Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFRAT

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

PENYUSUN:
Imtiyas Risna Safitri, S. Ked J510195010
Variansa Sava Ramadhan, S.Ked J510195042

PEMBIMBING:
dr. Bambang Sutanto, Sp.An-KIC

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER 2019
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
REFRAT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : General Anestesi Pada Pasien dengan Hipertensi

Penyusun : Imtiyas Risna Safitri, S. Ked J510195010


Variansa Sava Ramadhan, S.Ked J510195042

Pembimbing : dr. Bambang Sutanto,Sp.An-KIC

Surakarta, 5 Oktober 2019

Penyusun,

Imtiyas Risna Safitri, S. Ked Variansa Sava Ramadhan, S.Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Bambang Sutanto, Sp.An-KIC

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD

II
1

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

Ramadhan, V.S.*; Safitri, I.R.*; Sutanto, B. dr**


* Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
** Bagian Anestesi, RS PKU Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK
Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai, dengan angka penderita yang
cukup tinggi. Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko mayor yang bisa menyebabkan
terjadinya komplikasi seperti penyakit cardiovaskuler, serebral, dan ginjal. Mengingat
tingginya angka kejadian dan komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh penyakit hipertensi
ini, maka perlu adanya pemahaman para ahli anestesia dalam manajemen selama periode
perioperatif. Manajemen perioperatif dimulai sejak evaluasi prabedah, selama operasi dan
dilanjutkan sampai periode pasca bedah. Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi
keadaan penderita sangat penting dilakukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi,
baik yang terjadi selama intraoperatif maupun yang terjadi pada pasca pembedahan.
Goncangan hemodinamik mudah terjadi, baik berupa hipertensi maupun berupa hipotensi,
yang bisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi. Hal ini harus diantisipasi dengan
perlunya pemahaman tentang teknik anestesia yang benar, manajemen cairan perioperatif,
pengetahuan farmakologi obat-obat yang digunakan, baik obat-obatan antihipertensi
maupun obat- obatan anestesia serta penanganan nyeri akut yang adekuat. Dengan
manajemen perioperatif yang benar terhadap penderita-penderita hipertensi yang akan
menjalani pembedahan, diharapkan bisa menurunkan atau meminimalkan angka
morbiditas maupun mortalitas.
Kata Kunci: anestesi, hipertensi

PENDAULUAN tinggi prevalensinya dibandingkan laki-


Hipertensi atau tekanan darah tinggi laki5.
merupakan masalah kesehatan utama di Anestesi adalah hilangnya sensasi
dunia, hampir satu milyar orang perasaan terhadap rangsangan yang
menderita hipertensi. Seseorang bertujuan untuk menghilangkan rasa
terdiagnosis hipertensi apabila hasil sakit, takut dan tidak nyaman saat
pengukuran tekanan darah sitolik per dilakukan tindakan pembedahan.
diastolik pada usia <60 tahun adalah Jenis anestesi sendiri yaitu anestesi
>140 / >90 mmHg dan pada usia ≥60 umum, lokar, dan regional.
11
tahun adalah >150 / >90 mmHg . TINJAUAN PUSTAKA
Data WHO 2015 menunjukan sekitar 1,3 Definisi
milyar orang di dunia menderita Hipertensi adalah suatu keadaan dimana
hipertensi. Berdasarkan data Riset tekanan darah harus persisten diatas atau
Kesehatan Dasar prevalensi hipertensi di sama dengan 140/90 mmHg. Tekanan
Indonesia sebesar 26,5 %, wanita lebih darah fase sistolik 140 mmHg
2

menunjukan fase darah yang sedang dapat diubah diantaranya adalah usia,
dipompa oleh jantung dan fase diastolik genetik, dan ras10.
90 mmHg menunjukan fase darah yang Patofisiologi Hipertensi
10
kembali ke jantung . Patofisiologi pada hipertensi
Klasifikasi Hipertensi belum dapat diidentifikasi secara pasti,
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah namun ada empat faktor yang
Normal (JNC-VIII)11
mendominasi terjadi hipertensi :
Usia Sistole Diastole
< 60 tahun <140 dan <90 1. Volume Intravaskular
mmHg mmHg Tekanan darah tinggi adalah
≥ 60 tahun <150 dan <90
hasil interaksi antara cardiac output
mmHg mmHg
≥ 18 tahun <140 dan <90 (CO) atau curah jantung dan TPR
Diabetes mmHg mmHg (total peripheral resistance, tahanan
≥ 18 tahun <140 dan <90 total perifer). Volume intravaskular
CKD mmHg mmHg
merupakan determinan utama untuk
Sumber : (James P. A., 2014).
kestabilan tekanan darah dari waktu
Etiologi dan Faktor Risiko
ke waktu. Tergantung keadaan TPR
Berdasarkan penyebabnya hipertensi
apakah dalam posisi vasodilatasi
dibagi menjadi kategori, sebagai berikut:
atau vasokontriksi. Asupan NaCl
1. Hipertensi primer (essensial atau
meningkat, maka ginjal akan
idiopatik)
merespon agar ekskresi garam juga
Hipertensi primer (essensial atau
meningkat dalam urin. Jika melebihi
idiopatik) merupakan jenis
kemampuan, maka ginjal akan
hipertensi yang paling umum sering
meretensi H2O sehingga volume
terjadi. Hipertensi essensial tidak
intravaskular meningkat10.
diketahui penyebabnya4.
2. Kendali Saraf Autonom
2. Hipertensi sekunder
Pengaruh lingkungan misalnya
Hipertensi sekunder adalah
genetik, stres kejiwaan, rokok, akan
hipertensi yang dapat ditemukan
terjadi aktivasi sistem saraf simpatis
penyebabnya, penyebab tersering
berupa kenaikan katekolamin,
adalah penyakit ginjal kronik4.
norepinefrin dan sebagainya.
Faktor risiko hipertensi dibagi
Neurotransmiter ini akan
menjadi 2 yaitu yang dapat dirubah dan
meningkatkan denyut jantung dan
tidak. Faktor risiko yang dapat dirubah
diikuti kenaikan CO, sehingga
diantaranya adalah stres, obesitas,
tekanan darah akan meningkat10.
merokok, diabetes, dan ketidakaktifan
3. Sistem Renin-Angiotensin
fisik. Sedangkan faktor risiko yang tidak
3

Renin yang dilepaskan oleh Komplikasi Hipertensi


ginjal akan memecah plasma menjadi Pada umumnya penderita
substrat renin untuk melepaskan hipertensi tidak mempunyai keluhan,
angiotensin I, kemudian dirubah hipertensi adalah the silent killer.
menjadi angiotensin II yang merupakan Penderita mempunyai keluhan setelah
vasokonstriktor kuat. Peningkatan mengalami komplikasi TOD (target
tekanan darah dapat terjadi selama organ damage) yaitu jantung, ginjal
hormon ini masih menetap didalam (nefropati), otak (ensefalopati), mata
darah. (retinopati atau perdarahan, dan bahkan
4. Dinding Vaskular Pembuluh Darah disfungsi ereksi)4.
Perubahan struktural dan Tatalaksana Hipertensi
fungsional pada sistem pembuluh darah Obat antihipertensi bekerja pada
perifer berpengaruh pada perubahan reseptor tertentu yang tersebar dalam
tekanan darah pada lanjut usia. tubuh. Kategori obat antihipertensi
Perubahan ini meliputi aterosklerosis, dibagi berdasarkan mekanisme atau
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan prinsip kerja, yaitu :
penurunan relaksasi otot polos 1. Diuretika, menurunkan TD dengan
pembuluh darah akan menurunkan cara mengurangi natrium tubuh dan
kemampuan distensi dan daya regang volume darah, Contoh : golongan
pembuluh darah, sehingga menurunkan thiazide, loop diuretics.
kemampuan aorta dan arteri besar dalam 2. Golongan simpatolitik /
mengakomodasi volume darah yang simpatoplegik, menurunkan TD
dipompa oleh jantung, mengakibatkan dengan cara menumpulkan refleks
penurunan curah jantung dan arkus simpatis sehingga
peningkatan tahanan perifer10. menurunkan resistensi pembuluh
Diagnosis Hipertensi darah perifer, menghambat fungsi
Diagnosis hipertensi ditegakan kardiak, meningkatkan pengisian
berdasarkan klasifikasi JNC VIII adalah vena sehingga terjadi penurunan
apabila hasil dari pengukuran tekanan CO. Contohnya: beta dan alpha
darah sitolik per diastolik didapatkan blocker, methyldopa dan clonidine,
pada usia <60 tahun adalah >140 / >90 ganglion blocker, dan post
mmHg dan pada usia ≥60 tahun adalah ganglionic symphatetic blocker
>150 / >90 mmHg11. (reserpine, guanethidine).
3. Vasodilator langsung, menurunkan
TD dengan cara relaksasi otot-otot
4

polos vaskuler. Contoh: nitrop- Stadium ini merupakan stadium


russide, hydralazine, calcium dengan risiko tinggi.
channel blocker. 3. Stadium 3
4. Golongan penghambat produksi atau Disebut sebagai stadium
aktivitas Angiotensin, pembedahan yang dimulai dari nafas
penghambatan ini menurunkan otomatis sampai henti nafas.
resistensi perifer dan volume darah, Stadium 3 terbagi atas plana 1
yaitu dengan menghambat (mulai dari nafas otomatis sampai
angiotensin I menjadi angiotensin II gerak bola mata terhenti), plana 2
dan menghambat metabolisme dari (mulai dari gerak bola mata berhenti
bradikinin. sampai nafas torakal lemah), plana 3
GENERAL ANESTESI PADA (mulai dari nafas torakal lemah
PASIEN HIPERTENSI sampai nafas torakal terhenti), dan
Anestesia merupakan suatu plana 4 (mulai dari nafas torakal
keadaan tidak sadar yang bersifat terhenti sampai nafas diafragma
sementara yang diikuti oleh hilangnya terhenti).
rasa nyeri di seluruh tubuh yang 4. Stadium 4
mencakup 3 hal yaitu hipnotik, Disebut sebagai stadium
analgesik, dan relaksasi otot. Menurut intoksikasi atau overdosis obat
Guedel, anestesi dibedakan menjadi 4 anestesi yang ditandai dengan
stadium, yaitu : paralisis diafragma sampai henti
1. Stadium 1 jantung atau meninggal.
Disebut sebagai stadium Macam General Anestesi
analgetik yang dimulai saat General anestesi dibagi menjadi 3
masuknya obat induksi sampai menurut rute pemberiannya, yaitu :
hilangnya kesadaran yang ditandai 1. General Anestesi Intravena
dengan hilangnya refleks bulu mata. Merupakan salah satu
2. Stadium 2 teknik general anestesi yang
Merupakan stadium eksitasi diberikan dengan menyuntikkan
atau delirium yang ditandai dengan obat anestesi parenteral ke
pernafasan yang ireguler, gerakan pembuluh darah. Berdasar obat
involunter, muntah, hingga aritmia yang diberikan, general anestesi
jantung. Dilatasi pupil merupakan intravena dibagi menjadi klasik
tanda peningkatan tonus simpatis. (ketamin dan sedatif), total
(hipnotiik, analgetik, dan muscle
5

relaxan), dan neurolept 3. Penilaian yang akurat tentang


(analgetik opiat) status volume cairan tubuh
2. General Anestesi Inhalasi penderita.
Merupakan salah satu 4. Penentuan kelayakan penderita
teknik general anestesi dengan untuk dilakukan tindakan teknik
memberikan kombinasi obat hipotensi, untuk prosedur
anestesi inhalasi yang berupa pembedahan yang memerlukan
gas atau cairan yang mudah teknik hipotensi7,11.
menguap melalui alat atau Sampai saat ini belum ada protokol
langsung ke udara inspirasi. untuk menentukan tekanan darah
3. General Anestesi Imbang maksimal yang sudah tidak bisa
(balanced anasthesia) ditoleransi untuk dilakukan operasi.
Merupakan teknik Namun banyak literatur yang menulis
anestesi dengan menggunakan bahwa tekanan darah diastol 110 atau
kombinasi obat obatan anestesi 115 adalah cut-off point untuk
intravena maupun Inhalasi atau mengambil keputusan penundaan
kombinasi teknik general anestesia atau operasi7. The American
anestesi dan anestesi regional Heart Association / American College of
untuk mencapai trias anestasi. Cardiology (AHA/ACC) mengeluarkan
Penanganan Perioperatif Pada acuan bahwa tekanan darah sistolik ≥
Hipertensi 180 mmHg dan/atau tekanan daraah
Penilaian Preoperatif dan diastolik ≥ 110 mmHg sebaiknya
Persiapan Preoperatif Penderita dikontrol sebelum dilakukan operasi.
Hipertensi. Penilaian preoperatif pada Pada keadaan operasi yang sifatnya
penderita hipertensi esensial yang akan urgensi, tekanan darah dapat dikontrol
menjalani prosedur pembedahan harus dalam beberapa menit sampai beberapa
mencakup 4 hal dasar, yaitu : jam dengan pemberian obat
1. Jenis pendekatan medikal yang antihipertensi yang bersifat rapid
diterapkan dalam terapi acting1. Selain karena tekanan darah
hipertensinya. yang tinggi, penundaan operasi dapat
2. Penilaian ada tidaknya dilakukan apabila ditemukan atau
kerusakan atau komplikasi diduga adanya kerusakan target organ.
target organ yang telah terjadi. Premedikasi dapat menurunkan
kecemasan preoperatif penderita
hipertensi. Untuk hipertensi yang ringan
6

sampai dengan sedang bisa 25mcg/kgBB, sufentanil 0,25 –


menggunakan ansiolitik seperti 0,5mcg/kgBB, atau ramifentanil 0,5
golongan benzodiazepine atau – 1mcg/kgBB).
midazolam. Obat antihipertensi tetap 3. Berikan lidokain 1,5 mg/kgBB
dilanjutkan sampai pembedahan sesuai intravena atau intratrakea.
jadwal minum obat dengan sedikit air 4. Menggunakan ß-adrenergik
non partikel. Penggunaan ACE inhibitor blockade (esmolol 0,3 –
biasanya dihentikan karena bisa terjadi 1,5mg/kgBB, propanolol 1 – 3mg,
hipotensi intraoperatif. Saat induksi atau labetatol 5 – 20mg).
sering terjadi hipotensi namun saat 5. Menggunakan anestesia topikal pada
intubasi sering menimbulkan hipertensi. airway2,9.
Hipotensi diakibatkan vasodilatasi Propofol, barbiturate,
perifer terutama pada keadaan benzodiazepine dan etomidat memiliki
kekurangan volume intravaskuler tingkat keamanannya yang sama untuk
sehingga preloading cairan penting induksi pada penderita hipertensi. Untuk
untuk tercapainya normovolemia pemilihan pelumpuh otot vekuronium
sebelum induksi. Disamping itu atau cisatrakurium lebih baik
hipotensi juga sering terjadi akibat dibandingkan atrakurium atau
depresi sirkulasi karena efek dari obat pankuronium. Untuk volatile, sevofluran
anestesi dan efek dari obat antihipertensi bisa digunakan sebagai obat induksi
yang dikonsumsi, seperti ACE inhibitor secara inhalasi3,9.
dan angiotensin receptor blocker2,3,9. Pemeliharaan Anestesi dan
Hipertensi yang terjadi biasanya Monitoring
diakibatkan stimulus nyeri karena Tujuan pencapaian
laringoskopi dan intubasi endotrakea hemodinamik yang diinginkan selama
yang bisa menyebabkan takikardia dan pemeliharaan anestesia adalah
dapat menyebabkan iskemia miokard. meminimalkan terjadinya fluktuasi TD
Teknik dibawah ini bisa dilakukan yang terlalu lebar. Hipertensi pada
sebelum tindakan laringoskopi intubasi periode preoperatif mempunyai risiko
untuk menghindari terjadinya hipertensi. hipertensi juga pada periode anestesia
1. Dalamkan anestesia dengan maupun saat postoperatif. Hipertensi
menggunakan gas volatile yang intraoperatif yang tidak berespon dengan
poten selama 5 – 10 menit. didalamkannya anestesia dapat diatasi
2. Berikan opioid (fentanil 2,5 – dengan antihipertensi secara parenteral.
5mcg/kgBB, alfentanil 15 –
7

Tabel 2. Antihipertensi Akut atau distensi dari kandung kemih.


Rentang Ons Dura
Nama Obat Sebelum diputuskan untuk memberikan
Dosis et si
0,5 – 30 – obat – obat anti hipertensi2,9.
Nitroprusid 1–5
10mcg/kg 60 Nyeri merupakan salah satu
e menit
bb detik
0,5 – 1 faktor yang paling berkonstribusi
Nitroglyser 3–5
10mcg/kg meni menyebabkan hipertensi pasca operasi,
in menit
bb t
1–2 sehingga untuk pasien yang berisiko,
4–8
Labetatol 5 – 20 mg meni nyeri sebaiknya ditangani secara
jam
t
1–2 adekuat, misalnya dengan morfin
4–6
Propanolol 1 – 3 mg meni epidural secara infus kontinyu.
jam
t
1 – 3 10 – Hipertensi pasca operasi sebaiknya
Trimethapa 1–6
meni 30 diterapi dengan obat antihipertensi
ne mg/menit
t menit
5– secara parenteral misalnya dengan ß-
Nifedipine
10 blocker yang terutama digunakan untuk
(sublingual 10 mg 4 jam
meni
) mengatasi hipertensi dan takikardia yang
t
terjadi. Apabila penyebabnya karena
Penanganan Postoperatif Pada overload cairan, bisa diberikan diuretik
Hipertensi furosemid dan apabila hipertensinya
Hipertensi yang terjadi pada disertai dengan heart failure sebaiknya
periode pasca operasi sering terjadi pada diberikan ACE-inhibitor2,9.
pasien yang menderita hipertensi KESIMPULAN
esensial. Hipertensi dapat meningkatkan Hipertensi merupakan penyakit yang
kebutuhan oksigen miokard sehingga sering dijumpai dan dapat meyebabkan
berpotensi menyebabkan iskemia komplikasi yang parah. Oleh karena itu
miokard, disritmia jantung dan diperlukan pemahaman lebih dalam
congestive heart failure. Penyebab anestesi selama proses pembedahan
terjadinya hipertensi pasca operasi ada pada pasien hipertensi. Manajemen
banyak faktor, selain karena penyakit tekanan darah dimulai sebelum
hipertensinya yang tidak teratasi dengan dilakukan pembedahan hingga setelah
baik, penyebab lainnya adalah gangguan pembedahan supaya tidak terjadi
sistem respirasi, nyeri, overload cairan komplikasi yang tidak diinginkan
1

DAFTAR PUSTAKA pressure, NIH publication No.035233,


1. Howell SJ, Foex P. Hypertension, December 2003.
hypertensive heart disease and 9. Wallace MC, Haddadin AS. Systemic
perioperative cardiac risk. British and pulmonary arterial hypertension. In:
Journal of Anesthesia 2004;92(4):570- Hines RL, Marschall KE, editors.
83. Stoelting’ s anesthesia and co-existing
2. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. disease. 5th ed. Philadelphia: Elsevier;
Anesthesia for patients with 2008.p.87102.
cardiovaskular disease. Clinical 10. Yogiantoro, M. 2014. Pendekatan
Anesthesiology. 4th ed. New York: Klinis Hipertensi dalam Setiati S, Alwi
McGraw-Hill; 2006.p.444-52. I, Sudoyo AW, Simadibrata MK,
3. Neligan P. Hypertension and anesthesia; Setiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku
Available at: http:// www. 4um.com/ Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI
tutorial/anaesthbp.htm. Jilid II. Jakarta : Interna Publishing.
4. Rilantono, L. I. 2013. 5 Rahasia 11. James, P. A., Oparil, S., Chusman, W.

Penyakit Kardiovaskuler (PKV). C., Dennison, H. C., & Handler, J.


Jakarta: Badan Penerbit Fakultas (2014). Evidence-based Guideline for
Kedokteran Universitas Indonesia. the Management of High Blood
5. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Pressure in Adult. JAMA, 311(5)
Dasar. Diambil kembali dari
http://www.depkes.go.id/resources/dow
nload/general/Hasil%20Riskesdas%202
013.pdf.
6. Roesma, Jose., Krisis Hipertensi dalam
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam
AF. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing
7. Stier GR. Preoperative evaluation and
testing. In: Hines RL, editor. Adult
perioperative anesthesiathe requisites in
anesthesiology. Philadelphia: Elsevier;
2004.p.3-82.
8. The seventh report of Joint National
Committee on Prevention, detection,
evaluation, and treatment of high blood

Anda mungkin juga menyukai