Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan teknologi yang cepat dewasa ini dapat membantu dalam hal
efisiensi biaya, waktu, maupun tenaga dalam menghasilkan data yang akurat dan
lebih baik, salah satunya dengan data penginderaan jauh. Penginderaan jauh
merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh suatu objek, daerah atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1999).
Dengan menggunakan data penginderan jauh, berbagai informasi di permukaan
Bumi dapat disadap dengan mudah dalam waktu yang relatif singkat. Berbeda
dengan mengamati wilayah secara langsung yang membutuhkan waktu, biaya,
dan tenaga yang tidak sedikit sehingga harapannya ialah data yang dibutuhkan
dapat diperoleh dalam waktu yang cepat namun tetap memiliki akurasi ketelitian
yang tinggi.
Penggunaan citra satelit sangat dibutuhkan saat ini karena citra satelit
memiliki resolusi spasial yang tinggi dengan tingkat ketelitian, cakupan wilayah
dan dalam hal penyajian objek yang sesuai dengan kenampakan asli membuat
citra satelit dapat memberikan informasi yang akurat, terutama untuk wilayah
perkotaan yang secara garis besar memiliki kelas penutup lahan yang beragam dan
membutuhkan ketelitian dalam interpretasi objek-objek tersebut (Nurhayati,
2010). Namun kajian terhadap wilayah perkotaan juga membutuhkan data
penginderaan jauh yang terbaru, hal tersebut disebabkan oleh perkembangan yang
ada di daerah perkotaan cenderung lebih cepat dibandingkan daerah pedesaan.
Citra dengan resolusi tinggi seperti Citra Quickbird memiliki resolusi spasial 0,6
meter untuk saluran pankromatik dan resolusi spasial 2,4 meter untu saluran
multispektral yang dapat digunakan untuk analisis perubahan penggunaan lahan,
eksplorasi minyak dan gas, studi lingkungan, ataupun untuk pemetaan skala besar
(hingga skala 1:1000) (Purwadhi dan Sanjoto, 2010).

1
Closed Circuit Television (CCTV) pertama kali dikembangan pada akhir
tahun 1970 dan pada awalnya terbatas pada target yang memiliki resiko keamanan
yang tinggi, seperti bank. Unit yang mahal dan kualitas gambar yang buruk untuk
waktu yang lama menyebabkan perlu adanya perkembangan untuk meningkatkan
kualitas CCTV. Perkembangan CCTV selanjutnya meningkat dan banyak
digunakan untuk kepentingan komersial seperti toko-toko ataupun digunakan oleh
para polisi (politics.co.uk, 2011). Penggunaan video CCTV sebagai alat yang
dapat digunakan dalam bidang videografi merupakan salah satu alternatif dalam
memperoleh suatu data dalam suatu penelitian selain citra penginderaan jauh yang
biasa digunakan dalam mengindentifikasi suatu objek. Citra penginderaan jauh
yang bersifat statis artinya hanya merekam dalam satu kondisi waktu tertentu saja
dapat dibantu dengan data dari video CCTV yang dapat digunakan untuk
menganalisis suatu objek yang cenderung dinamis.
CCTV sudah banyak digunakan terutama yang digunakan dalam lalulintas.
CCTV yang ada dapat digunakan untuk mengetahui informasi kemacetan
lalulintas, mengetahui kecepatan kendaraan, pemantauan situasi, merekam gambar
dari objek yang dipantai dari CCTV, dan masih banyak lagi fungsi lainnya
(http://komisikepolisianindonesia.com). Namun yang menjadi perhatian ialah
terutama pada mengetahui informasi kemacetan hanya secara kualitatif yakni
hanya pada waktu tersebut dan hanya melihat pada kondisi di titik tersebut saja.
Sementara biasanya penempatan CCTV yang tidak tepat seperti di perempatan
jalan tidak dapat digunakan untuk mengetahui kondisi jalan yang ada di tengah
ataupun di ujung ruas jalan dari jalan yang ada di perempatan jalan tersebut. Oleh
sebab itu perlu adanya penelitian untuk mengetahui tingkat efektivitas CCTV
untuk mengetahui tingkat kemacetan lalulintas apakah sudah tepat atau tidak
terutama dalam penempatannya.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi berdasarkan
referensi geografi dan bersifat keruangan dan dapat digunakan untuk menyimpan,
mengelola, dan menampilkan informasi di dalam sebuah basis data. Seiring
dengan perkembangan pesat dibidang teknologi informasi, saat ini SIG telah
mampu mendorong pemanfaatan yang luas di berbagai bidang ilmu lingkungan,

2
ilmu ekonomi, ilmu kesehatan dan bahkan telah dimanfaatkan oleh militer
(kompasiana.com, 2012). Pemodelan spasial merupakan salah satu teknologi
dalam SIG yang digunakan sebagai salah satu metode analisis yang biasa
digunakan untuk memetakan suatu fenomena yang cenderung dinamis. Selain itu,
pemodelan spasial juga dapat dibuat statis dengan menggunakan beberapa peta
yang menggambarkan suatu fenomena dengan beberapa kondisi yang berbeda.
Kajian terhadap fenomena yang dinamis cukup representatif jika dianalisis dengan
menggunakan pemodelan spasial.
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia.
Kota Yogyakarta memiliki 14 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 32,5 km2.
Sesuai yang termuat dalam rencana awal RPJMD Kota Yogyakarta 2012-2016
terdapat beberapa permasalahan pembangunan Kota Yogyakarta, yakni
permasalahan infrastruktur dan tata ruang, permasalahan pariwisata dan budaya,
permasalahan ekonomi, permasalahan kemiskinan, permasalahan kesehatan,
permasalahan pendidikan, permasalahan kesehatan dan permasalahan lingkungan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) pada
tahun 2009 menyebutkan bahwa Kota Yogyakarta menempati urutan pertama
untuk kota yang paling nyaman di Indonesia dengan nilai indeksnya sebesar 65,34
dengan total indeks sebesar 100 mengungguli kota-kota besar lainnya. Namun
yang menjadi masalah ialah apakah dengan menempati urutan pertama tersebut,
Kota Yogyakarta tidak memiliki masalah ataukah survei tersebut menunjukkan
Kota Yogyakarta memiliki masalah yang paling sedikit dibandingkan dengan
kota-kota besar lainnya. Walaupun Kota Yogyakarta merupakan kota yang
ternyaman berdasarkan survei ialah namun yang menjadi perhatian ialah tingginya
migrasi yang masuk ke dalam Kota Yogyakarta membawa keuntungan juga
memberi dampak yang buruk seperti pertambahan jumlah kendaraan bermotor
yang tidak dapat dikontrol lagi menyebabkan bertambahnya polusi yang terjadi di
udara.
Tingkat pelayanan jalan merupakan ukuran kuantitatif (rasio volume
lalulintas per kapasitas jalan) dan kualitatif yang menggambarkan kondisi
operasional, seperti kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan bergerak, keamanan,

3
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam arus lalulintas serta penilaian
pengemudi terhadap kondisi arus lalulintas (UU RI nomor 22 Tahun 2009).
Tingkat pelayanan dapat menunjukkan tingkat kemacetan suatu jalan, yakni ketika
suatu jalan memiliki tingkat pelayanan jalan maka tingkat kemacetannya akan
rendah dan hal tersebut berlaku sebaliknya.
Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Sapta (2009) menunjukkan bahwa
kemacetan memiliki dampak yang buruk terhadap sosial ekonomi masyarakat.
Kemacetan dapat menyebabkan menguras waktu pengguna jalan dan merasakan
dampak sosial ekonomi yang bersamaan, tidak hanya waktu yang terkuras dan
stress tetapi juga meyebabkan boros bensin dan sebagainya. Hilangnya waktu
merupakan opportunity cost yang harus ditanggung pengguna jalan, padahal
waktu yang hilang tersebut dapat digunakan untuk aktivitas lainnya yang dapat
mendatangkan benefit, baik sosial maupun ekonomi bagi pengguna jalan itu
sendiri. Selain itu, Kinerja mengendarai kendaraan menjadi lebih berat saat berada
dalam kemacetan karena mereka harus menggas dan mengerem lebih sering.
Selain membuat perjalanan lebih lama dibandingkan dengan kondisi normal,
kemacetan juga membuat badan lelah dan berdampak pada emosi pengguna jalan
sehingga ada dari mereka yang menggerutu, kesal, marah, dan akhirnya stress.
Identifikasi terhadap tingkat kemacetan dapat dilakukan dengan
menggabungkan antara teknologi penginderaan jauh dan memanfaatkan video
CCTV sebagai salah satu alternatif perolehan data selain dengan survei lapangan.
Video CCTV memiliki keunggulan terutama dalam hal efisiensi waktu dan tenaga
yang sebelumnya dalam identifikasi volume lalulintas hanya dapat dilakukan
perhitungan di lapangan dengan membutuhkan tenaga yang banyak dapat
dianalisis dengan melihat hasil rekaman video CCTV tersebut. Namun perlu
adanya kajian terhadap teknologi penginderaan jauh dan pemanfaatan video
CCTV tersebut untuk mengetahui seberapa besar efektifitas dan kemudahan
dibandingkan dengan data yang diperoleh di lapangan. Hal tersebut disebabkan
terutama pada data video CCTV cenderung memiliki kualitas yang rendah atau
terbatas dibandingkan dengan data yang berupa gambar sehingga perlu dilakukan
analisis lebih lanjut untuk mendapatkan suatu data yang lebih representatif dan

4
mencerminkan keadaan sesungguhnya di lapangan. Analisis dengan menggunakan
pemodelan spasial diharapkan dapat memabnatu dalam menggambarkan tingkat
kemacetan yang terjadi di daerah kajian pada beberapa kondisi tertentu.

1.2. Rumusan Masalah


Pemanfaatan citra resolusi tinggi dapat digunakan dalam mengindentifikasi
suatu objek untuk mendapatkan tingkat akurasi dan tingkat kedetailan yang tinggi
namun hanya pada objek yang bersifat statis saja. Identifikasi terhadap objek yang
dinamis biasanya hanya dapat dianalisis melalui kegiatan lapangan, namun hal
tersebut dapat dikurangi dengan memanfaatkan video CCTV yang biasa
digunakan untuk memantau suatu keadaan tertentu. Namun yang menjadi kendala
ialah video CCTV cenderung memiliki kualitas yang rendah dibandingkan data
yang berupa gambar. Selain itu kendala yang terdapat pada CCTV yang sudah ada
ialah penempatan CCTV yang digunakan untuk mengamati kondisi lalulintas.
Posisi CCTV yang ada saat ini ada yang ditempatkan di tengah ruas jalan
dan ada yang ditempatkan di perempatan jalan. Penempatan yang berbeda dapat
menyebabkan analisis yang berbeda untuk mengetahui tingkat kemacetan
lalulintas yang ada pada setiap ruas jalan yang dipantau dari CCTV. Masalah
CCTV yang ada terutama yang ada di perempatan jalan ialah hanya dapat melihat
keadaan kendaraan yang masuk atau kendaraan yang keluar pada suatu ruas jalan
tanpa mengetahui kondisi yang ada di tengah sampai keluar dari ruas jalan
tersebut. Hal tersebut dapat menyebabkan perhitungan volume kendaraan yang
ada di ruas jalan dapat berbeda dengan kondisi di lapangan apabila terdapat
kendaraan yang berbelok ke jalur lain sebelum melewati ujung dari ruas jalan
yang diamati. Selain itu, kemacetan tidak dapat dilihat secara baik hanya di
perempatan jalan karena di perempatan jalan, kendaraan banyak yang berhenti
karena adanya rambu lalulintas sementara jika CCTV di pasang di tengah suatu
ruas jalan dapat melihat kondisi kendaraan lewat beserta kecepatannya. Jika
kecepatan suatu kendaraan berkurang dari kondisi normal bahkan sampai hampir
berhenti maka tingkat kemacetannya semakin tinggi.

5
Tingkat kemacetan lalulintas dapat dilihat dengan menganalisis melalui
tingkat pelayanan jalan yang dihitung berdasarkan volume lalulintas dan kapasitas
jalan. Semakin baik tingkat pelayanan suatu jalan maka akan semakin rendah
tingkat kemacetannya. Namun yang menjadi perhatian ialah tingkat pelayanan
jalan yang dikaji hanya pada waktu yang dilihat volume lalulintasnya saja
sehingga tidak dapat digunakan pada semua kondisi waktu yang ada. Perlu adanya
kajian yang real time sehingga tingkat pelayanan jalan dapat di update setiap
waktunya. Tingkat kemacetan lalulintas dapat dipresentasikan dalam model
spasial yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Model spasial yang dibuat
digunakan untuk mengetahui ruas-ruas jalan yang memiliki tingkat kemacetan
tinggi sehingga dapat digunakan untuk membuat jalur alternatif yang dapat
mengurangi waktu perjalanan. Model spasial selanjutnya dapat dikembangkan
sebagai dasar dalam pembuatan manajemen lalulintas sehingga dapat menangani
masalah kemacetan lalulintas yang ada di daerah kajian. Dari latar belakang dan
rumusan masalah diatas, maka penelitian yang akan dilakukan mengambil judul:
Pemanfaatan Citra Resolusi Tinggi dan Video CCTV untuk Pemodelan Spasial
Tingkat Kemacetan Lalulintas Kota Yogyakarta

1.3. Pertanyaan Penelitian


Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat efektifitas citra Quickbird dan video CCTV untuk
menyadap parameter tingkat kemacetan lalulintas Kota Yogyakarta?
2. Apakah video CCTV atau survei lapangan yang sesuai dalam menyadap
parameter volume lalulintas untuk membuat model spasial tingkat
kemacetan lalulintas pada Kota Yogyakarta?

1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efektifitas citra Quickbird, video CCTV, dan survei lapangan
untuk menyadap parameter tingkat kemacetan lalulintas Kota
Yogyakarta.

6
2. Mengetahui video CCTV atau survei lapangan yang sesuai dalam
menyadap parameter volume lalulintas untuk membuat model spasial
tingkat kemacetan lalulintas pada Kota Yogyakarta

1.5. Kegunaan Penelitian


1. Mengaplikasikan ilmu penginderaan jauh dan sistem informasi geografi
terkait dengan tingkat kemacetan lalulintas di Kota Yogyakarta.
2. Menberikan informasi mengenai ruas-ruas jalan yang memiliki potensi
kemacetan lalulintas di Kota Yogyakarta.
3. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam membuat
manajemen lalulintas daerah perkotaan khususnya pada Kota
Yogyakarta.

1.6. Telaah Pustaka


1.6.1. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh suatu objek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan
Kiefer, 1999). Sementara menurut Campbell dan Wynne (2011), penginderaan
jauh adalah sebuah proses untuk mendapatkan informasi mengenai permukaan
Bumi dan permukaan air menggunakan citra yang diperoleh dari perspektif atas
Bumi, menggunakan spektrum elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan Bumi.
Penginderaan jauh terdiri atas dua proses utama dalam mendapatkan suatu
data yakni pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data
meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi
dengan kenampakan di muka bumi, sensor wahana pesawat dan/atau satelit, dan
hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan/atau bentuk numerik.
Sementara proses analisis data terdiri atas pengujian data menggunakan alat
interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial dan/atau
komputer untuk menganalisis data sensor numerik (Lillesand dan Kiefer, 2004).

7
Penggunaan penginderaan jauh dapat digunakan sebagai salah metode untuk
mengumpulkan suatu data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Pemanfaatan
data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengekstrak tematik dan metrik
informasi, sehingga siap untuk digunakan sebagai masukan dalam SIG. Informasi
tematik menyediakan data deskriptif tentang fitur permukaan bumi (Weng, 2010).
Penginderaan jauh dapat digunakan sebagai teknologi yang digunakan untuk
memantau perubahan yang terjadi di Bumi dalam jangka pendek ataupun dalam
jangka panjang. Aplikasi dalam penginderaan jauh dapat digunakan untuk
pemetaan, sumber daya alam, bidang pertanian, meteorologi, dan aplikasi lainnya.
(Schowengerdt, 2007)
Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2010), interpretasi data penginderaan jauh
dapat dilakukan secara manual maupun secara digital. Interpretasi dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi suatu objek dengan menggunakan unsur-unsur
interpretasi, antara lain:
a. Rona atau warna
Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra atau tingkatan
dari hitam ke putih atau sebaliknya, sementara warna adalah wujud yang
tampak oleh mata yang menunjukkan tingkat kegelapan dan keragaman warna
dari kombinasi saluran citra. Unsur dasar yang berupa rona atau wana
merupakan hal primer dalam tingkat kerumitan pengenalan objek.
b. Bentuk
Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan (menguraikan) konfigurasi
atau kerangka suatu objek. Bentuk juga menyangkut susunan atau struktur
yang lebih rinci. Contoh bentuk suatu objek dapat berupa persegi, membulat,
atau memanjang.
c. Ukuran
Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan
volume. Ukuran tergantung skala dan resolusi citra.
d. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur sering dinyatakan
dalam wujud kasar, halus, atau bercak-bercak.

8
e. Pola
Pola merupakan ciri objek buatan manusia dan beberapa objek alamiah yang
membentuk susunan keruangan. Pola dapat berupa teratur, memanjang,
ataupun menyebar.
f. Bayangan
Bayangan merupakan objek yang tampak samar-samar atau tidak tampak sama
sekali, sesuai dengan bentuk objeknya seperti bayangan awan, bayangan
gedung, ataupun bayangan bukit. Bayangan sering dapat mengamati objek
yang tersembunyi, seperti cerobong asap pabrik, menara ataupun bak air yang
dipasang tinggi akan tampak dari bayangan.
g. Situs
Situs merupakan hubungan antar objek dalam satu lingkungan, yang dapat
menunjukkan objek di sekitarnya atau letak suatu objek terhadap objek lainnya.
Situs biasanya mencirikan suatu objek secara tidak langsung.
h. Asosiasi
Asosiasi merupakan unsur antar objek yang keterkaitan antara objek yang satu
dengan objek yang lain, sehingga berdasarkan asosiasi tersebut dapat
membentuk suatu fungsi objek tertentu misalnya pelabuhan merupakan asosiasi
dengan kenampakan laut.
Unsur-unsur interpretasi akan membantu dalam menginterpretasi suatu
objek. Dalam penelitian yang dilakukan akan dilakukan interpretasi secara visual
sehingga akan diperlukan beberapa kunci interpretasi untuk mengidentifikasi
suatu objek tertentu pada data penginderaan jauh.

1.6.2. Citra Quickbird


Satelit Quickbird diluncurkan di SLC-2W, Vandenberg AFB, California,
Amerika Serikat pada tanggal 18 Oktober 2001 oleh pemilik dan pengelola
Digital Globe, Desain dan Konstruksi Digital Globe, Ball A & T Corps, Kodak,
dan Fokker. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial 0,6 meter untuk saluran
pankromatik dan resolusi spasial 2,4 meter untuk saluran multispektral. Aplikasi
citra quikbird dapat digunakan untuk analisis perubahan penggunaan lahan,

9
eksplorasi minyak dan gas, studi lingkungan, ataupun untuk pemetaan skala besar
(hingga skala 1:1000) (Purwadhi dan Sanjoto, 2010).

Gambar 1.1. Satelit Quickbird

Gambar 1.2. Salah satu kenampakan pada citra Quickbird (Digital Globe, 2001)

10
Tabel 1.1. Karakteristik Citra Quickbird
Tanggal Peluncuran 18 Oktober 2001
Wahana Peluncuran Boeing Delta II
Lokasi Peluncuran Vandenberg Air Force Base, California
Ketinggian orbit 450 km
Sudut Inklinasi Orbit 97,2° (sinkron matahari)
Kecepatan 7,1 km/detik
Waktu melintasi Ekuator 10,30 (descending node)
Waktu orbit 93,5 menit
1-3.5 hari tergantung lintangnya (30° off
Resolusi Temporal
nadir)
Wilayah Cakupan 16,5 km di titik nadir
Akurasi metrik 23 meter horisontal (CE90%)
Digitisasi 11 bits
Pankromatik: 61 cm (nadir) to 72 cm (25°
off-nadir)
Resolusi Spasial
Multi spektral: 2,44 m (nadir) to 2,88 m (25°
off-nadir)
Pankromatik: 450 - 900 nm
Biru: 450 - 520 nm
Saluran Citra Hijau: 520 - 600 nm
Merah: 630 - 690 nm
Inframerah Dekat: 760 - 900 nm
Sumber: Digital Globe, 2001

Citra Quickbird sebagai salah satu citra dengan resolusi spasial yang relatif
tinggi yakni 61 cm pada saluran pankromatik dan 2,44 m pada saluran
multispektral dianggap mampu untuk mengidentifikasi objek yang ada di daerah
penelitian. Interpretasi yang dilakukan akan dilakukan sedetail mungkin sehingga
kelas yang digunakan dalam penelitian ini sudah mampu membedakan antara
daerah yang memiliki kepadatan permukiman yang tinggi dan tidak ataupun
daerah permukiman yang dekat dengan objek pasar. Hal tersebut disebabkan
penggunaan lahan yang berada di sisi jalan akan berpengaruh pada kapasitas
jalannya. Semakin tinggi aktivitas yang ada di sisi jalan akan meyebabkan
kapasitas jalannya akan semakin kecil.

11
1.6.3. Video
Video menurut Binanto (2010) merupakan teknologi pemrosesan sinyal
elektronik yang mewakilkan gambar bergerak. Sementara Ilmu yang
memepelajari mengenai video disebut sebagai videografi. Videografi menurut
ITC-UNEP (2005) merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang berhubungan
dengan bahan organik, benda elektronik, atau perekaman secara mekanis dan
pemutaran informasi atau teknologi, proses, dan seni yang menghasilkan suatu
informasi daam bentuk analog ataupun digital.
Video seperti pada video kamera menurut Folkner dan Morgan (2002)
memiliki sensor pasif yang digunakan untuk merekam data raster kontinu yang
meliputi tayangan bergerak dari suatu medan, dan rekaman video dapat dimainkan
pada layar grafis seperti film video. Sistem video digital saat ini sering digunakan
untuk mengumpulkan, memanipulasi, dan menganalisis baik dalam spektrum
hitam dan putih, warna alami, dan warna pada rentang inframerah. Karena gambar
video merupakan format raster sehingga dapat disegmentasi dan diimpor ke
lingkungan CADD/CAM/CAD.
Video secara garis besar dibedakan ke dalam dua kategori, yakni video
analog dan video digital. Video analog mengkodekan informasi gambar dengan
memvariasikan voltase dan/atau frekuensi dari sinyal. Video analog termasuk
didalamnya ialah seluruh sistem sebelum menjadi video digital. Video analog
mempunyai dua format, yakni format elektik dan format kaset. Video analog
dilakukan dengan pengkodean dapat sebagai NTSC, PAL, atau SECAM.
Sementara video digital secara arsitektur tersusun atas sebuah format untuk
mengkodekan dan memainkan kembali file video dengan komputer dan
menyertakan sebuah pemutar yang mengenali dan membuka file yang dibuat
untuk format tersebut. Video digital terdiri atas seragkaian gambar digital yang
ditampilkan dengan cepat pada kecepatan yang konstan yakni satuan video
disebut sebagai frame per second (fps). Semakin tinggi fps suatu video maka akan
semakin baik kualitas video yang dihasilkan.
Salah satu aplikasi dalam penggunaan video yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari ialah CCTV. CCTV banyak diaplikasikan dalam berbagai

12
bidang, salah satunya ialah untuk melihat kondisi lalu lintas pada suatu ruas jalan.
CCTV merupakan kependekan dari closed circuit television cameras. CCTV
menurut NSW Governent (2000) adalah suatu sistem televisi yang
mentransmisikan gambar pada loop yang tertutup, dimana gambar tersebut hanya
tersedia bagi yang langsung terhubung ke sistem transmisi yang melibatkan kabel
serat optik, koaksial, saluran telepon, inframerah, dan sistem transmisi radio.
CCTV dalam kaitan dengan bidang ilmu penginderaan jauh ialah
pemanfaatan video hasil rekaman CCTV yang digunakan untuk mengidentifikasi
objek yang terekam tanpa kontak langsung. Artinya analisis video dapat dilakukan
tanpa melihat langsung kondisi di lapangan pada waktu perekaman tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan hanya dilakukan pada aspek videografi saja
sehingga video yang ada akan dilakukan perhitungan terhadap volume lalulintas
dan arah lalulintas pada ruas jalan yang menjadi kajian penelitian.

1.6.4. Pemodelan Spasial


Model menurut Rolf (2000) merupakan representasi dari beberapa bagian
yang ada di dunia nyata. Model dapat direpresentasikan dengan berbagai cara.
Secara umum, informasi spasial dapat dibuat ke dalam model sebagai peta yang
merupakan bentuk model yang statis. Perkembangan atau perubahan dalam dunia
nyata biasanya tidak dapat dimodelkan dalam bentuk model berupa peta. Model
yang dinamis cenderung lebih mengakomodasi kasus seperti perkembangan atau
perubahan tersebut. Model dinamis lebih rumit dibandingkan dengan model statis
dan biasanya memerlukan lebih banyak komputasi untuk mendapatkan gambaran
yang lebih mempresentasikan dunia nyata. Oleh sebab itu, secara garis besar
pemodelan spasial dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yakni pemodelan spasial
yang statis dan pemodelan spasial yang dinamis. Contoh pemodelan spasial yang
statis ialah dengan penggunaan peta tematik sementara contoh pemodelan spasial
yang dinamis dapat digunakan sebuah sistem informasi yang dapat memberikan
gambaran secara interaktif dan lebih animatif pada sebuah perubahan atau
pergerakan data spasial (Zeiler, 1999).

13
Pemodelan spasial yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan
ialah dengan menggunakan analisis jaringan (network analyst) untuk membuat
model spasial mengenai manajemen lalu lintas. Analisis jaringan yang dibuat
lebih cenderung kepada pemilihan jalur lain untuk menghindari ruas-ruas jalan di
daerah penelitian yang memiliki tingkat kemacetan yang relatif tinggi.

1.6.5. Studi Lalulintas


Lalulintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalulintas jalan (UU
RI nomor 22 Tahun 2009 tentang lalulintas). Permasalahan yang ada dalam
lalulintas terutama terjadi akibat transportasi umumnya meliputi kemacetan lalu
lintas, parkir, angkutan umum, polusi, dan masalah ketertiban lalulintas.
Kemacetan lalulintas dapat menyebabkan dampak yang negatif, baik terhadap
pengendaliannya pada pengemudi sendiri ataupun ditinjau dari segi ekonomi dan
lingkungan (Munawar, 2005 dalam Murdimanto, 2008). Untuk mengurangi
masalah yang terdapat dalam lalulintas diperlukan adanya manajemen yang baik,
antara lain perbaikan sistem lalulintas dan sistem jaringan jalan, kebijakan
menegenai parkir, dan manajemen terhadap angkutan umum. (Tamin, 1997 dalam
dalam Murdimanto, 2008).
Kapasitas jalan menurut Sukirman (1994) dalam dalam Murdimanto (2008)
merupakan jumlah kendaraan maksimal yang dapat melewati suatu penampang
jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalulintas tertentu.
Dalam penentuan kapasitas jalan digunakan metode yang terdapat dalam manual
kapasitas jalan Indonesia Tahun 1997, yakni:

C= CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS

Keterangan:
C : Kapasitas jalan (smp/jam)
CO : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan
FCSP : Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah

14
FCSF : Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping
FCCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota

Volume lalulintas merupakan suatu jumlah kendaraan yang melewati suatu


titik dalam ruang selama suatu interval waktu tertentu. Volume lalulintas berbeda
dengan dengan arus lalulintas, dimana arus lalulintas merupakan suatu jumlah
kendaraan yang terdapat dalam suatu ruang yang diukur dalam satu interval waktu
tertentu (Hoobs, 1995 dalam Murdimanto, 2008).
Hubungan antara volume kendaraan dengan kapasitas jalan dinyatakan
sebagai tingkat pelayanan jalan. Tingkat pelayanan jalan merupakan ukuran
kuantitatif (rasio volume lalulintas per kapasitas jalan) dan kualitatif yang
menggambarkan kondisi operasional, seperti kecepatan, waktu perjalanan,
kebebasan bergerak, keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam
arus lalulintas serta penilaian pengemudi terhadap kondisi arus lalulintas. (UU RI
nomor 22 Tahun 2009 tentang lalulintas). Tingkat pelayanan jalan dapat
dihubungkan dengan kemacetan lalu lintas. kemacetan lalulintas menurut Dirjen
Bina Marga (1997) merupakan kondisi dimana arus lalulintas meningkat pada
ruas jalan tertentu sehingga waktu tempuh bertambah (karena kecepatan menurun)
yang berakibat pada tidak lancarnya pergerakan pada ruas jalan tertentu. Jika
kemacetan pada suatu jalan tinggi maka tingkat pelayanannya juga semakin
rendah. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya.

1.7. Telaah Penelitian Sebelumnya


Purwanto (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Pemodelan Spasial
Dengan Sistem Informasi Geografis untuk Analisis Jaringan (Network Analyst)
Kemacetan Lalu-lintas di Kotamadya Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat basis data jaringan jalan di Kotamadya Yogyakarta yang
memungkinkan penelusuran rute pada data jaringann untuk tiap ruas jalan, serta
memperoleh jalur optimal yang dapat mengurangi kemacetan lalulintas. Metode
yang digunakan ialah dengan menggunakan simulasi dan analisi untuk
memperoleh rute yang optimal dan terbaik untuk menghindari kemacetan.

15
Semakin kompleks dan detail parameter yang digunakan sebagai masukan
simulasi yang dibuat maka hasil yang diperoleh juga akan semakin baik dan lebih
merepresentasikan kondisi lalulintas yang ada di lapangan.
Yulianti (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Penggunaan Citra
Satelit Ikonos untuk Mengkaji Pengaruh Rasio Kapasitas Dasar dan Kapasitas
Aktual Jalan dan Kemacetan Lalulintas di Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta”. Penelitian yang dilakukan untuk mengkaji kemampuan citra satelit
Ikonos dalam menyadap data lingkungan jalan yang digunakan sebagai salah satu
input dasar untuk mengetahui pola kemacetan lalulintas dari analisis rasio
kapasitas dasar dan kapasitas aktual jalan. Metode yang dilakukan ialah dengan
melakukan pengharkatan secara berjenjang tertimbang yang disesuaikan dengan
tingkat pengaruh terhadap hasil akhir. Hasil yang diperoleh ialah peta persebaran
kemacetan lalu lintas beserta analisisnya berdasarkan pola pengaruh rasio
kapasitas dasar dan kapasitas aktual jalan pada ruas jalan yang dikaji.
Susanti (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Citra
Quickbird dan Sistem Informasi Geografi untuk Mengetahui Tingkat Kemacetan
Lalu Lintas di Kota Yogyakarta”. Tujuan penelitian yang dilakukan ialah untuk
untuk mengkaji kemampuan citra Quickbird untuk menyadap data geometrik jalan
yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat kemacetan lalu lintas di Kota
Yogyakarta. Metode yang digunakan ialah dengan menganalisis tingkat pelayanan
jalan dengan menggunakan V/C ratio atau dengan membandingkan volume lalu
lintas dengan kapasitas jalan dan dilakukan pengharkatan dengan parameter
lainnya menggunakan pendekatan tumpang susun berjenjang tertimbang untuk
memperoleh tingkat kemacetan lalu lintas. Hasil yang diperoleh ialah peta tingkat
pelayanan jalan dan peta tingkat kemacetan lalu lintas di Kota Yogyakarta.
Murdimanto (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Spasial
Tingkat Kemacetan Lalulintas Sepanjang Rute Bus Trans Jogja dengan
menggunakan data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji tingkat kemacetan jalan khususnya pada ruas jalan
yang dilalui oleh Bus Trans Jogja berdasar pada kondisi tingkat pelayanan jalan.
Metode yang digunakan ialah dengan melakukan perhitungan tingkat pelayanan

16
jalan dari V/C ratio atau dengan membandingkan volume lalu lintas dengan
kapasitas jalan yang selanjutnya dikaitkan dengan tingkat kemacetan jalan. hasil
yang diperoleh ialah peta tingkat pelayanan jalan dan peta tingkat kemacetan lalu
lintas sepanjang jalan yang dilalui oleh Bus Trans Jogja.
Pratama (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Citra
Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Mengetahui Tingkat Kemacetan
Lalulintas di Semarang Tengah”. Penelitian yang dilakukan ialah untuk mengkaji
kemampuan citra Quickbird yang merupakan salah satu citra dengan resolusi
spasial yang termasuk tinggi untuk menyadap informasi yang mempengaruhi
tingkat kemacetan, tingkat, dan pola kemacetan jalan yang terjadi di Semarang
Tengah dengan menggunakan metode IHCM yakni dengan membandingkan
antara kapasitas jalan dengan volume lalulintas yang ada. Hasil yang diperoleh
pada penelitian ini ialah peta tingkat kemacetan lalulintas Semarang Tengah.
Pada beberapa penelitian sebelumnya terdapat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan yang ada antara lain ialah
dengan menggunakan citra dengan resolusi tinggi, yakni dengan menggunakan
citra Quickbird untuk melakukan interpretasi terhadap penggunaan lahan dan
jalan, dan dengan menghitung V/C ratio untuk mendapatkan tingkat kemacetan
lalu lintas hingga membuat pemodelan spasial untuk mendapatkan rute alternatif
jika terdapat ruas jalan yang dilewati merupakan titik kemacetan. Yang menjadi
perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya ialah metode untuk perolehan
data yakni selain dengan menggunakan Citra Quickbird, digunakan juga video
CCTV yang merupakan salah satu teknologi yang berbasis penginderaan jauh
sebagai input data untuk mendapatkan data-data lain yang biasa dilakukan survei
lapangan seperti perhitungan volume lalulintas dan mengetahui arah jalan.
Penelitian yang dilakukan menggunakan formula dari Dinas Perhubungan pada
manual kapasitas jalan pada Tahun 1997. Selain itu, penelitian yang akan
dilakukan akan membuat sebuah pemodelan spasial untuk memetakan titik-titik
kemacetan sehingga dapat digunakan sebagai salah satu parameter selain jarak
tempuh untuk membuat rute perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.

17
Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian yang dilakukan dengan Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Penelitian Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil


Taufik Hery Pemodelan Spasial Dengan Kotamadya - Membuat basis data jaringan jalan di Simulasi dan basis data jaringan
Purwanto Sistem Informasi Geografis Yogyakarta Kotamadya Yogyakarta yang analisis data jaringan jalan dan rute
(2004) untuk Analisis Jaringan memungkinkan penelusuran rute pada data sekunder terbaik untuk
(Network Analysis) jaringann untuk tiap ruas jalan, serta menghindari kemacetan
Kemacetan Lalu-lintas di memperoleh jalur optimal yang dapat di Kotamadya
Kotamadya Yogyakarta mengurangi kemacetan lalulintas Yogyakarta
Rahma Penggunaan Citra Satelit Kecamatan - mengkaji kemampuan citra satelit pengharkatan peta persebaran
Yulianti Ikonos untuk Mengkaji Gondokusuman, Ikonos dalam menyadap data lingkungan secara berjenjang kemacetan lalu lintas
(2004) Pengaruh Rasio Kapasitas Kota Yogyakarta jalan tertimbang beserta analisisnya
Dasar dan Kapasitas Aktual - mengetahui pola kemacetan lalulintas berdasarkan pola
Jalan dan Kemacetan dari analisis rasio kapasitas dasar dan pengaruh rasio kapasitas
Lalulintas di Kecamatan kapasitas aktual jalan dasar dan kapasitas aktual
Gondokusuman Kota jalan pada ruas jalan yang
Yogyakarta dikaji
Titis Susanti Pemanfaatan Citra Kota Yogyakarta - mengkaji kemampuan citra Quickbird V/C ratio dan peta tingkat pelayanan
(2007) Quickbird dan Sistem untuk menyadap data geometrik jalan pendekatan jalan dan peta tingkat
Informasi Geografi untuk - mengevaluasi tingkat kemacetan lalu lintas tumpang susun kemacetan lalu lintas
Mengetahui Tingkat berjenjang
Kemacetan Lalu Lintas di tertimbang
Kota Yogyakarta
Ari Kajian Spasial Tingkat Kota Yogyakarta - mengkaji tingkat kemacetan jalan V/C ratio peta tingkat pelayanan
Murdimanto Kemacetan Lalulintas khususnya pada ruas jalan yang dilalui oleh jalan dan peta tingkat
(2008) Sepanjang Rute Bus Trans Bus Trans Jogja berdasar pada kondisi kemacetan lalu lintas
Jogja dengan menggunakan tingkat pelayanan jalan sepanjang jalan yang
data Penginderaan Jauh dan dilalui oleh Bus Trans
Sistem Informasi Geografi Jogja

18
Dida K. Pemanfaatan Citra Semarang Tengah - mengkaji kemampuan citra untuk V/C ratio peta tingkat kemacetan
Pratama Quickbird dan Sistem menyadap informasi yang mempengaruhi lalulintas Semarang
(2011) Informasi Geografis untuk tingkat kemacetan lalulintas Tengah
Mengetahui Tingkat - mengetahui tingkat dan pola kemacetan
Kemacetan Lalulintas di jalan
Semarang Tengah
Diyan Pemanfaatan Citra Resolusi Kota Yogyakarta - Mengetahui efektifitas citra Quickbird dan V/C ratio - efektifitas citra
Prabandaka Tinggi dan Video CCTV video CCTV untuk menyadap parameter Quickbird dan video
(2013) untuk Pemodelan Spasial tingkat kemacetan lalulintas Kota CCTV untuk menyadap
Tingkat Kemacetan Yogyakarta. parameter tingkat
Lalulintas Kota Yogyakarta - Membandingkan video CCTV dan survei kemacetan lalulintas
lapangan dalam menyadap parameter - peta tingkat kemacetan
volume lalulintas yang sesuai untuk lalulintas
membuat model spasial tingkat kemacetan - model spasial tingkat
lalulintas pada Kota Yogyakarta kemacetan lalulintas

19
1.8. Kerangka Pemikiran
Daerah perkotaan merupakan daerah yang cukup kompleks sehingga cocok
untuk dikaji. Banyak hal yang terdapat di daerah perkotaan baik terkait dengan
infrastruktur, pemukiman, sampah, ataupun aspek-aspek lainnya. Sebagai
kawasan yang kompleks selain memiliki keuntungan yang ada di dalammnya
maka juga terdapat permasalahan yang timbul akibat kurang seimbangnya antara
daya dukung wilayah dengan pemanfaatan lahan yang ada di atasnya. Namun dari
sekian banyak permasalahan yang timbul di kawasan perkotaan, masalah
lalulintas merupakan salah satu fenomena yang cukup menarik untuk dikaji
khususnya keterkaitannya dengan masalah kemacetan yang terjadi di jalan.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat secara langsung jika akan
menyebabkan mobilitas penduduk juga meningkat sehingga jumlah kendaraan
juga bertambah. Namun dari sisi yang lain ialah dari waktu ke waktu pertambahan
ruas jalan yang ada hanya bertambah sedikit. Tidak sebandingnya jumlah
kendaraan yang ada di jalan dengan ruas jalan yang ada akan menyebabkan
terjadinya penurunan tingkat pelayanan jalan dan juga menyebabkan terjadinya
kemacetan.
Kemacetan yang terjadi umumnya tidak terjadi setiap waktu. Namun ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadi kemacetan di jalan seperti lebar jalan,
volume kendaraan, penggunaan parkir di badan jalan, dan penggunaan lahan yang
ada di pinggir jalan. Oleh sebab itu, perlu adanya informasi mengenai tingkat
kemacetan pada setiap jalan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut.
Informasi yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor tersebut dapat
diperoleh melalui data penginderaan jauh dan data lapangan. Penggunaan data
penginderaan jauh dapat berupa citra dengan resolusi tinggi seperti citra
Quickbird ataupun dengan alternatif data lainnya seperti penggunaan videografi
untuk mengamati volume lalulintas.
Citra Quickbird merupakan salah satu citra dengan resolusi tinggi dengan
resolusi spasial 0,61 meter untuk saluran pankromatik dan 2,4 meter untuk saluran
multispektral. Dengan penggunaan citra dengan resolusi tinggi dapat digunakan
untuk menyadap informasi yang berpengaruh pada tingkat kemacetan seperti

20
penggunaan lahan dan geometri jalan. Sementara penggunaan videografi dalam
penelitian ini ialah dengan memanfaatkan CCTV yang telah terpasang pada
beberapa ruas jalan. Penggunaan teknologi ini digunakan untuk menyadap
informasi mengenai parkir yang ada di badan jalan, hambatan samping,
pembagian arah, dan volume lalulintas secara real time artinya dapat diamati pada
beberapa waktu untuk setiap harinya. Selain itu, penggunaan videografi dapat
digunakan untuk mengurangi pekerjaan lapangan yang digunakan untuk menilai
volume lalulintas walaupun pada beberapa ruas jalan yang tidak terdapat CCTV
akan dilakukan perekaman dengan menggunakan video kamera. Namun yang
menjadi perhatian ialah CCTV yang telah terpasang memiliki kondisi yang
berbeda-beda, ada yang dipasang untuk mengamati lalulintas yang ada di
perempatan jalan dan ada yang di pasang di tengah ruas jalan. Kondisi yang
berbeda ini yang menyebabkan perlu diuji efektivitasnya terutama untuk
mengetahui jumlah volume kendaraan pada suatu ruas jalan. Karena pengamatan
yang berada di perempatan jalan tidak terlalu efektif karena hanya diperoleh
informasi saat kendaraan masuk dan keluar saja serta pada kondisi berhenti. Hal
tersebut menyebabkan tidak mengetahui kendaraan yang lewat di jalan tersebut
apakah masuk dan keluar pada ruas jalan yang sama. Jika kendaraan masuk tidak
dari ujung yang sama akan menyebabkan perhitungan yang dihasilkan menjadi
tidak tepat. Hal tersebut disebabkan pemasangan CCTV yang ada terutama yang
ada di perempatan jalan digunakan untuk mengetahui informasi lalulintas saja
dan penyebab kemacetan secara kualitatif.
Informasi yang telah diperoleh baik melalui citra Quickbird, videografi, dan
survei lapangan selanjutnya diproses dengan menggunakan sistem informasi
geografi untuk melakukan kuantifikasi data-data. Sistem informasi geografis
dapat membantu dalam pemrosesan data dan pembuatan model spasial. Metode
yang digunakan ialah dengan membandingkan volume kendaraan dengan
kapasitas jalan yang biasa disebut sebagai V/C ratio. V/C ratio digunakan untuk
menghasilkan nilai mengenai tingkat pelayanan jalan yang ada di daerah
penelitian. Semakin tinggi nilai V/C ratio pada suatu jalan maka akan semakin
rendah tingkat pelayanan jalannya. Tingkat pelayanan jalan akan dapat digunakan

21
analisis terhadap tingkat kemacetan lalulintas pada kondisi waktu tertentu dan
akan dibuat sebuah model spasial. Pemodelan spasial dbuat berdasar hasil tingkat
pelayanan jalan yang dihasilkan dari parameter-parameter yang iekstraksi dari
citra Quickbird, data sekunder, video CCTV, dan survei lapangan. Khusus pada
data volume lalulintas akan dipilih yang mewakili kondisi lapangan yakni dari
video CCTV atau data yang berasaal dari survei lapangan. Pemodelan terhadap
tingkat kemacetan lalulintas di daerah kajian selanjutnya dibuat sebuah analisis
jaringan yang digunakan untuk membuat jalur alternatif terhadap jalan-jalan yang
memiliki tingkat kemacetan lalulintas yang tinggi. Diharapkan dengan analisis
jaringan tersebut dapat membuat sebuah manajemen lalulintas yang baik dan lebih
optimal.

22
Fenomena Daerah Perkotaan Data Penginderaan Jauh

Pertumbuhan Jumlah
Video Citra Resolusi Tinggi
Penduduk

Pertambahan Volume
Diuji efektivitasnya
Lalulintas

Volume Lalulintas Kapasitas Jalan

Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Kemacetan Lalulintas

Pemodelan Spasial Tingkat


Kemacetan Lalulintas dengan
Analisis Jaringan

Gambar 1.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

23
1.9. Batasan Istilah Operasional
CCTV adalah suatu sistem televisi yang mentransmisikan gambar pada loop yang
tertutup, dimana gambar tersebut hanya tersedia bagi yang langsung terhubung
ke sistem transmisi yang melibatkan kabel serat optik, koaksial, saluran
telepon, inframerah, dan sistem transmisi radio. (NSW Governent, 2000)
Ekivalensi mobil penumpang adalah faktor konversi berbagai jenis kendaraan
dibandingkan dengan mobil penumpang atau kend. ringan lainnya sehubungan
dengan dampaknya pada perilaku lalulintas (untuk mobil penumpang dan
kendaraan ringan lainnya, emp = 1.0). (Dirjen Bina Marga, 1997)
Hambatan samping adalah dampak terhadap perilaku lalu-lintas akibat kegiatan
sisi jalan seperti pejalan kaki, penghentian angkot dan kendaraan lainnya,
kendaraan masuk dan keluar sisi jalan dan kendaraan lambat. (Dirjen Bina
Marga, 1997)
Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. (UU
RI nomor 22 Tahun 2009)
Kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimal yang dapat melewati suatu
penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus
lalulintas tertentu. (Sukirman, 1994)
Kemacetan lalulintas adalah kondisi dimana arus lalulintas meningkat pada ruas
jalan tertentu sehingga waktu tempuh bertambah (karena kecepatan menurun)
yang berakibat pada tidak lancarnya pergerakan pada ruas jalan tertentu.
(Dirjen Bina Marga, 1997)
Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
mekanik berupa mesin selain yang berjalan di atas rel. (UU RI nomor 22 Tahun
2009)
Kereb adalah batas yang ditinggikan berupa bahan kaku antaratepi jalur lalu-
lintas dan trotoar. (Dirjen Bina Marga, 1997)

24
Lalulintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalulintas jalan (UU RI
nomor 22 Tahun 2009)
Median adalah daerah yang memisahkan arah lalu-lintas pada suatu segmen jalan.
(Dirjen Bina Marga, 1997)
Pemodelan spasial adalah representasi dari beberapa bagian yang ada di dunia
nyata khususnya pada objek yang memiliki referensi spasial. (Rolf, 2000)
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh suatu objek, daerah
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand
dan Kiefer, 1999)
Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas, dimana arus dari
berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk
mobil penumpang) dengan menggunakan emp. (Dirjen Bina Marga, 1997)
Tingkat pelayanan jalan adalah ukuran kuantitatif (rasio volume lalulintas per
kapasitas jalan) dan kualitatif yang menggambarkan kondisi operasional,
seperti kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan bergerak, keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam arus lalulintas serta penilaian
pengemudi terhadap kondisi arus lalulintas. (UU RI nomor 22 Tahun 2009)
Video adalah teknologi pemrosesan sinyal elektronik yang mewakilkan gambar
bergerak. Ilmu yang memepelajari mengenai video disebut sebagai videografi.
Salah satu aplikasi dari teknologi video ialah televisi. (Binanto, 2010)
Videografi merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang berhubungan dengan
bahan organik, benda elektronik, atau perekaman secara mekanis dan
pemutaran informasi atau teknologi, proses, dan seni yang menghasilkan suatu
informasi daam bentuk analog ataupun digital. (ITC-(UNEP, 2005)
Volume lalulintas adalah suatu jumlah kendaraan yang melewati suatu titik
dalam ruang selama suatu interval waktu tertentu. (Hoobs, 1995)

25

Anda mungkin juga menyukai