Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MAKALAH ASUHAN NEONATUS BAYI BALITA

Oleh:

Anggota : Citra Yurinda Valenia


Adinda Mutiara.P Shera Hesien.D
Desi Ratna.S Emma Yuliana
Selly putri.D Destira Anggraini
Reza Ria.A Mia
Iim khusnul.K Lezi Lorenza
Eka Wenti.A Tiara Anggraini
DP : ANNISA KHOIRIAH, SST.,M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SITI KHADIJAH PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat rahmat-Nya, kami dapat menyusun
makalah yang membahas tentang “ASUHAN NEONATUS BAYI BALITA”.

Makalah ini dibuat dalam rangka meningkatkan pembelajaran mata kuliah ASUHAN NEONATUS BAYI
BALITA. Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mencari beberapa sumber dengan tujuan agar
menambah wawasan bagi kami dalam dunia pendidikan.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu ANNISA KHOIRIAH, SST.,M.Kes selaku Dosen mata kuliah
ASUHAN NEONATUS BAYI BALITA, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan SITI KHADIJAH PALEMBANG. Kepada
teman-teman kami khususnya kelompok 6 yang telah menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk
menyelesaikan tugas makalah ini. Dan tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada sumber-
sumber inspirasi makalah ini.

Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, karena kami juga masih dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu kritik, koreksi dan saran, sangat kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk para pembaca. Terima kasih atas perhatiannya dan jikalau ada kesalahan kata
maupun tulisan kami mohon maaf.

Palembang,15 oktober 2017

penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………………………………1
Daftar isi……………………………………………………………………………………………………………………………2
Bab I pendahuluan…..…………………………………………………………………………………………………………3
1.1 Latar belakang …………………………………………………………………………………………………………….3
1.2Rumusan masalah .................................................................................................................................................6
1.3Tujuan penulisan ...................................................................................................................................................7
Bab II Pembahasan......................................................................................................................................................8
2.1 Hernia Diafragmatika……………………………………………………………………………..……………………8

2.2 Atresia Duodeni Esofagus ……………………………………………………………………………………………12

2.3 Ateresia Eshophagus…………………………………….……………………………………………...………………15

2.4 Meningokel………………………………………………………………………………………………………18

2.5 Ensefalokel………………………………………………………………………………………………………24

Bab III penutup……………………………………………………………………………………………………..27

3.1 kesimpulan………………………………………………………………………………………………………27

3.2 saran………….……………………………………………………………………………………………………28

3.3 daftar pustaka………………………………………………………………………………………………….29


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ intra abdomen ke dalam rongga kavum
pleura melalui suatu lubang pada diafragma. Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma
adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, baik pada anak-
anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi
langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma
tumpul abdomen, penyebab paling sering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini
menyebabkan terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya
rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh luka
tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Secara anatomi serat otot yang terletak lebih
medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral dan vertebrocostal
adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi ruptur.

Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus,
kolon, lien dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulasi dari usus yang
mengalami herniasi ke rongga thorak ini. Namu pada bayi lahir penyebab adalah kemungkinan
Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma.
Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.

Atresia adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ.
Atresia Duodenal adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari
usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia duodenum
merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli bedah pediatric. Atresia
duodenal ini dijumpai satu diantara 300 - 4.500 kelahiran hidup. Lebih dari 40% dari kasus
kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Atresia duodenum dijumpai satu
diantara 6.000─ 10.000 kelahiran hidup. Dasar embriologi terjadinya atresia duodenum
disebabkan karena kegagalan rekanalisasi duodenal pada fase padat intestinal bagian atas dan
terdapat oklusi vascular di daerah duodenum dalam masa perkembangan fetal. Setengah dari
semua bayi baru lahir dengan atresia duedenal juga mempunyai anomali kongenital pada sistem
organ lainnya. Lebih dari 30% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom
down. Laporan lain menyebutkan bahwa atresia duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%),
maternal polyhidramnion (33%), down syndrome (24%), pankreas annulare (33%) dan malrotasi
(28%). Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapat mengalami asfiksia,
dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan muntah-muntah.
Atresia esophagus ( AE ) merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esophagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE) yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia esophagus merupakan kelainan
kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000
kelahiran hidup

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting
terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam
terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan
kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula
sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital
berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose
kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan
kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan air ketuban dan darah janin. Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali
sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik,
faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Banyak kelainan kongenital yang tidak
diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
Salah satunya adalah Ensefalokel dan Meningokel. Ensephalokel adalah suatu kelainan
tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Meningokel terjadi
karena adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak
normal korda spinalis atau penutupnya.
Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau
daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).
1.2 Rumusan Maslah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah,yaitu:

1. Apa penyebab Hernia Diafragmatika?


2. Apa etiologi Hernia Diafragmatika?
3. Apa patofisiologis Henia Diafragmatika?
4. Apa saja tanda dan gejala Hernia Diafragmatika?
5. Apa saja komplikasi Hernia Diafrgmatik?
6. Bagaimana penatalaksanaan Henia Diafragmatika?
7. Apa yang dimaksud Atresia Duodeni,Esophagus?
8. Apa Etiologi dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?
9. Apa Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni,Esophagus?
10. Apa patofisiologi Atresia Duodeni,Esophagus?
11. Apa Penatalaksanaan dari Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?
12. Apa sajakah yang terkait dengan Atresia Duodeni dan Atresia Esophagus?
13. Apa pengertian dari meningokel dan ensefalokel ?
14. Apa etiologi dari meningokel dan ensefalokel ?
15. Apa tanda dan gejala dari meningokel dan ensefalokel ?
16. Bagaimana patofisiologi dari meningokel dan ensefalokel ?
17. Bagaimana cara penatalaksanaan dari meningokel dan ensefalokel ?
1.3Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini antaralain,mengetahui :

1. Pengertian Hernia Diafragmatika


2. Penyebab Hernia Diafragmatika
3. Etiologi Hernia diaafragmatika
4. Patofisiologis Henia Diafragmatika
5. Tanda dan gejala Hernia Diafragmatika
6. Komplikasi Hernia Diafrgmatika
7. Penatalaksanaan Henia Diafraagmatika
8. Untuk mengetahui pengertian, etiologi, tanda gejala, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan atresia duodeni esophagus.
9. Untuk mengetahui pengertian, gambaran klinik, kelainan-kelainan dalam atresia
esophagus, etiologi, tanda gejala, komplikasi, dan penatalaksanaan atresia esophagus.
10. Untuk mengetahui definisi meningokel ensefalokel
11. Untuk mengetahui etiologi meningokel ensefalokel
12. Untuk Mengetahui Gejala meningokel ensefalokel
13. Menangani adanya meningokel ensefalokel
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 hernia diafragmatika

A. Pengertian Hernia Diafragmatika

Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal.
Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Hernia
Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada
diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.

Pembagian Hernia diafragmatika :


a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan
b. Non-Traumatica
1) Kongenital
a) Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal
Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma.
b) Hernia Morgagni atau Para sternalis
Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum
2) Akuisita
Hernia Hiatus esophagus
Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.

B. Penyebab Hernia Diafragmatika


Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian
kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur.
Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran
yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada
minggu itu.
Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang secara tidak wajar atau usus mungkin
terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot
yang seharusnya berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.
Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan tidak terjadi secara
normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik
faktor genetik maupun lingkungan.

C. Etiologi
Lesi ini biasanya terdapat pada distress respirasi berat pada masa neonatus yang disertai
dengan anamali sistem organ lain misalnya anamali sistem saraf pusat atresia esofagus,
omfalokel dan lain-lain.
Pemisahan perkembangan rongga pada dada dan perut disempurnakan dengan
menutupnya kanalis pleuropertioneum posteriolateral selam kehamilan minggu kedelapan.
Akibat gagalnya kanalis pleuroperikonalis ini menutup merupakan mekanisme terjadinya hernia
diafragma. pada neonatus hernia diafragma disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma
yang ditandai dengan gejala. Anak sesak nafas terutama kalau tidur datar, dada tampak menonjol
tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan menunjukkan gambaran skafoit. Post apeks
jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan.

D. Patofisiologis Hernia Diafragmatika


Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu
membrane pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari
otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti
diafragma, gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan otot.
Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan
pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Para ahli
belum seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika, antara
faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua.
E. Gejala Diafragmatika
Gejalanya berupa:
1. Retraksi sela iga dan substernal
2. Perut kecil dan cekung
3. Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
4. Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh isi perut.
5. Terdengar bising usus di daerah dada.
6. Gangguan pernafasan yang berat
7. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
8. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
9. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
10. Takikardia (denyut jantung yang cepat).

F. Komplikasi Hernia Diafragmatika


Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar,
biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan
menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong
jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan
komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain
20 % mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan kromosom.

Selain komplikasi di atas, ada pula beberapa komplikasi lainnya, yaitu:


1. Adanya penurunan jumlah alvieoli dan pembentukan bronkus.
2. Bayi mengalami distress respirasi berat dalm usia beberapa jam pertama.
3. Mengalami muntah akibat obstuksi usus.
4. Kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama
5. Tidak ada suara nafas.
G. Penatalaksanaan Diafragmatika
a. Pemeriksaan fisik
1. Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata.
2. Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid.
3. Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di
hemitoraks kanan.
4. Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang.
5. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
6. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
7. Bising usus terdengar di dada

b. Pemeriksaan penunjang.
1. Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks.
2. Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika
dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam abdomen).

Yang dapat dilakukan seorang bidan bila menemukan bayi baru lahir yang mengalami hernia
diafragmatika yaitu :
1. Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru.
2. Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut
terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas
3. Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi agar tidak
terjadi aspirasi.
4. Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang
lebih baik.
2.2 ATRESIA DUODENI ESOFAGUS

ATRESIA DUODENI
a. Pengertian
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum ( bagian pertama dari usus halus)
tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak
memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.

b. Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada
beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum, yaitu:
1. Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke 4 dan minggu ke 5 ).
2. Gangguan pembuluh darah
3. Banyak terjadi pada bayi premature

c. Tanda dan gejala


1. Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
2. Muntah banyak segera setelah lahir berwarna kehijauan akibat adanya empedu
3. Perut kembung di daerah epigastrium
4. Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kencing
5. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium
6. Berat badan menurun dan sukar bertambah

d. Patofisiologi
Muntah dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang menjadi buruk dengan
pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium normal, tetapi pada pemeriksaan tidak
mengandug sel epitalium berlapis. Adanya sel epitel menunjukkan keutuhan usus. Dengan
meningkatnya dedikasi akan timbul demam.
Suatu suhu tubuh 390c merupakan indikasi peritonitis akibat ruptur dari atresia. Kelainan
seringkali ditemukan pada bayi sindrom down.
e. Pemeriksaan diagnostik
1. Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika obstruksi tidak lengkap
dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus bagian bawah.
2. Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat suatu
gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam duodenum yang mengembung
naik ke puncak. Selain itu isi duodenum dapat membentuk satu garis batas permukaan saluran
udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara dibagian abdomen.

f. Komplikasi
Pada peristiwa atresia duodenum ini biasanya akan diikuti adanya obstruksi-obstruksi yang
lain, seperti:
1. Obstruksi lumen oleh membrane utuh, fail fibrosa yang menghubungkan dua ujung
kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang
tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah jaringan “windscocle” yakni
suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang terjadi karena anomaly saluran empedu.
2. Atresia membranosa adalah bentuk yang paling sering obstruksinya terjadi di sebelah
distal ampula vateri pada kebanyakan penderita.
3. Obstruksi duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti pancreas
anular atau oleh pita-pita laad pada penderita malrotasi.

g. Penatalaksanaan
1. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso atau arogastrik dengan
penggantian cairan secara intravena.
2. Ekokardiogram dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi
anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan atresia duodenum mempunyai anomaly bawaan yang
dapat mengancam kehidupan.
3. Koreksi definitive atresia duodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi dan mobati anomaly
lain yang berakibat fatal.
4. Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan atresia duodenum. Usus proksimal yang melebar
dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltic
5. Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas.
6. Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan sampai bayi mulai
makan per oral.
7. Jika obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi diperlukan tanpa boleh
ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar
diletakkan di dalam perut sebelah kiri, setelah mula-mula membuang appendiks dan usus halus
diletakkan di sebelah kanan posisi janin tidak berputar (non rotasi).
8. Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di kemudian hari.
9. Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah bawah obstruksi, balon
ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya. Ini dilakukan jika terjadi malrotasi yang
muncul bersama dengan obstruksi duodenum intrinsic seperti membrane atau stenosis.
10.Pada pancreas anular paling baik ditangani dengan duodenoduodenostomi tanpa memisah
pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian lingkungan yang tidak berfungsi.
Obstruksi duodenum diafragmatika dikelola dengan diodenoplasti karena ada kemungkinan
bahwa duktus koledokus dapat bermuara pada diafragma sendiri.
2.3 ATRESIA ESHOPHAGUS
a. pengertian
Atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran esophagus buntu 60%
biasanya disertai dengan hidramnion. Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3000-4500 kelhiran
hidup, sekitar sepertiga anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85% kasus, fistula antara
trakea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula
trakeoesophagus terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh. Gangguan
pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan
dengan primitive menjelaskan variasi-variasi pembentukan atresia dan fistula.

b. Gambaran Klinis
Akibat adanya atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian esophagus yang
buntu, apabila terdapat fistula akan menyebabkan saliva mengalir keluar atau masuk kedalam
trakea. Hal ini akan lebih berbahaya apabila melalui fistula trakeo-esophagus akan menyebabkan
cairan saliva mengalir kedalam paru.
Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah
yang proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah
bayi minum akan ditemukan gerakan peristaltik lambumg dalam usaha melewatkan makanan
melalui daerah yang sempit di pylorus, selain itu pada peristaltik teraba tumor.

c. Kelainan- kelainan lain dalam atresia esophagus


1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus ( pada persambungan
dengan lambung ) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila
dibaringkan.
Penatalaksanaan :
Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu diberi minum, dan jangan dibaringkan segera
setelah minum. Biarkan ia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring
kekanan dengan kepala letak lebih tinggi ( pakai bantal yang agak tinggi ).
2. Akalasia
Merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat
membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula
sebagai spasme kardio-esophagus. Penyebab akalasia adanya kartilago traken yang tumbuk
ektopik pada esophagus bagian nawah. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemuka jaringa tulang
rawan dalam lapisan otot esophagus.
Penatalaksanaan :
Pertonongan adalah tindakan bedah. Sebelum dioperasi pemberian minum harus dengan
sendok sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.

d. Etiologi
Pemicu kelahiran bawaan seperti atresia esophagus dapat dicurigai :
1.Pada kasus polahidramnion ibu
2.Bayi dalam keaadaan kurang bulan / kurang cukup bulan
3.Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk kedalam lambung
4.Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan
5.Jika terjadi tersedak, sianosis, atau pada waktu berupaya menelan makanan.

e. Tanda Dan Gejala


1. Liur yang menetes terus menerus dari mulut bayi
2. Liur berbuih
3. Adanya aspirsai ketika bayi diberi minum
4. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami
5. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami batuk seperti tercekik
6. Muntah yang proyektil

f. Komplikasi
Atresia esophagus sering disertai bawaan lain yaitu :
1. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus
7. Malformasi ginjak dan urogenital

g. Penatalaksanaan
1. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus
7. Malformasi ginjak dan urogenital

h. Penatalaksanan Lebih Lanjut


Anak dipersiapkan untuk opersai segera. Apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan
segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung pada jenis kelainan dan keadaan umum anak
pada saat itu. Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah
terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering dihisap untuk
mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermi bayi hendaknya dirawat dalam
inkubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya, sering diubah-ubah,
penghisapan lendir harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menagis agar paru
berkembang.
2.4meningokel dan ensefhalokel

A. Meningokel
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel
adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu
benjolan berisi cairan dibawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah
pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra
gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh (Wafi Nur, 2010).
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra
posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis,
meskipun mungkin terlambat, ada siringomielia, atau diastematomielia. Massa linea mediana
yang berfluktuasi yang dapat bertransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya
berada dipunggung bawah. Sebagian meningokel tertutup dengan baik dengan kulit dan tidak
mengancam penderita (Behrman dkk, 2000).
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida. Meningokel adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan
berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada
tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang
paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah
servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda
tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan
sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136).
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan
terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang
sangat tipis. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283).
b. ETIOLOGI MENINGOKEL
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida
yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya,
biasanya terletak di garis tengah. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat
dengan kekurangan asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra
posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis,
meskipun mungkin terhambat, ada siringomeielia. Meningokel membentuk sebuah kista yang
diisi oleh cairan serebrospinal dan meninges. Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat
bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya terjadi dibawah punggung.
Sebagian bessar meningokel terutup dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita.
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan.
Penyebab spesifik dari meningokel atau belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan
dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat
minggu setelah konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar
vitamin maternal rendah, termasuk asam folat dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan
hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-
vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (buku saku keperawatan pediatric Cecila L. Betz &
Linda A. Sowden.2002)
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural yang
terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat
menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna
klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara
kebetulan. (Patologi Umum Dan Sistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. )
Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan. Penonjolan dari korda
spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga
terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut
atau bagian bawahnya.
C. GEJALA
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang
lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar
saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu
daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus,
siringomielia, serta dislokasi pinggul. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda
spinalis maupun akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1. Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra
tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan
kulit di atasnya tampak kasar dan merah.
Contoh gejala dari spina bifida umumnya berupa:
a. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
b. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
c. Kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
d. Penurunan sensasi, inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja (diare).
e. Korda spinalis yang tertekan rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta, adalah:
a. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
b. Ada Lekukan pada daerah sakrum.
c. Korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).
Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan
bayi akan menjadi normal.
D. PENCEGAHAN
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan
asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan
ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat
sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Pada janin kecukupan asam folat berperan dalam mengurangi risiko terjadinya kecacatan
pada sistem saraf pusat (gangguan pada bumbung saraf/Neural Tube Defects (NTD) dan cacat
lahir lainnya seperti meningokel. Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung
saraf tulang belakang untuk tertutup sebagaimana mestinya pada hari ke-28 pasca-konsepsi.

E.DIAGNOSIS
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang
disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan
kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar
serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini meliliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu
jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan
amniosentesis (analisa cairanm ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas
dan lokasi kelainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada
korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang-
kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan (Wafi Nur, 2010).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak yang tidak bergejala dengan
pemeriksaan neurologis normal dan keseluruhan tebal kulit menutup meningokel dapat menunda
pembedahan. Sebelum koreksi defek dengan pembedahan penderita harus secara menyeluruh
diperiksa dengan menggunakan rontgenogram sederhana, ultrasonografi, dan tomografi
komputasi (CT) dengan metrizamod atau resonansi magnetik (MRI) untuk menentukkan luasnya
keterlibatan jaringan syaraf jika ada dan anomali yang terkait, termasuk diastematomelia,
medulla spinalis terlambat dan lipoma. Penderita dengan kebocoran cairan serebrospinalis (CSS)
satu kulit yang menutupi tipis harus dilakukan pembedahan segera untuk mencegah meningitis.
Scan CT kepala dianjurkan pada anak dengan meningokel karena kaitannya dengan hidrosefalus
pada beberapa kasus. Meningokel anterior menonjol ke dalam pelvis melalui defek pada sakrum
(Behrman dkk, 2000).

F. PENGOBATAN DAN PENANGANAN

Penanganan yang dilakukan adalah:


1. Tujuan: mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina dan meningokel, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi)
2. Terapi non farmakologis:
a. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa steril setelah lahir.
b. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut diatas
kandung kemih.
c. Pembedahan shunting dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati
hidrosefalus.
d. bergerak akan melatih pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.
e. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya,
diberikan antibiotik. Kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.
f. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi
saluran pencernaan.
3. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan
dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi
kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta
membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup
lubang yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati
hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering
menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi
otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya,
diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan
lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan
kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan
dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan
jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk
memperbaiki hidrisefalus akan menyebabkan berkurangnya mielimeningokel secara spontan.

G. PENATALAKSANAAN
a. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator dengan kondisi tanpa baju.
b. Bayi dalam posisi telungkup atau tidurjika kantungnya besar untuk mencegah infeksi.

Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk
tidakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent.
Penanganan yang dapat dilakukan pada kelainan ini, antara lain :
a. Untuk spina bifida atau meningokel tidak diperlukan pengobatan
b. Perbaikan mielomeningokel, kadang-kadang meningokel, melalui pembedahan diperlukan
c. Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt) untuk
memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah hidrosefalus dan peningkatan
tekanan intrakranial selanjutnya
d. Seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan dapat penting dalam mengurangi
kersakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009).
2.5 Pengertian Ensephalokel
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonolan
meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada
tulang tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Bisa di belakang kepala, puncak kepala, atau di antara dahi dan hidung.
Melalui celah inilah, sebagian struktur otak dan selaput otak keluar. Akibat kelainan ini:
kelumpuhan anggota gerak, keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.

Ada dua pengertian Ensephalokel, yaitu :

1. Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan
meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada
tulang tengkorak.

2. Ensephalokel adalah kelainan pada bagian oksiital. Terdapat kantong berisi cairan jaringan
saraf atau sebagian otak karena adanya celah pada bagian oksital.

A.ETIOLOGI ENSEPHALOKEL
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu yang
terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga
mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat
disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Encefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan
janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang
cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya
infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi),
obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis,
kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.
B.GEJALA
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa :
a. Hidrosefalus
b. kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik).
c. Mikrosefalus
d. gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan.
e. Ataksia
f. kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai dengan
kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

C. PENANGANAN
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke
dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi.
Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat simtomatis
dan suportif.
Penanganan Pra Bedah:
a. Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin yang
ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutpi kasa steril yang tidak melekat untuk
mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
b. Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan suhu
tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam
kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah.
c. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
d. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
e. Akan diambil photografi dari lesi.
f. Persiapan operasi.
g. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan dilakukan
oleh fisioterapi.
h. Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter dan kulit dijahit
diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih besar untuk
menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan dibawah flap.

Perawatan pasca bedah :


e. Pemberian makan pr oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
f. Jika ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya
belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat
peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini
berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.

D. PENCEGAHAN
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baikya mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya,
mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang mengandung asam folat. Hal
itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi.
Sumber asam folat banyak didapatkan dari:
a. Sayuran seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine, kecambah.
b. Kacang segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga matahari. Produk biji-bijian yang
diperkaya (pasta, sereal, roti)
c. Buah-buahan seperti: jeruk, tomat, nanas, melon , jeruk bali, pisang, strawberry, alpukat, pisang
d. Susu dan produk susu seperti keju yoghurt.
e. Hati
f. Putih Telur

Salah satunya, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya dilakukan pembedahan untuk


mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung
dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat
suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung
kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan

Hernia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Hernia
Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada
diafragma. Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh
bagian kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan
matur.
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak
berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak
memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia esophagus merupakan kelainan
congenital dengan variasi fistula trakeaesophageal maupun kelainan congenital lainnya. Atresia
esophagus dapat dicurigai sejak kehamilan, dan didiagnosa segera setelah bayi lahir.

meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Sedangkan
ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan,
jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat
meskipun sudah dilakukan operasi.Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra
yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Penyebab terjadinya
meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis
tengah. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam
folat, terutama terjadi pada awal kehamilan. Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Diagnosis spina bifida, termasuk
meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Tujuan dari pengobatan
awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida,
meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi
kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk menutup
lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta
kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan
sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi
dengan mengkonsumsi asam folat. Kepada wanita tang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil 1
mg/hari.
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonolan
meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada
tulang tengkorak. Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu
yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga
mengakibatkan kekurangan asam folat. Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa : hidrosefalus,
kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik), mikrosefalus, gangguan penglihatan,
keterbelakangan mental, dan pertumbuhan, ataksia, kejang. anya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan
memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Bagi ibu yang berencana hamil, ada baikya
mempersiapkan jauh jauh hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah
suplemen yang mengandung asam folat.

3.2 Saran
 Kepada klien agar lebih mengetahui tentang hernia diagfragmatika baik pengertian
maupun gejalanya, sehingga apabila dijumpai tanda gejala hernia diagfragmatika tersebut
maka klien segera ke tempat pelayanan kesehatan.
 Kepada tenaga kesehatan terutama bidan agar dapat memberi penanganan segara bila
menemui kasus hhernia diagframatika, sehingga tidak terjadi komplikasi yang berlanjut.
 Diharapkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang maksimal terhadap penderita
atresia duodeni dan esophagus. Sehingga dapat meminimalisirkan komplikasi-komplikasi
yang terjadi pada bayi baru lahir yang mengalami atresia duodeni dan esophagus..

 Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan yang berbahaya dan berdampak buruk
pada perkembangan anak selajutnya, maka sebagai tenaga kesehatan (bidan) harus
mengetahui dan memahami tentang etiologi, penyebab, penanganan dan pencegahannya.
3.3Daftar pustaka

1. Sudarti dan Afroh. F. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Nuha
medika.
2. Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.Yogyakarta: Nuha Medika.
3. Ngatsiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Peenerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
4. Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Nuha Medika. Yogyakarta.
5. http://www.dinohp.info/2009/07/cara-mencegah-penyakit-hernia.html.
6. http://majalahkesehatan.com/pengobatan-dan-pencegahan-hernia
7. Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Nuha
Medika. Yogyakarta.
8. http://banyakbaca.wordpress.com/2009/04/17/atresia-duodenum-2009/
9. http://ranuyoso2009.blogspot.com/2009/10/pengertian-atresia-esophagus.html
10. http://asuhan-kebidanan.blogspot.com/2009/02/atresia-esofagus.html
11. Behrman, Richard E dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC
12. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
13. Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
14. Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai