Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum adalah suatu aturan atau kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan
bermasyarakat. Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang dilakukan terus
menerus, dipertahankan oleh penduduknya dan juga mempunyai sanksi. Kebiasaan
adalah cerminan kepribadian suatu bangsa.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Di Era Modern ini terkadang kita lupa akan latar
belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara asia lainnya. Hukum Adat merupakan hukum asli dari
Bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakat.
Maka dari itu kami ingin membahas lebih dalam bagaimana sifat-sifat, corak
dan sistem, pelembagaan, unsur-unsur serta hubungan hukum adat dengan
Kebudayaan kita saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sifat-Sifat Hukum Adat?
2. Bagaimana Corak dan Sistem Hukum Adat?
3. Bagaimana Pelembagaan Hukum Adat?
4. Apa saja Unsur-unsur Hukum Adat?
5. Apa Hubungan Hukum Adat dengan Kebudayaan?
1.3 Tujuan
1. Memahami bagaimana Sifat-Sifat Hukum Adat
2. Memahami bagaimana Corak dan Sistem Hukum Adat
3. Memahami bagaimana Pelembagaan Hukum Adat
4. Memahami Unsur-unsur Hukum Adat
5. Memahami Hubungan Hukum Adat dengan Kebudayaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sifat-Sifat Hukum Adat


Berbeda dengan hukum yang berbentuk undang-undang yang lebih statis,
hukum adat lebih bersifat tradisional, dinamis, terbuka, sederhana serta
musyawarah dan mufakat.
a. Tradisional
Maksud dari bersifat tradisional disini menunjukkan bahwa
masyarakat adat bersifat turun temurun, dari zaman nenek moyang sampai
ke anak cucu sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan
oleh masyarakat yang bersangkutan. Peraturan hukum yang turun temurun
ini mempunyai keistimewaan yang luhur sebagai pusaka yang dihormati,
karena itu harus dijaga terus-menerus. Tradisional juga berarti bersifat
religious magis. Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap
masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar
masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan lain-lain. Tidak ada
pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan
antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti kehidupan manusia,
alam, arwah-arwah nenek moyang dan kehidupan makluk-makluk lainnya.
Contohnya pada upacara-upacara adat diadakan sesajen berupa
potongan atau penggalan kepala manusia yang ditujukan pada roh-roh
leluhur guna meminta restu atau perlindungan seperti yang dilakukan suku
Naulu di Pulau Seram.
b. Dinamis
Hukum Adat dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat.
Setiap perkembangan masyarakat hukum akan selalu menyesuaikan diri
sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Menurut Soepomo, hukum adat
terus berkembang terus menerus sepanjang waktu seperti hidup itu sendiri.
Van Vollenhoven mengatakan bahwa hukum adat pada waktu yang lampau
agak berbeda isinya, hukum adat menunjukan perkembangan. Pada halaman

2
lainnya belau mengatakan bahwa hukum adat berkembang dan maju terus,
keputusan-keputusan adat melahirkan hukum adat itu sendiri.
Perkembangan hukum adat selalu sejalan dengan perkembangan
masyarakat penduduknya. Secara sosiologis, bahwa hukum adat sebagi
volkgeeist atau geestesstructuur selalu mengikuti kebutuhan masyarakat
secara nyata. Menurut Djojodigoeno sifat hukum adat itu statis-dinamis
artinya hukum adat itu memiliki sifatnya yang khas yakni monodualisme;
statis sekaligus dimamis,dinamis dan plastis/elatis. Statis karena hukum
adat itu bertujuan menuju ‘tata’ yakni keteraturan (order), dinamis karena
mengikuti perkembangan masyarakat. Elastis/plastis artinya hukum adat
dapat menyesuaikan diridengan zaman atau situasi tertentu atau dengan kata
lainselalu berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
c. Terbuka
Hukum Adat memiliki sifat terbuka. Artinya, Hukum Adat dapat
menerima sistem hukum lain sepanjang masyarakat yang bersangkutan
menganggap bahwa sistem hukum lain Indonesia tersebut patut atau
berkesesuaian.
d. Sederhana
Artinya, bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit,
tidak beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan
berdasar saling percaya mempercayai. Hal ini dapat di lihat pada transaksi
yang dilakukan secara lisan saja, termasuk dalam hal pembagian warisan,
jarang dilakukan secara tertulis.
e. Musyawarah dan Mufakat
Artinya, masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah dan
mufakat. Dalam menyelesaikan perselisihan di Indonesia selalu diutamakan
penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat.
2.2 Corak dan Sistem Hukum Adat
2.2.1 Corak Hukum Adat
Hukum adat mempunyai corak-corak tertentu adapun corak-corak yang
terpenting adalah
a. Bercorak Relegiues-Magis

3
Corak ini berarti sebagai pola pikir yang didasarkan pada religiusitas,
yakni keyakinan masyarakat Indonesia tentang adanya sesuatu yang bersifat
sakral. Corak religius ini diwujudkan dalam cara berpikir yang tidak logis, sifat
animisme dan kepercayaan pada hal-hal yang bersifat gaib.
Menurut kepercayaan masyarakat pada masa itu bahwa di alam semesta
ini benda-benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu punya daya
gerak (dinamisme), di sekitar kehidupan manusia ada roh-roh halus yang
mengawasi kehidupan manusia, dan hukum alam itu ada karena ada yang
menciptakan, yaitu Sang Pecipta.
Sifat ini mengharuskan masyarakat untuk selalu menjaga
keseimbangan antara dunia lahir (dunia nyata) dengan dunia batin (dunia gaib).
Setelah masyarakat adat mengenal agama, maka sifat religius tersebut
diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Sang Pencipta. Masyarakat
mulai mempercayai bahwa setiap perilaku akan ada imbalan dan hukuman dari
Tuhan. Kepercayaan itu terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat
modern.
b. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan
Asas komunal dalam hukum adat berarti mendahulukan kepentingan
orang banyak di atas kepentingan sendiri. Masyarakat memiliki
pemikiran/pandangan bahwa setiap individu merupakan bagian dari
masyarakat. Selain itu diyakini juga bahwa kepentingan seorang idividu harus
disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat karena individu tidak
ada yang dapat terlepas dari masyarakat. Artinya bahwa kehidupan manusia
selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu
satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk
sosial, manusia selalu hidup bermasyarakat, kepentingan bersama lebih
diutamakan dari pada kepentingan perseorangan.
Corak komunal itu dapat dilihat dalam kegiatan rapat desa yaitu majelis
yang tersusun terdiri dari berbagai golongan penduduk yang berhak hadir dan
memberikan hak suara, musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama.
c. Bercorak Kontan

4
Kontan yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu tindakan berupa
perbuatan nyata, perbuatan simbolis atau pengucapan akan serta merta
menyelesaikan tindakan hukum serentak dengan waktunya manakala ia
melakukan perbuatan menurut hukum adat.
Sebagai contoh Kontan dalam hukum adat adalah dalam melakukan
jual-beli. Setelah terjadi kesepakatan antara penjual dengan pembeli, maka
selalu disertai dengan pembayaran, pembayaran di muka sebagai tanda jadi.
Selain itu juga jual-beli juga ada dalam hukum perkawinan. Dengan istilah
pamanjer yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada calon mempelai
perempuan yang dapat berupa barang-barang atau sejumlah uang pemberian
sebagai tanda perkawinan akan dilangsungkan. Namun pamanjer sebagai
jaminan ini tidak berarti ada keharusan yang mengikat bahwa perkawinan harus
dilangsungkan. Hal ini merupakan ciri hukum adat perkawinan.
d. Bercorak Konkrit
Corak konkrit berarti sebagai corak masyarakat hukum adat yang
nyata/serba jelas, menjelaskan bahwa setiap hubugan hukum yang ada dalam
masyarakat tidak dilakukan secara bersembunyi/samar-samar melainkan secara
terbuka.
Sebagai contohnya adala perjanjian jual-beli yang menunjukkan adanya
tindakan/perbuatan yang serba nyata, seperti setiap kesepakatan diiringi dengan
adanya pemindahan benda dari tangan penjual ke pembeli baik benda bergerak
maupun benda tidak bergerak.
2.2.2 Sistem Hukum Adat
Apabila dibandingkan dengan hukum barat (hukum Eropa) maka sistematik
hukum adat sangat sederhana, bahkan kebanyakan tidak sistematis. Misalnya saja
uraian tentang hukum di dalam kitab hukum adat orang lampung yang disebut
Kuntra Raja Niti, tidak sistematik, oleh karena tidak dikelompokkannya kaidah-
kaidah hukum yang sama, uraian pasal-pasalnya melompat-lopat.
Sistematika hukum adat mendekati system hukum inggris yang disebut
Common Law, sitematikannya berbeda dari Civil Law dari Eropa Kontinental.
Misalnya hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hak kebendaan dan hak
perorangan dan tidak membedakan antara perkara perdata dan perkara pidana.

5
1. Mendekati sistem hukum Inggris
Menurut Djojodigoeno dikatan bahwa “dalam Negara Anglo Saxon: di
sana system Common Law tak lain dari system hukum adat, hanya bahannya
berlainan. Dalam system hukum adat bahannya ialah hukum Indonesia asli
sedang dalam system Common Law bahannya memuat banyak unsur-unsur
hukum romawi kuno yang konon katanya telah mengalami reception in
complex” (Djojodigoeno, 1976: 30).
Common Law di Inggris berkembang sejak permulaan abad XI di
bawah kekuasaan Raja William the Conqueror, yang meletakkan dasar-dasar
pemerintahan pusat dan peradilan raja yang disebut “Curia Regis”, yaitu
peradilan yang menyelesaikan perkara perselisihan secara damai. Jadi di inggris
dikenal adanya “Juru Damai” yang disebut ‘Justice os th peace”. Hal ini mirip
dengan system peradilan adat (peradilan desa) di Indonesia yang menyelesaiakn
perkara perselisihan secara damai. Walalupun di masa sekarang sudah jarang
berlaku, namun di inggris boleh saja seseorang menuntut seseorang lain di muka
hakim pidana tanpa melalui badan penuntut (Subarjati Hartono, 1971: 31).
2. Hukum publik dan hukum privat
Hukum adat tidak seperti hukum Eropa yang membedakan antara
hukum yang bersifat public dan yang berrsifat perdata. Hukum public yang
menyangkut kepentingan umum sedangkan hukum perdata yang mengatur
hubungan antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain dan anggota
masyarakat terhadap badan Negara sebagai badan hukum.
Hukum adat tidak membedakan berdasarkan kepentingan dan siapa yang
mempertahankan kepentingan itu. Jadi tidak ada perbedaan antara kepentingan
umum dan kepentingan khusus.
3. Hak kebendaan dan hak perorangan
Hukum adat tidak membedakan antara hak kebendaan yaitu hak-hak
atas benda yang berlaku bagi setiap orang, dan hak perseorangan yaitu hak
seseorang untuk menuntut orang lain agar berbuat atau tidak berbuat terhadap
hak-haknya.
Menurut hukum barat setiap orang yang mempunyai hak atas sesuatu
benda, beerarti ia berkuasa untuk berbuat (menikmati, memakai,

6
mentransaksikan) benda miliknya itu dan seklaligus karenanya mempunyai hak
perorangan atas hak miliknya itu. Antara kedua hak itu tidak terpisah. Namun
menurut hukum adat hak-hak dan kebendaan dan hak-hak perseorangan itu,
baik berwujud benda ataupun tidak berwujud benda, seperti hak atas nyawa,
kehormatan, hak cipta dan lain-lainnya, tidak bersifat mutlak sebagai hak
pribadinya sendiri.
4. Pelanggaran perdata dan pidana
Hukum adat juga tidak membedakan antara perbuatan yang sifatnya
pelanggaran hukum perdata dan pelanggran hukum pidana, ssehingga perkara
perdata diperiksa hakim perdata dan perkara pidana diperiksa hakim pidana.
Menurut peradilan adat kedua pelanggaran yang dilakukan seseorang,
diperiksa, dipertimbangkan dan diputuskan sekalihgus dalam suatu persidangan
yang tidak terpisah.
2.3 Pelembagaan Hukum Adat
Lembaga Adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk
oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu yang mempunyai wilayah tertentu,
harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang dalam mengatur sumber alam
dan mengurus untuk menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat dalam
wilayah kewenangannya.
Contohnya lembaga hukum adat di Aceh dan Bali.
Dalam budaya adat Aceh, ada dua kawasan pemerintahan otonomi sebagai
sumber asal, berhimpun dan menetapnya penduduk, yaitu:
a. Gampong
Gampong adalah kesatuan masyarakat hukum yang merupakan organisasi
pemerintahan terendah langsung di bawah Mukim yang menempati wilayah
tertentu, dipimpin oleh Keuchik dan yang berhak menyelenggarakan urusan
rumah tangganya sendiri. Keuchik adalah Kepala Badan Eksekutif Gampong
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong (Qanun, No.5 Tahun 2003).
b. Mukim
Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang terdiri atas gabungan beberapa Gampong yang mempunyai
batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di

7
bawah Camat yang dipimpin oleh Imeum Mukim. Imeum Mukim adalah
Kepala Pemerintahan Mukim (Qanun No.4 Tahun 2003).
c. Lembaga-lembaga Adat yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat/ekonomi
1. Keujrun Blang : orang/ketua adat yang membantu pimpinan
Gampong/Mukim dalam urusan pengaturan irigasi untuk pertanian/
persawahan dan sengketa sawah
2. Panglima Laot : orang/ketua adat yang memimpin urusan bidang
pengaturan penangkapan ikan di laut/ sengketa laot
3. Peutua Seuneubok: orang/ketua adat yang mengatur ketentuan-
ketentuan tentang pembukaan hutan / perladangan/ perkebunan pada
wilayah gunung/ lembah-lembah
4. Pawang Huteun/Uteun/Pawang Glee; orang yang bertanggung jawab
tentang pemeliharaan dan pemanfaat hutan
5. Haria Peukan : orang/pejabat adat yang mengatur ketertiban, kebersihan
dan pengutip retribusi pasar pada tingkat Mukim/ Kecamatan
6. Syahbandar : orang/pejabat adat yang mengatur urusan tambatan kapal/
perahu, lalu lintas angkutan laut, sungai dan danau
7. Dan lain-lain sesuai dengan lingkungan masyarakat adat setempat
Masalah awig-awig Desa Pekraman pada umumnya menjadi tugas di Bagian
Hukum dan HAM khususnya di sub bagian Bantuan Hukum dan HAM. baik itu
terkait pembinaannya, penelitian, pembahasan dan penyuratannya.
Desa Pakraman yang merupakan sebuah lembaga adat. Desa Pakraman di
Bali memiliki sebuah aturan adat yang digunakan sebagai aturan khusus untuk
mengatur kehidupan masyarakat adat dalam wilayah kehidupan Desa Pakraman
diluar kehidupan Desa Dinas yang berpedoman pada hukum nasional/negara.
Awig-awig berasal dari kata "wig" yang artinya rusak sedangkan "awig"
artinya tidak rusak atau baik. Jadi awig-awig dimaknai sebagai sesuatu yang
menjadi baik. Secara harfiah awig-awig memiliki arti suatu ketentuan yang
mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat untuk mewujudkan tata
kehidupan yang ajeg di masyarakat (Surpha, 2002:50).
Karakteristik yang dapat ditemui dalam awig-awig diantaranya adalah:

8
1. Bersifat sosial religius, yang tampak pada berbagai tembang-tembang,
sesonggan dan pepatah-petitih. Untuk membuat sebuah awig-awig harus
menentukan hari baik, waktu, tempat dan orang suci yang akan
membuatnya, hal ini dimaksudkan agar awig-awig itu memiliki kharisma
dan jiwa/taksu.
2. Bersifat konkret dan jelas artinya disini hukum adat mengandung prinsip
yang serba konkret, nyata, jelas dan bersifat luwes.
3. Bersifat dinamis, hukum adat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
4. Bersifat kebersamaan atau komunal. Dalam hukum adat Bali tidak
mengenal yang namanya Hakim menang kalah, namun yang ada adalah
hakim perdamaian.
5. Karakteristik lainnya dari awig-awig yakni tidak seperti hukum nasional
atau hukum barat yang jarang mengakomodir dimensi sosiologis, hukum
adat sebaliknya lebih mengakomodir dimensi sosiologis.
Jenis-jenis sanksi adat yang yang diatur dalam awig-awig maupun pararem antara
lain:
1. Mengaksama (minta maaf)
2. Dedosaan (denda uang)
3. Kerampang (disita harta bendanya)
4. Kasepekang (tidak diajak bicara) dalam waktu tertentu
5. Kaselong (diusir dari desanya)
6. Upacara prayascita (upacara bersih desa)
2.4 Unsur-unsur Hukum Adat
Hukum adat memiliki unsur – unsur, diantaranya
1. Tingkah laku yang selalu dilakukan oleh msayarakat dalam koleompok
tertentu secara konsisten
Yang dimaksud dalam hal ini ialah tingkah laku atau kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri lalu terjadi suatu pelanggaran pada
kebiasaan tersebut sehingga melahirkan suatu hukum kebiasaan tidak tertuis
yang biasa disebut hukum adat.
2. Memiliki nilai yang sacral

9
Dikatakan memiliki nilai yang sacral karena hukum adat itu sendiri
berasal dari kebiasaan kebiasaan masyarakat yang dimana kebiasaan
tersebut diwariskan turun temurun yang kemudian berbentuk hukum yang
tidak tertulis atau hukum adat. Maka dari itu Hukum adat memiliki unsur
yang sacral karena berasal dari leluhur atau nenek moyang yang mewarisi
hukum tersebut.
3. Adanya ikut campur dari keputusan sang kepala adat
Satu perbedaan antara hukum adat dan hukum tertulis adalah bahwa,
sementara yang pertama tidak direduksi menjadi tulisan, yang pertama
adalah yang terkodifikasi, hukum adat beralih dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui kebiasaan, peribahasa dan lain-lain. Masyarakat yang
tidak memiliki catatan tertulis, atau tulisan apa pun, kebiasaan operatif suku
harus bergantung pada keakuratan, keandalan, dan memang kejujuran dari
kenangan mereka, terutama kepala suku dan tetua yang diabadikan. Dengan
demikian, kesalahan falibilitas memori manusia saja harus menjelaskan
banyak erosi bertahap dari akresi pada tubuh hukum adat.
4. Memiliki Sanski Hukum
Dalam kehidupan masyarakat, hukum adat memiliki sanksi yang
berbeda-beda tiap daerah. Seperti contohnya di Bali yang
mengklasifikasikan sanksi adat menjadi tiga yang biasa disebut dengan tri
danda (tiga sanski) yang terdiri dari: Arta Danda yakni sanksi berupa harta
benda atau benda-benda materiil. Kedua Sangaskara Danda yakni sanksi
berupa pelaksanaan upacara tertentu, sesuai dengan ajaran agama Hindu.
Dan yang ketiga yakni Jiwa danda yakni sanksi berupa penderitaan jasmani
dan rohani/jiwa.
5. Tidak Tertulis
Hukum tidak tertulis adalah juga hukum kebiasaan, salah satu
contoh hukum tidak tertulis adalah hukum adat Indonesia. Menurut R.
Soepomo, Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis yang meliputi
peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh pihak yang berwajib, tetapi
ditaati masyarakat berdasar keyakinan bahwa peraturan tersebut
mempunyai kekuatan hukum. Kebiasaan atau tradisi adalah sumber hukum
yang tertua, sumber dari mana dikenal atau dapat digali sebagian dari

10
hukum di luar undang-undang, tempat kita dapat menemukan atau menggali
hukumnya.
Soerodjo Wignjodipoero, S.H. : Hukum adat memiliki 2 unsur, yakni: unsur
kenyataan dan unsur psikologis.
 Unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu di
indahkan oleh masyarakat hukum adat.
 Unsur psikologi, terdapat keyakinan pada rakyat, menurut mereka adat
dimaksud memiliki kekuatan hukum.
2.5 Hubungan Hukum Adat dengan Kebudayaan
Hukum adat merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari dari sebuah
kebudayaan masyarakat Indonesia. Sebelum penerapan hukum kolonial di
Indonesia, nenek moyang kita sudah menganut sistem hukum tersendiri. Meski
hukum adat yang berlaku di Indonesia dengan unsur kebudayaan lebih bersifat
lokal, tetapi dibalik kelokalannya hukum adat mampu mengakomodasi bahkan
memperutuh sifat kebhinekaan bangsa ini.
Dengan kata lain, hukum adat merupakan refleksi gagasan kebudayaan
yang terdiri atas nilai budaya, norma, dan aturan – aturan yang saling berkaitan satu
sama lain yang dengannya menjadi satu sistem dan memiliki sanksi.
Menurut Koentjaraningrat, ada tiga wujud kebudayaan:
1. Wujud ideal: Suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma –
norma, dan aturan – aturan.
2. Wujud kelakuan: Sebagai suatu kompleks dari aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud fisik: Sebagai benda hasil karya manusia.
Selanjutnya, adat dalam kebudayaan terbagi atas empat tingkatan, yaitu :
1. Nilai Budaya:
 lapisan yang paling abstrak.
 luas ruang lingkup
 ide – ide yang mengkonsepsikan hal – hal yang bernilai, salah satunya
kebudayaan masyarakat.
 berakar dalam bagian emosional dari alam jiwa manusia.
Contohnya: Nilai budaya dalam masyarakat Indonesia yaitu gotong royong.

11
2. Nilai Norma:
 Nilai budaya yang telah dikaitkan kepada peranan – peranan dari
manusia – manusia dalam masyarakat
 Merupakan pedoman manusia dalam hal memainkan peranan dalam
masyarakat.
Contohnya: Peran antara atasan >< bawahan , atau Guru >< Murid
3. Tingkat Hukum:
 Norma yang terang batas ruang lingkupnya.
 Mengatur suatu aspek tertentu dalam kehidupan masyarakat.
 Lebih banyak jumlah norma - norma yang menjadi pedoman.
Contohnya : Hukum adat.
4. Aturan Hukum:
 Hukum yang mengatur aktivitas yang sangat jelas dan sangat terbatas
ruang lingkupnya
 Lebih konkret sifatnya.
Dengan demikian, tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan. Maka, betapa
pun sederhananya masyarakat itu, setiap masyarakat itu, setiap masyarakat secara
pasti memiliki nilai – nilai dan norma – norma atau kaidah. Salah satu norma yang
ada dalam suatu masyarakat ialah norma yang terwujud dari perilaku masyarakat
yang dilakukan secara berulang – rulang dalam pola perilaku yang sama, yang
dikenal dengan norma adat atau hokum adat.
Secara antropologis, hokum yang merupakan perwujudan dari kebudayaan
manusia itu pada dasarnya merupakan konkretisasi dari cara berpikir masyarakat
yang bersangkutan. Bushar Muhammad mengemukakan bahwa hukum yang
terdapat di masyarakat, menjadi cerminnya.
Begitu pula dengan hukum adat Indonesia. Sama halnya dengan semua
sistem hukum lain di dunia ini , maka hukum adat itu senantasiasa tumbuh dari
kehidupan yang nyata, cara hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan
dimana hukum adat itu berlaku. Dengan demikian, melakukan studi tentang hukum
adat berarti melakukan studi terhadap cara hidup serta pandangan hidup yang
merupakan refleksi dari cara berpikir dan struktur kejiwaan suatu masyarakat yang
keseluruhannya merupakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang dipaparkan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan
Sifat hukum adat ada lima, yang pertama bersifat tradisional, bersifat dinamis,
bersifat terbuka, bersifat sederhana, dan yang terakhir bersifat musyawarah dan
mufakat. Selain itu hukum adat juga memiliki corak dan sistem diantaranya
bercorak Relegiues-Magis, bercorak Komunal atau Kemasyarakatan, bercorak
kontan dan bercorak konkrit. Sedangkan sistemnya ada bermacam macam yang
dimana salah satunya medekati system hukum Inggris dan lain sebagainya. Pada
Pelembagaan Hukum adat terdapat banyak pelembaagaan namun hanya
menyebutkan pada wilayah Aceh dan Bali saja. Seperti pada wilayah Aceh
memiliki pelembagaan adat yang disebut dengan Gampong dan Mukim. Unsur-
unsur hukum adat ada lima diantaranya Tingkah laku yang selalu dilakukan oleh
msayarakat dalam koleompok tertentu secara konsisten, Memiliki nilai yang sacral,
Adanya ikut campur dari keputusan sang kepala adat, Memiliki Sanski Hukum, dan
yang terakhir tidak tertulis. Lalu hubungan hukum adat dengan kebudayaan yakni
hukum adat yang berlaku di Indonesia dengan unsur kebudayaan lebih bersifat
lokal, tetapi dibalik kelokalannya hukum adat mampu mengakomodasi bahkan
memperutuh sifat kebhinekaan bangsa ini. Hukum adat merupakan refleksi gagasan
kebudayaan yang terdiri atas nilai budaya, norma, dan aturan – aturan yang saling
berkaitan satu sama lain yang dengannya menjadi satu sistem dan memiliki sanksi.
3.2 Saran
Pemerintah dan seluruh masyarakat hukum adat seyogyanya saling bahu-
membahu untuk mempertahankan dan melestarikan hukum adat. Karena hukum
adat merupakan aturan yang hidup dari nilai-nilai yang baik dan luhur, sehingga
keberadaannya di Indonesia patut diperjuangkan. Selain itu, hukum adat merupakan
hukum yang sudah ada, dan merupakan aturan asli yang berasal dari komunitas
masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat adalah hukum asli Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA
Masturi, Suriyaman. 2014. Hukum Adat Dahulu, Kini dan Akan Datang. Jakarta:
Prenamedia Group.
Putra, Irmawan Hadi. 2019. Hukum Adat Indonesia, Sifat & Corak. 09 Mei. Diakses
Februari 20, 2020. https://www.plengdut.com/2019/09/hukum-adat-
indonesia-sifat-corak.html.
Wibowo, Heri. 2011. Sifat-Sifat Hukum Adat Indonesia. 14 Maret. Diakses Februari
20, 2020. http://bowolampard8.blogspot.com/2011/08/sifat-sifat-umum-
hukum-adat-indonesia_12.html.
Manis, Si. 2017. Pengertian Hukum Adat, Ciri-Ciri, Unsur-Unsur dan Contoh
Hukum Adat Terlengkap. 30 April. Diakses Februari 20, 2020.
https://www.pelajaran.co.id/2017/30/pengertian-hukum-adat-ciri-ciri-
unsur-unsur-dan-contoh-hukum-adat.html.

14

Anda mungkin juga menyukai