Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PEMBAHASAN

Sebelum membahas Hiperbilirubinemia, maka perlu diketahui dulu tentang ikterus pada
bayi. Karena itu merupakan salah satu tanda Hiperbilirubinemia yang dapat diketahui oleh
seorang perawat sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang.

A. Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sklera dan
organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah. dan ikterus
sinonim dengan jaundice.
Heperbilirubinemia adalah : peningkatan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang
ditunjukan dengan ikterik .

1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats
(2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
 Timbul pada hari kedua – ketiga
 Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
 Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak mempunyai dasar patologis

2. Ikterus Pathologis/hiperbilirubinemia

Ikterus pa thologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar


konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis
atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Menurut Surasmi (2003) bila :


 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam

1
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan
sepsis)
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah.

b. Menurut tarigan (2003), adalah


Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan
15 mg %.

3. Kern Ikterus

Kern Ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit
hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

 Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu
bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut.

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.

2
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis,
Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. Manifestasi Klinis

Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi
dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah
tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak
mencapai tingkat patologis.

D. Insidentil :

1. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir  minggu I


2. Kejadian ikterus  60 % bayi cukup bulan & 80 %  kurang bulan
Perhatian utama  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin  > 5mg/dl
dalam 24 jam.
3. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
- Proses hemolisis darah
- Infeksi berat
- Ikterus > 1 mgg serta bilirubin diketiak > 1 mgg / dl.l

3
E. Komplikasi
Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak dengan gambaran klinik :
1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. tak mau menghisap
4. tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
6. dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.

A. WOC (Web of Caution)

Destruksi Sel Darah Merah

Protein plasma Bilirubin Hemoglobin

Akumulasi Globin Heme


Kejaringan

Joundice Iron - Unkonyugasi bilirubin


- Glukoronic acid
Konyugasi dari hati  enzim glucoronil transferase
Konyugasi bilirubin
Glukoronicle

Empedu

Ekskresi Penyuatuan bilirubin, urobilinogen & sterkobilin

Bilirubin Urobilinogen
menurun menurun Ekresi (warna) pada feses
dalam feses dalam urine dan urine.
G. Pemeriksaan penunjang :

4
1. Bilirubin serum , indirek dan indirek : peningkatan bilirubin diatas 10 mg/dl pada bayi
aterm atau 12 mg/dl padda BBLR
2. Golongan darah ibu dan bayi, serologi darah tali pusat.
3. Hb dan HCT : Hb kurang dari 14 gr persen dan HCT kurang dari 42 persen menandakan
adanya proses hemolitik. Hb dari tali pusat kurang dari 12 g/dl indikasi diperlukaannya
transfusi tukar.
4. Protein total.
5. Leukosit darah untuk memantau adanya infeksi
6. BJ urine
7. comb test [ indirek dan direk ]

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan Utama : Mengendalikan kadar billirubin serum tidak mencapai nilai 
kernikterus/ensefalopati biliaris.
Dengan cara merangsang terbentuk glukoronil transferase  pemberian obat luminal.
Untuk menghambat metabolisme billirubin:
- Pemberian substrat.
- Pemberian kolesteramin (mengurangi sirkulasi enterohepatik).
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak
mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati
penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat
dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat
seperti luminal. agar Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi
sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan
kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan
efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam
gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan
kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya
diperbaiki.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin

5
 Metode therapi pada hiperbilirubin meliputi:
Fototerapi, Transfusi pengganti, Infus Albumin dan terapi obat.

1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti
untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim
ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum
untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984).
Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan
Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi
dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan
Berat Badan Lahir Rendah.

2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

6
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah
merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2


hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan
antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan
pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek
sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.

 Jenis-jenis Ikterus menurut waktu terjadinya / Penggolongan


Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sbb:
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
 Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
 Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:


 Kadar Bilirubin Serum berkala.
 Darah tepi lengkap.
 Golongan darah ibu dan bayi.
 Test Coombs.
 Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila

7
perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


 Biasanya Ikterus fisiologis.
 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan
lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi
5mg% per 24 jam.
 Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
 Polisetimia.
 Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan
Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu
dilakukan:
 Pemeriksaan darah tepi.
 Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
 Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
 Sepsis.
 Dehidrasi dan Asidosis.
 Defisiensi Enzim G6PD.
 Pengaruh obat-obat.
 Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
 Karena ikterus obstruktif.
 Hipotiroidisme
 Breast milk Jaundice.
 Infeksi.
 Hepatitis Neonatal.
 Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
 Pemeriksaan Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan darah tepi.
 Skrining Enzim G6PD.

8
 Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang
meliputi : Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan :

9
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi,
Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga
lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

B. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi


Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran
keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan.
Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan
interpretasi data yang diperoleh.
1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output,
beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek
fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C, cek
tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan
hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi
setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.

10
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan
orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan
perasaannya.

5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang


diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala
untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses
terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi
dirumah.

6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi


Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain
yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan
bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8
jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap
memberikan perawatan.

7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar


Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum
tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang
akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah
tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit;
apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program.

11
A. Aplikasi Discharge Planing.
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin
(seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua
dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama
perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.

Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam
perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar
bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal
mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
 Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
 Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar
kulit yang rusak.
 Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban
kulit.
 Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
 Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan
lecet karena gesekan
 Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan
yang lama, garukan .
 Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan
bak.
 Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit,
capilari reffil.

 Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :

1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38  celsius)

12
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak
dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
 letargi ( bayi sulit dibangunkan )
 demam ( suhu > 37  celsius)
 muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
 diare ( lebih dari 3 x)
 tidak ada nafsu makan.
12. Keamanan
 Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting)
yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
 Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
 Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau
sarana lainnya.
 Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. PENGKAJIAN

13
IDENTITAS

Nama : By Temu Tgl. MRS : 12 – 7 - 2002

Umur : 12 hari Diagnosa : NA + Ikterus Neonatorum

Jenis kelamin : Laki

BB MRS : 2700 mg PB : 48 cm

Identitas orang tua

Nama Ayah : Supriandono

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Swasta

Nama Ibu : Ny temu

Umur : 27 Tahun

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Pasar Bunga Kayun 35 – 36 Surabaya

Riwayat Keperawatan

1. Keluhan Utama : Ikterus dan post sepsi

2. Riwayat Keperawatan Sebelumnya

a. Pre Natal : dan tidak pernah minum obat/jamu selain yang


diberikan dokter. Selama hamil tidak pernah ada keluhan yang berarti dari
kehamilannya

b. Natal : Lahir pada tanggal 12 Juli 2002 di IRD dengan


SC. Letak lintang. Ketuban pecah dini 1 jam 27 menit sebelum bayi lahir dengan
warna jernuh. Apgar Score 357, BBL = 2700 PB 48 cm, LK = 34 cm, LD = 31 cm.
Lahir dengan aspiksia berat dn ikterus

c. Post natal : bayi dikirm ke neonatology karena ikterus dan


asfiksia berat.

3. Riwaat keperawatan saat ini


Saat ini dalam perawatan diruang neonatology , sedang dalam terapi sinar. Reflek
mengisap membaik, O2 terus terpasang 1 l/mnt,.Menangis kuat. Bayi masih kelihatan

14
lemah. Kuning diseluruh tubuh masih kleihatan. Bayi dipasang infus D 10 % 250 cc/ 24
jam. Sementara dipuasakan

4. Pemeriksaan fisik
K/u lemah, reflek menggenggam lemah, reflek mengisap kuat, reflek menangis kuat,
reflek moro ( +) Tonus otot cukup. Tanda vital : Nadi : 140 x/mnt, RR = 44 x/mnt, suhu =
36 ,7 C

Kepala

Rambut hitam, tipis, chepal hematom (- ) Caput sedanium (-), muka bentuk oval, simetris .
Ikterus ( + )

Mata

Kemerahan (-) Iktrus (+) selama foto terapi mata ditutup dengan kaca mata hitam

Hidung

Skret ( - ) , gerakan cuping hidung ( - ), terpasang O2 pernasal

Mulut

Bibir merah, lidah bersih, cianosis ( -) . Mengisap ( minum) kuat . Menangis kuat.
Moniliasis ( - )

Telinga : Tak dijumpai kelainan

Leher: Tak ditemukan kelainan

Dada : Bentuk simetris, Rhonci / wheezing ( - / - ). Retraksi (- ) , ikterus ( + ) kulit dada


banyak mengelupas.

Abdomen

Talip usat belum kering, triplede diberikan ( + ) Kembung ( -)peristaltic ( +) gerakan


seirama nafas, hepar tak teraba, ikterus ( + )

Genetalia

Tak ditemukan kelainan. Skrotum sudah turun, selam terapi sinar selalu di tutup dengan
popok BAK kekuningan 5-6 x/hari

Rectum

Tak ditemukan kelainan.

Ekstremitas

15
Reflek menggenggam lemah, reflek moro ( +) Tonus otot cukup.Pergerakan lemah, iktrus
( + ). Akral hangat

Pemeriksaan neurologis

Kejang ( - ), epistotonus ( - )

Integumen

Turgor cukup, kelelmbaban cukup, lesi ( - ) ikterus ( + ) kremer 3

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium tgl 15 Juli 2002

Bilirubin total = 22 mg mg%

GDA = 70

Hb = 18.4 mg %

Leukosit = 74000

SE = 65

Gol Darah =O

CRP = 0,6 ( negatif)

Tgl 16 Juli 2002

Bilirubin total = 18

Tgl 17 juli 2002

Bilirubin total = 14

Terapi yang diperoleh

Infus D 10 % 250 cc/24 jam

Sementara dipuasakan

O2 terpasang 1 ltr/mnt

Head up kepala

Fdoto terpi 24 jam

Termoregulasi, Meronem 3 x 30 mg iv

ANALISA DATA

16
NO DATA KEMUNGKINAN MASALAH
PENYEBAB
Foto terapi
1. S:- Resiko tinggi
O : Ikterus ( + ) Bil total 22 mg% perubahan suhu
Pemajanan
mulai jam 00 WIB dilakukan foto badan
langsungpanas/sinar
terapi. Posisi terlentang. Suhu badan
36.5 0 C. turgor cukup. BB 2650 gr.
Resiko Panas tubuh
meningkat
Melebihi batas normal
Foto terapi
2 S:- Resiko injury
O : Ikterus ( + ) Bil total 22 mg%
Pemajanan
mulai jam 00.00 WIB dilakukan foto
langsungpanas/sinar
terapi. Posisi terlentang. Kedua mata
ditutup dengan kaca mata hitam serta
Cedera mata/genetlia
kemaluan di kenakan popok. Suhu
badan 36.5 0 C. turgor cukup. BB 2650
gr. Posisi tidakpernah dirubah selama
foto terapi
Ikterus
3 S;- Resiko
Phototerapi
O : : Ikterus ( + ) Bil total 22 mg% kerusakan
(bil. Kult  ) intgeritas kulit
Suhu badan 36.5 0 C. turgor cukup. BB
2650 gr. Kulit dada tampak banyak
Gatal kulit
mengelupas
kering

Integritas berubah/rusak

Foto terapi
4 S:- Resiko devisit
volume cairan
O : Sementara dipuasakan. Infus d10% Pemajanan
tubuh
250 cc/24 jam. Turgor cukup. Tx langsungpanas/sinar
Photo terapi I sedang berjalan
dimulai jam 00.00 . Suhu badan Peningkatan Penguapan
36.7 C. Nadi 120 x/mnt
Kehilangan volume cairan
berlebihan

17
Intake tidak seimbang (puasa)

Devisit volume cairan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
2. Resiko devisit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan penguapan
sekunder foto terapi
3. Resiko perubahan suhu badan (Peningkatan suhu badan) berhubungan dengan
pemajanan sinar yang lama seknder foto terapi
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan denga peningkatan bilirubin dikulit
dan efek foto terapi

C. Rencana Keperawatan
Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
Tujuan ; Tidak mengalami komplikasi dari phototerapi
Criteria hasil
tidak memperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan temperatur, dan kerusakan kulit
Organ vital bayi terlindung dari sumber cahaya

Intervensi
1) Pertahankan proteksi mata dan genetalia dengan fiksasi yang memadai
R/ kontak langsung mata dangenetalia dengan sinar ultra violet dalam jangka panjang
berakibat fatal
2) Chek mata bayi setiap shift (drainase dan iritasi)
R/ mencegah keterlambatan penanganan
3) Pastikan lampu dalam kondisi siap pakai
R/ Keruakan lampu (pecah, strum meneybar ke box) dapat menimbulkan cedera baru
pada bayi
4) Observasi tadna vital klien, tanda dehidrasi, tanda hypertermi
R/ peningkatan penguapan akibat pemaparan panas terus menerus dapat berakibat
dehidrasi dan hypertermi

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan sinar (panas) yang
lama sekunder foto terapi

18
Tujuan : selama tindakan foto terapi tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria hasil
Tidak ada tanda dehidrasi
 Turgor baik
 Kelembaban kulit baik
 Mata tidak cwong
 Mukosa tidak kering

Rencana intervensi
1. Observasi tanda dehidrasi setiap jam selama fototerapi
2. Observasi tanda vital
3. berikan minum PASI 8 x 40 cc/ 24 jam 9 k/p ekstra
4. Observasi intake cairan dar infus. Pertahankan kelancaranannya
5. Observasi output urine

Resiko Perubahan suhu tubuh ( Peningkatan suhu badan) berhubungan dengan


pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi
Tujuan ; Perubahan suhu dalam batas normal
Criteria hasil
Suhu badan dalam batas 36.5 0 C – 37.5 0 C

Intervensi
1) Kontrol / obsevasi suhu badan setiap jam selama foto terapi berlangsung
R/ Perubahan suhu dapat terjadi dengan cepat akibat pemaparan sinar yang juga
sebagi sumber panas.
2) Ubah posisi bayi setiap 2 jam
R/ Pemajanan yang merata dan bergantian mengurangi resiko tidak efektifnya pusat
suhu badan
3) Hentikan/istirahatkan foto terapi bilashu diatas 38 C.
R/ Semakin lama pemajanan semakin tinggi kemungkinan perubahan suhu banan
4) Kompres basah bila suhu meningkat
R/ Pemberian kompres mengurangi / sebagai media konduksi pembuangan panas
5) Kolaborasi dokter bila panas tidak / sulit turun/ terlalu tinngi untuk
mendapatkanantipiretik
BAB IV
PENUTUP

19
Alhamdulillah, sgala puja dan puji bagi sang Khaliq yang telah melimpahkan karuniaNya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan tepat
waktu. Meskipun masih ada banyak ketidaksempurnaan yang terdapat daalam penulisam
makalah ini. Tapi, pastinya semua itu tak menyurutkan kami untuk selalu berusaha
menyempurnakan dengan tetap konsist dalam menelaah dan mendalami apa yang seharusnya
kami pelajari. Maka darinya, semangat belajar saja tak cukup untuk membuat kami terus maju.
Bimbingan, saran juga kritik selalu kami harapkan.

A. Kesimpulan

Demikianlah pembahasan dari makalah yang kami buat dan kami dapat menyimpulkan
bahwa Pada dasarnya penyakit Hiperbilirubin yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir,
dan Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran atau Timbul pada hari kedua –
ketiga. Dan Ikterus hilang pada 10 hari pertama kelahiran.
Asuhan keperawatan pada hiperbilirubinemia merupakan penatalaksanaan yang
memerlukan perhatian khusus sesuai dengan prosedur yang berlaku, apabila penangannya
tidak tepat akan menimbulkan keadaan yang lebih parah, yang dapat menimbulkan
kecacatan. Prinsip penanganan pada bayi hiperbilirubinemia dilakukan dengan mempercepat
konjugasi, mempermudah konjugasi, melakukan dekompensasi bilirubin, mengeluarkan
bilirubin dengan transfusi tukar. Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
untuk mengatasi akibat dari prosedur di atas yang dialami oleh klien.

B. Saran

Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pihak pembaca semata demi kesempurnaan
makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

 Bobak and Jansen (1984), “ Etential of Nursing”, St. Louis : The CV Mosby Company

20
 Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), ” Post Partum Nursing ”, New York: Springen
 Nelson J.P. and May, K.A.(1986), “ Comprehensive Maternity Nursing”, Philadelphia :
J.B. Lippincot Company.
 Reeder,S.J. et al.(1983), “ Maternity Nursing ”, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.

21

Anda mungkin juga menyukai