Anda di halaman 1dari 14

A.

Konsep Pengelolaan Sampah


Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan
sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya.Dari sudut
pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah
tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah
tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit.
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani
sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar,
kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah,
pengumpulan sampah, transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir.
Pengelolaan sampah merupakan semua kegiatan yang bersangkut paut dengan
pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi,pengolahan
dan pemrosesan akhir/pembuangan sampah, dengan mempertimbangkanfaktor
kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan
faktorfaktorlingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respons masyarakat.
Menurut UU no 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah didefinisikan
sebagaikegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputipengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan meliputi:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.

Sedangkan kegiatan penanganan meliputi :

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuaidengan jenis,


jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah darisumber
sampah ke tempat penampungan sementara (TPS) atau tempatpengolahan sampah
3R skala kawasan (TPS 3R), atau tempat pengolahansampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/ataudari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahansampah 3R terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempatpengolahan sampah terpadu
(TPST);
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlahsampah;
dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampahdan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secaraaman.

ASPEK PENGELOLAAN SAMPAH


Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5
(lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis
operasional , aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek
bembiayaan, aspek peran serta masyarakat.
Kelima aspek tersebut di atas ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.Dari
gambar tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis
operasional, organisasi, hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling terkait,
tidak dapat berdiri sendiri.

Gambar 2.1
Skema Manajemen Pengelolaan Sampah
1. Aspek Teknik Operasional
Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol
pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan
pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan
lingkunganAspek Teknis Operasional dapat dibagi lagi atas 6 elemen fungsi
(aspek) yaitu penimbulan (waste generation), penanganan yang terdiri dari
pemisahan,penyimpanan dan prosesing di tempat (waste handling, separation,
storage andprocessing at the source), pengumpulan (collection), pemindahan dan
pengangkutan(transfer and transport), pemisahan, prosesing dan transformasi
(separation andprocessing and transformation), dan pemrosesan akhir (disposal).

Gambar 2.2
Faktor-Faktor dalam pengelolaan sampah

Penanggung jawab pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh dinas-


dinasterkait seperti Dinas Kebersihan.Pengelolaan oleh dinas-dinas terkait ini
dimulai daripengangkutan sampah sampai pemrosesan akhir sampah. Untuk
sumber sampah danpengumpulan di sumber sampah adalah menjadi tanggung
jawab pengelola yaitu:
1) Swasta/developer dan atau;
2) Organisasi kemasyarakatan.
3) Sampah B3-rumah tangga ditangani khusus oleh lembaga tertentu
Pola operasional dalam pengelolaan sampah ini secara konvensional
dapatdilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3
Teknis Operasional Pengelolaan Sampah

a. Penimbulan sampah (solid waste generated)


Penimbulan sampah meliputi aktifitas pembuangan sampah yang
dikumpulkan disuatu tempat oleh pemiliknya.Penimbulan sampah ini dapat
berasal dari sampah rumah tangga, pertokoan, maupun perusahaan yang
biasanya telah disediakan tempat pembuangan sampahnya.
b. Penanganan : pemisahan, penyimpanan dan prosesing di tempat (waste
handling, separation, storage and processing at the source)
Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap
sampah yang dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat
pembuangan.Kegiatan ini bertolak dari kondisi di mana suatu material yang
sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, seringkali masih memiliki nilai
ekonomis.Penanganan sampah ditempat, dapat memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penanganan sampah pada tahap selanjutnya.
Wadah sampah individual (disumber) disediakan oleh setiap penghasil
sampahsendiri sedangkan wadah komunal dan pejalan kaki disediakan oleh
pengelola danatau swasta.spesifikasi wadah sedemikian rupa sehingga
memudahkanoperasionalnya, tidak permanen dan higienis. Akan lebih baik
apabila adapemisahan wadah untuk sampah basah dan sampah
kering.Pengosongan sampah dari wadah individual dilakukan paling lama 2
hari sekalisedangkan untuk wadah komunal harus dilakukan setiap hari.
c. Pengumpulan (collection)
Pengumpulan sampah dari sumber dapat dilakukan secara langsung
denganalat angkut (untuk sumber sampah besar atau daerah yang
memilikikemiringan lahan cukup tinggi) atau tidak langsung dengan
menggunakangerobak (untuk daerah teratur) dan secara komunal oleh
mayarakat sendiri(untuk daerah tidak teratur).Penyapuan jalan diperlukan
pada daerah pusat kota seperti ruas jalan protokol,pusat perdagangan, taman
kota dan lain-lain.
Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai
dari tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara.
Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu
pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
- Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian
diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke
TPA.

Gambar 2.4
Pola pengambilan sampah individual tak langsung

- Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat
penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah
yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa
proses pemindahan.
Gambar 2.5
Pola pengumpulan sampah komunal

d. Pemindahan dan Pengangkutan (transfer and transport)


Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat
pembuangan akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah
adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container
pengangkut dan atau ram dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002).
Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan
sampai sampah tersebut bercampur kembali.
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah
dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber
sampah ke tempat pembuangan akhir.Berhasil tidaknya penanganan sampah
juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan.Pengangkutan
sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi
alat pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat.Tujuan
pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat
pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan
permukiman.
e. Pemisahan, Prosesing dan Transformasi (separation and processing and
transformation)
Pengolahan sampah dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah
yangharus dibuang ke TPA serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan
prasaranadan sarana persampahan.Teknologi pengolahan sampah dapat
dilakukan melalui pembuatan kompos,pembakaran sampah secara aman
(bebas COx, SOx, NOx dan dioxin),pemanfaatan gas metan dan daur ulang
sampah.Khusus pemanfaatana gasmetan TPA (landfill gas), dapat masuk
dalam CDM (clean development mechanism) karena secara significan dapat
mengurangi emisi gas rumah kacayang berpengaruh pada iklim global.
Skala pengolahan sampah mulai dari individual, komunal (kawasan),
skala kotadan skala regional.Penerapan teknologi pengolahan harus
memperhatikan aspek lingkungan,dana, SDM dan kemudahan operasional.
f. Pemrosesan akhir (disposal).
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk
membuangsampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih
lanjut.Prinsip pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah
domestik di suatu lokasi pembuangan akhir.Jadi tempat pembuangan akhir
merupakan tempat pengolahan sampah.
2. Aspek Kelembagaan
Kelembagaan yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah
kelembagaan yang sesuai dengan amanat PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, PP41/2007 tentang Pemerintahan Daerah, PP 23/2004
tentang Pengelolaan KeuanganBadan Layanan Umum, serta Permendagri
61/2009 tentang Pola PengelolaanKeuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Perangkat peraturan tersebut di atasdigunakan sebagai dasar untuk meningkatkan
kelembagaan pengelolaan sampah,antara lain :
a. Memisahkan regulator dan operator pengelola sampah, misalnya
membentuk UPTDatau kerjasama dengan swasta sebagai operator;
b. Peningkatan kualitas SDM melalui training dan rekruitmen SDM untuk
jangkapanjang sesuai dengan kualifikasi bidang keahlian
persampahan/manajemenkarena struktur organisasi mencerminkan tugas
dan tanggung jawab yang jelasdalam kegiatan-kegiatan penanganan sampah
yang harus senantiasa ditunjangdengan kapasitas serta kualitas SDM yang
memadai;
c. Untuk pengelolaan sampah lintas kabupaten/kota, dapat dibentuk
lembagapengelola di tingkat provinsi, sedangkan untuk pengelolaan sampah
lintas provinsi,dapat dibentuk lembaga pengelola di tingkat nasional.
Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan,
mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang
lingkup bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi
dalam sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang sangat penting
meliputi: struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta
koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan pengelola.
Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai
sesuaidengan lingkup tugasnya.Untuk sistem pengumpulan jumlah personil
minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem
pengangkutan, system pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000
penduduk.
3. Aspek Pembiayaan
Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional
pengelolaansampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan,
transfer dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam
pengelolaan sampah perkotaan memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian
diharapkan sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana
sendiri dari retribusi.
Pembiayaan yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah :
- Investasi yang lebih memadai yang didasarkan pada kebutuhan dan
peningkatansarana prasarana, kapasitas SDM, serta kampanye dan edukasi
bidangpersampahan;
- Biaya operasi dan pemeliharaan yang mencukupi untuk kebutuhan
pengoperasiansarana prasarana persampahan yang perhitungannya
didasarkan pada kebutuhanalternatif pengoperasian seluruh kegiatan
penanganan sampah dari sumber sampaiTPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
sampah untuk jangka panjang;
- Tarif atau retribusi yang disusun berdasarkan struktur/klasifikasi wajib
retribusi(cross subsidi), kemampuan daerah, kemampuan masyarakat yang
dapatmencukupi kebutuhan operasional pengelolaan sampah (mengarah pada
pola costrecovery);
- Penerapan pola insentif dan disinsentif bagi para pelaku yang terlibat
dalampengelolaan persampahan;
- Pendapatan dari penarikan tarif atau retribusi harus terkoordinasi dan
tercatatsecara baik dan transparan serta diinvestasikan kembali untuk
kepentinganpengelolaan sampah.
Menurut SNI – T-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan
SampahPerkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya
operasional dan pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya
pengelolaan dari biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut :
 biaya pengumpulan 20 % - 40 %
 biaya pengangkutan 40 % - 60 %
 biaya pembuangan akhir 10% - 30 %
Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%)
dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara
lain: penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum.
Sedangkan dana pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkan.
4. Aspek Peraturan/ Hukum
Berbagai Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah sampai
dengan Standar Nasional Indonesia sudah dikeluarkan termasuk Undang-Undang
No. 18 Tahun2008 Tentang Pengelolaan Sampah, dengan demikian diharapkan
pengelolaan sampahdapat dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu
ke hilir agar memberikanmanfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan
aman bagi lingkungan, sertadapat mengubah perilaku masyarakat; secara efektif
dan efisien.
Hukum dan peraturan yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah :
- Pemerintah daerah memiliki Perda yang terdiri dari Perda Pembentukan
Institusi,Perda Ketentuan Penanganan Persampahan dan Perda Retribusi,
dimana substansimateri Perda harus cukup menyeluruh, tegas dan dapat
diimplementasikan untukjangka panjang (20 tahun);
- Penerapan Perda tersebut perlu didahului dengan sosialisasi, uji coba
dikawasantertentu dan penerapan secara menyeluruh. Selain itu juga
diperlukan kesiapanaparat dari mulai kepolisian, kejaksaan dan kehakiman
untuk penerapan sanksiatas pelanggaran yang terjadi;
- Evaluasi Perda perlu dilakukan setiap 5 tahun untuk menguji tingkat
kelayakannya.
Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa
peraturanperaturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan
persampahan yang meliputi:
 Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan.
 Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan.
 Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan
kebersihan
Peraturan–peraturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab
pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan
dan pembayaran retribusi.
5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah
suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses
dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan
sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia
untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat
guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan.
Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan
sampah antara lain: pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas
pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan
kerja bakti, penyediaan tempat sampah.
B. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiridan lingkungannya.Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi
apabila warganya ikut berpartisipasi.
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai
rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, belum ada
definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila dilihat secara
lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya, kemampuan dan
akses terhadap sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang pengertian
pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki
komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat.
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses
pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan
kebebasan bertindak. Sedangkan Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan
mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power”
(kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.
Payne (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan
untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk
mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan
diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan.. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui
kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui
usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber lainnya
dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan
eksternal.
Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007 tentang Kader Pemberdayaan
Masyarakat, menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang
digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan
kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara (Pasal 1 , ayat (8) ).
Inti pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk
mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.
b. Proses Pemberdayaan
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan
pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya.
Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer
dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan
sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apayang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”.
Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:
1. Mampu memahami diri dan potensinya,mampu merencanakan (mengantisipasi
kondisi perubahan ke depan)
2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri
3. Memiliki kekuatan untuk berunding
4. Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan, dan
5. Bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan,
memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative,
mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan
menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengansituasi. Proses
pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang
diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan
partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.
Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila
kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau
dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan
hanya penerima manfaatatau obyek saja.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan
sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan
proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).
Proses pemberdayaan bukan suatu yang instant, namun membutuhkan waktu dan
energi dalam pendekatannya, produk dari proses pemberdayaan adalah penyadaran
akan bakat/kemampuan, kemandirian, dan komitmen.

c. Tujuan dan Tahapan Pemberdayaan masyarakat

Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggungjawab utama


dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat
berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud
dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama,
kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip
pemberdayaan.
Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa
tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk
individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian
berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian
masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai
dengan kemampuan memikirkan, memutuskan sertamelakukan sesuatu yang
dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan
mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.
Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif,
psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material.
Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh
pengetahuan dan wawasan seseorang dalam rangka mencari solusi atas permasalahan
yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang
terbentuk dan diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pemberdayaan
masyarakat. Kondisi afektif adalah merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu
yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan
perilaku. Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan keterampilan yang
dimiliki masyarakat sebagai upaya mendukung masyarakat dalam rangka melaku-kan
aktivitas pembangunan.
Pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan dengan mengikutkan mereka
dalam perencanaan program-program pembangunan, dan menyertakan mereka
sebagai pelaku aktif proses perubahan yang dilakukan. Untuk itu mereka perlu
mempunyai akses terhadap informasi tentang berbagai hal yang menyangkut
kehidupan mereka, mendorong mereka mengorganisasikan diri dalam kelompok-
kelompok yang mampu menyuarakan kepentingan dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi secara mandiri. Upaya pemberdayaan masyarakat perlu didukung oleh
pelaku-pelaku yang profesional, yang mempunyai kemampuan, komitmen dan
perhatian pada masyarakat terutama bagi masyarakat yang relatif kurang pendidikan.
Berbagai teknik dan bentuk-bentuk prasarana dan sarana serta pola-pola pelayanan
khusus perlu diciptakan.
Perubahan-perubahan yang dihasilkan oleh upaya-upaya pemberdayaan
masyarakat lambat laun diharapkan akan meningkatkan kualitas kehidupan mereka,
menjadikan mereka lebih berdaya, mampu melepaskan diri dari keterbelakangannya,
dan menjadi masyarakat yang maju dan mandiri
Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat,
memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan
yang lebih baik secara berkesinambungan.
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,
aktor- aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi
pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan
kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat
yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian
layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat,
komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan
dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati (Sutoro
Eko, 2002)

Anda mungkin juga menyukai