Lapres PHPT (HAMA) Komoditas Tebu Kelompok 3

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

PENGAMATAN HAMA

KELOMPOK III
KOMODITAS TEBU
I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan
penting dan strategis dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan devisa negara, dan penyediaan
lapangan kerja. Tanaman tebu adalah salah satu komoditas perkebunan yang masih
sering dibudidayakan. Tanaman tebu memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi
dikarenakan tanaman tebu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan gula.
Tingginya permintaan gula dari tahun ke tahun menyebabkan petani diharuskan
untuk meninkatkan produktivitas tanaman tebu. Namun adanya serangan hama yang
terjadi merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas tanaman tebu.
Hama merupakan hewan pengganggu yang jika tidak ditangani akan merusak kuantitas
dan kualitas tanaman. Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena kerusakan
yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas panen
pada suatu pertanaman mengalami penurunan.
Hal ini menyebabkan pengelolaan dan pengendalian hama menjadi salah satu
yang menentukan keberhasilan panen. Langkah preventif yang dilakukan dengan
mengacu pada konsep Pengendalian Hama Terpadu yang didasarkan pada pertimbangan
ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang
berwawasan lingkungan berkelanjutan.pengendalian hama terpadu dapat dilakukan
dengan salah satunya melalui mempelajari komponen saling ketergantungan dalam
ekosistem seperti dinamika perkembangan populasi hama-hama utama, Pengamatan
atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik yang diperlukan untuk
mengetahui kepadatan populasi hama pada suatu waktu dan tempat dan pengembangan
strategi pengendalian hama yang sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui hama-hama tanaman perkebunan komoditas tebu
2. Mengetahui dinamika populasi serangga dengan cara monitoring
3. Mengetahui cara pengendalian hama sesuai prinsip PHT
II . TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri khas satu
kelompok organisme dalam hal ini serangga, menggunakan alat bantu yang tersedia,
identifkasi umunya dilakukan secara morfologis, meskipun pada perkembangannya,
teknik sidik DNA dan enzim sudah lazim digunakan. Hal ini yang penting pada
identifikasi serangga secara morfologis adalah pemahaman terhadap arti-arti istilah-
istilah morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi morfologis (
Nugroho,2011).
Menurut Rose and Rose 2008 karakter yang digunakan untuk identifikasi
immature insect, dimulai dari:
1. Tipe metamorphosis
2. Tipe bentuk telur
3. Jumlah dan dan ukuran telur
4. Tempat bertelur
5. Bentuk nimfa
6. Perbedaan warna, ukuran, dan bentuk tiap instar
7. Jenis larva
8. Jenis pupa
Identifikasi serangga imago (dewasa) sampai tingkat ordo dilakukan dengan
melihat
1. Ukuran tubuh
2. Bentuk kepala
3. Antena
4. Bentuk abdoman
5. Tipe sayap
6. Tipe mulut
7. Tipe caput
8. Sklerit toraks
Identifikasi sub ordo memperhatikan
1. Sayap depan dengan sayap belakang
2. Habitat serangga
Parasitoid adalah serangga yang ukuran tubuhnya lebih kecil dibanding serangga
inangnya. Paarasitoid menyerang inang pada saat stadium larva, sedangkan setelah
menjadi imago, parasitoid hidup bebas dialam. Jenis parasitoid dapat dibedakan
menurut cara parasitasinya. Parasitoid yang menyerang bagian luar serangga disebut
ektoparasitod dan jika menyerang bagian dalam serangga disebut endoparasitoid.
Parasitoid yang hanya terdapat satu ekor dalam serangga inangnya disebut parasitoid
soliter dan jika ditemui lebih dari seekor pada serangga inang disebut parasitoid
gregarius. Jika lebih dari satu jenis parasitoid yang menyerang satu serangga inang
disebut multiple parasitism ganda ( Kartohardjono 2003 ).
Praktik pengelolaan hama padaman tebu dapat dilakukan dengan 1). Pengelolaan
lahan sebelum panen dan kultur teknis, 2). Pengelolaan lahan setelah panen, 3).
Penggunaan benih bebas hama dan penanaman varietas toleran, 4). Pengendalian hayati,
5). Pengendalian secara mekanis, 6). Pengendalian secara kimiawi, 7). Dan
pengendalian berdasarkan peraturan pemerintah/undang-undang (Meyer,2011).
Keragaman hayati yang tinggi merupakan indikator ekosistem yang stabil ( Inyat 2010
). Berbagai arthopoda misalnya musuh alami dan peredator, serangga penyerbuk,
serangga netral, dan mikroba pengurai dapat berperan secara optimal. Oleh karena itu
tidak dianjurkan membakar residu tanaman karena dapat menurunkan populasi predator,
antara lain semut, laba-laba, dan kumbang helm, selain berdampak negatif terhadap
tanah, terutama karbon organik tanah ( Sajjad 2012 ). Pembakaran residu tanaman
menyebabkan penurunan sekitar 15% stok karbon total dalam 0-30 cm lapisan tanah (
Sornpoon 2013 ).
Monitoring atau pemantauan hama dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu, 1).
Pemantauan luas, 2). Pemantauan di pertanaman, 3). Pemantauan dengan perangkap.
Pemantauan hama secara luas bertujuan untuk mengetahui distribusi geografis hama
dalam setiap musim, memprediksi terjadinya ledakan hama dan mengidentifikasi
migrasi hama. Pemantauan hama dipertanaman bertujuan mengambil keputusan
perlunya dilakukan pengendalian atau tidak. Pemantauan hama dengan perangkap
antara lain menggunakan perangkap lampu, perangkap lem dan feremon. Pemantauan
dimaksudkan untuk mengetahui dinamika populasi hama sepanjang musim ( Dent
2009).
III . METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan satu bulan pada tanggal 13 September – 4 Oktober
2019 dengan pengamatan satu minggu sekali setiap hari Minggu pada pukul 08.00 WIB
- selesai Tempat pelaksanaan pengamatan di Lahan Perkebunan Tebu di Belakang PT
Tjiwi Kimia, Sebani, Tarik, Sidoarjo, Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Gunting
2. Cutter
3. Handphone
4. Alat Tulis
5. Cetok
3.2.2 Bahan
1. Botol bekas
2. Yellow trap
3. Gelas plastic bening
4. Tali rafia
5. Detergen
6. Metil eugenol
7. Air
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pitfall Trap
1. Menyiapkan alat dan bahan untuk pitfall trap.
2. Menentukan 5 titik untuk pengamatan pitfall trap.
3. Menggunting botol bekas menjadi dua bagian.
4. Membuat larutan air dan detergen untuk diletakkan dalam botol bekas.
5. Menuangkan campuran detergen dan air ke botol bekas yang sudah dibagi dua.
6. Menggali tanah dengan kedalaman setengah bagian botol bekas yang telah
dibagi dua dengan cetok.
7. Meletakkan botol yang berisi campuran detergen dan air ke dalam tanah.
8. Menutup pitfall trap dengan tanaman sekitar untuk mengelabui hama.
9. Mengamati serta menghitung serangga yang terjebak di pitfall trap.
10. Mendokumentasikan tiap minggu hama yang terdapat dalam pitfall trap

3.3.2 Yellow Trap


1. Menyiapkan alat dan bahan untuk yellow trap.
2. Menentukan 3 titik untuk pengamatan yellow trap.
3. Melubangi 2 titik pada tumpukan kedua gelas plastik tersebut untuk ditali
menggunakan rafia.
4. Mengolesi lem merah ke bagian gelas yellow trap secara merata.
5. Mengikat dan menggantungkan yellow trap di kayu yang telah ditentukan tiap
titik.
6. Mengamati serta menghitung serangga yang terjebak diyellow trap.
7. Mendokumentasikan serangga yang tertempel di yellow trap setiap minggu

3.3.3 Metil Eugenol Trap


1. Menyiapkan alat dan bahan untuk metil trap.
2. Menentukan 3 titik untuk pengamatan metil trap.
3. Menggunakan botol bekas yang utuh.
4. Membuat lubang pada bagian samping botol dengan dua sisi
5. Melubangi tutup botol sedikit untuk mengikat tali wol dengan ukuran tidak
terlalu panjang agar tidak mengenai air di dalam botol.
6. Mengikat kasa pada tali wol secara menggantung dan tidak menyentuh air.
7. Memasukkan air ± 150 - 200 ml kedalam botol.
8. Memberi antraktan metil eugenol ke kapas secara hati – hati dan sesuai.
9. Menggantungkan botol tersebut sebagai metil eugenol trap di kayu yang sudah
diletakkan di titik yang telah ditentukan.
10. Mengamati serta menghitung serangga yang terjebak di metil eugenol trap.
11. Mendokumentasikan serangga yang ada di metil eugenol trap.
IV . HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Hama pada Tanaman Tebu


4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Hama di Lapang
Hama Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4
Semut 14 20 16 18
Lalat buah 8 28 18 20
Laba – laba 1 0 1 1
Kumbang 1 4 4 4
Tomcat 1 0 0 0

4.2 Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2019 dengan
melakukan pengamatan pada pagi hari sebanyak 4 kali selama satu bulan penuh. Lokasi
pelaksanaan pengamatan yaitu di Lahan Perkebunan Tebu persis dibelakang PT. Tjiwi
kimia, Sebani, Tarik, Sidoarjo, Jawa Timur.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan hama di lapang, ditemukan beberapa
serangga seperti semut, lalat buah, laba – laba, kumbang, dan tomcat. Dilakukan
sebanyak 3 perlakuan dalam pengamatan hama tanaman tebu ini yaitu pitfall trap,
yellow trap, dan metil eugenol trap.
Hasil pengamatan serangga pada semut pada minggu ke 1 diketahui dengan
jumlah tertinggi adalah semut yaitu sebanyak 14 ekor, pada minggu ke 2 ditemukan
peningkatan jumlah semut dari 14 ekor menjadi 20 ekor yang artinya selisih 6 ekor,
kemudian minggu ke 3 ditemukan penurunan jumlah semut menjadi 16 ekor, sedangkan
pada minggu ke 4 mengalami sedikit peningkatan yaitu menjadi 18 ekor. Semut
ditemukan pada perlakuan pitfall trap. Menurut literature milik Ruslan (2009) Metode
pitfall trap merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kerapatan atau
kemelimpahan makrofauna tanah. Pitfall trap merupakan metode yang paling baik
untuk menjebak serangga aktif di atas permukaan tanah.
Hasil pengamatan pada lalat buah pada minggu ke 1 diketahui 8 ekor, pada
minggu ke 2 mengalami peningkatan sebanyak 28 ekor, kemudian pada minggu ke 3
ditemukan perununan jumlah lalat buah menjadi 18 ekor, sedangkan pada minggu ke 4
mengalami sedikit peningkatan yakni 20 ekor. Lalat buah ditemukan pada perlakuan
yellow trap dan metil eugenol trap. Tetapi lalat buah yang paling banyak ditemukan
adalah pada perlakuan yellow trap daripada perlakuan metil eugenol dikarenakan
kurangnya bahan metil eugenol yang akan diaplikasikan pada kapas metil eugenol
sehingga aromanya tidak terlalu memikat hama lalat buah. hal ini dikarenakan
perlakuan dosis metil eugenol memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
populasi hama, Patty (2012). Kemudian pada saat pemasangan yellow trap, bahan lem
yang digunakan untuk merekatkan hama cukup banyak dan kerekatannya tahan lama
sehingga hama lalat buah banyak yang tertarik dan lengket di yellow trap. Warna dari
perlakuan yellow trap juga sangat mencolok dan indah sehingga hama cenderung
tertarik. Hal ini sama seperti literature milik Mas’ud (2011) Sebenarnya warna kuning
menarik perhatian serangga karena warna tersebut memberikan stimulus makanan yang
disukai serangga. Serangga akan mengira bahwa warna tersebut adalah suatu daun atau
buah yang sehat.
Hasil pengamatan pada laba – laba pada minggu ke 1 sampai ke 4 relatif stabil
yaitu hanya 1 ekor tetapi pada minggu ke 3 mengalami penurunan jumlah hama menjadi
0 ekor. Laba-laba ditemukan pada perlakuan pitfall trap.
Hasil pengamatan pada kumbang pada minggu pertama ditemukan hanya ada 1
ekor kemudian minggu ke 2 sampai dengan minggu ke 4 mengalami kestabilan yaitu 4
ekor secara pengamatan. Kemudian hasil pengamatan pada tomcat hanya didapati 1
ekor saja pada minggu pertama, minggu ke 2 hingga minggu ke 4 tidak mengalami
kenaikan. Hal ini mungkin dikarenakan hama tomcat adalah bukan hama utama dari
tanaman tebu. Tomcat ditemukan pada perlakuan pitfall trap.
Berdasarkan hasil lapang yang telah diperoleh ditemukan adanya hama kutu kebul
namun jumlahnya tidak mencapai 20% sehingga masih bisa dikendalikan dengan cara
manual yakni pengkretekan daun yang terserang oleh hama kutu kebul.
IV . PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan dalam pengamatan hama tanaman tebu ini yaitu pitfall trap, yellow
trap, dan metil eugenol trap.
2. Ditemukan beberapa serangga seperti semut, lalat buah, laba – laba, kumbang,
dan tomcat
3. Hama utama pada tanaman tebu yang ditemukan adalah Kutu kebul (Bemisia
tabaci)
4. Hama Kutu kebul dikendalikan dengan cara manual yakni pengkretekan daun.

5.2 Saran
Pengamatan hama dilakukan dengan teliti agar penagamatan yang dilakukan
mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Dent, D, 2009. Insect pest management. 2 and edition. CAB interbatioanal, pp. 28-30

Inayat,T.P., S.A Rana, H.A. Khan and K. Rehman, 2010. Diversty of insect fauna in
cropland of district Faisalabad. Pak. J. Agric Sci. 47(3): 245-250.

Kartohardjono, A., S.S. Siwi, Trisnaningsih, dan M. Amir. 2003. Pengertian Parasitoid
dengan Pengendaliaannya. Lampung

Mas’ud A. 2011. Efektifitas Trap warna Terhadap Keberadaan Serangga pada


Pertanaman Budidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P. Ternate.
Bogor. LIPI Press.

Meyer, J. 2011. Good Manegement Practices Manual for tha Cane Sugar Industry.
PGBI House, Woodmean East, Johannesburg, South Africa. P. 334-366
.
Nugroho, Susetya Putra, dan Witjaksono, 2011. Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar.
Laboratorium Entomologi Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Patty J A. 2012. EFEKTIVITAS METIL EUGENOL TERHADAP PENANGKAPAN


LALAT BUAH (Bactrocera dorsalis) PADA PERTANAMAN CABAI. Program
Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Agrologia,
Vol.1, No. 1, April 2012, Hal. 69-75.

Ross, H.H., Ross, C.A and Ross,J.R.P. 2008. A Text Book of Entomolgy. 4thed New
York.

Ruslan, Hasni. (2009). Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah


pada Habitat Homogen dan Heterogen di Pusat Pendidikan Konservasi Alam
(PPKA) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Vis Vitalis. 2(1).

Sajjad, A., F. Ahmad, A.H. Makhdoom and A. Imran. 2012, Does trash burning harm
atropods biodiversty in sugaecane? Int. J. Agric, Biol, 14: 1021-1023.
Sornpoon, W., S. Bonnet and S. Garivait. 2013. Effect of open burning on coil carbon
stock in sugaecan plantation in Thailand. Int. J. Env. Ecol. Geol. Geophys.
Engin. 7(11): 507-511.

Anda mungkin juga menyukai