BAB 9
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN INTEGRASI NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
2. AKULTURASI
Akulturasi adalah percampuran dua macam atau lebih kebudayaan menjadi satu kebudayaan
baru denga tidak menghilangkan sifat atau ciri-ciri budaya yang asli pembentuknya. Hal ini
bisa diterapkan dalam suatu negara untuk menciptakan integrasi nasional di tengah
keragaman budaya masyarakat.
Pemerintah atau negara bisa menjadikan cara ini sebagai suatu hal yang cukup inovatif dalam
menciptakan persatuan dan kesatuan masyarakatnya. Meskipun demikian juga tetap
menghargai dan memelihari nilai-nilai budaya tertentu dengan baik sebagai bentuk identitas
budaya maupun sosial.
3. PLURALIS
Pluralis merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam masyarakat ataupun
negara. Paham ini berusaha mewujudkan integrasi nasional dengan cara memberi kesempatan
bagi semua unsur perbedaan yang ada di masyarakat untuk lebih maju dan berkembang.
Bisa dikatakan paham ini sangat demokratis dan sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia.
Usaha pemberian kesempatan untuk setiap unsur keragaman yang ada tersebut didasarkan
pada hak masing-masing komponen, sehingga semua bebas melakukannya dengan baik dan
tidak melanggar norma dan nilai persatuan dan kesatuan.
4. NORMATIF
Integrasi normatif ini terwujud karena adanya norma-norma tertentu yang telah disepakati
oleh masyarakat. Dengan berlakunya norma tersebut artinya masyarakat telah bersatu dan
sepakat untuk menjalankan dan menaatinya. Jadi, adanya norma tertentu bisa mempersatukan
masyarakat yang beragam di suatu negara.
5. INSTRUMENTAL
Integrasi nasional dalam bentuk instrumental ini terlihat sangat nyata karena memang dari
fisik orang atau masyarakat. Hal itu bisa terbentuk karena adanya kesamaan atau
keseragaman antar individu atau kelompok dalam lingkungan hidup.
6. FUNGSIONAL
Integrasi fungsional terbentuk karena adanya kesamaan fungsi tertentu dalam suatu
masyarakat. Mereka yang merasa mempunyai kesamaan fungsi atau peran cenderung mudah
bersatu dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. KOERSIF
Integrasi koersif ini terjadi karena adanya paksaan dari pihak penguasa atau pemerintah. Jadi,
sifatnya tidak secara suka rela ketika bersatu dalam suatu hal. Integrasi semacam ini pastinya
tidak bisa bertahan lama dan kuat karena memang sifatnya yang terpaksa.
3. KEINGINAN BERSATU
Tidak semua perbedaan membuat perpecahan, justru sebaliknya keragaman itu membawa
suatu masyarakat pada suatu keinginan untuk bersatu. Keinginan tersebut salah satunya
bertujuan untuk memperkuat suatu kelompok maupun negara. Mengingat persatuan
merupakan cita-cita atau nilai-nilai dalam Pancasila yang harus diterapkan dalam kehidupan.
Seperti halnya ketika terjadi peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Para pemuda
Indonesia yang berasal dari berbagai daerah, suku, dan latarbelakang bersatu mengucapkan
sumpah yang bertujuan membentuk persatuan bangsa, negara, dan bahasa Indonesia.
3. KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
Pembangunan dalam suatu negara belum tentu mengalami kemerataan. Ada beberapa daerah
atau wilayah yang masih sangat jauh dari kata sejahtera atau makmur. Demikianlah yang
disebut dengan ketimpangan pembangunan dan hal itu menjadi penghambat terciptanya
integrasi nasional.
Masyarakat yang berada di wilayah yang cukup tertinggal akibat ketimpangan pembangunan,
cenderung acuh dengan rasa persatuan nasional. Bahkan bisa membuat masyarakat tersebut
menentang pemerintah. Hal itu kemudian bisa menimbulkan perpecahan antara pemerintah
dengan masyarakat tertentu.
Agar hal itu tidak terjadi, sebaiknya pemerintah berusaha memeratakan pembangunan yang
ada, khususnya untuk daerah yang tertinggal dan terluar. Tujuannya bukan hanya untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk, namun juga untuk mempersatukan dan mempererat
hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.