B. Etologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
Arief Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok.
b. Polusi udara.
c. Paparan debu, asap.
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja.
e. Riwayat infeki saluran nafas.
f. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin.
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David
Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara
dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan
virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling utama menurut Neil F
Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama
membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita.
c. Merokok.
d. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu.
f. Polusi udara.
g. Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus.
h. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik.
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.
C. Epidemologi
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus di dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
m e n j e l a n g t a h u n 2 0 2 0 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai
penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai
penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di
Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa Barat
seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan
seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian
terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi
mencapai empat kali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapuradengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti
mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan RumahTangga Depkes RI
1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchialmenduduki
peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
D. Pathofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga
sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Pathway
Gejala Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok : (3)
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal-hal yang perlu
diperhatikan :
a) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b) Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu :
a) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
b) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang. (5)
c. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan. (5)
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,
III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio
R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. (5)
e. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap.
2. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah :
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi :
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
C. Rencana Keperawatan
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
dx
1. Setelah diberikan asuhan 1. Beri pasien 6 sampai 8 1. Mencegah terjadinya
keperawatan 3x24 jam gelas cairan/hari kecuali dehidrasi.
diharapkan gangguan terdapat kor pulmonal.
bersihan jalan nafas pasien 2. Ajarkan dan berikan 2. Mengajarkan cara batuk
dapat teratasi. dorongan penggunaan efektif.
Kriteria Hasil : teknik pernapasan
1. Menunjukkan jalan nafas diafragmatik dan batuk.
yang paten. 3. Bantu dalam pemberian 3. Mengatasi sesak yang
2. Mampu mengidentifikasi tindakan nebuliser, inhaler dialami pasien.
dan mencegah factor yang dosis terukur, atau IPPB.
dapat menghambat jalan 4. Instruksikan pasien untuk 4. Pemberian tindakan
nafas. menghindari iritan seperti pengobatan selanjutnya.
3. Suara nafas bersih, tidah asap rokok, aerosol, suhu
ada sianosis dan dyspneu yang ekstrim, dan asap.
(mampu bernafas dengan 5. Ajarkan tentang tanda-
mudah). tanda dini infeksi yang
harus dilaporkan pada
dokter dengan segera:
peningkatan sputum,
perubahan warna sputum,
kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada,
keletihan.
6. Berikan antibiotik sesuai
yang diharuskan.
2. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji kualitas, frekuensi dan 1. Dengan mengkaji
keperawatan 3x24 jam kedalaman pernafasan, kualitas, frekuensi dan
diharapkan ketidakefektifan laporkan setiap perubahan kedalaman pernafasan,
pola nafas pasien dapat yang terjadi. kita dapat mengetahui
teratasi. sejauh mana perubahan
Kriteria Hasil : kondisi pasien.
1. Irama, frekuensi dan 2. Baringkan pasien dalam 2. Penurunan diafragma
kedalaman pernafasan posisi yang nyaman, dalam memperluas daerah
dalam batas normal. posisi duduk, dengan dada sehingga ekspansi
2. Bunyi nafas terdengar kepala tempat tidur paru bisa maksimal.
jelas. ditinggikan 60 – 90 derajat.
3. Observasi tanda-tanda vital 3. Peningkatan RR dan
(suhu, nadi, tekanan darah, tachcardi merupakan
RR dan respon pasien). indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
4. Bantu dan ajarkan pasien 4. Menekan daerah yang
untuk batuk dan nafas nyeri ketika batuk atau
dalam yang efektif. nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta
abdomen membuat
batuk lebih efektif.
5. Kolaborasi dengan tim 5. Pemberian oksigen
medis lain untuk dapat menurunkan
pemberian O2 dan obat- beban pernafasan dan
obatan. mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.
3. setelah dilakukan tindakan 1. Beri posisi senyaman 1. Posisi semi fowler atau
keperawatan selama 3x24 jam mungkin bagi pasien. posisi yang
diharapkan Tidak terjadi menyenangkan akan
gangguan pola tidur dan memperlancar peredaran
kebutuhan istirahat terpenuhi. O2 dan CO2.
Kriteria hasil : 2. Tentukan kebiasaan 2. Mengubah pola yang
1. Pasien tidak sesak nafas motivasi sebelum tidur sudah menjadi
2. Pasien dapat tidur dengan malam sesuai dengan kebiasaan sebelum tidur
nyaman tanpa mengalami kebiasaan pasien sebelum akan mengganggu
gangguan. dirawat. proses tidur.
3. Pasien dapat tertidur 3. Anjurkan pasien untuk 3. Relaksasi dapat
dengan mudah dalam latihan relaksasi sebelum membantu mengatasi
waktu 30-40 menit tidur. gangguan tidur.
4. Pasien beristirahat atau 4. Observasi gejala kardinal 4. Observasi gejala
tidur dalam waktu 5-8 jam dan keadaan umum pasien. kardinal guna
per hari. mengetahui perubahan
terhadap kondisi pasien.
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji patologi masalah 1. Informasi menurunkan
selama 3x24 jam diharapkan individu. takut karena
pasien dan keluarga tahu ketidaktahuan.Memberi
mengenai kondisi dan aturan kan pengetahuan dasar
pengobatan. untuk pemahaman
Kriteria hasil : kondisi dinamik dan
1. Pasien dan keluarga pentingnya intervensi
menyatakan pemahaman terapeutik.
penyebab masalah. 2. Identifikasi kemungkinan 2. Penyakit paru yang ada
2. Pasien dan keluarga kambuh atau komplikasi seperti PPOM berat,
mampu mengidentifikasi jangka panjang. penyakit paru infeksi
tanda dan gejala yang dan keganasan dapat
memerlukan evaluasi meningkatkan insiden
medik. kambuh.
3. Pasien dan keluarga 3. Kaji ulang tanda atau 3. Berulangnya effusi
mengikuti program gejala yang memerlukan pleura memerlukan
pengobatan dan evaluasi medik cepat intervensi medik untuk
menunjukkan perubahan (contoh, nyeri dada tiba- mencegah, menurunkan
pola hidup yang perlu tiba, dispena, distress potensial komplikasi.
untuk mencegah pernafasan).
terulangnya masalah. 4. Kaji ulang praktik 4. Mempertahankan
kesehatan yang baik kesehatan umum
(contoh, nutrisi baik, meningkatkan
istirahat, latihan). penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
5. Setelah diberikan asuhan 1. Beri motivasi tentang 1. Kebiasaan makan
keperawatan selama 3x24 jam pentingnya nutrisi. seseorang dipengaruhi
diharapkan asupan nutrisi oleh kesukaannya,
dapat terpenuhi. kebiasaannya, agama,
Kriteria Hasil : ekonomi dan
1. Peningkatan berat badan. pengetahuannya tentang
2. Berat badan ideal sesuai pentingnya nutrisi bagi
dengan tinggi badan. tubuh.
2. Auskultasi suara bising 2. Bising usus yang
usus. menurun atau
meningkat
menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi
pencernaan.
3. Lakukan oral hygiene 3. Bau mulut yang kurang
setiap hari. sedap dapat mengurangi
nafsu makan.
4. Sajikan makanan 4. Penyajian makanan
semenarik mungkin. yang menarik dapat
meningkatkan nafsu
makan.
5. Beri makanan dalam porsi
5. Makanan dalam porsi
kecil tapi sering.
kecil tidak
membutuhkan energi,
banyak selingan
memudahkan reflek.
6. Kolaborasi dengan tim gizi
6. Diet TKTP sangat baik
dalam pemberian diet
untuk kebutuhan
TKTP.
metabolisme dan
pembentukan antibody
karena diet TKTP
menyediakan kalori dan
semua asam amino
esensial.
7. Kolaborasi dengan dokter 7. Peningkatan intake
atau konsultasi untuk protein, vitamin dan
melakukan pemeriksaan mineral dapat
laboratorium alabumin dan menambah asam lemak
pemberian vitamin dan dalam tubuh.
suplemen nutrisi lainnya
(zevity, ensure, socal,
putmocare) jika intake diet
terus menurun lebih 30 %
dari kebutuhan.
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi yaitu ketrampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan
fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994, 4).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
- Dx 1 : Gangguan bersihan jalan nafas dapat teratasi.
- Dx 2 : Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi.
- Dx 3 : Kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi.
- Dx 4 : Pasien dan keluarga mengetahui mengenai kondisi dan aturan
pengobatan.
- Dx 5 : Asupan nutrisi dapat terpenuhi.