Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis merupakan suatu penyakit degeratif yang berkaitan

dengan sendi atau dalam arti kata lain osteoarthritis disebabkan oleh stress

mekanik yang berlebihan dan didefinisikan sebagai kegagalan dalam

memperbaiki kerusakan sendi. Salah satu penyebab dari osteoarthritis

yaitu bisa dikarenakan pernah mengalami cedera atau karena penggunaan

sendi yang berlebih. (Kenneth, 2010).

Data dari World Health Organization pada tahun 2011

menunjukkan jumlah penderita Osteoarthritis di seluruh dunia sebanyak

151 juta jiwa. Di kawasan Asia tenggara kejadian Osteoarthritis mencapai

24 juta jiwa dan untuk wilayah indonesia dengan usia diatas 75 tahun

mempunyai gejala-gejala Osteoarthritis baik laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2014, penduduk yang

mengalami gangguan Osteoarthritis di Indonesia tercatat 8,1% dari total

penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan pemeriksaan dokter,

dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda nyeri (WHO,

2011).

Menurut rikesdas 2018, data yang di peroleh 7,3% dari penduduk

Indonesia menderita Osteoarthritis. Di Sumatera Selatan penderita

osteoarthritis menduduki peringkat ke 20 di Indonesia yakni sekitar 5,6%

dari penduduk provinsi Sumatera Selatan (Rikesdas, 2018).


Dari data awal yang diambil penulis di Panti Tresna Werdah kota

Lubuklinggau pada tahun 2017 berjumlah 10 orang, tahun 2018 berjumlah

12 orang, dan tahun 2019 berjumlah 15 orang. Adapun studi pendahuluan

di panti Tresna Werdah didapatkan jumlah penderita Osteoathtritis adalah:

TABEL 1.1
JUMLAH PENDERITA OSTEOATHTRITIS DI PANTI TRESNA
WERDAH KOTA LUBUKLINGGAU
NO TAHUN JUMLAH JUMLAH PERSENTASE
LANSIA PENDERITA (%)
1. 2017 32 10 31%
2. 2018 32 12 37%
3. 2019 27 15 55%
Sumber : Panti Tresna Werdah Kota Lubuklinggau 2020.

Prevalesi yang terjadi di Indonesia tentang osteoarthritis cukup

tinggi yaitu pada usia < 40 tahun terdapat 5%, pada usia 40-60 tahun ada

30% dan pada usia >61 tahun ada 65% (Rita, 2012)

Osteoarthritis hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan

sering terjadi pada usia di atas 60 tahun. Lebih dari 80% individu berusia

lebih dari 75 tahun terkena osteoarthritis, atau bisa dikatakan timbulnya

osteoarthritis adalah karena usia. Bukti radiografi menunjukkan

insidensinya bahwa usia dibawah 40 tahun jarang terkena osteoarthritis

(Abdurachman, 2019)

Kemampuan fungsional adalah proses untuk mengetahui

kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara

spesifik dalam rutinitas yang terintegrasi di dalam lingkungan

aktivitasnya. Sedangkan ketidak mampuan fungsional adalah

ketidakmampuan seseorang dalam melukan aktivitas atau kegiatan tertentu

dimana biasanya orang normal bisa melakukannya. Ketidak mampuan itu


disebabkan oleh kondisi baik psikologis, fisiologis, maupun kelainan

struktur atau fungsi anatomis. (Widiarti, 2016)

Osteoarthritis dapat mengubah postur, alignment pola jalan, dan

tingkat aktivitas fisik, sehingga dapat mempengaruhi fungsi dan kualitas

hidup yang mengalami osteoarthritis contohnhya seperti berjongkok, naik

turun tangga, duduk dan bangkit dari kursi atau toilet, hal ini dikarenakan

tepengaruhnya peran dalam perubahan biomekanik sendi. (Kisner &

Colby, 2013)

Seseorang yang mengalami osteoarthritis dapat terjadi penurunan

kemampuan fungsional, hal itu terjadi diakibatkan oleh nyeri, inflamasi

dan kekauan otot dan sendi, kehilangan daya kontraksi fungsional otot

akan mengakibatkan kontraksi yang tidak sinergis karena menurunya

kekuatan otot. Seseorang yang mengalami osteoarthritis sendi lutut akan

cenderung membebani gerakan-gerakan tungkai untung menghindar dari

rasa nyeri dan rasa yang tidak nyaman yang dirasakan. Tetapi hal ini

cenderung akan memperburuk keadaan seperti terjadi gejala berupa atrofi

otot-otot disekitar lutut. (Kisner & Colby, 2013)

Untuk mengatasi permasalahan ini diberikan latihan resistensi atau

berupa latihan isometrik yang diberikan kepada seseorang yang

mengalami osteoarthritis yang bertujuan untuk memperbaiki klinis yang

signifikan pada keadaan nyeri, kekakuan otot, kemampuan fungsional,

menurunkan resiko cacat, dan anti inflasi. Tapi tidak sedikit juga orang

yang melakukan fisioterapi menggunakan alat fisioterapi salah satunya

berupa Micro Wave Diathermy (MWD). (Baiklet, 2011)


Seseorang yang mengalami osteoarthritis lutut sering merasakan

kekakuan sendi dan nyeri, hal ini dapat mengakibatkan masalah dalam

melakukan aktivitas sehari-hari seperti saat berpindah posisi dari duduk

atau berbaring, berjalan menaiki tangga, terlalu lama saat berdiri, sholat,

dan pada keadaan yang lebih parah bisa membutuhkan alat bantu untuk

berjalan, maka dari itu hal ini sering menjadi faktor kuat terjadinya gejala

depresi dimana dapat menyebabkan berkurangnya angka harapan hidup.

(Kwok, 2013).

Manajemen fisioterapi diharapkan untuk meningkatkan

kemampuan fungsional, meminimalkan deformitas, pemeliharaan sendi,

mengurangi nyeri, memperkuat otot, mengedukasi pasien, dan adaptasi

terhadap aktivitas hidup sehari-hari, maka dari itu diperlukan intervensi

oleh fisioterapi pada penderita osteoarthritis dengan pendekatan system

yang lengkap. (Lescher 2017).

Terapi latihan yang diberikan pada kondisi ini adalah latihan

isometrik yaitu menekankan pada kekuatan dan stabilisasi sendi. Dalam

melakukan kontraksi maksimal dalam menerima beban. Latihan isometrik

adalah bentuk latihan statis yang membuat otot berkontraksi dan

menghasilkan gaya tanpa adanya perubahan pada panjang otot tanpa

adanya perubahan pada sendi yang terlibat. Walaupun tidak ada

pergerakan pada sendi, namun tegangan dihasilkan oleh otot. Tujuan

latihan ini adalah untuk kontrol neuromuskular otot quadricep femoris dan

stabilitas dinamis otot lutut. Sumber tahanan pada latihan ini berupa

menahan gaya secara manual, menahan beban dalam posisi tertentu, dan
mempertahankan posisi melawan tahanan beban tubuh (Kisner & Colby,

2013).

Di Indonesia latihan penguatan otot seperti isometric quadrisep

belum di kenal dan dikembangkan di masyarakat. Kebanyakan penderita

osteoarthritis lutut yang memerlukan terapi harus datang ke pelayanan

kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit untuk mendapatkan terapi di

bagian fisioterapi. Tetapi tindakan ini mendapat respon yang rendah oleh

masyarakat karena beberapa hal seperti keterbatasan finansial, waktu, dan

sulitnya penderita untuk datang ke pelayanan kesehatan tersebut karena

kondisinya, maka diperukan inovasi untuk mempermudah penderita untuk

melakukan latihan secara mandiri di rumah sebagai home exercise.

Melakukan latihan penguatan otot quadrisep untuk mengurangi nyeri dan

kaku sendi lutut penderita bisa menerapkan self management. (Nurun,

2018)

Penatalaksanaan pasien Osteoarthritis lutut selama ini

menggunakan farmakoterapi berupa obat-obat analgetik, anti inflamsi dan

pada keadaan lanjut dilakukan penyinaran di unit fisioterapi. Tetapi ini

bersifat sementara, penderita masih merasakan nyeri berulang sewaktu

obat habis dan harus berobat lagi ke puskesmas. Sehinga di perlukan suatu

metode untuk mengurangi nyeri dengan meminimalkan penggunaan obat-

obatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian penggunaan latihan

isometrik otot quadrisep untuk mengurangi skala nyeri dan kekakuan sendi

tanpa ketergantungan penggunaan obat-obatan (Nurun Lansari, 2018).


Pasien osteoarthtritis lutut sering mengkonsumsi obat-obatan

farmakoterapi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri seperti obat-

obatan analgetik, anti inflamsi, dan ada juga berupa penyinaran di unit

fisioterapi, tetapi hal tersebut hanya bersifat sementara. Saat obat yang

dikonsumsi oleh penderita habis pasien harus kembali ke puskesmas untuk

berobat kembali. Maka dari itu sangat diperlukan metode yang

meminimalkan penggunaan obat-obatan untuk mengurangi nyeri, tanpa

memerlukan obat-obatan diperlukan penelitian menggunakan latihan

isometrik quadrisep untuk mengurangi nyeri. (Nurun, 2018)

Menurut Penelitian Kisner dalam penelitiannya memilih gangguan

modalitas terapi latihan yaitu latihan isometrik. Dengan diberikan latihan

ini diharapkan dapat meningkatkan kekuatan otot Quadricep femoris dan

dapat menghilangkan nyeri sehingga dapat menyebabkan pemulihan

fungsional otot dan fisik (Kisner, 2013). Latihan resistensi atau dalam hal

ini latihan isometrik yang diberikan pada penderita Osteoarthritis

memberikan perbaikan klinis yang signifikan pada nyeri, kekuatan otot,

kemampuan fungsional, anti inflamasi, dan menurunkan resiko cacat

(Baiklet, dkk. 2011).

Salah satu upaya untuk mengurangi nyeri Osteoarthritis pada lansia

dengan cara melakukan latihan isometrik untuk penurunan nyeri sesuai

dengan standar operasional prosedur. Untuk itulah penulis tertarik

melakukan penelitian tentang penerapan latihan isometrik terhadap

penurunan nyeri pada lansia dengan Osteoarthritis.


Berdasarkan studi pendahuluandi panti tresna werdah kota

lubuklinggau melalui observasi dan wawancara dengan pasien osteoarthritis


sebanyak 2 orang, diperoleh data pasien dengan osteoarthritis saat

mengatasi nyeri dengan cara menggosokkan minyak urut untuk meredahkan

rasa nyeri maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian

penerapan latihan isometric terhadap penurunan nyeri pada osteoarthritis

karena cara ini cukup mudah dilakukan dan bisa dilakukan di rumah

sehingga pasien tidak perlu datang ke pusat kesehatan atau mengonsumsi

obat farmokologi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan “Bagaimanakah Penerapan latihan isometrik terhadap

penurunan nyeri pada lansia dengan osteoarthritis di panti sosial Tresna

Werdah Kota Lubuklingau tahun 2020?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Penerapan Latihan Isometrik Terhadap

Penurunan Nyeri Pada Lansia Dengan Osteoarthritis Di Panti

Sosial Tresna Werdah Kota Lubuklingau Tahun 2020 .

1.3.2 Tujuan Khusus

1.2.3.1 Untuk mengetahui pengkajian Penerapan Latihan Isometrik

Terhadap Penurunan Nyeri Pada Lansia Dengan

Osteoarthritis Di Panti Sosial Tresna Werdah Kota

Lubuklingau Tahun 2020 .


1.2.3.2 Untuk mengetahui diagnosa keperawatan

pada latihan isometrik terhadap penurunan nyeri pada

lansia dengan Osteoarthritis di panti sosial tresna werdah

kota lubuklinggau tahun 2020.


1.2.3.3 Untuk mengetahui intervensi keperawatan

pada latihan isometrik terhadap penurunan nyeri pada

lansia dengan osteoarthritis di panti sosial tresna werdah

kota lubuklinggau tahun 2020.

1.2.3.4 Untuk mengetahui implementasi

keperawatan pada latihan isometrik terhadap penurunan

nyeri pada lansia dengan osteoarthritis di panti sosial

tresna werdah tahun 2020.


1.2.3.5 Untuk mengetahui evaluasi keperawatan

pada latihan isometrik terhadap penurunan nyeri pada

lansia dengan osteoarthritis di panti sosial tresna werdah

tahun 2020.

.4 Manfaat Penelitian

1 Manfaat Bagi Prodi Keperawatan Lubuklinggau

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi

mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau dan dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti yang

akan mengembangkannya.
.4.2 Manfaat Bagi Panti Sosial Tresna Werdah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan masukan bagi petugas panti dalam memberikan asuhan

langsung pada lansia yang menderita Osteoarthritis.

.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam mengenai latihan isometrik dengan penurunan

nyeri pada lansia Osteoarthritis.

.4.4 Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Dan Teknologi

Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran dalam

dunia kesehatan dan dapat memanfaatkan fasilitas jaringan internet sebagai

salah satu sarana dan media dalam pelayanan kesehatanBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

.4 Konsep Osteoarthritis

1 Definisi Osteoarthritis

Osteoarthritis dikenal juga sebagai penyakit degenerative sendi

adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang

timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Pada sendi

jaringan tulang rawan yang bisa disebut cartilage, biasanya menutup

ujung-ujung tulang penyusun sendi. (Soenarwo, B.M, 2011)


Osteoarthritis adalah penyakit sendi degenerative yang banyak

dijumpai sebagai akibat dari hancurnya tulang rawan articular secara

progresif dan penurunan cairan synovial yang melimasi persendian

(Smeltzer, 2013). Osteoarthritis pada umumnya menyerang pada sendi

penopang berat badan terutama sendi lutut dan panggul (Juniarti,

2011).

2.1.2 Etiologi

Beberapa faktor resiko terjadinya Osteoarthritis adalah sebagai

berikut :
1. Pernah mengalami patah tulang atau trauma di sekitar sendi

dan tidak mendapat perawatan yang tepat.


2. Aktivitas fisik yang berlebihan, seperti para olahragawan dan

pembeban yang berlebihan


3. Usia
Perubahan fisis dan biokimia yang tertjadi sejalan dengan

bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar

air, dan endapannya berbentuk pigmen yang bewarna kuning.


4. Kelebihan berat badan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang

berat badan, mengakibatkan nyeri atau cacat yang disebabkan oleh

osteoarthritis.
5. Keturunan
Salah satu bentuk osteoarthritis yang biasanya ditemukan pada pria

yang kedua orang tuanya terkena osteoarthritis sedangkan wanita,

hanya salah satu dari orangtuanya yang terkena


6. Menderita kelemahan otot tungkai

2.1.3 Manifestasi

Gejala biasanya timbul secara bertahap dan pada awalnya

mengenai satu atau sedikit sendi. Beberapa gejala dari Osteoarthritis

adalah sebagai berikut :


1. nyeri pada sendi saat beraktivits
2. kekakuan dan keterbatasan gerak
3. pembengkakan sendi
4. bunyi gemeretak pada saat sendi digerakkan
5. gangguan fungsi, timbul akibat ketidakserasian antara tulang

pembentuk sendi.
2.1.4 Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik,

tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan

proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi

disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.


Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan

kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan

tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran

enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang

membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga terkena adalah

sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan

kolumna vertebratis.
Osteoarthritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan

terbatasnya geraknya. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang

dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang

digunakannya sendi tersebut.

2.1.5 Web Of Cautation

Reaksi faktor R dengan antibody,


faktor metabolik, infek dengan Reaksi peradangan
kecenderungan virus

Synovial menebal
MK : Nyeri Kurang informasi tentang
proses penyakit
Deformitas sendi

MK : Defisit pengetahuan

Infitrasi ke dalam tulang


subcondria
Kerusakan kartilago Hambatan nutrisi pada
dan tulang kartilago artikularis
Tendon dan ligament
melemah
Hilangnya Mudah lukasi dan
kekuatan otot sublukasi
MK : Resiko cedera Kekakuan sendi

MK : Gangguan mobilitas
fisik
Sumber : Nurarif, A.H.
Skema 2.1.5 web
2.1.6of coutation
Pemeriksaan Penunjang

1. Foto rontgent menunjukkan penurunan progresif massa

kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi.


2. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal.

2.1.7 Penatalaksanaan

1. Tindakan preventif
a. Penurunan berat badan
b. Pencegahan cedera
c. Screening sendi paha
d. Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat kerja.
2. Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul
3. Terapi konservatif : kompres hangat, mengistirahatkan sendi,

pemakaian alat-alat ortolik untuk menyangga sendi yang mengalami

inflamasi
4. Irigasi tidal (pembasuhan debris dari ronggo sendi).

Debridemen artroscopik
5. Pembedahan : artroplasti
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Osteoarthritis

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. Pengkajian ini dilakukan dengan tujuan menentukan

kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri, melengkapi dasar-

dasar rencana keperawatan individu, membantu menghindarkan bentuk

dan pandangan klien, dan memberi waktu kepada klien untuk

menjawab. Berikut ini uraian secara singkat tentang pengkajian

keperawatan pada lansia :


a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung

jawab. Data dasar pengkajian penerima manfaat tergantung pada

keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,

jantung, paru-paru, ginjal),

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

osteoarthritis adalah klien mengeluh nyeri.

c. Riwayat penyakit sekarang


Berupa uraian pada mengenal penyakit yang diderita oleh klien dari

mulai timbulnya keluhan yang dirasakan.


d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit kesehatan yang dulu seperti riwayat penyakit

musculoskeletal sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama.


f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan

musculoskeletal biasanya lemah.

2. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis.

3. Tanda- tanda vital

a) Suhu
b) Nadi
c) Pernafasan
d) Tekanan darah
g. Pemeriksaan Review Of System
1. System pernafasan (B1 : Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam

batas normal.

2. System sirkulasi (B2 : Bleeding)


Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apika;, sirkulasi

perifer, warna dan kehangatan.


3. System persarafan (B3 : Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/ sensai, spasme otot, terlihat

kelemahan/hilang fungsi.Pergerakan mata/kejelasan melihat,

dilatasi pupil.

4. System perkemihan(B4 : Bleder)


Perubahan pola perkemihan, seperti disuria, distensi kandung

kemih, warna dan bau urin.

5. Sitem pencernaan (B5 : Bowel)

Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi eliminasi, auskultasi

bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan

abdomen.

6. System musculoskeletal (B6 : Bone)


kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin, terlokasi pada area

jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan, otot,

kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit dan perubahan warna.


h. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat
2. Pola nutrisi

Mengambarkan masukan nutrisi, balance cairan, nafsu makan,

pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah dan makanan

kesukaan.

3. Pola eliminasi

Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi,

ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi.

4. Pola istirahat tidur


Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap energy,

jumlah tidur malam dan siang, masalah tidur.


5. Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungfan peran klien terhadap

anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak

punya rumah, masalah keuangan.Pengkajian APGAR keluarga.


6. Pola sensori kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.Pola sensori meliputi

pengkajian pengelihatan, pendengaran, perasaan,

pembau.Pengkajian ststus mental menggunakan Tabel Short

Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).

7. Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampuan konsep diri.Konsep diri menggambarkan gambaran

diri, harga diri, peran, identitas diri.Manusia sebagai system

terbuka dan mahkluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual,

kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit.Pengkajian

tingkat Depresi menggunakan Tabel Inventaris Depresi Back.

8. Pola seksual dan reproduksi


Menggambarkan kepuasan masalah terhadap seksualitas.
9. Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani strees.
10.Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan termasuk

spiritual (Aspiani, 2014)

2.2.2 Diagnosa

Menurut (Santi, 2016) diagnosa keperawatan adalah keputusan

klinis tentang respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap

masalah kesehatan atau proses kehidupan ataupun kerentanan respon

terkait masalah kesehatan. Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk


pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai kriteria hasil yang

diharapkan selama proses perawatan. Pedoman diagnose keperawatan

yang digunakan di Indonesia saat ini mengacu pada SDKI (Standar

Diagnosa Keperawatan Indonesia).


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan otot
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi.
4. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi

psikomotor.

2.2.3 Intervensi

Menurut (Potter & Perry, 2013) perencanaan keperawatan

adalah langka ketiga dari proses keperawatan yang terdiri dari dua

langkah. Langkah pertama adalah menetapkan tujuan dan hasil yang

diharapkan bagi klien. Langkah kedua perencanaan keperawatan adalah

merencanakan intervensi keperawatan yang akan diimplementasikan

kepada klien. Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil perawat

menggunakan pedoman Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(SLKI). Sedangkan dalam merencanakan intervensi keperawatan

digunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).


Table 2.1

Intervensi Osteoarthritis

No. Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri Observasi
dengan agen pencedera keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi 1. Untuk mengetahui
fisik maka nyeri menurun, dengan 1. Identifikasi lokasi, lokasi, durasi,
kriteria hasil durasi, karakteristik, karakteristik, frekuensi
Kriteria hasil : Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas nyeri.
intensitas nyeri. 2. Untuk mengetahui skala
No Kriteria Hasil Skor 2. Identifikasi skala nyeri. nyeri.
1. Keluhan nyeri 12345 3. Identifikasi faktor yang 3. Untuk mengetahui
2. Meringis 12345 memperberat dan faktor yang
3. Sikap protektif 12345 memperingan nyeri. memperberat dan
4. Gelisah 12345 Terapeutik memperingan nyeri.
4. Berikan teknik Terapeurik
nonfarmakologi untuk 4. Untuk mengurangi
mengurangi nyeri. nyeri.
5. Kontrol lingkungan yang 5. Untuk mengurangi
memperberat rasa nyeri faktor yang
Edukasi memperburuk nyeri
6. Ajarkan teknik yang dirasakan klien
nonfarmakologis untuk Edukasi
mengurangi rasa nyeri. 6. Agar klien mengetahui
Kolaborasi teknik nonfarmakologis
7. Kolaborasi pemberian untuk mengurangi rasa
analgetik nyeri
Kolaborasi
7.

No. Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi selama Teknik Latihan Penguatan Observasi
berhubungan dengan 3 x 24 jam, maka gangguan mobilitas Sendi 1. Untuk mengetahui
penurunan otot fisik menurun dengan kriteria hasil. Observasi keterbatasan fungsi dan
Kriteria hasil : Mobilitas Fisik 1. Identifikasi keterbatasan gerak sendi
fungsi dan gerak sendi Terapeutik
No Kriteria hasil Skor Terapeurik 2. Agar posisi yubuh tetap
1. Nyeri 12345 2. Berikan posisi tubuh optimal saat melakukan
2. Kaku sendi 12345 optimal untuk gerak gerak sendi aktif dan
3. Gerakan terbatas 1 2 3 4 5 sendi pasif dan aktif pasif
3. Fasilitasi menyusun 3. Agar klien dapat
jadwal latihan rentang berlatih sesuai dengan
gerak aktif maupun pasif jadwal yang di buat
4. Fasilitasi gerak sendi 4. Untuk mengetahui
teratur dalam batas-batas batas-batas rasa sakit,
rasa sakit, ketahanan, ketahanan, selama
dan mobilisasi sendiri melakukan gerakan
Edukasi Edukasi
5. Ajarkan melakukan 5. Agar klien dapat
latihan rentang gerak berlatih gerakan asktif
aktif dan pasif secara dan pasif
sistematis

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
3. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan intervensi selama Edukasi Mobilisasi Observasi
berhubungan dengan 3 x 24 jam, maka tingkat Observasi 1. Untuk mengetahui
kurang terpapar pengetahuan meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan kesiapan dan
informasi kriteria hasil. kemampuan menerima kemampuan klien
Kriteria hasil : tingkat pengetahuan informasi dalam menerima
Terapeutik informasi.
No Kriteria hasil Skor 2. Persiapkan materi, Terapeutik
1. Perilaku sesuai 1 2 3 4 5 media dan alat-alat 2. Untuk mempermudah
anjuran seperti bantal, gait belt dalam menyampaikan
2. Verbalisasi 12345 3. Beri kesempatan pada materi.
minat dalam pasien / keluarga untuk 3. Untuk mengetahui
belajar bertanya ketertarikan klien
3. Kemampuan 12345 Edukasi terhadap materi
menggambarkan 4. Ajarkan cara Edukasi
sebelumnya mengidentifikasi 4. Agar klien tahu cara
yang sesuai kemampuan mobilisasi mengidentifikasi
dengan topik (seperti kekuatan otot, kemampuan mobilisasi
4. Perilaku sesuai 1 2 3 4 5 rentang gerak) 5. Agar klien dapat
dengan 5. Demontrasikan cara mengikutin anjuran dan
pengetahuan melatih rentang gerak terhindar dari cedera.
(mis. Gerakan dilakukan
dengan perlahan,
gerakan semua
persendian sesuai
rentang gerak normal)
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
4. Resiko cedera Setelah dilakukan intervensi selama Pencegahan Cedera Observasi
berhubungan dengan 3x 12 jam, maka risiko cedera Observasi 1. Untuk mengetahui area
perubahan fungsi menurun dengan kriteria hasil. 1. Identifikasi area lingkungan yang
psikomotor Kriteria hasil : mobilitas fisik lingkungan yang berpotensi
berpotensi menyebabkan menyebabkan cedera.
No Kriteria hasil Skor cedera Terpaeutik
1. Nyeri 1 2 3 4 5 Terapeutik 2. Agar klien tidak
2. Kaku sendi 12345 2. Pastikan barang-barang kesulitan dalam
3. Gerakan terbatas 1 2 3 4 5 pribadi mudah dijangkau mengambil barang-
4. Kelemahan fisik 12345 3. Diskusikan mengenai barang pribadi
latihan dan terapi fisik 3. Untuk memperkuat
yang diperlukan. tubuh klien
Edukasi Edukasi
4. Anjurkan berganti posisi 4. Agar tubuh
secara perlahan dan mempersiapkan diri
duduk selama beberapa saat akan berdiri.
menit sebelum berdiri.
2.3 Konsep Lanjut Usia

2.3.1 Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke

atas (Sunaryo, 2016).


Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi

didalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses ilmiah,

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu

anak, dewasa, dan tua (Nugroho, W. 2012)

2.3.2 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO. Ada beberapa tahap lanjut

usia yaitu :
a. Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)
b. Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)
c. Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun)
Menurut Prof. DR. Koeseomanto Setyonegoro lanjut usia terbagi

menjadi :
a. Usia lanjut (geriatric age) 65 tahun
b. Usia ( Young old) 70-75 tahun
c. Usia (old) 75-80 tahun
d. Usia lebih dari 80 tahun (very old)
Kalau pembagian umur dari beberapa ahli tersebut ditelaah,

dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang

telah berumur 65 tahun tahun ke atas. Namun, di Indonesia, batasan

lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam undang-

undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada

Bab 1 Pasal 1 Ayat 2.


2.3.3 Masalah Fisik Yang Sering Terjadi Pada Lansia

Menurut Nugroho (2012) masalah fisik yang sering ditemukan pada

lansia adalah :
a. Mudah jatuh yaitu suatu kejadian yang dilaporkan penderita

atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan

seseorang mendadak terbaring / terduduk di lantai atau di tempat

yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau

luka. Fakto-faktor terjadinya jatuh ada 2 yaitu intrinsik misalnya

gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, dan

kekauan sendi. Untuk faktor ekstrinsik misalnya lantai yang licin

dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan yang kurang karena

cahaya yang kurang terang, dan sebagainya.


b. Mudah lelah, penyebab mudah lelah yaitu :
1. Faktor psikologis ( perasaan bosan, keletihan, atau

depresi)
2. Gangguan organisme misalnya : anemia, kekurangan

vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan

metabolism (diabetes militus, hipertiroid), gangguan ginjal

dengan uremia, gangguan system darah dan jantung.


c. Nyeri atau ketidaknyamanan disebabkan oleh :
1. Gangguan sendi atau susunan sendi pada susunan

tulang belakang
2. Gangguan pankreas
3. Kelainan ginjal (batu ginja)
4. Gangguan pada otot badan.
d. Berat badan menurun disebabkan oleh :
1. Pada umumnya, nafsu makan menurun karena kurang

adanya gairah hidup atau kelesuan.


2. Adanya penyakit kronis
3. Gangguan pada saluran pencernaan sehingga

penyerapan makanan terganggu.


e. Gangguan ketajaman penglihatan disebabkan oleh :
1. Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang)
2. Kekeruhan pada lensa (katarak)
3. Pupil konstriksi, reflex direk lemah
4. Tekanan dalam mata meninggi, lapang pandang

menyempit, yang sering disebut dengan glukoma


5. Radang saraf mata.

.4 Konsep Nyeri

2.4.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap

orang dalam hak skala atau tingkatannya, dan hanya orang yang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Hidayat, A.A. 2013)


Nyeri dinamakan penggiring psikis bagi refleks pelindung,

yang menentukan rangsangan nyeri, umummnya menimbulkan

gerakan mengelak dan menghindar yang kuat, diantaranya perasaan

karena mengandung unsur emosional yang khas. (Lukman, 2012).

2.4.2 Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor,


merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau

bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,

khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya

stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi

seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam

yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat

kekurangan oksigenasi. Stimulus yang lain dapat berupa termal, listrik,

atau mekanis.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang

belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A

(delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang

ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang

ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal

melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal

horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan.

Di antara lapisan dua atau tiga terbentuk substantia gelatinosa yang

merupakan saluran utama impuls, kemudian, impuls nyeri

menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan

bersambung ke jalur asendens yang paling utama, yaitu jalur

spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus dan spinoreticular

tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri.
Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri,

yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh

pertemmuan reseptor pada otak tengan dan medula ke tanduk dorsal

dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor

impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls

supresif. Sitem supresif lebih mengakibatkan stimulasi nociceptor yang

ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur

desender yang tidak memberikan respon terhadap naloxone yang

kurang banyak diketahui mekanismenya.

2.4.3 Klasifikasi Nyeri

Menurut Judha, M (2012) kehidupan nyeri dapat bersifat lama dan ada

yang singkat, berdasarkan lama waktu terjadinya maka nyeri dibagi

menjadi dua yaitu :


a. Nyeri akut, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 bulan,

nyeri akut sebagian besar diakibatkan oleh penyakit, radang, atau

injuri jaringan. Dalam beberapa kejadian jarang menjadi kronis.


b. Nyeri kronik, nyeri kronik dapat berlangsung lebih lama yaitu

lebih dari 6 bulan di bandingkan dengan nyeri akut dan resisten

terhadap pengobatan. Nyeri ini dapat dan sering menyebabkan

masalah yang berat bagi pasien.


2.4.4 Stimulus Nyeri

Seseorang dapat menoleransi atau menahan nyeri (pain tolerance), atau

dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain

theshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya :


a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat

terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada

reseptor.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat

terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.


c. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri..
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri

koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya

asam laktat.
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik

2.4.5 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Perry & Potter

(2005) dalam Judha (2012) yaitu :


a. Usia
Usia merupakan variable penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.


b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda dalam merespon nyeri.

Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang

melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri


dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang

unik padass setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.

c. Ansietas
Hubungan nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali

meninggalkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

suatu perasaan ansietas.


d. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada

setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.

Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa

lebih berat dan jika mengalami suatu proses periode tidur yang baik

maka nyeri berkurang.


e. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat

merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.


f. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang

meningkat sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan

respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan

konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat

menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya hal iini

menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya

terhadap nyeri yang berangsung hanya selama waktu pengalihan.


g. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu

akan menerima nyeri dengan lebih muda pada masa yang akan

dating. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian

episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul,

dan juga sebaliknya. Akibatnya klien akan lebih siap untuk

melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk

menghilangkan nyeri.
h. dukungan keluarga dan social
faktor lain bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran

orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.

Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang bermakna bagi

pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak

ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat

klien semakin tertekan, sebaliknya tersedianya seseorang yang

memberi dukungan sangatlah berguna karena akan membuat

seseorang merasa lebih nyama. Kehadiran orang tua sangat penting

bagi anak-anak yang mengalami nyeri.

2.4.6 Pengkajian Nyeri

Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan adanya riwayat

nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan

waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara P,Q,R,S,T :


P (pemacu) : yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya

nyeri
Q (Quality) : dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau

tersayat
R (Region) : yaitu daerah perjalanan nyeri
S (Severity) : adalah keparahan atau intensitas nyeri
T (Time) : adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Intensitas nyeri bias juga menggunakan Visual Analog Scale (VAS)

yang merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitive

karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangsangan dari

pada dipaksa memilih suku kata atau angka.

Gambar 2.2 : skala deskriptif verbal (Prasetyo, 2010)

Keterangan:

0.1 : tidak nyeri.

2-3 : nyeri ringan ( secara obyektif klien masih bisa berkomunikasi).

4-6 : nyeri sedang (secara objektif klien menyeringai, sanggup

menunjukkan lokasi nyeri, bisa mendeskripsikan nyeri, bisa

mengikuti perintah dengan baik).

7-9 : nyeri berat (secara objektif terkadang klien tidak mengikuti

perintah namun masih merespon terhadap tindakan, bisa

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya).

10 : nyeri hebat (pasien sudah tidak sapat berkomunikasi lagi).


2.4.7 Pelaksanaan Atau Tindakan Keperawatan

a. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-

teknik seperti :
1. Teknik pengalihan
a) Menonton televise
b) Berbincang-bincang dengan orang lain
c) Mendengarkan music
2. Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi

paru-paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,

melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta

mengulangi hal yang sama sambul terus berkomunikasi hingga

didapat rasa nyaman, trnang, dan rileks.


3. Stimulasi kulit
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b) Menggosok punggung
c) Menggunakan air hangat dan dingin.
d) Memijat dengan air mengalir.
b. Pemberian obat analgesic yang dilakukan guna

menggangu atau memblok transmisi stimulasi agar terjadi

perubahanpersepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.

Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan narkotika. Jenis

narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan

menimbulkan depresi pada fungsi vital seperti respirasi. Jenis bukan

narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin,

asetaminofen, dan bahan anti inflamasi nonsteroid.


2.5 Konsep Isometrik

2.5.1 Definisi Isometrik

isometrik adalah salah satu kontraksi otot tanpa terjadinya perubahan

panjang otot, sedangkan tonusnya mengalami peningkatan (Afriwardi,

2010). Latihan isometrik adalah latiha yang memerlukan kekuatan otot

tubuh baik untuk latihan pemanasan atau untuk program latihan

rehability, latihan isometric dapat mencegah terjadinya atrofi otot

(Sumaryanti, 2009).

2.5.2 Tujuan Latihan Isometrik

Menurut Kisner dan Colby (2007) dalam susiladewi (2015), tujuan

latihan isometrik yaitu :


a. untuk meningkatkan kekuatan sendi.
b. Untuk mencegah dan meminimalisir atropi otot ketika

pergerakan sendi tidak memungkinkan akibat imobilisasi esternal

(bidai, gips, traksi skeletal)


c. Untuk mengaktifkan otot agar mengembalikan Kontrol

neurimuskuler dengan tetap menjaga jaringan yang mengalami

proses penyembuhan ketika pergerakan sendi tidak diperbolehkan

setelah cedera jaringan lunak atau operasi.


d. Untuk memperbaiki kekuatan tubuh bagian atas dan bawah,

massa otot, meningkatkan kepadatan tulang. Perubahan yang

bermanfaat bagi pasien yang berusia cukup tua yang akan membuat

mereka lebih meningkatkan kualitas hidup dengan latihan

isometrik.
2.5.3 Keuntungan Dan Kekurangan Dari Latihan Isometrik

keuntungan dari latihan isometrik yaitu dapat dilakukan dimanapun

asalkan ruang gerak cukup, alat yang digunakan sedikit atau tidak ada,

memiliki resiko injuri lebih kecil dibandingkan latihan lain, serta bisa

membantu pasien untuk meningkatkan rentang kontraksi statis. (Fair,

2011 ; peral, 2015).

Kekurangan dari latihan isometrik mungkin adalah otot yang terbentuk

hanya sudut yang dilatih pasien (Fair, 2011 dalam Susiladewi, 2015).

2.5.4 Prosedur Pelaksanaan Latihan Isometrik

Posisi yang baik saat melakukan latihan isometrik sebagai berikut :

a. Pose muscle setting exercises atau paha dalam


1. Berbaring terlentang, jaga satu kaki lurus daan satu

lutut tertekuk, dan kaki rata di lantai. Simpan handuk yang di

gulung atau bantal di bawah lutut kaki lurus anda.

Gambar 2.1 muscle setting exercises


b. Latihan stabilitasi atau tahan jongkok.

Gambar 2.2 latihan stabilitasi

.6 Kerangka Konsep

Klien di panti sosial tresna werdah


budi luhur kota lubuklinggau
dengan diagnosa osteoarthritis

Pengkajian : Diagnosa keperawatan :

1. Identitas 1. Nyeri akut


pasien 2. Gangguan
2. Riwayat mobilitas fisik
kesehatan 3. Defisit
3. Pemeriksaan pengetahuan
fisik 4. Resiko cedera

Intervensi : Evaluasi :

Latihan isometrik Penurunan rasa


nyeri pada lansia
dengan
osteoarthritis
Skema : 2.5.6 kerangka konsep

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah diskriptif dengan menggunakan metode

dengan meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit

tunggal dengan pokok pertanyaan yang berkenaan dengan “how” atau “why”.

Unit tunggal dapat berarti satu orang atau sekelompok penduduk yang terkena

suatu masalah (Notoatmodjo, 2010)

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang pasien dengan diagnosa

Osteoarthritis yang diberi Asuhan Keperawatan Latihan Isometrik di Panti

Tresna Werdah Kota Lubuklinggau tahun 2020.


Kriteria inklusi subjek :

Pasien dengan diagnosa osteoarthtritis


1. Pasien yang bersedia menjadi responden
2. Pasien yang kooperatif dengan perawat
3. Pasien dengan skala nyeri sedang (4-6)
Kriteria ekslusi subjek :
1. Pasien osteoarthritis dengan komplikasi penyakit lain

3.3 Faktor Studi

Faktor studi dalam penelitian ini adalah perubahan nyeri yang dialami oleh

pasien osteoarthritis sesudah intervensi keperawatan dengan Penerapan

Latihan Isometrik yang dilakukan.

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Lanjut Usia

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam

kehidupan manusia. Menjadi tua mrupakan proses ilmiah, yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa,

dan tua (Nugroho, W. 2012)

3.4.2 Osteoarthritis

Osteoarthritis dikenal juga sebagai penyakit degenerative sendi adalah

kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul
karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Pada sendi

jaringan tulang rawan sendi yang bisa disebut cartilage, biasanya

menutup ujung-ujung tulang penyusun sendi. (Soenarwo, B.M, 2011)

3.4.3 Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap

orang dalam hak skala atau tingkatannya, dan hanya orang yang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Hidayat, A.A. 2013).

3.4.4 Isometrik

isometrik adalah salah satu dari kontraksi otot tanpa terjadinya

perubahan panjang otot , sedangkan tonusnya mengalami peningkatan

(Afriwardi, 2010).

3.5 lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di panti tresna werdah kota lubuklinggau tahun 2020

yang direncanakan pada bulan maret 2020.

3.6 Prosedur Penelitian

Penelitian diawali dengan penyusunan usulan penelitian dengan

menggunakan metode studi kasus. Setelah disetujui oleh penguji proposal

maka penelitian dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data. Data


penelitian berupa hasil pengukuran, observasi, wawancara terhadap kasus

yang dijadikan subjek penelitian.

3.7 Metode Dan Instrument Pengumpulan Data

3.7.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini yang digunakan adalah

dengan observasi langsung terhadap pasien dengan tingkat nyeri pada

osteoarthritis

3.7.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrument pengumpulan data yang digunakan penulis pada studi kasus

ini adalah berupa format pengkajian, lembar ceklist yang terdiri dari

SOP Latihan Isometrik dan lembar tentang tingkat nyeri sendi yang

telah dirancang sebelumnya dengan mempertimbangkan aspek-aspek

terkait.

3.8 Analisa Data

Pengolahan data menggunakan analisa deskriptif. Analisa deskriptif

digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan data yang

terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo, 2014)


3.9 Etika Penelitian

a. Mahasiswa dalam melakukan penelitian harus mendapat rekomendasi

dari prodi keperawatan


b. Setelah mendapat persetujuan mahasiswa harus menekankan etika

penelitian yaitu :
1. Informed consent penelitian untuk meminta partisipan

menandatangani lembar persetujuan penelitian setelah partisipan

menyatakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan

penelitian ini.
2. Anonymity untuk menjaga kerahasiaan partisipan nama yang

ada dalam pengumpulan data tidak dicantumkan nama lengkap hanya

inisial saja.
3. Confidenrially kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan

dari partisipan dijaga oleh penelitian yaitu dengan menjelaskan prosedur

penelitian. Prinsip dari kejadian ini menjamin bahwa semua objek

penelitian memperoleh perlakukan dan keuntungan yang sama tanpa

adanya membedakan agama, gender, etnis, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Block, J.A., Oegema, T.R. (2014). The Effects Of Oral Glucosamine On Joint Healt :
Is A Change In Research Approach Needed Osteoarthritis.

Hidayat, A.A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Judha, M. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha
Medika

Kisner,C.,& Colby, A.L. (2013). Therapeutic Exercise : Foundation And Techniques,


Vol 2 & 3.
Laasara, N. (2018). Pengaruh Latihan Isometric Quadriceps Terhadap Penurunan
Skala Nyeri & Kekakuan Sendi Lutut Pada Klien Osteoarthritis Lutut Di
Wilayah Puskesmas Gamping Li Sleman Yogyakarta. Dinamika Kesehatan,
Vol 9, No 2.

Nugroho. (2012). Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Richmond, J. Hunter, D. (2010). American Academy Of Orthropaedic Surgeons


Clinical Practice Guideline On The Treatment Of Osteoarthtritis Of The
Knee.

Rita, R. Sirujuddin, W. (2012). Analysis Of Occurrence Of Osteoarthritis (Knee


Joint) In Elderly Patients

Smeltzer, S.C. (2013). Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Soenartwo. (2011). Osteoarthritis. Jakarta : Halimun Medical Centre

Sunaryo. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Andi

Wahyuni, L.N. (2019). Pengaruh Latihan Isometrik Terhadap Penurunan Kadar Asam
Urat Pada Lansia. Journals Of Ners Community, Vol 10, No 02, Hal 221-
220.

Widiarti, A.W. Pengaruh Fisiotaping Terhadap Peningkatan Kemampuan Fungsional


Pada Pasien Osteoarthritis. Jurnal Keterapian Fisik, Vol 1.

Anda mungkin juga menyukai