Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa


pemeriksaan. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui
gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah
informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien,
mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan
mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Adapun tujuan
pemeriksaan pada ibu hamil yaitu untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi,
tingkat keasadaran, serta ada tidaknya kelainan bentuk badan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu
dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan),
dan auskultasi (mendengar).
Observasi (pengamatan secara seksama) Pemeriksaan dilakukan pada
seluruh tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan
urutan tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan alat seperti pemeriksaan
tengkorak, mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan darah, dan lain-lainnya,
sebaiknya dilakukan paling akhir, karena dengan melihat atau memakai alat-
alat.
Dalam pemeriksaan fisik ini tentunya diperlukan konsep dan prinsip
dasar, kemudian kita mengetahui bagaiamana teknik pemeriksaan fisik dengan
baik agar hasil pemeriksaan yang kita peroleh tidak akan keliru. Oleh karena
alasan tersebut , penulis membuat makalah ini yang bertujuan untuk memberi
pemahaman dan pengetahuan kepada pembaca mengenai pemeriksaan fisik
pada ibu

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar pemeriksaan fisik pada ibu hamil?

2. Bagaimana teknik dasar pemeriksaan fisik head to teo pada ibu hamil ?

3. Bagaimana Pelaksanaa pemeriksaan fisik pada ibu hamil ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar pemeriksaan fisik pada ibu.

2. Untuk mengetahui dan memahami teknik dasar pemeriksaan fisik head to teo

pada ibu hamil

3. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pemeriksaan fisik ibu hamil.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk
mengetahui keadaan atau kelainan dari penderitaan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui bagaimana kesehatan umum ibu (bila keadaan umumnya baik agar di
pertahankan jangan sampai daya tahan tubuh menurun) , untuk mengetahui adanya
kelainan, bila ada kelainan, kelainan itu lekas diobati dan disembuhkan agar tidak
menganggu.
Pemeriksaan dilakukan pada klien yang baru pertama kali datang periksaan ,
ini di lakukan dengan lengkap. Pada pemeriksaan ulangan, di lakukan yang perlu saja
jadi tidak semuanya. Waktu persalinan, untuk penderita yang belum pernah diperiksa
di lakukan dengan lengkap bila masih ada waktu dan bagi ibu yang pernah periksa di
lakukan yang perlu saja.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan pemeriksaan fisik,
diantaranya sikap petugas kesehatan saat melakukan pengkajian. Selain itu, harus
menjaga kesopanan, petugas harus membina hubungan yang baik dengan pasien.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pastikan lingkungan tempat peemeriksaan
senyaman mungkin, termasuk mengatur pencahayaan. Asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan adanya pencatatan data yang akurat, diharapkan pengambilan tindakan
yang dilakukan sesuai dengan masalah atau kondisi klien.

3
B. Teknik Dasar Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kehamilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan
sebagai berikut :
a. Inspeksi (Pandang)

Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat


dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang
digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Inspeksi dilakukan untuk menilai
keadaan ada tidaknya cloasma gravidarum pada muka/wajah, pucat atau tidak
pada selaput mata, dan ada tidaknya edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah
pemeriksaan pada leher untuk menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar gondok
atau kelenjar limfe. Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk buah dada dan
pigmentasi putting susu. Pemeriksaan perut untuk menilai apakah perut membesar
ke depan atau ke samping, keadaan pusat, pigmentasi linea alba, serta ada
tidaknya striae gravidarum. Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan perineum,
ada tidaknya tanda chadwick, dan adanya fluor. Kemudian pemeriksaan
ekstremitas untuk menilai ada tidaknya varises.
b. Palpasi ( Meraba )
Palpasi , di lakukan untuk menentukan besarnya rahim dengan
menentukan usia kehamilan serta menentukan letak anak dalam rahim.
Pemeriksaan secara palpasi di lakukan dengan menggunakan metode leopold ,
yakni :
c. Perkusi (ketukan)
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendegarkan bunyi
getaran/gelombang suara yang di hantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang di periksa. Pemeriksaan di lakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh. Perjalanan getaran/gelombang suara tergantung oleh kepadatan
media yang dilalui. Derajat bunyi di sebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang

4
di hasilkan dapat menentukan lokasi , ukuran , bentuk , dan kepadatan struktur di
bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan , semakin
lemah hantarannya dan udara/gas paling resonan.
d. Auskultasi (mendengar)
Auskultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan
bunyi yang terbentuk dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi,
dilakukan umumnya dengan stetoskop monoaural untuk mendengarkan bunyi
jantung anak,bising talipusat, gerakan anak, bising rahim, bunyi aorta , serta
bising usus. Bunyi jantung anak dapat di dengar pada akhir bulan ke-5, walaupun
dengan ultrasonografi dapat diketahui pada akhir bulan ke-3. Bunyi jantung pada
anak dapat terdengar di kiri dan kanan di bawah tali pusat bila presentasi kepala.
Bila terdengar setinggi tali pusat, maka presentasidi daerah bokong. Bila
terdengar pada pihak berlawanan dengan bagian kecil, maka anak fleksi dan bila
sepihak maka defleksi.
Dalam keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-140 kali per menit. Bunyi
jantung dihitung dengan menedengarknnya selama 1 menit penuh. Bila kurang
dari 120 kli per menit atau lebih dari 140 per menit, kemungkinan janin dalam
keadaan gawat janin. Selain bunyi jantung anak, dapat didengarkan bising tali
pusat seperti denyut nadi ibu, bunyi aorta frekuensinya sama seperti denyut nadi
dan bising usus yang sifatnya tidak teratur.

5
C. Pelaksaan Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
1. Pemeriksaan fisik umum
1) Pengukuran Berat badan
Timbanglah berat badan ibu pada setiap pemeriksaan kehamilan. Bila
tidak tersedia timbangan, perhatikan apakah ibu bertambah berat badannya.
Berat badan ibu hamil biasanya naik sekitar 9-12 kg selama kehamilan. Yang
sebagian besar diperoleh terutama pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.
Kenaikan berat badan menunjukkan bahwa ibu mendapat cukup makanan.
Jelaskan bahwa berat badan ibu naik secara normal yang menunjukkan
janinnya tumbuh dengan baik bila kenaikan berat badan ibu kurang dari 5 kg
pada kehamilan 28 minggu maka ia perlu dirujuk.

2) Pengukuran Tinggi badan


Tinggi berat badan hanya diukur pada kunjungan pertama. Bila tidak
tersedia alat ukur tinggu badan maka bagian dari dinding dapat ditandai
dengan ukuran centi meter. Pada ibu yang pendek perlu diperhatikan
kemungkinan mempunyai panggul yang sempit sehingga menyulitkan dalam
pemeriksaan. Bila tinggu badan ibu kurang dari 145 atau tampak pendek
dibandingkan dengan rata-rata ibu, maka persalinan perlu diwaspadai.

3) Tanda tanda vital


a. Tekanan darah
Posisi pengambilan tekanan darah sebaiknya di tetapkan, karena posisi akan
mempengaruhi tekanan darah pada ibu hamil. Sebaiknya tekanan darah di
ukur pada posisi duduk dengan lengan sejajar posisi jantung.
b. Nadi
Frekuensi nadi normalnya 60-90 kali permenit. Takikardi bisa terjadi pada
keadaan cemas, hipertiroid, dan infeksi. Nadi diperiksa selama satu menit
penuh untuk dapat menentukan keteraturan detak jantung. Nadi di periksa

6
untuk menentukann masalah sirkulasi tungkai, nadi seharusnya sama kuat
dn teratur.
c. Pernafasan
Frekuensi pernafasan selama hamil berkisar antara 16 – 24 kali permenit.
Takipnea terjadi Karena adanya infeksi pernapasan atau penyakit jantung.
Suara nafas harus sama bila lateral, ekspansi paru simetris, dan lapangan
paru bebas dari suara napas abdominal.
d. Suhu
Suhu normal selama hamil adalah 36,2 – 37, 6 oC. peningkatan suhu
menandakan terjadinya infeksi dan membutuhkan perawatan medis.
2. Pemeriksaan fisik kulit, rambut dan kuku.
a. Tujuan : Untuk mengetahui kondisi kulit, rambut dan kuku
b. Cara Kerja :
1. Inspeksi kulit mengenai warna, jaringan perut, lesi/perlukaan dan kondisi
vaskularisasi supervisial.
2. Palpasi kulit untuk mengetahui suhu kulit, tekstur (halus,kasar),
mobilitas/turgor dan adanya lesi
3. Inspeksi dan Palpasi kuku dan catat mengenai warna, bentuk dan setiap ada
ketidaknormalan/lesi.
4. Inspeksi dan palpasi rambut dan perhatikan jumlah, distribusi dan
teksturnya

3. Pemeriksaan fisik kepala


a. Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b. Cara kerja :
1. Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (tergantung pada kondisi
pasien dan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepasnya.

7
3. Lakukan inspeksi yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan muka,
tengkorak, warna dan distribusi rambut serta kulit kepala.
4. Muka normalnya simetris antara kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan muka
dapat merupakan suatu petunjuk adanya kelumpuhan parase saraf ketujuh.
5. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontal
menghadap kedepan dan bagian pariental menghadap ke belakang.
6. Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang dan kulit kepala
normalnya tidak mengalami peradangan, tumor maupun bekas
luka/sikatrik.
7. Lanjutkan pemeriksaan dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut,
massa, pembengkakan, nyeri tekan, keadaan tengkorak, dan kulit
kepala.Palpasi tulang, tengkorak pada bayi dilakukan juga dengan tujuan
untuk mengtahui ukuran fontanella.
4. Pemeriksaan mata
a. Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata
- Sebelum melakukan pemeriksaan, harus tersedia sumber penerangan/lampu
yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu.
- Pasien harus diberitahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerja sama.
- Untuk mempermudah pemeriksaan, bidan dapat berdiri atau duduk
dihadapan pasien.
- Dalam pemeriksaan selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri.
Normalnya mata berbentuk bulat/sperik
 Inspeksi :
1) Amati bola mata terhadap adanya protrusis, gerakan mata, medan
penglihatan dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan terhadap bentuk dan setiap ada
kelainan dengan cara sebagai berikut :
 Anjurkan pasien melihat ke depan.
 Bandingkan mata kanan dan mata kiri.

8
 Anjurkan pasien menutup kedua mata.
 Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada
bagian pinggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan misalnya ada
keerah-merahan.
 Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terhadap
ada/tidaknya bulu mata dan posisi bulu mata.
 Perhatikan kelurusan mata dapat membuka dan catat bila ada
dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata mebuka (ptosis).
3) Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut :
a. Anjurkan pasien melihat lurus ke depan
b. Amati konjungtiva, untuk mengetahui ada/tidaknya kemerah-
merahan, keadaan vaskularisasi serta lokasinya.
c. Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan
ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian
bawah, catat bila di dapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya
tidak normal, misalnya anemi.
e. Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas
f. Amati warna sklera waktu memeriksa konjungtiva yang pada
keadaaan tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.
 Inspeksi gerakan mata :
1) Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
2) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan
(nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak
ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula
3) Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk, frekuesni (cepat
atau lambat) , amplitudo (luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).
4) Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan ata salah satu
defisi

9
5) Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30.
Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda, dan juga posisi
kepala pasien tetap.gerakan jari anda ke 8 arah, untuk mengetahui
fungsi 6 otot mata.
 Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan) :
1) Siapkan kartu snellen/kartu lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar
untuk anak-anak.
2) Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kartu
snellen.
3) Atur penerangan yang memadai sehingga kartu snellen dapat di baca
dengan jelas.
4) Beritahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan.
5) Pemeriksaan mata kanan dengan cara pasien disuruh membaca mulai
huruf yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat tulisan
terakhir yang masih dapat dibaca oleh pasien.
6) Selanjutnya pemeriksaan mata kiri.
5. Pemeriksaan telinga
a. Tujuan : untuk mengetahui keadaan telinga luar, slauran telinga, gendang
telinga/membran timpanidan pendengaran.
- Telinga mempunyai fungsi sebagai alat pendengaran dan menjaga
keseimbangan.
- Menurut struktur anatominya, telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian :
 Telinga luar : aurikel (pinna) dan saluran pendengaran luar.
 Telinga tengah (rongga timpani) terpisah dengan telinga luar oleh
adanya membran timpani (gendang telinga). Terdapat komponen
pendengaran (maleolus, inkus, stapes) yang berhungan dengan
tubaeustasia (pendengaran), sinus-sinus mastoid, telinga luar dan telinga
dalam.

10
 Telinga dalam : labirin yang bertulang dan bermembran yang meliputi
kohlea, vestibulum, dan saluran, semiskular.
b. Alat-alat yang perlu dipersiapkan dalam pemeriksaan fisik telinga, antara
lain : otoskop, garpu tala, arloji.
c. Cara Kerja :
 Inspeksi dan palpasi
1) Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak
dapat diatur duduk di pangkuan orang lain.
2) Atur posisi anda menghadap pada sisi telinga pasien yang akan
diperiksa.
3) Untuk pencahayaan, gunakan auroskop, lampu kepala atau sumber
cahaya yang lain sebagai tangan anda akan bebas kerja.
4) Mulailah mengamati telinga luar, periksa keadaan pinna terhadap
ukuran, bentuk, lesi dan adanya massa.
5) Lanjutkan pemriksaan palpasi dengan memegang telinga luar
dengan jempol dan jari telunjuk.
6) Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis dari jaringan lunak,
jaringan keras dan catat bila ada nyeri.
7) Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang telinga di
bawah daun telinga. Bila ada peradangan maka pasien akan meras
nyeri.
8) Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan.
9) Bila diperlukan, lanjutkan pemeriksaan telinga bagian dalam.
10) Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-
lahan tarik daun telinga ke atas dan kebelakang sebagi lubang
telinga menjadi lurus dan mudah diamati. Pada anak-anak daun
telinga ditarik ke bawah.
11) Amati pintu masuk lubang telinga dan pertikan ada tidaknya
peradangan, peredaran, kotoran/serumen.

11
12) Dengan hati-hati amsukkan otoskop yang menyala kedalam lubang
telinga.
13) Bila letak otoskop sudah tepat, letakkan mata di eye-piece.
14) Amati dinding lubang telinga thd kotoran, serumen,
peradangan/adanya benda asing.
15) Amati membran timpani mengenai bentuk, transparansi, kilau,
perforasi terhadap adanya darah/cairan.
 Pemeriksaan pendengaran :
1) Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga
2) Secara sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan
suara bisikan.
3) Pendengan yang baik akan dengan mudah dapat mengetahui adanya
bisikan.
4) Bila pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik, maka pemeriksaan
yang lebih teliti dapat dilakukan yi dengan menggunakan garpu tala
atau test audiometri.
 Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan :
1) Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak sekitar 4,5-6
meter.
2) Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak
diperiksa.
3) Bisikan suatu bilangan (mis 76).
4) Beritahu pasien untuk mengulang bilangan yang didengar.
5) Pemeriksaan telinga yang satunya dengan cara sama.
6) Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri pasien.
 Pemeriksaan pendengaran dengan arloji
1) Pegang sebuah arloji disamping pasien.
2) Suruh pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji.

12
3) Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan suruh pasien
menyatakan bila tak dapat mendengar lagi. Normalnya detak arloji
masih dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm dari telinga.
4) Bandingkan telinga kanan dan telinga kiri.
 Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala :
1) Tujuan : untuk mengetahui kualitas pendengar secara lebih teliti
2) Pemeriksaan garpu tala dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
pemeriksaan rinne dan pemeriksaan weber.
3) Pemeriksaan rinne dilakukan untuk membandingkan antara konduksi
udara dengan konduksi tulang. Normalnya konduksi udara lebih baik
ddibandingkan dengan konduksi tulang.
4) Pemeriksaan weber digunakan untuk mengetahui lateralisasi fibrasi
(getaran, yang dirasakan baik oleh telinga kanan maupun kiri).
Normalnya vibrasi/suara dirasakan ditengah-tengah kepala atau
seimbang antara 2 telinga.
6. Pemeriksaan Hidung

Tujuan : Untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung.


Pemeriksaan hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam lalu
sinus-sinus-sinus, pasien dipersiapkan dalam posisi duduk bila
memungkinkan.
a. Cara kerja pemeriksaan fisik hidung dan sinus-sinus
 Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar palpasi sinus-sinus:
1) Duduklah menghadap pada pasien.
2) Atur penerangan dan amati hidung bagian luar sisi depan,samping dan
sisi atas.perhatikan bentuk/tulang hidug dari ketiga sisi ini.
3) Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan pembengkakan.
4) Amati kesimentrisan lubang hidung.

13
5) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila
ditemukan ketidaknormalan kulit/tulang hidung.
6) Kaji mobilitas septum hidung.
7) Palpasi sinus maksilaris,frontalis dan etmoidalis,perhatikan terhadap
adanya nyeri tekan.
 Inpeksi hidung bagian dalam:
1) Duduklah menghadap pada pasien.
2) Pasang lampu kepala.
3) Atur lampu sehingga sisi untuk menerangi lubang hidung.
4) Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara
ringan dengan ibu jari anda,kemudian amati bagian anterior lubang
hidung.
5) Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya perfusi.
6) Amati bagian turbin interior.
7) Pasang ujung spekulum hidung pada lubang hidung sehingga rongga
hidung dapat diamati.
8) Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung maka atur posisi
kepala sedikit menengadah.
9) Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung
mudah diamati.
10) Amati bentuk dan posisi septum, kartilago dan dinding-dinding rongga
hidung serta selaput lendir pada rongga hidung(warna, sekresi,
bengkak).
11) Bila sudah selesai,lepas spekulum secara perlahan-lahan.
7. Pemeriksaan mulut
Tujuan : Untuk mengetahui keadaan mulut dan faring
Pemeriksaan mulut dan faring dilakukan dengan posisi pasien duduk.
Pencahayaan harus baik sehingga semua bagian dalam mulut dapat diamati
dengan jelas.

14
Pemeriksaan dimulai dengan mengamati bibir, gigi, gusi, selaput lendir, pipi
bagian dalam,lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit mulut,kemudian
faring.
a. Cara kerja pemeriksaan mulut dan faring
 Inspeksi :
1) Bantu pasien duduk berhadapan dengan anda,dengan tinggi yang
sejajar.
2) Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital,bibir
sumbing,warna bibir,ulkus,lesi dan massa.
3) Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan membuka
mulut.
4) Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan
penekan lidah untuk menekan lidah sehingga gigi akan tampak lebih
jelas.
5) Amati keadan setiap gigi mengenai posisi,jarak,gigi rahang atas dan
rahang bawah, ukuran, warna, lesi/adanya tumor. Amati juga secara
khusus pada akar-akar gigi dan gusi.
6) Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis,
bandingkan gigi bagian kiri, kanan, atas dan bawah dan anjurkan
pasien untuk memberitahu bila merasa nyeri sewaktu diketuk.
7) Perhatikan pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian, antara
lain kebersihan mulut, dan bau mulut.
8) Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya.
Suruh pasien menjulurkan lidah dan amati mengenai kelurusan, warna,
ulkus, maupun setiap ada kelainan.
9) Amati selaptu lendir mulut secara sistematis pada semua bagian mulut
mengenal warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan,
ulkus, dan pendarahan.

15
10) Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut sejenak
bila capai, lalu lanutkan dengan inpeksi faring dengan cara pasien
dianjurkan membuka mulut, tekan lidah ke bawah pasien sewaktu
pasien berkata ”ah”. Amati faring terhadap kesimentrisan ovula.
 Palpasi
1) Palpasi pada pemeriksaan mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi
belum diperoleh data yang menyakinkan.
2) Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan pada mulut
yang dapat diketahui dengan palpasi, meliputi pipi, dasar mulut,
palatum/langit-langit mulut dan lidah.
3) Palpasi harus dilakukan secara hati-hati dan perlu diupayakan agar
pasien tidak muntah, yaitu:
 Atur posisi pasien duduk menghadap anda.
 Anjurkan pasien membuka mulut.
 Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada
didalam). Palpasi pipi secara sistematis dan perhatikan terhadap
adanya tumor/pembengkakan.Bila pembengkakan deter
minasikan menurut ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah
sekitarnya dan adanya nyeri.
4) Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari telunjuk dan
rasakan terhadap adanya pembengkakan dan fisura.
5) Palpasi dasar mulut dengan cara pasien disuruh mengatakan ”el”
kemudian palpasi dilakukan pada dasar mulut secara sistematis
dengan jari penunjuk tangan kanan. Bila diperlukan beri sedikit
penekanan dengan ibu jari dari bawah dagu untuk mempermudah
palpasi.Catat bila didapatkan pembengkakan.
6) Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh menjulurkan lidah, pegang
lidah dengan kassa steril menggunakan tangan kiri.Dengan jari

16
penunjuk tangan kanan lakukan palpasi lidah terutama bagian
belakang dan batas-batas lidah.
8. Pemeriksaan leher
Tujuan secara umum : Untuk mengetahui bentuk leher serta organ-organ
penting berkaitan.
a) Cara Kerja Pemeriksaan Leher
 INSPEKSI:
1) Anjurkan pasien untuk melepas baju.
2) Atur pencahayaan yang baik.
3) Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher, warna, kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut dan adanya massa.
4) Inspeksi dilakukan secara sistematis mulai dari garis tengah sisi depan
leher, dari samping dan dari belakang.
5) Bentuk leher yang panjang dan ramping umumnya ditemukan pada
orang berbentuk ektomorf, orang dengan gizi jelek/orang dengan tbc
paru.
6) Bentuk leher pendek dan gemuk di dapatkan pada orang berbentuk
endomorf/obesitas.
7) Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Dapat
menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah,
bengkak, panas dan nyeri tekan bila mengalami peradangan.
8) Inspeksi tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada takik supraternal.Normalnya gerakan kelenjar
tiroid tidak dapat dilihat, kecuali pada orang yang sangat kurus.

17
PALPASI KELENJAR LIMFE, KELENJAR TIROID DAN TRAKEA:
1. Duduklah dihadapan pasien.
2. Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi pemeriksa sehingga
jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
3. Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-
batas, ukuran, bentuk, dan nyeritekan pada setiap kelompok kelenjar limfe
yang terdiri dari:
- Preaurikular-di depan telinga.
- Posterior aurikuler-superpisial terhadap prosesus mastoidius.
- Osipital-di dasar posterior tulan kepala.
- Tonsilar-di sudut mandibula.
- Submaksilaris-di tenmgah-tenngah antara sudut dan ujung mandibula.
4. Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-
batas, ukuran, bentuk, dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe
yang tidak :
 Submental- pada garis tengah beberapa cm di belakang ujung mandibula.
 Servikal supersial-supersial terhadap stenomastidius.
 Servikal dalam- dalam sternomastoid dan sering tidak dapat di palpasi.
 Supraklavikula- dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan
sternomastidius.
4. Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara:
1. Letakkan tangan anda pada leher pasien.
2. Palpasi pada fossa supraternal dengan jari penujuk dan jari tengah.
3. Suruh pasien menelan/minum untuk memudahkan palpasi.
4. Palpasi dapat pula dilakukan dengan bidan berdiri di belakang pasien,
tangan diletakkan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari
kedua dan ketiga.
5. Bila teraba kelenjar tiroid, maka determinasikan menurut bentuk, ukuran,
konstitensi, dan permukannya.

18
Lakukan palpasi trakea dengan casra berdiri di samping kanan
pasien.Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan trakea ke atas, ke
bawah, dan ke samping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui

9. Pemeriksaan thoraks
a. Tujuan : Untuk mengetahui keadaan dada dan paru-paru.
 INSPEKSI :
 Dada di inspeksi terutama mengenal postur, bentuk dan
kesimentrisan, ekspansi serta keadan kulit.
 Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang dewasa.
 Dada bayi berbentuk melingkar dengan diameter dari depan ke
belakang (anteroror-pasterior) sama dengan diameter transversal.
 Pada orang dewasa perbandingan antara diameter
anteroropasterior dengan diameter transversal adalah 1:2.
 Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada
saat diam terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernafasan.
 Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang
punggung (kiposis, lordosis, skoliosis) akan lebih mudah
dilakukan pada saat dada tidak bergerak.

b. Cara kerja pemeriksaan inspeksi dada

1) Lepas baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang.

2) Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan dan

kondisinya). Pasien dapat diatur pda posisi duduk atau berdiri.

3) Yakinkan bahwa anada sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan

stetoskop sudah siap.

19
4) Beri penjelasan pada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan

anjurkan pasien tetap relaks.

5) Lakukan inspeksi bentuk dada dari 4 sisi (depan, belakang, kanan, kiri,)

pada saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi.

6) Pada saat inspeksi dari depan perhatikan area pada klavikula, foossa

supra dan infra klavikula, sternum dan tulang rusuk.

7) Dari sisi belakang amati lokasi vertebra torakalis ke 7 (puncak skapula

terletak sejajar dengan vertebra torakalis ke 8), perhatikan pula bentuk

tulang belakang dan catat bila ada kelainan bentuk.

8) Terakhir inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetrahui

adanya kelainan bentuk dada, misalnya bentuk dada barel chest.

9) Amati lebih teliti keadan kulit dada catat setiap ditemukan adanya pulpasi

pada interkostalis / di bawah jantung retraksi intrakostalis selama

bernafas, jaringan perut dan setiap ditemukan tanda-tanda menonjol

lainnya.

 PALPASI
a. Tujuan : untuk mengetrahui keadan kulit pada dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimentrisan ekspansi, dan tactil vremitus
(vibrasi yang dapat teraba yang di hantarkkan melalui sistem
bronkopulmonal selama seseorang berbicara).
b. Cara kerja pemeriksaan palpasi dada
1. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru-paru/dinding dada :
 Letakkan kedua tangan secara datar pada dinding dada depan.

20
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas.
 Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan
sisi kiri.
 Berdirilah di belakang pasien,letakkan tangan anda pada sisi
dada pasien, perhatikan getaran ke samping sewaktu pasien
bernafas.
 Letakkan kedua tangan anda di punggung pasien dan bandingkan
gerakan kedua sisi dinding dada.
2. Lakukan palpasi untuk memeriksa tactil vremitus. Suruh pasien menyebut
bilangan “enam-enam” sambil anda melakukan palpasi dengan cara :
 Letakkan telapak tangan anda pada bagian belakang dinding
dada dekat apeks paru-paru.
 Ulangi langkah di atas dengan tangan bergerak ke bagian dasar
paru-paru.
 Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru-paru dan diantara
apeks serta dasar paru-paru.
 Lakukan palpasi tactil vremitus pada dinding dada anterior.
3. Vibrasi/getaran bicara secara normal dapat di trans-misikan melalui
dinding dada.
4. Getaran lebih jelas terasa pada apeks paru-paru dan dinding dada kanan
lebih keras daripada dinding dada kiri karena bronkus pada sisis kanan
lebih besar.
 Suara/bunyi perkusi pada paru-paru orang normal adalah resonan
yang terdengar seperti “dug-dug-dug”.
 Pada keadaan tertentu bunyi resonan ini dapat menjadi lebih atau
kurang resonan.
 Bunyi kurang resonan = “bleg-bleg-bleg” karna bagian padat
lebih besar daripada bagian udara.

21
 Bunyi hiperresonan =”deng-deng-deng”karna udara relatif lebih
besar daripada zat padat.
 Bunyi timpani =”dang-dang-dang” karna terdapat banyak udara
 Selain untuk mengetahui keadaan paru-paru , juga dapat di
gunakan untuk mengetahui batas paru-paru dengan organ lain di
sekitarnya.
Cara kerja pemeriksaan perkusi paru-paru :
1. Lakukan perkusi paru-paru anterior dengan posisi supinasi :
 Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap spasium
interkostalis.
 Bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.
2. Lakukan perkusi paru-paru postersior dengan posisi sebaiknya duduk atau
berdiri :
 Yakinkan dulu bahwa pasien telah duduk lurus.
 Mulai perkusi dari puncak paru-paru ke bawah.
 Bandingakn sisi kanan dan sisi kiri.
 Catat hasil perkusi secara jelas.
3. Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk mendeterminasi gerakan
diafragma (penting pada pasien empisema).
 Suruh pasien untuk menarik nafas panjang dan menahannya.
 Memulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup)
sampai bunyi redup didapatkan.
 Beri tanda dengan spidol pada tempat dimana didapatkan bunyi
redup(biasanya pada spasium interkostalis ke-9, sedikit lebih
tinggi dari posisi hati di dadda kanan).
 Suruh pasien untuk mengembusakan nafas secara maksimal dan
menahannya.

22
 Lakukan perkusi dari bunyi redup(tanda I) ke atas biasnya bunyi
redup ke II ditemukan di atas tanda I.beri tanda pada kulit yang
di temukan bunyi redyp (tanda II).

4. Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk mendetrminasi gerakan


diafragma (penting pada pasien empisema).
 Ukur jarak antara tanda I dan II. Pada wanita jarak ke dua tanda ini
normalnya 3-5 cm dan pada pria 5-6 cm.
 Auskultasi
→ Untuk memeriksa aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan
untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara, serta memeriksa
kondisi paru-paru & rongga pleura.
→ Suara nafas yang didengar melalui stetoskop dapat menjadi tidak
normal apabila paru-paru mengalami suatu gangguan.
→ Ada beberapa bunyi/suara yang merupakan suara tambahan : ronchi
kering,ronchi basah & gesekan pleura.
→ Ronchi kering : bunyi yang terputus yang tejadi oleh adanya getaran
dalam lumen saluran nafas akibat penyempitan, kelainan selaput
lendir, atau akibat adanya sekret kental atau lengket. Semakin
kecil/sempit diameter saluran nafas , maka nada bunyi nafas juga
semakin tinggi & keras.
→ Ronchi basah (rales) : suara berisik yang terputus akibat aliran udara
melewati cairan.ronchi basah dapat terdengar halus, sedang atau kasar
tergantung pada besranya brochus yang terkena. Umumnya ronchi
terdengar pada saat inspirasi.
→ Gesekan pleura bunyi yang timbul sebagai manifestasi kelainan pleura
akibat gesekan pleura yang menebal/menjadi kasar karena mengalami
peradangan . Bunyi ini biasanya terdengar pada akhir inspirasi dan
awal ekspirasi.

23
Cara kerja pemeriksaan auskultasi paru-paru :
 Duduklah menghadap pada pasien.
 Suruh pasien bernafas secara normal dan mulailah auskultasi dengan
pertama kali meletakkan stetoskop pada trakea, dengar bunyi nafas
secara teliti.
 Lanjutkan Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta
bandingkan sisi kanan dan kiri.
 auskultasi dengan arah seperti pada perkusi, dengan suara nafas yang
normal dan perhatikan bila ada suara tambahan.

10. Pemeriksaan payudara

Lihat dan raba payudara, pada kunjungan pertama pemeriksaan

payudara terhadap kemungkinan adanya benjolan yang tidak normal. Lihatlah

apakah payudara simetris atau tidak, putting susu menonjol atau datar atau

bahkan masuk. Putting susu yang datar atau masuk akan mengganggu proses

menyusui nantinya. Apakah asinya sudah keluar atau belum. Lihatlah

kebersihan areola mammae adakah hiperpigmentasi areola mammae.

11. Pemeriksaan Abdomen

Lakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan auskultasi pada perut ibu.


Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk menentukan letak dan presentasi
janin, turunnya bagian janin yang terbawah, tinggi fundus uteri dan denyut
jantung janin.

Sebelum memulai pemeriksaan abdomen, penting untuk dilakukan hal–


hal sebagai berikut :
 Mintalah ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya bila perlu

24
 bantulah ia untuk santai. Letakkan sebuah bantal dibawah kepala dan
bahunya. Fleksikan tangan dan lutut. Jika ia gelisah bantulah ia untuk
santai dengan memintanya menarik nafas panjang.
 cucilah tangan anda sebelum mulai memeriksa, keringkan dan usahakan
agar tangan perawat cukup hangat.
Lihatlah bentuk pembesaran perut (melintang, memanjang, asimetris)
adakah linea alba nigra, adakah striae gravidarum, adakah bekas luka
operasi, adakah tampak gerakan janin, rasakan juga dengan pemeriksaan
raba adanya pergerakan janin. Tentukan apakah pembesaran perut sesuai
dengan umur kehamilannya. Pertumbuhan janin dinilai dari tingginya
fundus uteri. Semakin tua umur kehamilan, maka semakin tinggi fundus
uteri. Namun pada umur kehamilan 9 bulan fundus uteri akan turun
kembali karena kepala telah turun atau masuk ke panggul. Pada kehamilan
12 minggu, tinggi fundus uteri biasanya sedikit diatas tulang panggul. Pada
kehamilan 24 minggu fundus berada di pusat. Secara kasar dapat dipakai
pegangan bahwa setiap bulannya fundus naik 2 jari tetapi perhitungan
tersebut sering kurang tepat karena ukuran jari pemeriksa sangat bervariasi.

Pemeriksaan fisik pada kehamilan dapat dilakukan melalui

pemeriksaan sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Le opold I, untuk menentukan bagian janin yang berada pada


kedua sisi uterus.

Petunjuk cara pemeriksaan:

 Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, menghadap kearah kepala pasien.


Kedua tangan diletakkan pada bagian atas uterus dengan mengikuti bentuk
uterus. Lakukan palpasi secara lembut untuk menentukan bentuk, ukuran
konsistensi dan gerakan janin.

25
Tentukan bagian janin mana yang terletak di fundus.

Gambar

Hasil: jika kepala janin yang nerada di fundus, maka palpasi akan teraba bagian
bulat, keras dan dapat digerakkan (balotemen). Jika bokong yang terletak di
fundus,maka pemeriksa akan meraba suatu bentuk yang tidak spesifik, lebih
besar dan lebih lunak dari kepala, tidak dapat digerakkan, serta fundus terasa
penuh. Pada letak lintang palpasi didaerah fundus akan terasa kosong.

b. Pemeriksaan Leopold II, untuk menentukan bagian janin yang berada pada
kedua sisi uterus.

Petunjuk pemeriksaan :
 pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, menghadap kepala pasien. Kedua
telapak tangan diletakkan pada kedua sisi perut, dan lakukan tekanan yang
lembut tetapi cukup dalam untuk meraba dari kedua sisi. Secara perlahan
geser jari-jari dari satu sisi ke sisi lain untuk menentukan pada sisi mana
terletak pada sisi mana terletak punggung, lengan dan kaki.

26
Gambar :

Hasil : bagian bokong janin akan teraba sebagai suatu benda yang keras pada
beberapa bagian lunak dengan bentuk teratur,sedangkan bila teraba adanya
bagian – bagian kecil yang tidak teratur mempunyai banyak tonjolan serta dapat
bergerak dan menendang, maka bagian tersebut adalah kaki, lengan atau lutut.
Bila punggung janin tidak teraba di kedua sisi mungkin punggung janin berada
pada sisi yang sama dengan punggung ibu (posisi posterior) atau janin dapat
pula berada pada posisi dengan punggung teraba disalah satu sisi.

c. Pemeriksaan Leopold III, untuk menentukan bagian janin apa yang berada
pada bagian bawah. Petunjuk cara memeriksa:

 dengan lutut ibu dalam posisi fleksi, raba dengan hati-hati bagian bawah
abdomen pasien tepat diatas simfisis pubis. Coba untuk menilai bagian janin
apa yang berada disana. Bandingkan dengan hasil pemeriksaan Leopold.
Gambar

27
Hasil : bila bagian janin dapat digerakkan kearah cranial ibu, maka bagian
terbawah dari janin belum melewati pintu atas panggul. Bila kepala yang
berada diabagian terbawah, coba untuk menggerakkan kepala. Bila kepala
tidak dapat digerakkan lagi, maka kepala sudah “engaged” bila tidak dapat
diraba adanya kepala atau bokong, maka letak janin adalah melintang

d. Pemeriksaan Leopold IV, untuk menentukan presentasi dan “engangement”.

Petunjuk dan cara memeriksa :


 Pemeriksa menghadap kearah kaki ibu. Kedua lutut ibu masih pada posisi
fleksi. Letakkan kedua telapak tangan pada bagian bawah abdomen dan
coba untuk menekan keaah pintu atas panggul.

Gambar

Hasil: pada dasarnya sama dengan pemeriksaan Leopold III, menilai


bagian janin terbawah yang berada didalam panggul dan menilai seberapa
jauh bagian tersebut masuk melalui pintu atas panggul.

12. Pemeriksaan denyut jantung janin.

28
Denyut jantung janin menunjukkan kesehatan dan posisi janin
terhadap ibu. Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) sejak kehamilan 20
minggu. Jantung janin biasanya berdenyut 120-160 kali permenit. Tanyakan
kepada ibu apakah janin sering bergerak, katakana pada ibu bahwa DJJ telah
dapat didengar. Mintalah ibu segera bila janinnya berhenti bergerak. Bila
sampai umur kehamilan 28 minggu denyut jantung janin tidak dapat didengar
atau denyutnya lebih dari 160 atau kurang dari 120 kali permenit atau
janinnya berkurang gerakannya atau tidak bergerak, maka ibu perlu segera
dirujuk

13. Pemeriksaan panggul


pada ibu hamil terutama primigravida perlu dilakukan pemeriksaan untuk
menilai keadaan dan bentuk panggul apakah terdapat kelainan atau keadaan
yang dapat menimbulkan penyulit persalinan. Ada empat cara melakukan
pemeriksaan panggul yaitu dengan pemeriksaan pangdang (inspeksi) dilihat
apakah terdapat dugaan kesempitan panggul atau kelainan panggul, misalnya
pasien sangat pendek, bejalan pincang, terdapat kelainan seperti kifosis atau
lordosis, belah ketupat michaelis tidah simetris. Dengan pemeriksaan raba,
pasien dapat diduga mempunyai kelainan atau kesempitan panggul bial pada
pemeriksaan raba pasien didapatkan: primigravida pada kehmilan aterm
terdapat kelainan letak. Perasat Osborn positif fengan melakukan pengukuran
ukuran-ukuran panggul luar.
Alat untuk menukur luar panggul yang paling sering digunakan adalah
jangka panggul dari martin. Ukuran – ukuran panggul yang sering digunakan
untuk menilai keadaan panggul adalah:

29
a. Distansia spinarum
Yaitu jarak antara spina iliaka anterior superior kanan dan kiri, dengan
ukuran normal 23-26 cm

b. Distansia kristarum
Yaitu jarak antara Krista iliaka terjauh kanan dan kiri dengan ukuran
sekitar 26-29 cm. bila selisih antara distansi kristarum dan distansia
spinarum kurang dari 16 cm, kemungkinan besar adanya kesempitan
panggul.

14. Pemeriksaan ektremitas bawah


memeriksa adanya oedema yang paling mudah dilakukan didaerah pretibia
dan mata kaki dengan cara menekan jari beberapa detik. Apabila terjadi cekung
yang tidak lekas pulih kembali berarti oedem positif. Oedem positif pada tungkai
kaki dapat menendakan adanya pre eklampsia. Daerah lain yang dapat diperiksa

30
adalah kelopak mata. Namun apabila kelopak mata sudah oedem biasanya
keadaan pre eklamsi sudah lebih berat.
Gambar

15. Pemeriksaan reflek lutut (patella)


mintalah ibu duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa
yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan
menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan. Tungkai bawah
akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut negative
kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1. bila gerakannya
berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre eklamsi.

Gambar

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk

mengetahui keadaan atau kelainan dari penderitaan. Tujuannya adalah untuk

mengetahui bagaimana kesehatan umum ibu (bila keadaan umumnya baik agar di

pertahankan jangan sampai daya tahan tubuh menurun), untuk mengetahui adanya

kelainan, bila ada kelainan, kelainan itu lekas diobati dan disembuhkan agar tidak

menganggu. Prinsip umum dari pemeriksaan fisik adalah dilakukan secara

komprehensif.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu

dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan

auskultasi (mendengar).

Pada pemeriksaan fisik, yang diperiksa mulai dari pemeriksaan keadaan

umum hingga pemeriksaan fisik head to toe ( pemeriksaan fisik kepala hingga

kaki)

B. Saran

Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,

dan dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang pemeriksaan fisik pada ibu.

Kami mengetahui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan baik dari segi penulisannya, bahasa dan lain sebagainnya. Untuk itu

32
saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan agar dapat

terciptanya makalah yang baik sehingga dapat memberi pengetahuan yang benar

kepada pembaca.

33
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1992, Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dalam Konteks
Keluarga, Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 1998, Asuhan Keperawatan Ibu Hamil (Antematal),
Modul Diklat Jarak Jauh, Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 1999, Buku Acuan Pelatihan Asuhan Persalinan Dasar,
Jakarta
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 2003, Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan
Fisiologi Bagi Dosen Diploma III Kebidanan, Asuhan Antenatal, Buku 2,
Jakarta
Mitayani,S.ST. M. Biomed, 2009, Asuhan keperawatan Maternitas, Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai