Anda di halaman 1dari 4

Kasih Tanpa Batas

Ayat bacaan: Zakharia 7:9


==================
“Beginilah firman TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah
kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!”

Dunia jaman sekarang adalah dunia yang terkotak-kotak dalam struktur yang semakin
lama semakin mengecil. Orang memiliki kelompoknya sendiri dan tidak mempedulikan
lingkungan di luar kelompoknya, bahkan tidak jarang pula mereka beranggapan bahwa
kelompok di luar berisi orang-orang yang layak untuk dibenci bahkan dihancurkan. Dunia
semakin banyak berisi orang-orang dengan tipe ekstrim yang menganggap diri mereka paling
benar dan merasa berhak untuk menghakimi. Standarnya pun bisa berbeda-beda, tergantung
ukuran masing-masing. Maka ada istilah pilih kasih, yang mana yang berhak dikasihi dan mana
yang berhak dibenci atau dihabisi. Seperti itulah hal yang banyak diajarkan kepada generasi-
generasi muda. Sejak kecil mereka sudah disuapi paham kebencian. Sayangnya di kalangan
orang percaya pun paham seperti ini bisa terjadi, walau tidak seekstrim dan sekejam kelompok-
kelompok yang berdarah dingin yang terus tumbuh di negara ini. Semakin jauh kita dari firman
Tuhan, semakin jarang kita menelaah dan merenungkan firman Tuhan, maka kita pun semakin
melupakan apa sebenarnya esensi suara hati Tuhan mengenai kasih.

Mari kita buka Injil Lukas 10:25-37. Pada suatu kali datanglah seorang pemimpin agama
menantang Yesus dengan pertanyaan mengenai siapa sebenarnya yang disebut dengan
sesamanya manusia itu. Kita tentu tidak asing lagi dengan sosok pemimpin atau pemuka agama
seperti ini yang merasa diri bahkan lebih tahu dari Tuhan sendiri, karena hari ini pun sosok ini
masih sangat banyak jumlahnya, dan merekapun terang-terangan menunjukkan “kemahatahuan”
mereka tanpa rasa malu. Siapa yang dapat diterima dan tidak dalam masyarakat yang terkotak-
kotak, siapa yang pantas dihakimi, itu masih terjadi sampai hari ini. Yesus tidak memberi
jawaban secara langsung atas pertanyaan itu, tetapi kemudian memberikan perumpamaan tentang
ciri sesama yang baik melalui kisah orang Samaria yang murah hati yang tentu sudah tidak asing
lagi bagi kita. Perumpamaan ini menceritakan tentang seseorang yang dirampok dan dianiaya
dalam perjalanan dan ditinggalkan dalam keadaan sekarat. Ada imam yang lewat namun tidak
berbuat apa-apa malah menyingkir ke seberang jalan, kemudian ada orang Lewi yang berlaku
sama. Tetapi selanjutnya lewatlah orang Samaria disana. Orang Samaria bukanlah orang yang
terhormat bagi bangsa Yahudi pada masa itu. Sejarah panjang antara orang Yahudi dan Samaria
membuat mereka memandang negatif satu sama lain. Lewat Yohanes kita bisa menemukan
sebuah catatan kecil tentang apa yang terjadi pada saat itu. “Sebab orang Yahudi tidak bergaul
dengan orang Samaria.” (Yohanes 4:9). Tetapi ternyata orang Samaria ini menunjukkan belas
kasihan yang tidak memandang etnis dan latar belakang sama sekali. Ia tidak peduli orang itu
dari mana, apa agamanya, apa warna kulitnya, apa statusnya dan sebagainya. Ia hanya melihat
ada orang yang tengah meregang nyawa, butuh bantuan, dan ia bisa melakukan sesuatu. Kasih
menggerakkan orang Samaria ini untuk bertindak. “Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-
lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang
itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan
merawatnya.” (Lukas 10:34). Ia pun kemudian membayar sepenuhnya penginapan dan biaya
perawatannya. Muka pemimpin agama yang merasa paling alim dan paling benar itu mungkin
sangat merah mendengar sebuah perumpamaan yang menjadikan orang Samaria sebagai
pahlawan dan keteladanan akan kebaikan hati. Tetapi itulah gambaran yang begitu indah akan
suara hati Tuhan mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap sesama manusia. Tidak
dikatakan bahwa kita hanya wajib membantu yang satu kepercayaan saja, tetapi yang disebut
dengan sesama manusia adalah semua manusia lainnya tanpa terkecuali, termasuk orang-orang
yang jahat dan memusuhi kita sekalipun. Kita tidak diajarkan untuk membenci. Membenci saja
tidak, apalagi merasa berhak untuk menghancurkan hidup orang lain seperti yang dilakukan
banyak orang di dunia hari ini. Siapapun mereka, apapun latar belakangnya, mereka adalah
manusia ciptaan Tuhan yang sama seperti kita. Tuhan mengasihi mereka sama seperti mengasihi
kita. Tuhan ingin mereka selamat sama seperti Tuhan ingin kita selamat. Oleh karena itu mereka
pun wajib untuk kita kasihi.

Ketika berbagai pengajaran terus berkembang dan mengajarkan untuk hanya


mementingkan kelompok sendiri saja bahkan ada yang merasa berhak untuk menghancurkan
yang tidak sepaham dengannya dengan berbagai bentuk legalitas sendiri, yang bahkan secara
gegabah mempergunakan Tuhan sebagai alasan mereka dalam berbuat tindakan-tindakan yang
tidak berperikemanusiaan dan sangat kejam, Alkitab justru mengajarkan sebaliknya. Ada banyak
orang yang memandang kata sesama itu sebagai orang-orang yang sepaham, seide, seideologi,
seiman, atau “se” lainnya, sedangkan yang berseberangan tidak perlu dipedulikan, atau kalau
bisa malah mati saja. Kasih dalam kekristenan mengajarkan sebaliknya. Kasih dalam kekristenan
tidak pandang bulu. Lihatlah penjabaran kasih seperti yang disampaikan Paulus. “Kasih itu
sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia
tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah
dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi
karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala
sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (1 Korintus 13:4-7). Tidak ada satupun gambaran
kasih dalam Kekristenan yang menganjurkan kita untuk mengkotak-kotakkan orang, apalagi
mengajarkan bahwa kita berhak mengutuk, memusuhi apalagi menghabisi orang lain. Kita wajib
menyatakan kasih kepada siapapun, kapanpun, dimanapun dan biar bagaimanapun.

Lewat Zakharia kita bisa melihat Firman Tuhan berkata demikian: “Beginilah firman
TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih
sayang kepada masing-masing!” (Zakharia 7:9). Laksanakanlah hukum yang benar sesuai
Firman Tuhan, tunjukkan kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing, kepada sesama
kita, every man to his brother. Ini merupakan kewajiban setiap orang percaya yang harus
diwujudkan dalam hidup masing-masing. Lalu lihat pula ayat selanjutnya: “Janganlah menindas
janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin, dan janganlah merancang kejahatan
dalam hatimu terhadap masing-masing.” (ay 10). Kita tidak boleh menindas orang yang lemah,
memanfaatkan posisi lemah orang lain, dan jangan pula berbuat kejahatan atau
merencanakannya. Biarpun hanya dalam hati saja, itu tetaplah tidak boleh dilakukan. Dunia
menunjukkan sikap yang berbeda, tetapi Firman Tuhan jelas menyatakan hal yang sebaliknya.
Tunjukkan kesetiaan, kata Tuhan lewat Zakharia, dan seruan itu bisa kita lihat dengan
penjabaran lebih panjang dalam Wahyu: “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan
mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.” (Wahyu 2:10). Lalu camkan baik ayat berikut
ini juga: “Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada
lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan
dalam pandangan Allah serta manusia.” (Amsal 3:3-4).
Orang Samaria yang murah hati menunjukkan sebuah sikap mengasihi yang tidak
terbatas pada sekat-sekat perbedaan dalam bentuk apapun. Coba pikirkan. Untuk apa ia
membantu orang yang berbeda darinya, orang yang berasal dari bangsa yang menganggapnya
hina, orang yang sama sekali tidak ia kenal? Ia mungkin malah bisa terkena masalah jika
menolong orang itu. Tetapi orang Samaria itu menunjukkan bahwa kasih berlaku bagi siapapun
tanpa terkecuali. Tidak masalah jika ia menjadi rugi atau repot dalam menyatakan kasih. Dimata
dunia mungkin itu bisa terlihat bodoh atau bahkan dihujat, tetapi Tuhan akan sangat menghargai
sikap seperti itu. Saatnya bagi kita untuk menunjukkan kasih menurut pandangan Tuhan kepada
sesama kita tanpa terkecuali. Tanggalkan sekat-sekat pembeda yang seringkali merintangi kita
untuk mengalirkan kasih Tuhan kepada sesama, hindari sekat-sekat yang banyak dipercaya dunia
sebagai sesuatu yang benar untuk dilakukan. Ada atau tidak ada apreasiasi dari orang lain
bukanlah masalah, karena biar bagaimanapun itu akan sangat tinggi nilainya bagi Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai