Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

A. Pengertian
Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ,
dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang
disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat).
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner
& Suddart, 2008). Appendisitis merupakan peradangan pada appendik
periformil, yaitu saluran kecil yang mempunyai diameter sebesar pensil
dengan panjang 2-6 inci. Lokasi appendik pada daerah illiaka kanan,
dibawah katup illiocaecal, tepatnya pada dinding abdomen dibawah titik Mc
burney.

B. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1. Apendisitis akut, dibagi atas :
a) Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b) Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas:
a) Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
b) Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.

C. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fecolith, benda asing, striktur akibat
peradagan sebelumnya atau tumor. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang di produksi oleh mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
tersebut makin banyak namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapendesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium. Kemudian
sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, udem bertambah, dan bakteri menembus
dinding. Karena obstruksi vena dapat terbentuk thrombus yang
menyebabkan timbulnya iskemi yang bercampur kuman yang mengakibatkan
timbulnya pus. Peradangan ini dapat meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut appendisitis supuratif akut.
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya
proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus
diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing
askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari
kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
a. Faktor Sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya
apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi
disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena
stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh
fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus
sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur
dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes
fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang
herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang
tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat
mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak
serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih
telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru
Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama
epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini
meningkat.
D. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis yaitu :
a. Nyeri perut.
Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus atau periumbilikus. Nyeri perut yang klasik pada apendisitis
adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Namun pada beberapa keadaan tertentu (bentuk apendiks
yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai posisi
apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah
perut kiri bawah, punggung, atau di bawah pusar. Namun terkadang,
tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi.
b. Anoreksia (penurunan nafsu makan).
Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol
atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu
atau dua kali.
c. Keinginan BAB atau kentut.
d. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang
terjadi tidak lebih dari 1oC (37,8oC – 38,8oC). Jika terjadi peningkatan
suhu yang melebihi 38,80C. Maka kemungkinan besar sudah terjadi
peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis).
e.
Timbulnya gejala yang bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum),
2. Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal.
3. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
4. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari
dorsal.
5. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
6. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
7. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
8. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut
beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

E. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
2. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di
perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
a. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan
letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang
meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci
diagnosis pada apendisitis pelvika.
b. Pemeriksaan uji psoas
Dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji
psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.
psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
c. Pemeriksaan uji obturator
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap → Ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
2. Test protein reaktif (CRP). → Ditemukan jumlah serum yang
meningkat.
b. Radiologi
1. Pemeriksaan ultrasonografi → Ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %)
2. CT-scan → Ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit
serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta
adanya pelebaran sekum. Tingkat keakuratannya 93 – 98 %.
G. Penatalaksanaan
1. Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang
paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi.
Apendiktomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :
 Cara terbuka
 Cara laparoskopi.
2. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa
periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan
adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita.
Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob.
 Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah
apendektomi dapat dilakukan.
 Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka
dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian
dilakukan apendisektomi.
 Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka
dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.
3. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
 Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan
 Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
 Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi.

H. Komplikasi yang dapat terjadi


Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses apendiks
1. Tromboflebitis supuratif
2. Abses subfrenikus
3. Obstruksi intestinal
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Appendisitis

I. Pengkajian
a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang
dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini
klien adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan utama nyeri bekas luka operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri
dirasakan pada luka bekas operasi dengan skala (0-10) dan nyeri
timbul memberat ketika bergerak.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan
konstipasi sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang
menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman folar kolon sehingga menjadi appendisitis akut.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena di rawat di
rumah sakit.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien yang di lakukan anasthesi tidak boleh makan dan minum
sebelum flatus.
3. Pola eliminasi
Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih
menggunakan dower chateter karena masih dalam pengaruh
anastesi, dan pasien akan dilatih untuk berkemih.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah.
Namun, setelah 6 jam pasien diharapkan pasien sudah mampu untuk
bergerak miring kanan dan miring kiri dan dilanjutkan dengan duduk
kemudian berjalan.
5. Pola tidur dan istirahat
Rasa nyeri akibat post operasi dan perubahan situasi karena
hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
6. Pola kognitif perseptual
Sistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan Penghidu
tidak mengalami gangguan.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang
perawatan post operasi appendiks.
8. Pola hubungan dan peran
Karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka dapat
mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga
tempat kerja dan masyarakat.
9. Pola reproduksi seksual
Klien tidak mengalami masalah produksi karena bekas operasi tidak ada
hubungannya dengan alat reproduksi.
10. Pola penanggulangan stress
Stress dapat dialami klien karena kurang pengetahuan tentang
perawatan post operasi. Gali adanya stres pada klien dan
mekanisme koping klien terhadap stres tersebut.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya dower chateter dan nyeri post operasi memerlukan adaptasi
klien dalam menjalankan ibadahnya .
II. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
2) Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
b. Diagnosa post-tindakan
1) Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder akibat operasi
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder akibat pembedahan
3) Defisit pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan
dengan kurangnya paparan informasi mengenai perawatan luka post
operasi.
III. Rencana Tindakan
Diagnosa pre-tindakan/pre operasi
1. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam
diharapkan pasien dapat melakukan manajemen nyeri dengan kriteria
hasil :
 Pasien tampak lebih tenang.
 Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan
orang tua.
 Pasien tidak meringis kesakitan lagi.
b. Intervensi :
1. Observasi skala nyeri pasien.
R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
2. Beri lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan berpengaruh terhadap keadaan nyeri pasien.
3. Lakukan tehnik distraksi.
R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian
pasien tidak terfokus pada nyeri sehingga pasien dapat
memanajemen nyeri.
4. Pantau perkembangan nyeri pasien.
R/ : Untuk segera mengambil tindakan rujukan apabila nyeri yang
dialami pasien sudah tidak dapat ditoleransi lagi.
2. Dx 2 : Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
diharapkan suhu tubuh pasien dapat turun menjadi rentang normal (36,5
– 37,5o C / aksila).
b. Intervensi :
1. Observasi TTV.
R/ : Untuk membandingkan TTV sebelum dan sesudah intervensi
dilakukan.
2. Beri lingkungan yang nyaman.
R/ : Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keadaan pasien.
3. Lakukan kompres air hangat.
R/ : Untuk mengembalikan fungsi termostat dalam keadaan normal.
4. Ukur TTV.
R/ : Untuk mengetahui perubahan suhu tubuh pasien.
3. Dx 3 : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
diharapkan kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi dengan kriteria
hasil :
 Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit normal,
mukosa bibir tidak kering)
 Pasien tidak merasa haus.
 Pasien tampak segar.
b. Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi pasien.
R/ : Untuk melihat apakah pasien mengalami tanda-tanda dehidrasi
agar dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan.
2. Awasi cairan masuk dan cairan keluar.
R/ : Untuk menjaga keseimbangan volume cairan tubuh.
3. Apabila pasien menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, berikan cairan
melalui intravena.
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien, jangan memberi
cairan per oral karena pasien yang akan dilakukan tindakan
apendiktomi harus dipuasakan.
4. Dx 4 : Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam
diharapkan cemas pasien berkurang, dengan kriteria hasil :
 Pasien tampak tenang.
 Pasien kooperatif dengan tindakan keperawatan dan tindakan medis
yang akan dilakukan..
b. Intervensi :
1. Kaji keadaan emosi pasien.
R/ : Dengan mengetahui keadaan pasien saat itu, jadi kita dapat
menentukan tindakan dan waktu yang tepat untuk melakukan tindakan
keperawatan.
2. Lakukan BHSP apabila keadaan emosi pasien saat itu
memungkinkan.
R/ : Sebelum melakukan tindakan keperawatan, kita harus
melaksanakan pendekatan agar tindakan keperawatan yang dilakukan
lebih mudah.
3. Eksplorasi perasaan pasien.
R/ : Untuk menggali lebih jauh apa yang dirasakan pasien.
4. Biarkan pasien mengungkap perasaannya.
R/ : Agar emosi pasien dapat tersalurkan sehingga pasien merasa
llebih tenang.
5. Berikan feed back positif dan berikan support kepada pasien.
R/ : Agar pasien merasa nyaman dan merasa ada yang
mendukungnya.
Diagnosa post-tindakan
1. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder akibat operasi
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam,
diharapkan nyeri yang dialami pasien berkurang dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak meringis.
 Pasien tampak tenang.
 Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan
orang tua.
b. Intervensi :
1. Observasi skala nyeri pasien.
R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
2. Beri lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan berpengaruh terhadap keadaan nyeri pasien.
3. Lakukan tehnik distraksi.
R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian
pasien tidak terfokus pada nyeri sehingga pasien dapat
memanajemen nyeri.
4. Beri analgetik
R/ : Untuk mengurangi nyeri pasien.
2. Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
organisme sekunder akibat pembedahan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam
diharapkan luka pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (kalor,
dolor, lubor, tumor, perubahan fungsi)
b. Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda infeksi pada pasien.
R/ : Untuk melihat apakah ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, lubor,
tumor, dan perubahan fungsi), pus, jaringan nekrotik.
2. Lakukan perawatan luka.
R/ : Ganti balutan agar luka post-op tetap kering.
3. Jaga luka agar tetap steril.
R/ : Untuk menghindari perkembangan bakteri pada luka.
4. Informasikan kepada keluagra pasien untuk tidak membuka balutan
luka, menjaga luka agar tetap kering.
R/ : Luka yang lembab menyebabkan infeksi karena bakteri dapat
berkembang.
5. Berikan salep betadine di atas luka pasien.
R/ : Untuk mencegah infeksi pada luka.
3. Dx 3 : defisit pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan
dengan kurangnya paparan informasi mengenai perawatan luka post
operasi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
diharapkan tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang perawatan
luka dapat meningkat.
b. Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua pasien.
R/ menentukan cara penyampaian informasi kepada keluarga pasien.
2. Lakukan BHSP.
R/ mempermudah perawat dalam melakukan tindakan keperawatan.
3. Berikan penjelasan mengenai perawatan luka kepada orang tua
pasien.
R/ memberikan penjelasan kepada orang tua pasien.
4. Berikan kesempatan kepada orang tua pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
R/ memberikan kesempatan kepada orang tua pasien untuk
mengungkap kesulitan yang dihadapi.
5. Evaluasi tingkat pengetahuan pasien.
R/ untuk mengetahui keberhasilan intervensi.

IV. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.
V. Evaluasi
1. Diagnosa pre-tindakan/sebelum operasi
a. Pasien dapat melakukan manajemen nyeri
b. Suhu tubuh pasien dapat turun menjadi rentang normal (36,5 – 37,5o
C / aksila).
c. Kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi
d. Cemas pasien berkurang
2. Diagnosa post-tindakan/setelah operasi
a. Nyeri yang dialami pasien berkurang
b. Luka pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, lubor,
tumor, perubahan fungsi)
c. Tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang perawatan luka dapat
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall- Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
10. Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC
Guyton & Hall. 2003. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : EGC
Mansjoer A,. dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
PATHWAY APPENDISITIS

Anda mungkin juga menyukai

  • Undangan Lokmin
    Undangan Lokmin
    Dokumen1 halaman
    Undangan Lokmin
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • Kel 5 Sop Darurat Gempa
    Kel 5 Sop Darurat Gempa
    Dokumen5 halaman
    Kel 5 Sop Darurat Gempa
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • 4
    4
    Dokumen2 halaman
    4
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • 03 Surat Undangan
    03 Surat Undangan
    Dokumen7 halaman
    03 Surat Undangan
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • SWOT
    SWOT
    Dokumen14 halaman
    SWOT
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat
  • DEA LP Cairan Dan Elektrolit
    DEA LP Cairan Dan Elektrolit
    Dokumen24 halaman
    DEA LP Cairan Dan Elektrolit
    Muhammad Azizul Hawari Jailani
    Belum ada peringkat