Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

Obstructive Jaundice

Oleh :
Yunia Habsari
1840312726

Pembimbing :
dr. Vendry

BAGIAN ILMU BEDAH


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis bisa menyusun Case Report yang berjudul “Obstructive
Jaundice”. Grand Case ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang, Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Keberhasilan dalam penyusunan Case Report ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Vendry
selaku pembimbing beserta rekan calon sejawat yang turut membantu dalam
meyelesaikan penulisan ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada berbagai pihak yang turut membantu. Akhir kata, segala kritik dan
saran akan penulis terima demi kesempurnaan penyusunan Case Report ini.

Padang, Februari 2020

Yunia Habsari

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikterus ( jaundice) berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kuning.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa perubahan warna pada kulit dan
mukosa yang menjadi kuning karena adanya peningkatan konsentrasi
bilirubin dalam plasma, yang mencapai lebih dari 2 mg/dl. Terdapat 3 jenis
ikterus berdasarkan lokasi penyebabnya, yaitu ikterus prahepatik
(hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa), dan ikterus ekstrahepatik
(obstruktif).
Pada ikterus obstruktif, kemampuan produksi bilirubin adalah
normal, namun bilirubin yang dibentuk tidak dapat dialirkan ke dalam usus
melalui sirkulasi darah oleh karena adanya suatu sumbatan (obstruksi).
Umumnya, ikterus non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi
bedah, sementara ikterus obstruktif biasanya membutuhkan intervensi
bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. Tingkat
morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat.

1.2 Batasan Masalah


Tulisan ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi,gejala klinis
diagnosis dan tatalaksana serta telaah kasus dari obstructive jaundice.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Penulisan ini terutama ditujukan kepada dokter muda yang
nantinya akan menjadi dokter umum, sebagai ujung tombak dalam
mengenal dan menatalaksana kasus invaginasi di pelayanan kesehatan
primer.

3
1.4 Metode Penulisan
Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya
elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali
menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata,
dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43
umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk : 0-0.3 mg/dL, dan
total bilirubin: 0.3-1.9 mg/dL.1

2.2 Epidemiologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens
di Amerika Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien. Hatfield et
al, melaporkan bahwa kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena
karsinoma kaput pankreas, 8% pada batu common bile duct , dan 2% adalah
karsinoma kandung empedu.10

2.3 Etiologi
Penyebab ikterus obstruktif secara garis besar terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu ikterus obstruksi intrahepatik dan ikterus obstruktif ekstrahepatik. Ikterus
obstruktif intrahepatik pada umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau
membran kanalikuli bilier sedangkan ikterus obstruktif ekstrahepatik, terjadinya
ikterus disebabkan oleh karena adanya sumbatan pada saluran atau organ diluar
hepar. Adapun penyakit yang menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif adalah
sebagai berikut:
1. Ikterus obstruktif intrahepatik
Hepatitis, penyakit hepar karena alkohol, serta sirosis hepatis. Peradangan
intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan
ikterus.

5
2. Ikterus obstruktif ekstrahepatik
 Kolelitiasis dan koledokolitiasis. Batu saluran empedu mengakibatkan
retensi pengaliran bilirubin terkonjugasi ke dalam saluran pencernaan
sehingga mengakibatkan aliran balik bilirubin ke dalam plasma
menyebabkan tingginya kadar bilirubin direk dalam plasma.
 Tumor ganas saluran empedu. Insidens tumor ganas primer saluran
empedu pada penderita dengan kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada
penderita laki-laki dan perempuan tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata
60 tahun, tetapi tidak jarang didapatkan pada usia muda. Jenis tumor
kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus
koledokus.
 Atresia bilier. Terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, sehingga terjadi
peningkatan kadar bilirubin direk. Atresia bilier merupakan penyebab
kolestatis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak. Terdapat dua jenis
atresia biliaris, yaitu ekstrahepatik dan intrahepatik. Bentuk intrahepatik
lebih jarang dibandingkan dengan ekstrahepatik.
 Tumor kaput pankreas. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal
dari sel duktus dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis
adenokarsinoma duktus pankreas, dan sebagian besar kasus (70%) lokasi
kanker adalah pada kaput pankreas. Pada stadium lanjut, kanker kaput
pankreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum, hati,
dan kandung empedu. 10,11

2.4 Anatomi dan Fisiologi


Pengetahuan yang akurat akan anatomi hepar dan traktus biliaris, dan
hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan
hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi
anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi.2
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas
ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal
minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian

6
sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral:
bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hepar/hepar,
dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung
empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara
divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk
duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1,2
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-
hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hepar (hepatosit dan sel epitel bilier,
termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal
Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik
dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus
komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis
merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.1,2,3
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus
biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter
0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi:
supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis
kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial
melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian
kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang
membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum
secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus (75%)
untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.1,4
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut
pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang
arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau
langsung kedalam sinusoid hepatikum.2
Metabolisme bilirubin terjadi dalam tiga fase antara lain fase prehepatik,
intrahepatik dan posthepatik. Disfungsi pada salah satu atau lebih dari fase ini
dapat menimbulkan jaundice.3

7
Fase Prehepatik
Tubuh manusia memproduksi kurang lebih 4 mg/kg BB bilirubin perhari
dari metabolisme heme.Sekitar 80% dari heme merupakan hasil dari katabolisme
eritrosit, dengan 20% sisanya dihasilkan dari erithropoiesis yang tidak efektif
serta perombakan mioglobin otot dan sitokrom. Bilirubin yang terbentuk akan
ditransportasi dari plasma menuju hepar untuk dikonjugasikan dan diekskresi. 1,2
Fase Intahepatik
Bilirubin tak terkonjugasi bersifat larut lemak dan tidak larut air, dan karena
itu dapat dengan mudah melewati blood-brain barrier atau melewati plasenta. Di
dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi akan dikonjugasi dengan gula yang
dikatalis enzim glucoronosyl transferase dan akhirnya larut dalam cairan empedu.
1,2

Fase Pascahepatik
Setelah larut dalam empedu, bilirubin ditransportasikan melalui duktus
biliaris dan duktus cystic untuk disimpan sementara dalam kandung empedu, atau
melewati ampula Vater dan masuk keduodenum. Di dalam usus, sejumlah
bilirubin akan diekskresikan di dalam tinja, sementarasisanya dimetabolisme oleh
flora normal usus menjadi urobilinogen dan kemudian akan direabsorbsi.
Sebagian besar urobilinogen akan difiltrasi dari darah oleh ginjal dan
diekskresikan di dalam urin. Sebagian kecil urobilinogen diabsorbsi di dalam usus
dan direekskresi ke dalam empedu. 1,2

2.5 Patogenesis
A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi / indirek.
 Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah
merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan
meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang
menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis
intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau
hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus
yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.1,2

8
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal,
tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui
kemampuan sel hepar. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam
darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak
dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria.
Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan
peningkatan ekskresi dalam urine (warna gelap). Beberapa penyebab
ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (anemia sel sickle),
kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rhesus
Inkompatibilitas transfusi) dan malaria tropika berat.1,2
 Penurunan pengambilan hepatik
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan
memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein
penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin
dapat mempengaruhi uptake ini. 3
 Penurunan konjugasi hepatik
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi
peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena
defisiensi enzim glukoronil transferase.3

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk
Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan
eksresi bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat
disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung
ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan
masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul
hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan :
Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ),
zat yang.meracuni hepar fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hepar
multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus,
sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi

9
yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial.1
Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :
 Obstruksi saluran empedu didalam hepar. Contohnya pada kasus
sirosis hepatis, abses hepar, hepatokolangitis, tumor maligna
primer dan sekunder.
 Obstruksi di dalam lumen saluran empedu : batu empedu, askaris.
 Kelainan di dinding saluran empedu : atresia bawaan, striktur
traumatik, tumor saluran empedu.
 Tekanan dari luar saluran empedu : tumor caput pancreas, tumor
Ampula Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di ligamentum
hepatoduodenale 3,5

2.6 Diagnosis
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan
mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung
kepada apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika
ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus dipikirkan kemungkinan
adanya hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan oleh hemolisis,
sindroma Gilbert atau sindroma Crigler Najjar dan bukan karena penyakit
hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang
gelap menandakan penyakit hepar atau bilier. Jika ikterus berjalan sangat

10
progresif perlu dipikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah
sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).6
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier
atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas
(bagian kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala
keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah
mencapai kadar yang lebih tinggi, warna kuning pada sklera mata sering
memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan
(greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan
(yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatic.6
Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan
fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus
yang disertai demam dan terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise dan
nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal
menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit xanthomatous atau suatu
sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu anemia
hemolitik. 3
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hepar.
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses,
rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan,
adanya kontak dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-
obatan, suntikan atau tindakan pembedahan.6
Penyakit yang menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang
menyebabkan jaundice ‘medis’ seperti peningkatan produksi, menurunnya
transpor atau konjugasi hepatosit, atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada
penyakit yang menyebabkan jaundice ‘surgical’ melalui kegagalan transpor
bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi bilirubin
termasuk anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka
bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi
oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis virus. Kegagalan ekskresi bilirubin

11
menyebabkan kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik,
sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat disebabkan
oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker
periampular, kolangiokarsinoma, atau kolangitis sklerosing primer.
Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan antara
kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur
secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli
bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus,
anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan
radiologis non-invasif membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab
jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas
kanan dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum.
Biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis).
Serangan jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat
badan diduga sebuah keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah
kolesistektomi, batu kandung empedu menetap atau cedera kandung empedu
harus diperkirakan.1,2,6
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hepar, kandung empedu, limpa,
mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, palmar eritema
bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang
membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung
empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu
bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor. Hukum Courvoisier
“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu
kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik
tumor (tumor, ampula, duodenum, CBD), striktur kronis, atau limfadenopati
portal.6
Pemeriksaan Penunjang
Tes ini biasanya berisi beberapa tes yang dilakukan bersamaan pada
contoh darah yang diambil menurut Davey 2006 yaitu:

12
1. Alanine Aminotransferase (ALT) — suatu enzim yang utamanya
ditemukan di hepar, paling baik untuk memeriksa hepatitis. Atau
disebut sebagai SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase).
2. Alkaline Phosphatase (ALP) – suatu enzim yang terkait dengan
saluran empedu seringkali meningkat jika terjadi sumbatan.
3. Aspartate Aminotransferase (AST) – enzim ditemukan di hepar dan di
beberapa tempat lain di tubuh seperti jantung dan otot. Juga disebut
sebagai SGOT (Serum Glutamic Oxoloacetic Transaminase), dilepaskan
pada kerusakan sel-sel parenkim hepar, umumnya meningkat pada
infeksi akut.
4. Bilirubin – biasanya dua tes bilirubin digunakan bersamaan (apalagi
pada jaundice): Bilirubin total mengukur semua kadar bilirubin dalam
darah; Bilirubin direk untuk mengukur bentuk yang terkonjugasi.
5. Albumin – mengukur protein yang dibuat oleh hepar dan
memberitahukan apakah hepar membuat protein ini dalam jumlah cukup
atau tidak.
6. Protein total – mengukur semua protein (termasuk albumin) dalam
darah, termasuk berfungsi memerangi infeksi. 7
Tergantung pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin
diperlukan untuk melengkapi seperti gamma-glutamyl transferase (GGT),
lactic acid dehydrogenase (LDH) dan prothrombine time (PT).
Ada beberapa potensi disfungsi hepar di mana tes fungsi hepar disarankan
untuk dilakukan. Beberapa di antaranya adalah orang yang memiliki riwayat
diketahui atau berpotensi terpapar virus hepatitis; mereka yang merupakan
peminum berat, individu dengan riwayat keluarga menderita penyakit hepar,
mereka yang mengonsumsi obat yang kadang dapat merusak hepar 3
Tes fungsi hepar juga disarankan pada temuan tanda dan gejala penyakit
hepar, beberapa diantaranya adalah: kelelahan, kelemahan, berkurangnya selera
makan, mual, muntah, pembengkakan atau nyeri perut, jaundice, urine gelap,
tinja berwarna terang, pruritus (gatal-gatal). Pada dasarnya tidak ada tes tunggal
yang digunakan untuk menegakkan diagnosis. Terkadang beberapa kali tes
berselang diperlukan untuk menentukan jika suatu pola ada dan membantu

13
menentukan penyebab kerusakan hepar. Ketika penyakit hepar sudah
dideteksi, tes fungsi hepar biasanya tetap berlanjut secara berkala untuk
memantau tingkat keberhasilan terapi atau perjalanan penyakit.8
7. Darah Rutin
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya suatu anemia
dan juga keadaan infeksi.3,8
8. Pemeriksaan Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin
dan melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.3,8
9. Pemeriksaan Serologi Virus
IgM epatitis A adalah pemeriksaan untuk hepatitis A akut.
Hepatitis Bakut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA
hepatitis B.3,8
10. Biopsi hepar
Histologi hepar tetap merupakan pemeriksaan untuk ikterus
hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris
primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug induced).3,8
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang
pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya.
Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hepar, duktus yang
melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan
sonografi pada hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung
empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak
ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan
penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran
saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. Keuntungan lain yang
diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai kelainan
organ yang berdekatan dengan hepatobilier antara lain ginjal. 9

14
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang bermanfaat karena sebagian besar
batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus
karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hepar yang sakit.9
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography).
Dengan bantuan endoskopi melalui muara ampula Vater kontras dimasukkan
kedalam saluran empedu. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus
dapat menilai apakah ada kelainan pada muara Vater, tumor misalnya atau adanya
penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila
muara vater tidak dapat dimasuki kanul.2,9
Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran
proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus
Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan
penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke hilus hepar dan sisi kanan
pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam
saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang
dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hepar. Adanya kelainan hepar dapat
diperlihatkan lokasinya dengan tepat.2,9
Untuk diagnosis kelainan primer dari hepar dan kepastian adanya keganasan
dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak
dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat
menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.6

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya
jaundice akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa
gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis
intrahepatik, pengobatan penyebab dasarnya sudah mencukupi. 3
Pada pasien dengan kolelitiasis dapat dilakukan tindakan operatif
kolesistektomi, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu.
Kolesistektomi dapat berupa kolesistektomi elektif konvensional (laparatomi)

15
atau dengan menggunakan laparaskopi. Indikasi kolesistektomi elektif
konvensional maupun laparaskopik adalah adalah kolelitiasis asimptomatik
pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut dapat
menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang
tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu
yang besar lebih sering menyebabkan kolesistitis akut dibandingkan dengan
batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena
dihubungkan dengan kejadian karsinoma.
Tatalaksana tumor ganas saluran empedu adalah dengan pembedahan.
Adenokarsinoma saluran empedu yang baik untuk direseksi adalah yang
terdapat pada duktus koledokus bagian distal atau papilla Vater. Pembedahan
dilakukan dengan cara Whipple, yaitu pankreatiko-duodenektomi.
Tatalaksana atresia bilier ekstrahepatik adalah dengan pembedahan.
Atresia bilier intrahepatik pada umumnya tidak memerlukan pembedahan
karena obstruksinya relatif bersifat ringan. Jenis pembedahan atresia bilier
ekstrahepatik adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah transplantasi
hepar. Bedah dekompresi portoenterostomi membuka ligamentum
hepatoduodenale untuk mencari sisa saluran empedu ekstrahepatik yang berupa
jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik ini diikuti terus kearah hilus hati untuk
menemukan ujung saluran empedu yang terbuka di permukaan hati.
Rekonstruksi hubungan saluran empedu di dalam hati dengan saluran cerna
dilakukan dengan menjahitkan yeyunum ke permukaan hilus hati. Apabila
atresia hanya terbatas pada duktus hepatikus komunis, sedangkan kandung
empedu dan duktus sitikus serta duktus koledokus paten, maka cukup kandung
empedu saja yang disambung dengan permukaan hati di daerah hilus. Pada
bayi dengan atresia saluran empedu yang dapat dikoreksi langsung, harus
dilakukan anastomosis mukosa dengan mukosa antara sisa saluran empedu dan
duodenum atau yeyunum. Komplikasi pascabedah adalah kolangitis berulang
yang timbul pada 30-60% penderita yang dapat hidup lama. Kolangitis
umumnya mulai timbul 6-9 bulan setelah dibuat anastomosis. Pengobatan
kolangitis adalah dengan pemberian antibiotik selama dua minggu. Jika

16
dilakukan transplantasi hati, keberhasilan transplantasi hati setelah satu tahun
berkisar antara 65-80%. Indikasi transplantasi hati adalah atresia bilier
intrahepatik yang disertai gagal hati.
Sebelum tatalaksana tumor kaput pankreas dilakukan, keadaan umum
pasien harus diperbaiki dengan memperbaiki nutrisi, anemia, dan dehidrasi.
Pada ikterus ibstruksi total, dilakukan penyaliran empedu transhepatik sekitar 1
minggu prabedah. Tindakan ini bermanfaat untuk memperbaiki fungsi hati.
Bedah kuratif yang mungkin berhasil adalah pankreatiko-dudenektomi (operasi
Whipple). Operasi Whipple ini dilakukan untuk tumor yang masih terlokalisasi,
yaitu pada karsinoma sekitar ampula Vateri, duodenum, dan duktus koledokus
distal. Tumor dikeluarkan secara radikal en bloc, yaitu terdiri dari kaput
pankreas, korpus pancreas, duodenum, pylorus, bagian distal lambung, bagian
distal duktus koledokus yang merupakan tempat asal tumor, dan kelenjar limfe
regional.11

17
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 49 tahun (14/03/1970)
No RM : 01.07.73.21
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Pulau Sangkar Bukit Kerman Kerinci Jambi

3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke RSUP Dr M Djamil
Padang tanggal 15 Februari 2020 dengan keluhan:
Keluhan Utama
Kuning di seluruh badan sejak ± 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Kuning di seluruh badan sejak ± 1 bulan SMRS
 Awalnya pasien sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak ± 1
tahun SMRS, hilang timbul, nyeri dirasakan terutama setelah makan
makanan berlemak.
 BAK kuning pekat seperti air teh sejak 1 bulan SMRS
 Mual (+), muntah (-)
 Demam (-)
 BAB ada, konsistensi padat, dempul (-) hitam (-) muntah hitam(-)
 Penurunan berat badan ada, 10 kg dalam 3 bulan

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
 Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, keganasan
dalam keluarga disangkal.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan
 Pasien seorang petani.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Keadaan umum : Sakit sedang

18
Kesadaran : CMC
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37°C
VAS :8

Berat Badan : 45 Kg
Status Gizi : baik
Status Generalisata
- Kepala : tidak ada kelainan
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil isokor,
reflek cahaya +/+
- Kulit : turgor kulit baik
- Hidung : tidak ada kelainan
- Telinga : tidak ada kelainan
- Mulut : tidak ada kelainan
- Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP 5+0 cm H2O.
- Thoraks
a. Paru-paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
b. Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, murmur (-), gallop (-).
 Genitalia : tidak ada kelainan
 Anus : tidak dilakukan pemeriksaan colok dubur
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).

Status Lokalis (Abdomen)


Inspeksi : distensi minimal (+)
Palpasi : nyeri tekan perut kanan atas (+)

19
Perkusi : Timpani
Auskultasi : bising usus (+)

Diagnosis Kerja
Ikterus obstruktif ec susp Koledokolitiasis
Diagnosis Banding
Ikterus obstruktif ec ca caput pankreas
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb : 12,3 g/dl
Leukosit : 5720 /mm3
Trombosit : 334.000 /mm3
Ht : 40 %
PT : 11,0
APTT : 34,6
Na/K/Cl : 138/3,9/103 mmol/L
Ureum : 21 mg/dl
kreatinin : 0,7 mg/dl
SGOT : 38 u/l
SGPT : 32 u/l
Bilirubin total : 25 mg/dl (0,3-1)
Bilirubin direk : 15 mg/dl (<0,2)
Bilirubin indirek: 20 mg/dl (<0,6)
Kesan : SGOT SGPT meningkat, hiperbilirubinemia
- USG
-
Diagnosis Akhir
Iketrus obstruktif ec susp Koledokolitiasis

Penatalaksanaan
Rencana MRCP dan ERCP
IVFD RL 12 jam/kolf
Inj Ceftriaxone 1x2 gram
Inj Omeprazole 2x40 mg
Paracetamol 3 x 1 gram

20
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berumur 49 tahun datang ke RSUP Dr M Djamil


Padang dengan keluhan kuning di seluruh badan sejak ± 1 bulan SMRS. Awalnya
pasien sering mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak ± 1 tahun SMRS, hilang
timbul, nyeri dirasakan terutama setelah makan makanan berlemak. Pasien
merasa mual akibat munculan sensasi otonom, namun tidak muntah. BAK kuning
pekat seperti air teh sejak 1 bulan SMRS. Buang air besar tidak mengalami
gangguan, tidak berwarna dempul. Pasien tidak demam, hal ini menurunkan
kemungkinan kolangitis dan penurunan berat badan ada 10 kg dalam 3 bulan.
Pada hasil pemeriksaan fisik generalisata, didapatkan sklera mata dan
kulit ikterik dan pada status lokalis regio abdomen didapatkan distensi minimal,
pada palpasi nyeri tekan perut kanan atas, perkusi timpani dan auskultasi bising
usus positif.
. Hasil pemeriksaan laboratorium berada pada batas normal kecuali hasil
SGOT dan SGPT yang sedikit meningkat. Pada pasien bisa dilakukan
pemeriksaan USG dan direncanakan untuk pemeriksaan MRCP dan ERCP
untuk diagnosis pasti. Berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang telah dilakukan, pasien ini di diagnosa dengan iketik
obstructive ec susp koledokolitiasis.

21
22

Anda mungkin juga menyukai