

berpengaruh dalam menurunkan nyeri dysmenorrhea pada

remaja. Senam dysmenorrhea memiliki dampak yang lebih

baik bagi penderita dysmenorrhea dibanding dengan

beristirahat. Dengan melakukan latihan dan gerakan-gerakan,

otot-otot panggul dan otot-otot uterus mengalami relaksasi,

sehingga nyeri yang dirasakan saat menstruasi teratasi. Selain

itu, senam dysmenorrhea juga dapat menstabilkan mood dan

depresi yang biasanya terjadi pada wanita.


c) Aromaterapi
Aromaterapi adalah penggunaan minyak esensial yang berasal

dari tanaman yang aman untuk terapi. Ada banyak jenis

minyak esensial yang digunakan untuk terapi seperti melissa,

eucalyptus, dan lavender. Aromaterapi ini sangat efektif

digunakan untuk relaksasi, mengurangi nyeri, stress, dan

meningkatkan mekanisme koping individu.


d) Terapi Hangat dan Dingin
Terapi hangat dan dingin dapat mengurangi nyeri dan

memberikan kesembuhan. Pemilihan intervensi pemberian

terapi hangat dan dingin dapat bervariasi disesuaikan dengan

kondisi klien. Sebagai contoh terapi hangat dapat

menggunakan alas hangat atau kompres dengan menggunakan

kantung karet yang diberi air hangat untuk membantu

27
mengurangi nyeri akut dan pemberian handuk yang telah

ditaruh dalam kantung es dapat mengurangi nyeri akut pada

sendi yang meradang.

2.3 AKTIVITAS BELAJAR


2.3.1 Definisi Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah keterlibatan seseorang dalam bentuk

sikap, pikiran, dan perhatian saat kegiatan belajar. Sehingga dapat

diperoleh manfaat. (Rohmat, 2013).


Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun

mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus saling

berkaitan, contoh seseorang sedang belajar membaca, fisik kelihatan

bahwa orang itu membaca menghadapi suatu buku, tetapi mungkin

pikiran dan sikap mentalnya tidak tertuju pada buku yang dibaca.

Menunjukkan tidak ada keserasian antara aktivitas fisik dengan

aktivitas mental. Apabila sudah demikian, maka belajar tidak optimal.

Begitu juga sebaliknya jika hanya mentalnya saja yang aktif, juga

tidak akan bermanfaat. Misalnya ada seseorang berfikir tentang

sesuatu atau renungan ide-ide yang perlu diketahui oleh masyarakat,

tetapi tidak disertai dengan perbuatan fisik atau aktivitas fisik misalnya

dituangkan pada tulisan atau disampaikan kepada orang lain maka ide

tersebut tidak akan bermakna. (Sardiman, 2016)

2.3.2 Jenis-Jenis Aktivitas Belajar


Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip dalam Suhana (2014) Aktivitas

belajar dibagi menjadi 8 kelompok, sebagai berikut :


1) Kegiatan Visual (Visual Activities)

28
Misalnya : membaca, melihat gambar-gambar, mengamati

eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja

atau bermain
2) Kegiatan Lisan (Oral Activities)
Seperti : mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan

suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, berwawancara, berdiskusi,,


3) Kegiatan Mendengarkan (Listening Activities)
Sebagai contoh : mendengarkan penyajian, bahan, mendengarkan

percakapan, diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan

instrument music, mendengarkan siaran radio.


4) Kegiatan Menulis (Writing Activities)
Misalnya : menulis cerita, karangan, menulis laporan, membuat

sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket


5) Kegiatan Menggambar (Drawing Activities)
Misalnya : menggambar, membuat grafik, diagram, peta, dan pola
6) Kegiatan Metrik (Motor Activities)
Misalnya : melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan

pameran, membuat model, menyelenggarakan pameran, membuat

model, menyelenggarakan permainan (simulasi) serta menari dan

berkebun.
7) Kegiatan Mental (Mental Activities)
Misalnya : merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,

menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan,

membuat keputusan
8) Kegiatan Emosional (Emotional Activities)
Misalnya : minat, membedakan, berani, tegang, merasa tegang dan

gugup.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar

29
1. Faktor Internal
a. Aspek Fisik (Fisiologis)
Orang yang belajar membutuhkan fisik yang sehat. Fisik yang

sehat akan mempengaruhi seluruh jaringan tubuh sehingga

aktivitas belajar tidak menurun


b. Aspek Psikhis (Psikologis)
Pada aspek psikologi, ada faktor psikologis yang

mempengaruhi seseorang untuk melakukan aktivitas belajar.

Faktor-faktor itu adalah perhatian, pengamatan, tanggapan,

fantasi, ingatan, berfikir, bakat dan motif.


2. Faktor Eksternal
a. Keadaan Keluarga
Sebelum seseorang belajar di lembaga formal (sekolah)

sebelumnya telah mendapatkan pendidikan di lingkungan

keluarga. Di keluargalah setiap orang pertama kali

mendapatkan pendidikan. Pengaruh pendidikan di lingkungan

keluarga, suasana di lingkungan keluarga, cara orang tua

mendidik, keadaan ekonomi, hubungan antar anggota keluarga

semua hal hal yang di ajarkan didalam keluarga sangat

mempengaruhi aktif dan pasifnya anak dalam mengikuti

kegiatan tertentu.

b. Guru dan Cara Mengajar


Lingkungan sekolah, dimana dalam lingkungan ini mahasiswa

mengikuti kegiatan belajar mengajar, dengan segala unsur yang

terlibat di dalamnya, seperti bagaimana dosen menyampaikan

materi, metode, pergaulan dengan temannya turut

30
mempengaruhi tinggi rendahnya kadar aktivitas mahasiswa

dalam proses belajar dan mengajar.


c. Alat-alat Pembelajaran
Sekolah yang cukup memiliki perlengkapan yang diperlukan

untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari

dosennya, kecakapan dosen dalam menggunakan alat tersebut,

akan mempermudah dan mempercepat proses belajar mengajar.


d. Motivasi Sosial
Dalam proses pendidikan timbul kondisi-kondisi yang di luar

tanggung jawab sekolah, tetapi berkaitan erat dengan corak

kehidupan lingkungan masyarakat atau bersumber pada

lingkungan alam. Oleh karena itu cprak hidup suatu lingkungan

masyarakat tertentu dapat mendorong seseorang untuk akti

mengikuti kegiatan belajar mengajar atau sebaliknya.


e. Lingkungan dan Kesempatan
Lingkungan, dimana mahasiswa tinggal akan mempengaruhi

perkembangan belajar, misalnya jarak antara rumah dan

sekolah yang terlalu jauh, sehingga memerlukan kendaraan

yang cukup lama yang pada akhirnya dapat melelahkan

mahasiswa itu sendiri.

2.4 KONSEP MAHASISWA


2.4.1 Pengertian mahasiswa
Menurut Hartaji (2012) mahasiswa adalah seseorang yang

sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar

sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk Perguruan

Tinggi yang terdiri dari Akademik, Politeknik, Sekolah Tinggi,

Institute dan Universitas. Seorang mahasiswa dikategorikan pada

31
tahap perkembangan yang usianya 18-25 tahun. Tahap ini dapat

digolongkan pada remaja akhir sampai masa dewasa awal dan

dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia

mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012 : 27)

2.4.2 Karakteristik perkembangan mahasiswa


Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan

pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon

terhadap kurikulum yang menawarkan wawasan dan cara berpikir

baru seperti terhadap mahasiswa lain yang berbeda dalam soal

pandangan dan nilai, terhadap kultur mahasiswa yan berbeda

dengan kultur pada umumnya, dan terhadap anggota fakultas yang

memberikan model baru. Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili

pengejaran terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari karir

masa depan (Papalia dkk, 2008 : 672)


Ciri-ciri perkembangan mahasiswa (usia 18 sampai 21 tahun)

dapat di lihat dalam tugas-tugas perkembangan yaitu :


1) Menerima keadaan fisiknya : perubahan fisiologis dan organis

yang sedemikian hebat pada tahun-tahun sebelumnya, pada

masa remaja akhir sudah lebih tenang. Struktur dan penampilan

fisik sudah menetap dan harus di terima sebagaimana adanya.

Kekecewaan karena kondisi fisik tertentu tidak lagi menganggu

dan sedikit demi sedikit mulai menerima keadaanya.


2) Memperoleh kebebasan emosional : masa remaja akhir sedang

masa proses melepaskan diri dari ketergantungan secara

emosional dari orang yang dekat dalam hidupnya (orang tua).

32
Kehidupan emosi yang sebelumnya banyak mendominasi sikap

dan tindakannya mulai terintegrasi dengan fungsi-fungsi lain

sehingga lebih stabil dan lebih terkendali. Dia mampu

mengungkapkan pendapat dan perasaannya dengan sikap yang

sesuai dengan lingkungan dan kebebasan emosionalnya.


3) Mampu bergaul : dia mulai mengembangkan kemampuan

mengadakan hubungan social baik dengan teman sebaya

maupun orang lain yan berbeda tingkat kematangan sosialnya.

Dia mampu menyesuaikan dan memperlihatkan kemampuan

bersosialisasi dalam tingkat kematangan sesuai dengan norma

social yang ada.


4) Menemukan model untuk identifikasi : dalam proses ke arah

kematangan pribadi, tokoh identifikasi sering kali menjadi

faktor penting, tanpa tokoh identifikasi timbul kekaburan akan

model yang ingin di tiru dan memberikan pengarahan

bagaimana bertingkah laku dan bersiap sebaik-baiknya.


5) Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri : pengertian dan

penilaian yang objekif menenai diri sendiri mulai terpupuk.

Kekurangan dan kegagalan yang bersumber pada keadaan

kemampuan tidak lagi mengganggu berfungsinya kepribadian

dan menghambat prestasi yang ingin di capai


6) Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma :

nilai pribadi yang tadinya menjadi norma dalam melakukan

sesuatu tindakan bergeser ke arah penyesuaian terhadap norma

di luar dirinya. Baik yang berubungan dengan nilai social

33
ataupun nilai moral. Nilai pribadi adakalanya harus disesuaikan

dengan nilai-nilai umum (positif) yang berlaku

dilingkungannya.
7) Meningalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan :

dunia remaja mulai ditinggalkan dan dihadapannya terbentang

dunia dewasa yang akan di masuki. Ketergantungan secara

psikis mulai ditinggalkan dan ia mampu mengurus dan

menentukan sendiri. Dapat dikatakan masa ini ialah masa

persiapan ke arah tahapan perkembangan berikutnya yakni

masa dewasa muda.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik

mahasiswa ialah pada penampilan fisik tidak lagi mengganggu

aktivitas di kampus, mulai memiliki intelektualitas yang tinggi dan

kecerdasan berfikir yang matang untuk masa depannya, memiliki

kebebasan emosional untuk memiliki pergaulan dan menentukan

kepribadiannya. Mahasiswa juga ingin meningkatkan prestasi di

kampus, memiliki tanggung jawab dan kemandirian dalam

menyelesaikan tugas-tugas kuliah serta mulai memikirkan nilai dan

norma-norma di lingkungan kampus maupun di lingkungan

masyarakat di mana dia berada.

2.5 HUBUNGAN DYSMENORRHEA DENGAN AKTIVITAS BELAJAR


Menurut Kusmiran (2012) menstruasi terjadi secara alamiah pada

perempuan, dimana saat mentruasi akan mengalami perdarahan yang

teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ reproduksi telah mengalami

34
kematangan. Berbagai jenis ganguan dapat terjadi pada saat mentruasi yaitu

hipermenorea, hipomenorea, polimenorea, oligomenorea, amenorea dan

dysmenorrhea.
Salah satu gangguan yang terjadi pada saat menstruasi yaitu

dysmenorrhea. Tingkat keparahan dysmenorrhea terbagi atas

dysmenorrhea ringan, sedang, berat. Nyeri dirasakan ringan, aktivitas

sedikit terganggu, jarang membutuhkan obat namun jika mengonsumsi

obat maka akan mengurangi nyeri yang dirasakan. Nyeri yang dirasakan

sedang, aktivitas terganggu, membutuhkan obat dan hal tersebut sering

efektif dalam mengurangi nyeri. Nyeri dirasakan hebat, mengganggu

sebagian besar aktivitas, membutuhkan obat namun hal tersebut tidak atau

jarang memberikan efek mengurangi nyeri.


Beban yang ditimbulkan oleh dysmenorrhea lebih besar dari

permasalahan ginekologi lainnya. Selain menimbulkan permasalahan

ginekologikal, dysmenorrhea juga dapat menyebabkan permasalahan

kesehatan masyarakat, kesehatan kerja dan keluarga karena dysmenorrhea

tidak hanya berdampak pada individu terkait, tetapi juga lingkungan

disekitarnya seperti, terganggunya aktivitas belajar, menurunnya kualitas

hidup, kerugian ekonomi, infertilitas, depresi, keluhan ginekologikal

lainnya dan alterasi aktivitas autonomik kardiak (Aytat Polat et al, 2009).

35
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori

Mahasiswi
Menstruasi
Ketidakstabilan Hormon Prostaglandin

Faktor internal yang Gangguan menstruasi :


mempengaruhi Faktor eksternal yang
menstruasi : 1. Hipermenorrhea mempengaruhi
2. Hipomenorrhea menstruasi :
1. Faktor Hormone 3. Polimenorrhea
2. Faktor Enzim 8.4. Dysmenorrhea
Oligomenorrhea 1. Usia
3. Faktor Vaskular 5. Amenorhhe 2. Status Gizi
4. Faktor Nyeri tension
6. pre menstrual 3. Lingkungan
Prostaglandin 7. Mastalgia
Dampak Dysmenorrhea :
5. Status Kesehatan 1. Aktivitas Belajar
6. Faktor Genetik 1.
2. Kualitas Hidup Menurun
Keterangan : 3. Kerugian Ekonomi
4. Infertilitas (Kemandulan)
: Diteliti
5. Depresi
: Tidak diteliti
6. Keluhan Ginekologikal lainnya

: Mempengaruhi

Mahasiswi yang mengalami menstruasi kebanyakan dari mereka

mengalami rasa tidak enak dibagian bawah perut. Hal ini disebabkan adanya

ketidakstabilan hormone prostaglandin yang dapat menyebabkan gangguan

pada menstruasi yaitu Hipermenorhhea, Hipomenorrhea, Polimenorrhea,

Oligomenorrhea, Amenorhhea, Pre menstrual tension, Mastalgia dan

Dysmenorrhea. Menstruasi dipengaruhi oleh dua faktor antara lain faktor

36
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor hormone, faktor enzim,

faktor vascular, faktor prostaglandin, status kesehatan dan faktor genetic.

Adapun faktor eksternal yaitu usia, status gizi dan linggkungan.

Dysmenorrhea menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman karena adanya

rasa nyeri sehingga dapat mengganggu aktivitas belajar. Selain itu

dysmenorrhea dapat menurunkan kualitas hidup, kerugian ekonomi,

infertilitas, depresi dan keluhan ginekologikal lainnya.

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari penelitian ini menunjukkan “ Ada Hubungan

Dysmenorrhea dengan Aktivitas Belajar Mahasiswi Prodi S1-Keperawatan

STIKES ABI SURABAYA TAHUN AJARAN 2019/2020 ”

BAB 4

37
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


4.2

38

Anda mungkin juga menyukai