Anda di halaman 1dari 173

URINALISA DAN CAIRAN

TUBUH

OLEH :
SUSANTI, S.ST., M.Kes
URINALISIS
Urinalisis : analisis fisik, kimia, dan mikroskopik
terhadap urin.

Urin : cairan sisa yg diekskresikan oleh ginjal yg


kemudian akan dikeluarkan dari dlm tubuh
melalui proses urinasi.
PROSES PEMBENTUKAN URINE
KOMPONEN URIN NORMAL:
 Air (95%)
 Produk sisa terlarut: ureum, kreatinin, as. Urat
 Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, Fosfat
 Hormon: setelah menjalankan fungsi
 Komposisi lain: tergantung makanan/cairan/obat
yang dikonsumsi
TUJUAN URINALISIS (NCCLS):
 Menunjang diagnosis
 Memantau perjalanan penyakit
 Memantau efektivitas pengobatan/komplikasi
 Skrining dan pemantauan penyakit
asimptomatik kongenital/herediter
INDIKASI PERMINTAAN
URINALISIS
 Gejala/riwayat penyakit ginjal/sal. Kemih
 Gangguan endokrin
 Ikterik
 Terapi yg mempengaruhi fungsi ginjal
 Kehamilan
 Toksikologi/over dosis obat/narkoba
TAHAP PEMERIKSAAN:
 Pra analitik
a. persiapan pasien
b. persiapan sampel
c. Penampungan urine
d. Penundaan pemeriksaan
e. Pengawet
wadah penampung bersih, kering,bermulut
lebar.
tes biakan urin wadah dan metode
sampling harus steril
ANALITIK
 Pemeriksa
 Alat
 Reagensia
 Bahan kontrol

PASCA ANALITIK
1. Format hasil
2. Pelaporan
3. Arsip
4. Dokumentasi hasil
PEDOMAN NCCLS
 Identifikasi sampel: nama,alamat/ruang
rawat, penggunaan pengawet
 Specimen acceptability
Urinalisis dilakukan dalam waktu < 2 jam
setelah dikemihkan. Jika
ditundarefrigerator
Sampel tanpa label/identitastolak
Hindari kontaminasi
c. Cara pengumpulan sampel
- pengambilan urine secara sendiri
- kateterisasi
- punksi suprapubik
- clean catch/clean voided midstream
• Urine sewaktu
 Jenis sampel urine • Urine pagi
• Urine postprandial / 2 jam pp
• Urine 24 jam

Yang dikeluarkan pada satu waktu


• Urine sewaktu
yg tidak ditentukan dengan khusus
(u/ pem rutin, skrining, tanpa saran khusus)

Yang dikeluarkan kedua kali pada pagi hari


• Urine pagi setelah bangun tidur sebelum makan dan
sebelum gerak badan( urine lebih pekat).
(u/ pem sedimen, BJ, protein, kehamilan)

Yang dikeluarkan pertama kali 2 jam


• Urine 2 jam PP Setelah makan.
(u/ pem glukosa)
 Urine 24 jam u/ penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam
Urine.Perlu pengawet

• Urine 3 gelas u/ pemeriksaan urologik yg dimaksudkan


dan urine 2 utk mendapat gambaran ttg letaknya
gelas radang

•Toluena
 Jenis pengawet urine : •Thymol
• Formaldehida
• Asam sulfat pekat
• Natrium karbonat
CARA PENGUMPULAN URINE 24 JAM
 Pada hari pengumpulan, pasien harus
membuang urine pagi pertama. Catat tgl dan
waktunya. Semua urine yg dikeluarkan pd
periode selanjutnya ditampung.
 Keesokan paginya tepat 24 jam setelah
waktu yg tercatat pd wada, pengumpulan
urine dihentikan.
CARA PENGAMBILAN SAMPEL URINE
CLEAN-CATCH PD PASIEN WANITA
 Pasien harus mencuci tangan dgn memakai
sabun lalu mengeringkannya dgn handuk, kain yg
bersih atau tissue.
 Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dgn
satu tangan.
 Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa
steril dgn arah dari depan ke belakang
 Bilas dgn air bersih dan keringkan dgn kasa
steril yg lain
 Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap
terbuka dan jari tangan jgn menyentuh daerah
yg telah dibersihkan
 Keluarkan urine, aliran urine yg pertama
dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung
dlm wadah steril yg telah disediakan.
 Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke
laboratorium.
CARA PENGAMBILAN SAMPEL URINE
CLEAN-CATCH PD PASIEN PRIA
 Pasien harus mencuci tangan dgn memakai
sabun lalu mengeringkannya dgn handuk,
kain yg bersih atau tissue.
 Jika tdk disunat, tarik preputium ke
belakang. Keluarkan urine, aliran urine yg
pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya
ditampung dlm wadah steril yg telah
disediakan.
 Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke
laboratorium.
Wadah urine yg memenuhi syarat
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
 Warna
 Bau
 Volume
 Kejernihan
 Berat jenis
 pH
CONTOH WARNA URINE
Sebab urine keruh :
- Fosfat amorf dan karbonat dlm jml besar
 Bakteri
 Unsur-unsur sedimen dlm jml besar
 Lemak
 Benda-benda koloid
BERAT JENIS
- REFRACTOMETER

KEUNTUNGAN :
-BAHAN SEDIKIT
-MUDAH

KERUGIAN :
< AKURAT HARUS DIKALIBRASI :
- SUHU
- GLUKOSA
- PROTEIN
- URINOMETER

KEUNTUNGAN : 1,000
-> AKURAT 1,020 KOREKSI
KERUGIAN : 1,040
-BAHAN BANYAK

- CARIK CELUP
pH
Normal : 4,7-7,5
Rata –rata : 6
Meningkat dlm keadaan alkalosis dan
menurun pda keadaan asidosis
KERTAS LAKMUS

 BIRU MERAH = ASAM


BIRU = NORMAL

MERAH = NORMAL

 RED BIRU = BASA/ALKALIS

METODE LAIN: CARIK CELUP


PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
URINE SENTRIFUS 1500 RPM / 5 MNT

SEDIMEN TUTUP DGN


TETESKAN COVER GLASS
SLIDE

MIKROSKOP OBJECTIVE 40 X DAN 10 X


OCULAR 10 X
CONDENSOR
PEMERIKSAAN ! !
ERITROSIT / HIGH POWER

LEUKOSIT / HIGH POWER


SEDIMEN
ORGANIK SILINDER / LOW POWER

SEL EPITEL

ANORGANIK KRISTAL
SEDIMEN
CARA MELAPORKAN HASIL
Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++

Eritrosit/LP lebih dari


0-3 4-8 8-30 penuh
B 30

Leukosit/LP lebih dari


0-4 5-20 20-50 penuh
B 50

Silinder/Kris lebih dari


0-1 1-5 5-10 10-30
tal/LPK 30
JENIS-JENIS SEDIMEN URINE

Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2


kali eritrosit. Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau
piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik
bagian atas atau bawah. Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit
dapat ditemukan dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang
menunjukkan gerakan Brown butiran dalam sitoplasma. Pada suasana
pH alkali leukosit cenderung berkelompok.
Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi,
mengecil, shadow atau ghost cells dengan mikroskop cahaya.
Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020, eritrosit berbentuk
cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan hampir tidak
berwarna pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada
urine yang pekat, dan tampak mengecil sekali dalam urine yang
alkali. Hematuria dibedakan menjadi hematuria makroskopik (gross
hematuria) dan hematuria mikroskopik.
Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau
oval, lebih besar dari leukosit, mengandung inti
bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya
terbawa ke urin dalam jumlah kecil.
Oval fat bodies menunjukkan adanya
disfungsi disfungsi glomerulus dengan
kebocoran plasma ke dalam urin dan
kematian sel epitel tubulus.
Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang
lebih rendah dan berasal dari luar uretra.
Silinder hialin atau silinder protein terutama
terdiri dari mucoprotein (protein Tamm-Horsfall)
yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder ini
homogen (tanpa struktur), tekstur halus, jernih,
sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya
membulat. Sedimen urin normal berisi 0 – 1
silinder hialin per LPL.
Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung
hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder
eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat
diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus
yang parah dengan kebocoran eritrosit atau kerusakan
tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit
melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-
Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit.
Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika
leukosit masuk dalam matriks Silinder. Adanya
silinder leukosit menunjukkan peradangan pada
ginjal.
Silinder granular adalah silinder selular yang
mengalami degenerasi.
Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular
yang mengalami perubahan degeneratif lebih lanjut.
Silinder lilin umumnya terkait dengan penyakit ginjal
berat.
Sel-sel ragi bisa merupakan kontaminan atau infeksi
jamur sejati. Paling sering adalah Candida, yang dapat
menginvasi kandung kemih, uretra, atau vagina.
Trichomonas vaginalis adalah parasit menular seksual yang
dapat berasal dari urogenital laki-laki dan perempuan.
Ukuran organisme ini bervariasi antara 1-2 kali diameter
leukosit. Organisme ini mudah diidentifikasi dengan cepat
dengan melihat adanya flagella dan pergerakannya yang
tidak menentu.
Kristal ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak
berwarna, dan bebentuk amplop atau halter. Kristal
dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi
makanan tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan
keracunan ethylene glycol.
Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang
seperti tutup peti mati (kadang-kadang juga bentuk daun
atau bintang), tak berwarna dan larut dalam asam cuka
encer.
Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke
coklat, berbentuk belah ketupat (kadang-kadang
berbentuk jarum atau mawar).
Cystine berbentuk heksagonal dan tipis.
Kristal ini muncul dalam urin sebagai akibat
dari cacat genetic atau penyakit hati yang
parah.
Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering
muncul bersama-sama dalam penyakit hati yang parah.
Tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai
berkas atau mawar dan kuning. Kristal dari asam amino
leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin.
Kristal kolesterol tampak regular atau irregular ,
transparan, tampak sebagai pelat tipis empat persegi
panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi
memiliki takik.
Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-
coklat, bentuk bulat tidak teratur, bulat
berduri, atau bulat bertanduk.
PEMERIKSAAN KIMIAWI SIGN GLUCOSE
gr/dl

BENEDICT
BLUE - 14
(PEMERIKSAAN GLUKOSA) 0-0,1

TRACE GREEN + 28
WITH YELLOW
0,5-1

YELLOW ++ 56

DIPANASKAN 1-1,5

BENEDICT 5 ml
URINE 8 GTT

BROWN +++ 83
1,5-2,5

1000 C
WATER BATH ORANGE ++++ 111
TO BRICK RED
5‘
2,5-4
PEMERIKSAAN PROTEIN
 Metode bang
 Pemanasan dgn Asam asetat
 Asam sulfosalysilat

Proteinuria : adanya protein dlm urine


Penyebab : adanya gangguan pada glomerulus
ginjal, myeloma, anemia hemolitik, dll.
FAESES
 Merupakan sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari
makanan yg kita makan yg dikeluarkan lewat anus
dari saluran cerna.
 Jmlah produksi normal 100-200 gr/hari
 Tinja terdiri dari: 
 sisa makanan yang tidak dapat dicerna
 pigmen dan garam empedu
 Sekresi intestinal termasuk mukus
 Lekosit yang migrasi dari aliran darah
 Epitel
 Bakteri
 Material anorganik terutama kalsium dan fosfat
 Makanan yang tidak tercerna (dalam jumlah yang
sangat kecil)
 Gas
INDIKASI PEMERIKSAAN
 Adanya diare dan konstipasi
 adanya darah dlm tinja
 Adanya lendir dlm tinja
 Adanya ikterus
 Adanya gangguan pencernaan
 Kecurigaan penyakit gastrointestinal
SYARAT PENGAMBILAN
1. tempat kering, bersih, bebas urin,
segera dikirim ke laboratorium
pemeriksa.
 Lama tinja di perjalanan sampai
mencapai lab 1-2 jam setelah
dikeluarkan penderita
2. Sampel terbaik adalah yang segar(baru)
3. Pengumpulan harus dilakukan sebelum
terapi antibiotika, antidiare, antasid,
bismuth dan barium serta diambil
seawal mungkin saat sakit
4. Jumlah sampel yang dibutuhkan minimal
20-30 gram tinja padat atau 2-3 sendok
makan tinja cair
5. Bila dijumpai mukus atau darah maka
sampel diambil dari tempat tersebut
karena parasit biasanya terdapat disitu.
6. Tidak boleh menggunakan feses yang
ditampung di kloset atau terkontaminasi
barium atau produk x-ray
7. Beri label yang berisi identitas seperti
nama, tanggal, alamat, apa yang akan
diminta untuk diperiksa
PERSIAPAN PENDERITA
 Terangkan cara penampungan dan apa
yang akan diperiksa
 Penderita diminta untuk defekasi pada
penampung feses bermulut lebar
 Jangan kencing di tempat penampungan
 Jangan meletakkan kertas toilet pada
penampung karena akan berpengaruh
terhadap hasil
PENUNDAAN PEMERIKSAA
 Dimasukkan dlm almari es
 Diberi formalin
 Diberi nitrogen

Cara memperoleh smpel :


 Spontan
 Rectal toucher
 Rectal swab dgn cotton wol (terutama pd
bayi)
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
 Warna
Normal : kuning muda
Abnormal (keadaan patologis)
 kuning hijau : diare berat
Hitam : perdarahan gastrointestinal atas
Dempul : penurunan pigmen empedu
dan obstruksi saluran empedu
Merah : perdarahan traktus
gastrointestinal bawah
 Konsistensi : padat, lembek, atw cair
 Lendir : dlm keadaan normal didapatkan
sedikit sekali lendir dlm tinja
 Bau : indol, skatol dan asam butirat
menyebabkan bau normal pada tinja
 Darah
Darah segar : kelainan disebelah distal
lambung
Darah tidak segar : kelainan disebelah
proksimal lambung
 Nanah
 pH : dipengaruhi oleh fermentasi bakteri
usus dan proses pembusukan. Dlm
keadaan normal pH feses adalah netral
sampai basa
Makanan mengandung karbohidrat : pH
menjadi asam
Makanan mengandung protein : pH
menjadi basa
 Sisa makanan : sisa serat atw sayur yg
tidak tercerna
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
Permiksaan mikroskopik meliputi :
1. Pemeriksaan protozoa
2. Pemeriksaan telur cacing
3. Leukosit
4. Eritrosit
5. Sel epitel
6. Kristal
7. Makrofag
8. Sel ragi
Dari semua pemeriksaan yang terpenting adalah
pemeriksaan protozoa dan telur cacing.
MIKROSKOPIK FESES
1. Pemeriksaan Protozoa
Biasanya akan diperoleh protozoa
dalam bentuk kista, bila konsistensi cair
baru diproleh bentuk trofozoit.
Sampel harus diperiksa dalam waktu 30
menit setelah sampeldiperoleh.
Pengawet yang digunakan yaitu :
2. 10% formol-garam (10mL formalin + 90
mL NaCl 0,85%).
3. Polivinil Alkohol (PVA).
GAMBAR PROTOZOA
MIKROSKOPIK FESES

2. Pemeriksaan Telur cacing


Dalam feses, ada empat jenis telur
cacing yang bisa ditemuksn yaitu Telur
Cacing Gekang Ascaris lumbricoides), Telur
cacing Tambang (Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale), Telur Cacing
Cambuk (Trichuristrichiura) dan
TelurCacing Pita (TaeniaSaginata dan
Taenia solium).
MIKROSKOPIK FESES

3. Pemeriksaan Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat
beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada
disentri basiler, klitis ulserosa dan peradangan
diperoleh peningkatan jumlah keukosit.
Eosinofil dapat ditemukan pada bagian tinja
yang berlendir pada pederita dengan alergi
saluran pencernaan.
Untuk mempermudah hitung leukosit dapat
di tambah 1 tetes as.acetat 10% pada 1 tetes
emulsi feses pada obyek glass.
MIKROSKOPIK FESES

4. Pemeriksaan Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat
lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih paroksimal
eritrosit telah hancur.
MIKROSKOPIK FESES

5. Pemeriksaan epitel
Dalam keadaan normal dapat
ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang
berasal dari dinding usus bagian distal. Sel
epitel yang berasal dari bagian paroksimal
jarang terlihat karena sel ini biasanya telah
rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak
kaalau ada perangsangan atau peradangan
dinding usus bagian distal.
MIKROSKOPIK FESES

6. Pemeriksaan kristal
kristal dalam tinja tidak banyak artinya.
Dalam tinja normal mungkin trlihat kristak
triple fosfat, kalsium oksalat dan asam
lemak. Sebagian kelainan mungkin dijumpai
kristal charcoat leyden, tinja lugol, butir2
amilum dan kristal hematoidin. Cristal charot
leyden didapat pada ulkus saluran
pencernaan seperti yang disebabkan
amubiasis. Pada perdarahan saluran
pencernaan mungkin di dapat kristal
hematoidin.
MIKROSKOPIK FESES

7. Pemeriksaan sel ragi


Hampir selalu ditemukan juga pada keadaan
normal, tetapi dalam keadaan tertentu
jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan
dengan keadaan abnormal.
Untuk identifikasi labih lanjut emulsi tinja
dicampur dengan larutan lugol untuk
menunjukkan adanya amilum (karbohidrat) yang
tidak sempurna dicerna akan tampak butiran
biru. Untuk protein digunakan reagen as.asetat
30% akan tampak butiran kuning muda. Sisa
makanan akan meningkat jumlahnya pada
sindroma malabsorpsi.
MIKROSKOPIK FESES

8. Pemeriksaan Makrofag
Makrofag adalah sel berinti satu
dengan daya fagositosis, dalam
sitoplasmanya seringa dapat dilihat bakteri
selain eritrosit, laukosit. Bentuknya
menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.
PEMERIKSAAN KIMIAWI FESES
Darah samar
- Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil
yg tidak dpt dinyatakan secara makroskopik
dan mikroskopik.
- Jika tes darah samar positif (+) tubuh
kehilangan darah > 2 ml/hari
- Metode pemeriksaan darah samar yg sering
dilakukan : guajac tes, orthotoluidine,
orthodinisidine, dan benzidine tes.
CAIRAN PLEURA
 Berada pada rongga pleura, sbg pelicin
gesekan antara pleura visceralis dan pleura
parietalis.
 Normal : cairan sedikit, 1-10 ml.
 Pembentukan cairan 0,01 ml/kg/jam
 Dihasilkan secara kontinu berdasarkan :
Tekanan hidrostatik kapiler
Tekanan onkotik plasma
Permeabilitas kapiler
 Direabsorbsi melalui limfatik dan venule
 Akumulasi cairan disebut efusi pleura
(Terbentuknya cairan dalam rongga pleura
lebih dari normal)
 Berdasarkan penyebabnya, efusi pleura
biasanya diklasifikasikan atas transudat
dan eksudat.
ETIOLOGI CAIRAN PLEURA
 INFEKSI
TUBERKULOSIS
NON TUBERKULOSIS
 Pneumonia ( para pneumonia efusi )
 Jamur
 Parasit
 Virus
 NON INFEKSI

Hipoproteinemia
Neoplasma
Kelainan sirkulasi/ gagal jantung
Emboli paru
Atelektasis
 TRAUMATIK ( HEMOTORAX )
TRANSUDAT
 Cairan dlm ruang interstitial yang terjadi hanya
sebagai akibat tekanan hidrostatik atau
turunnya protein plasma intravascular yang
meningkat (tdk disebabkan proses
peradangan/inflamasi).
 Pada umumnya berat jenis <1.012 yg
mencerminkan kandungan protein yg rendah
 Contoh transudat terdapat pada wanita hamil
dmn terjadi penekanan dlm cairan tubuh
 Merupakan discharge patologis, serum darah yg
merembes keluar dari pembuluh2 kapiler kedlm
sela-sela jaringan atau rongga badan tanpa
radang.
EKSUDAT
 Cairan radang ekstravaskular dgn berat jenis
tinggi (> 1.020) dan seringkali mengandung
protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yg
melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sbg
akibat permeabilitas vascular (yg
memungkinkan protein plasma dgn molekul
besar dpt terlepas), bertambahnya tekanan
hidrostatik intravascular sbg akibat aliran lokal
yg meningkat pula.
 Merupakan substansi yg merembes melalui
dinding vasa kedlm jaringan sekitarnya pada
radang, berupa nanah.
 Sifat cairan eksudat :
 eksudat serous
 eksudat fibrineus
 eksudat purument
 eksudat hemoragik

 Lokasi : - pleuritis eksudativa


- pericarditis
- peritonitis
PERBEDAAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT
Keterangan: Transudat: Eksudat:
Rivalta - +
Berat jenis < 1,016 > 1,016
Kadar protein < 3 gr / 100 cc > 3 gr / 100 cc
Protein plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU > 200 IU
LDH plasma < 0,6 > 0,6
Lekosit < 1000 / mm3 > 1000 / mm3

Hitung jenis leukosit < 50% limfosit > 50% limfosit


pH >7,3 < 7,3
Glukosa ≤ plasma < plasma
Amilase = plasma >plasma
Alkali fosfatase >75 u > 75 u
PENEGAKAN DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Radiologi
 Lab / Analisa cairan pleura
 Proof punksi ( pembuktian dengan melakukan
injeksi pada lokasi yg di curigai )
 Sitologi cairan pleura
 Biopsi pleura
PROSEDUR LABORATORIUM
 INDIKASI PUNKSI
Etiologi
Mengurangi gejala klinik
Memasukkan obat
 KOMPLIKASI
Perdarahan
Perubahan letak organ
PRA ANALITIK
 Pengambilan Spesimen
Bahan (dari rongga perut, pleura, pericardium,
sendi, kista, hidrocele,dsb.) didapat dengan
mengadakan pungsi. Karena tidak dapat
diketahui terlebih dulu apakah cairan itu
berupa transudat atau eksudat, syarat bekerja
steril harus dilakukan dan menyediakan
anticoagulant. Sediakanlah pada waktu
melakukan pungsi selain penampung biasa juga
penampung steril (untuk biakan) dan
penampung yang berisi larutan natrium citrat
20% atau heparin steril.
Persiapan bahan dan alat

 Stetoskop
 ALidocain 2%
 lkohol 70%
 Sarung tangan steril
 Plester
 Spuit 5 cc dan 50 cc
 Three way stopcock
 Kateter vena No. 14  kasa steril
 Blood set  Betadin
PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL
 Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau
setengah duduk, sisi yang sakit menghadap dokter
yang akan melakukan punksi.
 Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang
akan di punksi Pada linea aksilaris anterior atau linea
midaksilaris.
 Desinfeksi -> pasang duk steril
 Anestesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak
lurus ke arah pleura (lakukan tepat di daerah sela
iga), keluarkan lidokain perlahan hingga terasa
jarum menembus pleura.
 Pastikan tidak ada perdarahan.
 Jika jarum telah menembus ke rongga pleura,
kemudian dilakukan aspirasi beberapa cairan pleura.
 Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk
diagnostik telah cukup, tarik jarum dengan cepat
dengan arah tegak lurus pada saat ekspirasi dan
bekas luka tusukan segera ditutup dengan kasa
betadin, tetapi jika bertujuan terapeutik maka
pada lokasi yang sama dapat segera dilakukan
pengeluaran cairan / udara dengan teknik aspirasi
sebagai berikut:
 Dengan menggunakan katetervena No.14
Tusukkan kateter vena No. 14 pada tempat yang
telah disiapkan dan apabila telah menembus
pleura, piston jarum di tarik lalu disambung
dengan bloodset. Dilakukan sampai dengan
jumlah cairan didapatkan 1000 cc, indikasi lain
untuk penghentian aspirasi adalah timbul batuk-
batuk.
 Dengan bantuan tree way stopcock (jarum pipa
dengan stopkran)
Pasang jarum ukuran 18 pada sisi 1 dari stopkran, selang
infus set pada sisi 2 (untuk pembuangan) dan spuit 50 cc
pada sisi 3 (untuk aspirasi). Teknik:
 Tusukkan jarum melalui ruang interkosta dengan posisi

kran menghubungkan rongga pleura dan spuit,


sedangkan hubungan dengan selang pembuangan
terputus. Setelah jarum mencapai rongga pleura
dilakukan aspirasi sampai spuit terisi penuh.
 Kemudian posisi kran diubah sehingga arah ke rongga

pleura tertutup dan terjadi hubungan antara spuit


dengan selang pembuangan cairan pleura.
 Kran kembali diputar ke posisi (a), dilakukan aspirasi
sampai spuit terisi penuh, kran diputar ke posisi (b) dan
cairan pleura dibuang. Prosedur ini dilakukan berulang
sampai aspirasi selesai dan selanjutnya jarum dapat
dicabut.
Cairan pleura dibagi beberapa tabung :
 5-7 ml tabung EDTA pemeriksaan makrokopis
hitung jumlah sel, morfologi sel dan hitung
jenis.
 7-10 ml tabung heparin pemeriksaan kimia
protein, glukosa, lactate dehidrogenase
(LDH)
 7-10 ml tabung heparin steril untuk kultur,
pengecatan gram, BTA.
 25 ml atau lebih dalam wadah dengan
antikoagulan heparin untuk pemeriksaan
sitologi.
Yang harus diperhatikan pada waktu pungsi adalah
Pengambilan cairan tidak boleh seluruhnya karena
:
 Untuk menghindari terjadinya shock
 Pada cairan ascites banyak mengandung protein

Guna pemeriksaan :
 Untuk menentukan jenis cairan yang diperiksa
 Mengusahakan mencari penyebabnya

Syarat pemeriksaan :
 Harus dilakukan dengan cepat karena mudah terjadi
desintegrasi, oleh karena itu pemeriksaan yang
pertama kali dilakukan adalah pemeriksaan cytology.
ANALITIK

MAKROSKOPIS MIKROSKOPIS KIMIA


PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
1. Jumlah
Prinsip:
Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan
pungsi. jika semua cairan dikeluarkan jumlah itu
memberi petunjuk tentang luasnya kelainan.
 Analitik
Cara kerja :
 Masukkan cairan dalam becker glass
 Tuang cairan dri becker glass ke dalam gelas
ukur
 Lihat volume cairan yang ada pada gelas ukur
 2. Warna
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus

 Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus

 Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna yang berbeda


 Alat:
 Tabung reaksi bersih

 Analitik
Cara kerja :
 Masukkan cairan kedalam beckerglass

 Amati warna cairan secara visual

 Interpretasi hasil
 Transudat : kuning muda
 Eksudat : bermacam macam tergantung dari penyebabnya
 Hijau : bilirubin

 Merah : darah
 Putih kekuningan : pus

 Putih susu : chylus

 Biru kehijauan : bakteri pyocyanus


NORMAL ABNORMAL
3.    Kejernihan
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan
khusus
 Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus
 Prinsip tes: setiap kelainan memberi kekeruhan yang
berbeda
 Alat:
 Tabung reaksi bersih
 Analitik

Cara kerja
 Masukkan cairan kedakm becker glass
 amati kekeruhannya 
 interpretasi hasil
 Transudat : jernih
 Eksudat : agak keruh
4.   Bau
Biasanya baik transudat maupun eksudat tidak mempunyai
bau bermakna, kecuali kalau terjadi pembusukan protein.
Infeksi dengan kuman anaerob dan oleh E.coli mungkin
menimbulkan bau busuk, demikian adanya bau mengarah
ke eksudat.
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus

 Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus


 Prinsip tes: setiap kelainan member bau yang berbeda
 Alat:
 Tabung reaksi bersih

 Analitik
Cara kerja :
 Masukkan cairan kedalam becker glass
 dekatkan kearah hidung dan kibakan tangan kearah
hidung
5.  Berat Jenis
Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjadinya
bekuan. Penetapan ini penting untuk menentukan jenis
cairan. Kalau jumlah cairan yang tersedia cukup, penetapan
dapat dilakukan dengan urinometer, kalau hanya sedikt
sebaiknay memakai refraktometer. Seperti sudah
diterangkan, nilai berat jenis dapat ikut memberi petunjuk
apakah cairan mempunyai ciri-ciri transudat atau eksudat.
 Cara kerja :
 Masukkan cairan ke dalam becker glass
 Tuang cairan ke dalam gelas ukur 40-50ml
 Masukkan urinometer dalam gelas ukur
 Bacalah berat jenis cairan pada skala urinometer setinggi
miniskus bawah
 Interpretasi hasil
 Transudat : 1006- 1015
 Eksudat : 1018 – 1030
 Bekuan
 6. Bekuan
 Perhatikan terjadinya bekuan, dan terangkan
sifatnya (renggang, berkeping,
berbutir,  sangat halus, dll). Bekuan itu
tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada
eksudat. Kalau dikira cairan yang dipungsi
barsifat eksudat, campurlah sebagian dari
cairan itu dengan anticoagulant supaya tetap
cair dan dapat dipakai untuk pemeriksaan
lain-lain.
 Bekuan yang terjadi sangat lambat pada
transudat karena kadar fibrinogen yang
rendah disebut FIBRINOUS SWAB / PELICLE.
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus
 Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus
 Prinsip tes: fibrinogen menyebabkan sampel membeku
 Alat:
 Tabung reaksi jernih
 Analitik
Cara kerja :
 Masukkan sampel kedalam becker glass
 pipet caian dengan pipet tetes
 keluarkan cairan dengan pipet tetes
 jika cairan bisa dikeluarkan dari pipet tetes berarti bekuan (-)
 jika cairan sulit dikeluarkan dari pipet tetes berarti bekuan (+)
 adanya bekuan dinyatakan dengan : renggang, berkeping,
berbutir,sangat halus.
 Interpretasi hasil
 Transudat : (-) tidak terjadi bekuan
 Eksudat : (+) terjadi bekuan
PEMERIKSAAN KIMIA
Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja kepada
kadar glukosa dan protein dalam cairan itu.
Alasannya ialah cairan rongga dalam keadaan
normal mempunyai susunan yang praktis serupa
dengan susunan plasma darah tanpa albumin dan
globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar
glukosa sama sperti plasma, sedangkan eksudat
biasanya berisi kurang banyak glukosa
teristimewa jika eksudat itu mengandung banyak
leukosit.
Protein dalam transudat dan eksudat praktis
hanya fibrinogen saja. Dalam transudat kadar
fibrinogen rendah, yakni antara 300-400 mg/dl
dan dalam eksudat kadar protein 4-6 g/dl.  
PEMERIKSAAN KIMIA
1. Percobaan Rivalta
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak ada persiapan
khusus
 Persiapan sampel : tidak ada persiapan
khusus
 Prinsip :

Seromucin yang terdapat dalam eksudat dan


tidak terdapat dalam transudat akan
bereaksi dengan asam acetat encer
membentuk kekeruhan yang nyata. Protein +
asam asetat  presipitasi
Analitik
Cara kerja :
 Kedalam becker glass  100 ml dimasukkan 100 ml aquadest.
 Tambahkan 1 tetes asam asetat glacial dan campurlah.
 Aduk hingga homogen pH 4 – 5
 Jatuhkan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran
ini, dilepaskan kira-kira 1 cm dari atas permukaan.
 Perhatikan tetesan itu bercampur dan bereaksi dengan
cairan yang mengandung asam asetat. ada tiga kemungkinan
:
• Tetesan itu bercampur dengan larutan asam asetat tanpa
menimbulkan kekeruhan sama sekali. Hasil test adalah
negative.
• Tetesan itu mengadakan kekeruhan yang sangat ringan
serupa kabut halus. Hasil test positive lemah.
• Tetesan itu membuat kekeruhan yang nyata seperti kabut
tebal atau dalam keadaan ekstrem satu presipitat yang
putih. hasil test positive .
 Pasca analitik
Interpretasi
 Transudat : membentuk awan kemudian menghilang
 Eksudat : presipitasi putih tenggelam
 Catatan :
 Cara ini berdasarkan seromucin yang terdapat dalam
eksudat, tetapi tidak dalam transudat. Percobaan ini
hendaknya dilakukan beberapa kali untuk
mendapatkan hasil yang dapat diandali.
 Hasil positive didapat pada cairan yang bersifat
eksudat. Transudat biasanya menjadikan test ini
positive lemah. Kalau transudat sudah beberapa kalii
dispungsi, maka transudatpun mungkin menghasilkan
kekeruhan serupa yang dari eksudat juga. Cairan
rongga badan normal, yaitu yang bukan transudat atau
eksudat dalam arti klinik, menghasilkan test negative.
2. Kadar protein
Menentukan kadar protein dalam cairan rongga tubuh dapat
membantu klinik dalam membedakan transudat dari eksudat.
Kadar protein dalam transudat biasanya kurang dari 2,5 g/dl
sedangkan eksudat berisi lebih dari 4 g/dl. Penetapan ini tidak
memerlukan cara yang teliti.
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
 Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus
 Analitik
Prosedur kerja
 Tetapkan lebih dahulu berat jenis cairan itu.
 Kalau berat jenis 1010 atau kurang, adakanlah pengenceran
5-10 kali. Kalau berat jenis lebih dari 1010 buatlah
pengenceran 20 kali.
 Lakukanlah penetapan menurut Esbach dengan cairan yang
telah diencerkan itu. Dalam memperhitungkan hasil terakhir
ingatlah pengenceran yang tadi dibuat.
 Catatan :
Cara Esbach telah cukup teliti untuk dipakai
dalam klinik. Pengenceran yang diadakan itu
bermaksud agar kadar protein dalam cairan
yang diencerkan mendekati nilai 4 g/liter,
ialah kadar yang memberi hasil yang sebaik-
baiknya pada cara Esbach.
3. Zat lemak
 Transudat tidak mengandung zat lemak, kecuali
kalau tercampur dengan chylus. Dalam eksudat
mungkin didapat zat lemak, disebabkan oleh karena
dinding kapiler dapat ditembus olehnya. Keadaan
itu sering dipertalikan dengan proses tuberculosis.
 Kadang-kadang dilihat cairan yang putih serupa
susu. Dalam hal itu perlu mengetahui apakah
putihnya cairan itu disebabkan chylus atau oleh zat
lain.
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
 Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus
 Tujuan : untuk mengetahui apakah putihnya
cairan disebabkan chylus atau oleh zat lain.
 Analitik
Cara :
 Berilah larutan NaOH 0,1 N kepada cairan sehingga menjadi
lindi.
 Lakukan ekstraksi dengan eter. Jika cairan itu menjadi jernih,
putihnya disebabkan oleh chylus.
 Jika tidak menjadi jernih, putihnya mungkin disebabkan oleh
lecithin dalam keadaan emulsi. Untuk menyatakan lecithin
dilakukan test sebagai berikut :
 Encerkanlah larutan itu 5x dengan etilalkohol 95%
 Panasilah berhati-hati dlam bejana air. Kalau cairan menjadi
jernih, putihnya disebabkan oleh lecithin. Untuk lebih lanjut
membuktikannya teruskanlah percobaan dengan :
 Saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam keadaan
masih panas.
 Filtratnya ditampung dan diuapkan diatas air panas sampai
volume menjadi sebesar semula (sebelum diberi etilalkohol)
dan biarkan menjadi dingin lagi.
 Kalau menjadi keruh lagi, adanya lecithin terbukti. Kekeruhan
itu bertambah kalau diberi sedikit air.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS

 Menghitung jumlah sel dalam cairan eksudat atau


transudat tidak selalu mendatangkan manfaat.
 Jikalau sekiranya diperkirakan akan terjadi
bekuan, perlulah cairan setelah pungsi di campur
dengan anticoagulans, umpamanya larutan Na
citrate 20% untuk tiap 1 ml cairan dipakai 0,01
ml larutan citrate itu.
 Sel yang dihitung biasanya hanya leukosit
(bersama sel-sel berinti lain seperti sel mesotel,
sel plasma, dsb). Menghitung jumlah erytrosit
jarang sekali dilakukan karena tidak bermakna.
1. MENGHITUNG JENIS SEL
 Menghitung jenis sel biasanya hanya
membedakan dua golongan jenis sel yaitu
golongan yang berinti satu yang digolongkan
dengan nama “limfosit” dan golongan sel
polinuklear atau “segment”. Dalam golongan
limfosit ikut terhitung limfosit, sel-sel
mesotel, sel plasma, dsb.
 Perbandingan banyak sel dalam golongan –
golongan itu memberi petunjuk kearah jenis
radang yang menyebabkan atau menyertai
eksudat itu.
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan
khusus
 Persiapan sampel : sampel harus diperiksa paling
lambat 1 jam setelah pengambilan untuk
mencegah degenerasi sel yang ada. Sampel dapat
langsung dari cairan aspirasi atau dari sedimen
cairan pleura yang telah disentrifus (paling baik).
 Metode
Giemsa atau Wright Stain 
 Prinsip
Endapan cairan dibuat hapusan, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan tertentu (Giemsa/Wright) maka
sel lekosit akan mengambil warna zat.Lalu dihitung
dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000X
dalam 100 % sel lekosit. 
 Analitik
Cara :
Sedian apus dibuat dengan cara berlain-lainan
tergantung sifat cairan itu :
 jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak
mengandung banyak sel, pusinglah 10-15 ml bahan.
Cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan
beberapa tetes serum penderita sendiri. Buatlah
sediaan apus dari campuran itu.
 Kalau cairan keruh sekali atau purulent, buatlah
sediaan apus langsung memakai bahan itu. Jika
terdapat bekuan dalam cairan, bekuan itulah yang
dipakai untuk membuat sediaan tipis.
 Pulaan sediaan itu dengan Giemsa atau Wright.

 Lakukan hitung jenis atas 100-300 sel. Hitung jenis


itu hanya membedakan “limfosit” dari “segment”
seperti telah diterangkan.
 Pasca analitik
Interpretasi hasil
 Dominasi limfosit mendukung dugaan
neoplasma, limfoma atau tuberkulosis
 Dominasi leukosit polimorfonuklear sering
pada pneumonia dan infeksi virus
 Eosinofilia pada efusi pleura (>10 persen)
seringkali tidak spesifik, dapat terjadi
pada alergi, emboli paru, poliarteritis
nodusa, infeksi parasit dan jamur asbestos
2. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI
 Pra analitik
 Metode : Gram
 Prinsip

Bakteri gram (+) akan mengikat warna ungu


dari carbol gentian violet dan akan
diperkuat oleh lugol sehingga pada saat
pelunturan dengan alkohol 96 % warna ungu
tidak akan luntur, sedangkan gram (-) akan
Luntur oleh alkohol dan mengambil warna
merah dari fuksin
 Analitik
Prosedur Kerja 
 Setetes sampel yang telah disentrifuge dibuat
hapusan diatas objekglass, dan dikeringkan. 
 Diwarnai dengan karbol gentian violet selama 3
menit, dicuci 
 Ditambah lugol selama 1 menit, dicuci 
 Ditambah alkohol 96 %selama 30 detik, dicuci 
 Ditambah air fuchsin selama 2 menit, dicuci
dan dikeringkan 
 Diperiksa di bawah mikroskop dengan
pembesaran 1000 x 
 Catatan : 
 Transudat : Tidak ditemukan bakteri
 Eksudat : Ditemukan bakteri 
 Selain dengan pewarnaan gram, juga bisa
dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen
untuk menemukan adanya bakteri
clostridium. 
 Kalau akan mencari fungi (jamur) campur
setetes sampel dengan KOH/NaOH 10% diatas
objek glass, tutup dengan kaca penutup,
biarkan selama 20 menit, kemudian periksa
dibawah mikroskop. 
3. MENGHITUNG JUMLAH LEUKOSIT
 Pra analitik
 Persiapan tes : tidak dibutuhkan persiapan
khusus
 Persiapan sampel : cairan pengencer adalah
larutan Turk dengan perbandingan 1 : 20, bila
dengan cairan Turk menggumpal maka
diencerkan dengan NaCl 0,9%
 Metode 
Kamar hitung Improved Neubauer atau Fuchs
Rosenthal. 
 Prinsip 
Jumlah sel lekosit dihitung berdasarkan
pengenceran dalam larutan pengencer dan
jumlah sel dalam cairan dalam kamar hitung. 
 Analitik
Cara
 Metode manual menggunakan kamar hitung masih
merupakan metode pilihan
 Menggunakan kamar hitung Improved Neubauer

 Penghitungan dilakukan pada area 9 mm 2/9 kotak kamar


hitung
 Pipet larutan Turk dengan pipet leukosit dari Thoma
sampai tanda 1
 Pipet sampel sampai tanda 11 (pengenceran 10/9 kali)

 Campur 3 – 4 menit masukkan ke kamar hitung

 Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10


kali
 Hitung jumlah leukosit di seluruh kamar hitung 3 mm x 3
mm, kedalaman 0,1 mm
 Misal diperoleh n sel, maka jumlah sel/mm3 = 1/0,9 x n
10/9 = 100/81 n
 Pasca analitik
Interpretasi hasil
 Jumlah leukosit <1000/mm3  transudat
 Jumlah leukosit antar 500 – 2500 /mm3
neoplasma dan tuberkulosis
 Jumlah leukosit >10.000 / mm3 dengan
dominasi sel polimorfonuklear seringkali
karena infeksi piogenik
PEMERIKSAAN KADAR LAKTAT DEHIDROGENASE (LDH)
 Kadar LDH cairan pleura meningkat secara
proporsional dengan derajat inflamasi yang
terjadi. Penentuan kadar LDH dapat dipakai
untuk informasi tambahan dalam
membedakan transudat dan eksudat.
Penurunan kadar LDH  perbaikan pada
proses inflamasi. Kadar LDH meningkat 
inflamasi memburuk perlu dilakukan
tindakan atau pengobatan yang lebih agresif.
 Pra analitik
 Persiapan pasien : tidak ada persiapan
khusus
 Persiapan sampel : tidak ada persiapan
khusus
 Metode : kinetik UV
 Prinsip

Lactate + NAD+ pyruvate + NADH + H+


NADH akan mengoksidasi secara langsung
dengan bantuan aktivasi LDH dan diukur
dengan fotometer.
Analitik
Cara kerja
 Masukkan 50 µl sampel ke dalam tabung
mikro, lalu letakkan dalam rak sampel
sesuai nomor pemeriksaan
 Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai
program tes LDH
 Masukkan nomor identitas penderita dan
program tes
 Pengukuran dilakukan secara otomatis
 Hasil tes akan keluar pada print out

 Nilai rujukan : 100 – 190 IU


 Pasca analitik
Interpretasi:
 Transudat : < 200 IU
 Eksudat : > 200 IU

Menurut LIGHT dkk criteria untuk eksudat


sebagai
berikut:
 Ratio protein cairan pleura dengan protein
serum >0,5
 LDH cairan pleura > 200 IU
 Ratio protein cairan pleura dengan LDH
serum >0,6
ANALISA CAIRAN
OTAK
 Fungsi cairan otak:
Pelindung mekanik teradap trauma
eksternal
Pengatur volume intracranial
Media nutrisi
Saluran sekretorik untuk metabolit
jaringan saraf
INDIKSI PUNKSI CAIRAN OTAK
 Diagnostik
 Gejala iritasi meningeal
(meningitis,poliomyeltis,perdarahan
intracranial)
 Gejala fokal dari kelainan SSP (parese,
paralisis, spasm, reflek abnormal, ganguan
sensoris)
 Tanda kenaikan TIK (sakit kepala hebat,
muntah proyektil, konvusi, koma, hemiplegi)
 Radiologik (encephalography,ventriculography)
 Gejala spinal (paraplegi spastik, palsy tungkai)
 Therapeutik
Pemberian antibiotika
Anesthesi spinal
KONTRAINDIKASI
 Tidak terdapat kontraindikasi absolut
 Harus berhati-hati pada keadaan :
Tumor otak, terutama di daerah
cerebelum atau ventrikel ketiga
Perdarahan intracranial yang baru
terjadi, dapat mengganggu proses
pembekuan
Penyakit jantung berat
Jangan dilakukan pada waktu konvulsi
PENGAMBILAN CAIRAN OTAK
 aseptik
 Penderita berbaring pada satu sisi
 Lokasi punksi antara verteba L3-L4
 Pengambilan sebanyak 10-15 ml
 Tampung cairan di tiga tabung steril
 I : beberapa tetes, ditolak bila bloody, dpt untuk kultur
 II : 6-7 ml, disentrifuse
 Supernatan : glukosa, protein, sisa diamati adanya

clotting
 Sediment : cat gram, BTA, Diff count, india ink untuk

Crytococcus, kultur
 III : 2 ml, tidak disentrifus
 Hitung lekosit

 Nonne-pandy
PEMERIKSAAN CAIRAN OTAK
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan mikroskopik
 Pemeriksaan kimia
 Pemeriksaan bakteriologik
 Pemeriksaan serologik
PEMERIKSAAN FISIK
 Tekanan dalam cairan otak
Jarum punksi sudah masuk ke can.
Cerebrospinalis, hub. Pangkal dengan
manometer, catat segera tekanan yang
terbaca.
Normal : 100-200 mm H2O (dewasa)
atau
7-15 mm Hg (dewasa)
50-100 mm H2O (anak)
Abnormal : <50 mm H2O atau >250 mm
H2O
Meningkat :
 Keradangan meningeal

 Tumor/abses/edem otak

 Perdarahan intracranial

 Sumbatan can. Cerebeospinalis (di

bawah punksi)
 Hidrocephalus

 Cerebral syphilis, epilepsi

Menurun:
 Shock, dehidrasi

 Sumbatan can. Cerebrospinalis (di atas

punksi)
 Appearance
 Normal : jernih seperti kristal
 Jernih : meningismus, hydrocephalus, uremia,
meningitis Tb, poliomyelitis, cerebral syphilis
 Warna/ keruh : darah, pus, bilirubin, bakteri
 Tampung cairan di tiga tabung:
 Perdarahan karena trauma waktu punksi :

darah hanya di tab I, Tab. II dan III lebih


jernih ; Sentrifugasi, terbentuk supernatan
yang jernih; mikroskopis, tampak eritrosit
yang normal.
 Perdarahan patologis : Ketiga tab. sama

warnanya; Sentrifugasi, terbentuk supernatan


kekuningan; mikroskopis, tampak eritrosit
yang krenasi.
Xanthochrome (kekuningan karena
bilirubin), karena perdarahan yang
sudah lama terjadi, meningitis Tb,
coccus, jaundice, bayi prematur, ikterus
neonatorum.
Keruh :lekosit yang banyak, meningitis
pyogenik, abses otak
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
 Jumlah lekosit
Ditentukan segera (setengah jam setelah
punksi dilakukan)
Cara : sama seperti hitung lekosit dalam
darah (kamar hitung)
Normal : 0-10 sel/ mm3
 Hitung jenis
Cat wright’s atau biru metilen
Normal : semua limfosit kecil
 Lekosit meningkat: pleocytosis
 10-100/mm3, didominasi limfosit,
meningitis Tb, neurosyphilis, poliomyelitis
anterior, sklerosis multipel.
 ± 1000/mm3, didominasi limfosit,
meningitis Tb lanjut, akut meningitis
syphilis
 > 1000/mm3, didominasi segmen netrofil,
meningitis piogenik, abses otak
 Pleocytosis lanjutkan pemeriksaan
bakteriologik
PEMERIKSAAN KIMIA
 Globulin
Tes Nonne dan Pandy
 Nonne : 2 ml lar. Ammonium sulfat

jenuh
1 ml cairan otak
positif : cincin putih atau
abu-abu pada perbatasan
 Pandy : 1 ml larutan fenol jenuh

1 tetes cairan otak


positif : cincin putih kebiruan
 Protein
Penentuan dengan spektrofotometri
Meningkat :
 Peningkatan permeabilitas BBB, mis :

trauma prematuritas
 Penigkatan jumlah sel (leko, ery,

bakteri)
 Peningkatan kadar protein plasma, mis

: MM
 Sumbatan can. Spinalis karena tumo

otak, atau perlekatan arachnoid pada


meningitis piogenik
Normal : 30-45 mg/ 100ml
 Fibrinogen
Normal : cairan otak bila dibiarkan tidak
akan membeku
Perdarahan patologis : cairan otak dapat
membeku, karena adanya fibrinogen.
Jika kadar protein sangat tinggi > 200
mg/100ml, jumlah fibrinogen akan
meningkat, dpt terbentuk bekuan.
Spider web : bekuan yang terbentuk
perlahan : meningitis Tb akut,
neurosyphilis, poliomylitis
Pemeriksaan dilakukan dalam 24 jam
 Glukosa
Kadarnya sangat dipengaruhi kadar
glukosa darah.
± 60 % dari kadar glukosa darah
Jika ada kerusakan BBB, glukosa mudah
masuk ke dalam cairan otak, kadar
glukosa =
Pemeriksaan dilakukan bersamaan dgn
pemeriksaan glukosa darah
 Chlor
Cara penentuan = dalam darah
Menurun : meningitis Tb/ pyogenik
Meningkat : urea
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIK
 Kultur dan hapusan cairan otak
 Hapusan diwarnai gram atau ZN
PEMERIKSAAN SEROLOGIK
 Pda dugaan meningitis syphilitica dapat
dilakukan tes VDRL
TES DAN INTERPRETASI
CAIRAN SENDI
RHEUMATOID ARTHRITIS
PENDAHULUAN
Cairan sendi adalah cairan viskos yang terdapat
dalam rongga sendi,
Komposisi kimia = plasma darah,selama cairan
sendi itu merupakan ultrafiltrat plasma
Fungsi :
- mensuplai makanan bagi kartilago sendi
- sebagai pelumas dan pelindung sendi.
Mengandung mukopolisakarida dengan BM besar =
asam hialuronat.
Asam hialuronat menyebabkan cairan sendi bersifat
kental.
Pembentukan :
- hasil dialisis plasma
- produksi dari sel-sel sinoviosit.
Volume : ± 1-3 ml.
PATOLOGI
Secara patologis cairan sendi dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok :
1. non inflamatorik
2. inflamatorik akut
3. hemoragik
4. septik
TES UNTUK PEMERIKSAAN
CAIRAN SENDI
1. Tes makroskopis :
- warna dan kejernihan
- bekuan
- viskositas
- tes mucin
2. Tes mikroskopis :
- jumlah leukosit
- Morfologi dan hitung jenis
- kristal-kristal
3. Tes Kimia :
- Tes Glukosa
- LDH (Laktat dehidrogenase)
LANJUTAN………
4. Tes Serologi :
- RF (Rhematoid Factor)
- CRP (C-Reactive Protein)
- ANA (Antinuclear Antibodies)
5. Tes Mikrobiologi :
- Pewarnaan gram
- Acid fast staining
Teknik pengambilan cairan sendi = “Artrosentesis”
Indikasi :
- memastikan diagnosis
- mengurangi rasa sakit dan untuk
memperbaikifungsi gerak persendian.
- Diagnosis banding
- Pemberian obat intra artikuler (terapeutik)
Kontra indikasi :
- infeksi lokal
- diatesis hemoragik
- fraktur intra artikuler
- Osteoporosis juxta-artikuler yang berat.
- sendi yang tidak stabil
- tidak ada indikasi yang tepat
- kegagalan suntikan terdahulu (bukan karena
kesalahan teknik)
Komplikasi melakukan aspirasi cairan sendi:
1. Infeksi
2. Perdarahan
3. Kerusakan kartilago sendi
4. Ruptur tendo/ligamen
TEKNIK ARTROSENTESIS :
1. Alat dan bahan :
- spuit dan jarum disposible (19 – 25)
- pulpen untuk menandai titik yang akan
disuntik.
- anestesi lokal (lidokain/etilklorida spray)
- kapas alkohol, kain kasa, yodium.
- tabung aspirasi 4 buah
LANJUTAN………..
2. Cara kerja :
- Penyuntikan dilakukan dalam keadaan steril.
- tentukan tempat pengambilan yang tepat dan
tandai dengan pulpen.
- atur posisi penderita dalam keadaan rileks.
- lakukan asepsis dan antisepsis tempat suntikan.
- beri anestesi lokal (infiltrasi/semprotan)
- lakukan aspirasi secara perlahan-lahan.
- cairan dapat diambil 10-20 ml. tampung aspiratke
dalam 4 tabung yang telah disiapkan.
LANJUTAN……….
 Tabung I (tanpa antikoagulan):
Tes makroskopis.
 Tabung II (dengan antikoagulan EDTA) :
Tes mikroskopis.
 Tabung III (tabung harus steril, berisi
heparin/EDTA) : Tes mikrobiologi
 Tabung IV (tanpa antikoagulan) : tes kimia
dan serologi (imunologi)
TES MAKROSKOPIS
1. Warna dan kejernihan :
Prinsip : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan
berbeda.
Interpretasi :
- Normal : tidak berwarna dan jernih.
 Kuning jernih: artritis traumatik, osteoartritis dan
artritis rematoid ringan.
 Kuning keruh: inflamasi spesifik dan nonspesifik,
>>leukosit.
 Chyloid(susu): artritis rematoid dengan efusi kronik,
pirai, dan obstruksi limfatik.
 Nanah/purulen: artritis septik
 Seperti darah: trauma, hemofilia dan sinovisitis
vilonodularis hemoragik.
 Kuning kecoklatan: perdarahan yang telah lama
2. Bekuan.
Prinsip : fibrinogen menyebabkan sampel membeku
Interpretasi:
 Normal : > 1 jam tidak membeku
 Bekuan+ : ada proses peradangan
makin besar bekuan, makin berat peradangan
3. Viskositas.
Prinsip: adanya asam hialuronat menentukan viskositas cairan
Interpretasi:
 Normal : ukuran panjang tetesan > 6 cm/tanpa putus
 Viskositas tinggi : panjang tetesan tanpa putus 4-6cm non
inflamatorik
 Viskositas menurun (<4 cm) inflamatorik akut dan septik.
 Viskositas bervariasi  hemoragik
(tidak dapat dipakai untuk diagnosis banding)
4. Tes mucin
Prinsip: asam asetat dapat membekukan asam
hialuronat dan protein
Interpretasi :
 Mucin baik/normal: terlihat satu bekuan kenyal
dalam cairan jernih.
 Mucin sedang: bekuan kurang kuat dan tidak
mempunyai batas tegas dalam cairan jernih RA
 Mucin jelek: bekuan terjadi berkeping-keping
dalam cairan keruh  infeksi.
TES MIKROSKOPIS
1. Jumlah leukosit.
Prinsip: sampel diencerkan NaCl 0,9% dan
dimasukkan ke dalam bilik hitung
(hemositometer) dengan memperhitungkan
faktor pengenceran, jumlah leukosit dapat
diketahui. (n/v x p).
Interpretasi:
 Normal: jumlah leukosit < 200/mm3.
 L 200-500/mm3 penyakit
degeneratif/non inflamatorik.
 L 2000-100.000/mm3  kelompok
inflamatorik akut
 Kelompok inflamatorik akut :
- L 750-45.000/mm3(±13.500/mm3): artritis gout
akut.
- L 300-98.000/mm3(±17.800/mm3): RF
 L 300-75.000/mm3(±15.500/mm3): RA
 L 20.000-200.000/mm3  kelompok
septik(infeksi) :
-L 2.500-105.000/mm3(±23.500/mm3): artritis TB
-L 1.500-108.000/mm3(±14.000/mm3): artritis gonore.
-L 15.600-213.000/mm3(65.400/mm3): artritis septik
- L 200-10.000/mm3 kelompok hemoragik
2. Morfologi dan hitung jenis.
Prinsip : cairan sendi diapuskan di atas kaca obyek
kemudian diwarnai.
Interpretasi :
 Normal : jumlah neutrofil < 25%
 kelompok infamatorik akut :
 artritis gout akut (48-94%)
 RF (8-89%)
 RA (5-96%)
 Kelompok septik :
 Artritis TB (29-96%)
 Artritis GO (2-96%)
 Artritis septik (75-100%)
- Kelompok hemoragik : < 50%
3.Kristal-kristal.
Prinsip: jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Interpretasi:
 Normal: tidak ditemukan kristaldalam cairan sendi.
 Kristal kolesterol  RA
 Monosodium urat (MSU)  artritis gout.
TES KIMIA
1. Tes Glukosa:
Prinsip: intensitas warna yang terbentuk hasil
reaksi diukur dengan fotometer.
Interpretasi :
 Normal : perbedaan antara glukosaserum dan
glukosa cairan sendi = < 10 mg/dl
 Kelompok inflamatorik:
 Artritis gout akut perbedaan 0-41 mg/dl (±12 mg/dl)
 RF  perbedaannya 6 mg/dl
 RA  perbedaanya 0-88 mg/dl (± 31mg/dl)
 Kelompok septik :
 Artritis TB perbedaan 0-108 mg/dl (±57
mg/dl)
 Artritis GO perbedaan 0-97 mg/dl (±26
mg/dl)
 Artritis septik -->perbedaan 40-122 mg/dl
(±71 mg/dl)
 Kelompok hemoragik  pebedaannya
< 25 mg/dl
2. LDH
Prinsip: intensitas warna yang terbentuk hasil
reaksi diukur dengan fotometer.
Interpretasi:
 Normal : 100-190 U/L
 LDH meningkat pada RA, gout dan artritis
karena infeksi, tetapnormalpada penyakit
sendi generatif.
TES SEROLOGI
1. Tes Faktor Rematoid (RF)
Prinsip : faktor rematoid dapat dideteksi
dengan menggunakan suspensi granul
plastik yang dilapisi gamma globulin
manusia dan akan beraglutinasi jika ada
faktor rematoid.
Interpretasi :
- Normal: Aglutinasi negatip : kadar RF < 8 IU/L
- Aglutinasi+ (RF+) : > 60% ditemukan pada
cairan sendi dan serum pada penderita RA.
- Positip palsu : SLE, hepatitis, limfoma,
skleroderma dan penyakit karena infeksi.
2. Tes CRP:
Prinsip: reaksiaglutinasiterjadi akibat adanya
inflamasi atau nekrosis jaringan.
Interpretasi :
- Normal Aglutnasi negatip :kadar CRP < 6 mg/l
- Aglutinasi positip:
 > 70 % penderita pada RA aktif,
 Demam rematik
 Keganasan
 Infeksivirus
 TBC
 Kerusakan jaringan dan inflamasi
3. Tes ANA
Prinsip :
Metode sandwich : Ag + Ab + anti IgG  warna
biru, baca dengan reader immunoassay
OD sampel/OD kalibrator = jumlah ANA
Interpretasi:
 Jumlah ANA < 1 : negatip
 Jumlah ANA > 1 : positip
 Positip > 70% ditemukan cairan sendi penderita
SLE dan > 20% pada penderita RA
TES MIKROBIOLOGI
Tes ini dilakukan bilaada dugaan kelainan sendi
disebabkan infeksi (artritis GO atau artritis
TBC).
1. Pewarnaan Gram
Prinsip :
- bakteri Gram+ akan tetap mengikat warna
ungu meskipun ada penambahan alkohol dan
fuschin/safranin.
- bakteri Gram- akanmelepaskan warnaungu
dengan adanya penambahan alkohol dan akan
mengikat fuschin/safranin menjadi warna
merah
Interpretasi:
 Gram+ (bakteri bentuk batang) : pada
artritis TBC
 Gram – (bakteri bentuk kokus) : pada
artritis GO
2. Pewarnaan tahan asam.
Prinsip : kuman akan mengambil warna sesuai
sifatnya.
Interpretasi :
 Basil tahan asam (+) : basil terlihat berwarna
merah.
 Basil tidak tahan asam : badan basil akan berwarna
biru.
ALGORITMA ANALISIS CAIRAN SENDI
Tes Normal Non Inflam Inflamasi Septik hemoragik

Tdk Kuning Kuning Kuning Merah/xant


Warna dan
berwarna muda keruh tranp- keruh tranp- okrom
kejernihan
dan jernih transparan opag opag tranp-opag

Volume < 3,5 ml > 3,5 ml >3,5 ml > 3,5 ml > 3,5 ml

Bekuan negatip negatip positip positip negatip

viskositas tinggi tinggi menurun menurun bervariasi

Mucin baik baik Cukup-jelek jelek bervariasi

Lekosit < 200 < 5000 2000-100rb 20rb-200rb < 10.000

Neutrofil < 25% < 25% > 50 % > 75% < 50 %

Glukosa < 10 < 10 < 25 < 25-60 < 25

Kultur negatip negatip negatip positip negatip

Anda mungkin juga menyukai