Anda di halaman 1dari 18

AKUNTANSI BELA NEGARA

TUGAS REVIEW JURNAL

Disusun Oleh :

Kelompok 4 – Kelas E

1. Muhammad Abdul Q.J. (17013010024)


2. Achmad Ihza Maulana I. (17013010027)
3. Moch. Fadil Pratama P. (17013010170)
4. Wahyu Mas Bayu A. (17013010186)
5. Andreansyah Firman M. (17013010194)
6. Excelino Seisa M. (17013010196)
7. Muhammad Ridwan (17013010286)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

SURABAYA

2020
JURNAL 1 : “Perilaku Kecurangan Akademik Mahasiswa Akuntansi: Dimensi
Fraud Triangle”

Nama penulis : Annisa Fitriana

Zaki Baridwan

E-mail : https://ub.ac.id

Universitas : Universitas Brawijaya

Alamat : Jl. MT. Haryono 165, Malang

Masalah:

1. Perubahan Jaman menghadirkan tantangan unik untuk para akademisi yang dapat
berupa praktik praktik kecurangan (Academic Fraud)
2. Fraud Triangle (tekanan, peluang, dan rasionalisasi) berpengaruh pada perilaku
kecurangan mahasiswa

Tujuan:

1. Untuk mengetahui pengaruh perilaku kecurangan akademik mahasiswa akuntansi


terhadap Fraud Triangle (tekanan, peluang dan rasionalisasi)
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kecurangan akademik mahasiswa akuntansi
terhadap Fraud Triangle.
3. Untuk mengetahui alasan seseorang melakukan kecurangan akademik
4. Untuk membandingkan waktu yang digunakan responden dalam hal belajar dan
bersenang-senang beserta pengaruhnya.

Hasil Diskusi

Pada zaman serba kompetitif ini dimana saling berlomba dengan pengetauhan dan
skill yang dimiliki, dimana setiap manusia membutuhkan pendidikan yang berkualitas.
Tentunya dengan adanya Pendidikan yang berkualitas dapat mewujudkan misi dan visi
dalam Negara. Sejatinya pendidikan yang harus kita dapatkan ialah dari SD sampai dengan
Perguruan Tinggi. Semua dilakukan dengan proses pembelajaran yang kompetitif. Yang
mana capaian hasil pembelajaran di anggap sebagai pembandingnya.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara
(Undang-Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan tinggi sebagai dari sistem pendidikan
nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Peran
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang dimiliki pendidikan tinggi terancam
dengan ditemukannya praktik – praktik kecurangan (fraud) yang terjadi, dan biasa disebut
sebagai academic fraud.
Pendidikan diperlukan untuk meningkatkan wawasan dan kualitas SDM. Hal tersebut
akan berguna nantinya dalam menunjang keberhasilan cita – cita Negara. Salah satunya
didalam strata tertinggi yaitu perguraun tinggi yang menuntun mahasiswanya sebagai
seorang professional sesuai dengan bidang yang mereka tempuh selama perkuliahan
berlangsung. Setiap perguruan tinggi tentunya menginginkan alumnusnya dapat bersaing
dalam era globalisasi ini. Seperti yang kita ketauhi semua perguruan tinggi berlomba –
lomba dalam mengembangkan akademik maupun softskill mahasiswa dan dapat
meningkatkan reputasi dan kredibilitasnya. Salah satunya perguruan tinggi Universitas
Brawijaya. Dalam rangka mempertahankan reputasinya, Universitas Brawijaya memiliki misi
yang sejalan dengan melawan praktik kecurangan yaitu untuk menyelenggarakan proses
pendidikan agar mahasiswa dapat menjadi manusia yang berkemampuan akademik
dan/atau professional serta memiliki kualitas dan kepribadian (Universitas Brawijaya 2007).

Di dalam dunia pendidikan, praktik kecurangan kerap kali dilakukan. Kecurangan


dalam dunia akademik dapat disimpulkan sebagai suatu tindakan tidak terpuji dan tidak
dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Tindakan tidak etis ini dilakukan atas dasar
bersaingan yang ketat dan ditutut untuk melakukan inovasi secara terus menerus. Dalam
dunia akademik, mahasiswa tentu diliputi oleh banyak kekhawatiran yang menyebabkan
berkurangnya wujud bela negara pada umumnya dan percaya diri pada khususnya. Hal ini
dapat dilihat dengan semakin seringnya mahasiswa melakukan tindakan kecurangan
seakan-akan menganggap hal tersebut adalah hal yang wajar untuk dilakukan. Tentu saja
tindakan yang dilakukan ini dapat sangat merugikan bagi diri mereka sendiri ketika mereka
memasuki duni kerja.

Menurut Bolin (2004), Lawson( 2004, dan Becker et al. (2006) mengatakan bahwa
sebagian besar penyebab kecurangan adalah ada tiga faktor yaitu tekanan, kesempatan,
dan rasionalisasi. Ketiga faktor tersebut sering disebut dengan Fraud Triangle. Fraud
Triangle sendiri adalah faktor faktor yang dapat melatarbelakangi seseorang untuk
melakukan suatu kecurangan. Dengan satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut, seseorang
mendapat celah untuk melakukan tindakan yang melanggar.

Sebelum menuju kepada contoh riilnya, perlu diketahui definisi dari ketiga faktor
tersebut. Tekanan dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang mendorongs seseorang untuk
melakukan suatu tindakan. Kesempatan adalah celah di mana seseorang dapat melakukan
suatu tindakan, sedangkan rasionalisasi maksudnya adalah wujud membenarkan diri
sendiri.

Suatu tekanan dapat dilakukan adanya suatu dorongan dari berbagai situasi, seperti
halnya dari orang tua yang menuntut anaknya mendapatkan IPK tinggi, adanya dorongan
dari teman kampus yang selalu mendapatkan Ipk terbaik, dan bahkan dapat timbul dari
dalam dirinya yang ingin mendaptkan yang terabaik. Beratnya tugas yang diberikan terlalu
banyak serta tingkat kesukaran yang ada dapat mendorong mahasiwa untuk melakukan hal
– hal yang instan dengan hasil terbaik. Hal tersebut dapat mendorong untuk melakukan
kecurangan akademik untuk mendapatkan yang mereka inginkan. Peluang dapat timbul
karena suatu keadaan yang mendukung untuk mereka berbuat kecurangan akademik atau
bahkan dapat dipengaruhi dari pihak kampus yang tidak memberikan peraturan yang tegas
serta sanksi bagi pelanggar pearturan tersebut. Rasionalisasi yaitu kegiatan yang dilakukan
oleh mahasiswa dimana menurut mereka kegiatan kecurangan akademik yaitu kegiatan
yang biasa dan tidak melanggar kode etik yang berlaku. Seperti halnya, mereka
membudayakan mencontek dengan perasaan yang tidak bersalah. Perilaku tersebut telah
menyeleweng nilai – nilai Pancasila sebagai ideologi Negara.

Pendidikan berperan penting dalam mengembangkan potensi pada setiap orang.


Adapun faktor – faktor yang menyebabkan adanya kecurangan akademik mahasiswa
akuntansi sebagian besar adalah ada tiga faktor yaitu tekanan, kesempatan, dan
rasionalisasi. Tekanan dapat uji dengan indikator menurut Becker et al. (2006) yang
diadopsi Gardner dan Melvin (1983) yaitu :

1. Tugas yang diberikan terlalu banyak


2. Pola pikir pesimis untuk memenuhi standar kelulusan
3. Ujian yang diberikan dirasa terlalu sulit
4. Kegiatan ekstra diluar perkuliahan yang menyulitkan memanage waktu

Peluang dapat uji dengan indikator menurut Becker et al. (2006) yang diadopsi Gardner
dan Melvin (1983) yaitu :

1. Aturan yang belum tegas didalam kampus, Seperti halnya jika ada yang mencontek,
pengawas ujian tidak melakukan pencegahan.
2. Pola-pola ujian yang sama dengan kelompok mahasiswa yang berbeda
3. Tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan dikampus
4. Terjadinya lingkungan yang sama – sama melakukan kecurangan

Rasionalisasi dapat uji dengan indikator menurut Becker et al. (2006) yang diadopsi
Gardner dan Melvin (1983) dan Kock dan Davidson (2003) yaitu :

1. Pengajar tidak memberikan arahan agar tidak melakukan kecurangan dalam kampus
dan tidak memberikan sanksi yang tegas
2. Fakultas tidak selalu mendeteksi adanya perilaku kecurangan

Perilaku kecurangan akademik mahasiswa akuntansi dipengaruhi oleh dimensi


Fraud Triangle yang terdiri tekanan (incentive), peluang (opportunity), dan rasionalisasi
(rationalization). Semakin tinggi tekanan, maka semakin tinggi perilaku kecurangan
akademik yang dilakukan oleh mahasiswa akuntansi Universitas Brawijaya. Semakin tinggi
kesempatan, maka semakin tinggi perilaku kecurangan akademik yang dilakukan oleh
mahasiswa akuntansi Universitas Brawijaya. Semakin tinggi rasionalisasi, maka semakin
tinggi perilaku kecurangan akademik yang dilakukan oleh mahasiswa akuntansi Universitas
Brawijaya.

Perilaku – perilaku kecurangan akademik sepatutnya tidak terjadi agar proses


pembelajaran bisa berlangsung secara kooperatif dan tidak menyeleweng dari visi dan misi
Universitas Brawijaya.
Kesimpulan :

 Berdasarkan bukti-bukti data-data yang telah ditemukan dimasyarakat dalam


penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa tindakan kecurangan akademik
mahasiswa dapat terjadi dikarenanakan alasan dorongan dari dalam maupun luar diri
sendiri.
 Nilai-niai bela negara di era globalisasasi ini semakin tergerus oleh perkembangan
zaman. Hal ini dapat dilihat salah satunya dari tindakan kecurangan yang sering
dilakukan oleh oknum mahasiswa.
 Tindakan kecurangan yang kerap terjadi dapat menjadi ancaman bagi
keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Tindakan tidak etis seperti fraud yang dilakukan di dunia akademik terjadi karena
belum adanya pandangan atau wadah mengenai tindakan kecurangan, kurangnya
etika moral serta berfokusnya hasil dibandingkan dengan proses.
 Sebagian besar penyebab kecurangan akademik ada tiga faktor yaitu tekanan,
kesempatan, dan rasionalisasi (Fraud Triangle). Semakin tinggi tekanan, maka
semakin tinggi perilaku kecurangan akademik yang dilakukan. Semakin tinggi
kesempatan, maka semakin tinggi perilaku kecurangan akademik yang dilakukan.
Semakin tinggi rasionalisasi, maka semakin tinggi perilaku kecurangan akademik
yang dilakukan.
 Penyebab kecurangan dari oknum mahasiswa sendiri antara lain kurangnya
intensitas waktu belajar jika dibandingkan dengan waktu bersenang-senang.

Saran :

 Mahasiswa harus benar-benar mengimplementasikan unsur-unsur bela negara


dan ideologi pancasila supaya dapat menjadi sebuah garis pembeda mana yang
harus dilakukan dan mana yang tidak.
 Mahasiswa belajar dikampus tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
membahagiakan orang tuanya, sehingga seorang mahasiswa harusnya
menggunakan logika berpikirnya ketika akan melakukan sesuatu agar tidak
merugikan orang tuanya.
 Dosen juga seharunya memikirkan mahasiswanya ketika memberi tugas. Yang
dimaksud disini adalah dosen harus melihat melalui sudut pandang mahasiswa
ketika jarak antara rumah dan kampus sangat jauh sehingga tidak memberi tugas
yang terlalu banyak, apalagi bila terdapat banyak mata kuliah lainya pada hari
tersebut. Yang menyebabkan mahasiswa merasaskan tekanan.
 Pihak kampus sebaiknya memberikan pandangan dan fokus tersendiri bagi
fenomena kecurangan: fraud triangle dan memberlakukan serangkaian aturan
supaya hal tersebut dapat diminamilisir seperti penggunaan turnitin untuk
plagiarisme tugas-tugas paper.

Bagi semua pihak, seharusnya ditanamkan mindset untuk menikmati serta memahami
proses dan tidak hanya berorientasi pada hasil saja sehingga cara-cara kecurangan: fraud
triangle bisa dicegah.
Daftar Pustaka

Davis S.F., Grover, C.A., Becker A.H. and Mcgregor, LN. 1992. “Academic Dishonesty:
Prevalence, Determinants, Techniques, and Punishments”. Teaching of Psychatogy.19:
16-20.
Pemerintah Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Becker, J. Coonoly, Paula L, and J. Morrison. 2006. “Using the Business Fraud Triangle to
Predict Academic Dishonesty Among Business Students”. Academy of Educational
Leadership Journal, Volume 10, Number 2
JURNAL 2 : “THE RELATIONSHIP BETWEEN ACADEMIC FRAUDS WITH UNETHICAL
ATTITUDE AND ACCOUNTING FRAUD”

Latar Belakang

Saat ini kita mengalami masa dimana banyak terjadi penurunan moral, terutama
dalam akuntansi. Hal ini bisa dilihat dari perilaku tidak etis yang menyebar luas. Akuntan
publik yang seharusnya dipercaya oleh orang-orang pada umumnya dan para pemangku
kepentingan bahkan telah melakukan beberapa tindakan tidak jujur untuk mendapatkan
manfaat dari klien. Ketidakjujuran ini juga dapat dilakukan oleh tingkat lain posisi di Kantor
Akuntan Publik tersebut sebagai staf, senior, penyelia, manajer dan sebagainya.
Dalam hal ini, Harding (2004) menyatakan bahwa ketidakjujuran akademik
berkorelasi positif dengan perilaku tidak etis di wilayah kerja. Dengan demikian, itu mungkin
tidak hanya dilakukan oleh akuntan tetapi bahkan juga dilakukan oleh mahasiswa di tingkat
pendidikan formal. Contoh tidak jujur dilakukan oleh copy cut paste karya orang lain dengan
tujuan tidak etis. Ketidakjujuran telah dilakukan oleh mahasiswa dalam kegiatan studi
mereka. Hal ini yang tentunya menjadi kekhawatiran bahwa ditakutkan jika mahasiswa tetap
menanamkan perilaku tidak etis ini, nantinya akan berdampak buruk terhadap
keberlangsungan negeri ini. Mahasiswa nantinya akan terbiasa dengan perilaku tidak etis,
sehingga merugikan semua orang.
Fenomena yang sering terjadi di dalam sebuah perguruan tinggi yaitu muncul
praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh sebagian besar mahasiswa. Kecurangan
akademik yang sering dilakukan adalah menyontek, plagiarisme, dan copy paste
tugas/makalah dari internet. Muhamad (2017) mengungkapkan bahwa jika kecurangan tetap
dilakukan dan dibiarkan, maka akan akan berpengaruh pada kecurangan di konteks lainnya.
Kecurangan akademis ini terbukti berkorelasi di tempat kerja, dan sekali perilaku curang
dianggap sebagai alternatif yang dapat diterima, maka perilaku tersebut cenderung juga
akan dilakukan pada berbagai situasi lainnya. Banyak kecurangan civitas akademika dan
dianggap sebagai masalah yang bukan serius. Ketidakseriusan dalam mengurangi
kecurangan. Kecurangan akademik nantinya akan memunculkan perilaku atau watak seperti
rasa tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak kreatif, tidak bertanggungjawab, dan tidak
berprestasi. Mulyati juga menambahkan bahwa maraknya budaya menyontek merupakan
indikasi bahwa sudah tergantikannya budaya disiplin dalam lembaga pendidikan yang
dampaknya tidak hanya akan merusak integritas dari pendidikan itu sendiri, namun bisa
menyebabkan perilaku yang lebih serius seperti tindakan kriminal. Proses pembelajaran
selama kuliah menjadi hal yang penting untuk membentuk karakter mahasiswa. Mahasiswa
perlu memahami dan mengindahkan etika akademik saat berada dalam lingkungan kampus.
Dengan kata lain selama proses pembelajaran tindakan mereka harus sesuai dengan etika,
moral dan aturan yang ada di lingkungan akademik. Mahasiswa harus menyadari
pentingnya peranan etika dalam kehidupannya dan bagaimana seharusnya mereka beretika
dalam lingkungannya.
Kecurangan akademik (academic fraud) bukan hanya dipengaruhi oleh perilaku tidak
jujur, namun dipengaruhi oleh hal lain yaitu kompetensi moral. Moral menjadi perhatian
khusus bagi mahasiswa saat ini. Hal ini disesbabkan bukan hanya adanya kesempatan
dalam melakukan kecurangan akademik, namun hal ini terjadi karena moral mahasiswa
selalu berorientasi pada hasil. Pada umumnya mahasiswa selalu berorientasi pada hasil
yang di dapat, bukan berorientasi pada proses yang dijalani. Namun yang perlu diperhatikan
bahwa kompetensi moral dapat mempengaruhi kualitas dan perilaku etis individu. Dengan
menerapkan kompetensi moral, maka para mahasiswa nantinya bukan hanya memiliki
kemampuan profesional dalam akademik, tapi juga memiliki moral dalam etika profesi
mereka saat bekerja nanti. Pentingnya kompetensi moral untuk masa depan harus mulai
ditanamkan pada usia muda sebelum mereka terjun di dunia kerja.
Dengan ditanamkannya moral sejak usia dini maka diharapakan perilaku tidak jujur
tidak terulang dan terjadi lagi. Sebagai langkah awal dalam penerapan kompetensi moral,
diharapakan mahasiswa dan berperilaku jujur sehingga tidak terjadi kecurangan akademik
(academic fraud). Seiring dengan maraknya kasus kecurangan akademik (academic fraud),
maka dengan menekankan faktor-faktor perilaku tidak jujur dan kompetensi moral sebagai
faktor yang memepengaruhi kecurangan akademik (academic fraud). Dengan maraknya
kasus kecurangan akademik (academic fraud) membuat pelajar khususnya mahasiswa tidak
berprestasi secara independen, tidak dapat bertanggung jawab, kurang adanya semangat
juang, timbul rasa tidak percaya diri, tidak disiplin, dan hilangnya kreativitas dan inovasi
pada mahasiswa tersbut. Mahasiswa harus membuat langkah awal dimana tidak
membenarkan perilaku tidak jujur dan selalu menjunjung tinggi moral sehingga tidak terjadi
kecurangan akademik (academic fraud).

Definisi Operasional Isi Artikel

Pada Penelitian ini membahas tentang hubungan tindak kecurangan akademik


terhadap perilaku tidak etis dan kecurangan akuntansi. Perilaku seseorang menunjukkan
kebiasaan dalam kesehariannya.

a. Kompetensi Moral
Schulheiss dan Brunstein dalam Sit (2010) menyatakan bahwa kompetensi adalah
kemampuan dan keterampilan seseorang yang telah dikembangkan. Moral menurut Piaget
dalam Azizah (2006) adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku lebih baik atau buruk
dalam memikirkan masalah-masalah sosial terutama dalam tindakan moral. Oleh karena itu,
kompetensi moral dapat didefinisikan secara luas sebagai kemampuan yang dibutuhkan
untuk menerapkan moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam
penyelesaian konflik moral (Lind, 2013).

b. Kecurangan Akademik (Academic Fraud)


Lozier (2010) membagi kecurangan akademik (academic fraud) menjadi dua
pengertian yaitu kecurangan (cheating) dan plagiarisme. Albrecht (2003) dalam The
Association of Certified Fraud Examiners memberikan definisi mengenai kecurangan (fraud),
yaitu tindakan penipuan yang mencakup semua sarana dengan aneka trik yang dapat
dirancang manusia untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan
representasi yang palsu. Namun, batasan kecurangan (fraud) menurut Albrecht hanya pada
tindakan kecurangan manusia. Definisi fraud menurut The Institute of Internal Auditor dalam
Karni (2002 : 34) menyatakan bahwa kecurangan (fraud) adalah suatu tindakan penipuan
yang disengaja yang meliputi adanya ketidakberesan dan tindakan yang melawan atau tidak
sesuai dengan hukum (ilegal). Oleh karena itu, Academic fraud dapat didefinisikan sebagai
suatu cara dan tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk mencapai suatu
tujuan (hasil yang baik) yang berasal dari perilaku tidak jujur sehingga adanya perbedaan
pemahaman dalam menilai ataupun mengintrepetasikan sesuatu.
Dengan adanya kasus tindakan kecurangan akademik, maka hal ini menjadi sulit
untuk melihat kemampuan dasar yang dimiliki oleh pelajar atau mahasiswa tersebut.
Lambert (2003) menyebutkan bahwa istilah kecurangan akademik sangat sulit didefinisikan
secara jelas. Lambert (2003) menambahkan salah satu masalah yang signifikan dalam
review literatur masalah kecurangan akademik adalah tidak adanya definisi secara umum.
Adanya berbagai macam aktivitas yang tergolog sebagai kecurangan akademik, maka ada
pula faktor-faktor yang menjadikan individu tersebut melakukan tindakan kecurangan
tersebut. Matindas (2010) merangkum berbagai kajian tentang plagiarisme menyebutkan
banyak sekali faktor yang berkaitan dengan kecurangan akademik. Matindas (2010)
memaparkan beberapa hal yang mendorong terjadinya kecurangan akademik, antara lain :
1. Individu yang bersangkutan tidak tahu bahwa perbuatan tersebut tidak boleh
dilakukan.
2. Individu yang bersangkutan tahu hal tersebut tidak boleh dilakukan tetapi yakin
bahwa individu tersebut dapat melakukannya tanpa ketahuan.
3. Individu yang bersangkutan:
a. Tahu hal tersebut tidak boleh dilakukan
b. Tidak yakin bahwa perbuatan tersebut tidak akan diketahui, tetapi individu
tersebut tidak melihat kemungkinan lain untuk mencapai tujuan utamanya
(lulus atau mendapat nilai kredit untuk kenaikan pangkat) dan berharap
agar perbuatannya tidak ketahuan.
4. Individu yang bersangkutan tidak percaya bahwa ancaman sanksi akan benar-
benar dilakukan.
5. Individu yang bersangkutan tidak merasa malu apabila perbuatannya diketahui
orang lain.

c. Perilaku Tidak Jujur


Dalam perilaku tidak jujur terdapat beberapa teori yang menjadi dasar atas terjadinya
perilaku tidak jujur tersebut. Teori perilaku tidak jujur antara lain Teori Tindakan Beralasan
(Theory of Reasoned Action) dan Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior).
Dalam perilaku tidak jujur terdapat alasan mengapa orang tersebut dapat melakukan
tindakan tidak jujur. Teori Tindakan beralasan merupakan sebuah teori dimana perilaku
individu berasal dari niat individu tersebut. Niat tersebut muncul karena adanya sikap
menerima dari invidu tersebut. Sikap individu tersebut dalam menerima sebuah tindakan
disebebakan oleh norma subyektif yang ada dalam lingkungan individu tersebut.
Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) pertama kali diperkenalkan
oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Dalam teori ini menghubungkan
antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention), dan perilaku (behavior).
Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience) yaitu mempertimbangkan
sesuatu yang dianggap penting. Kehendak (intention) ditentukan oleh sikap dan norma
subyektif (Jogiyanto, 2007). Jogiyanto (2007) berpendapat bahwa intensi atau niat
merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku
(merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk
melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang disebut dengan norma subyektif.
Teori perilaku beralasan diperluas dan dimodifikasi oleh Ajzen (Ajzen dalam
Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior). Inti
teori ini mencakup 3 hal yaitu; yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari
perilaku tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta keyakinan tentang
adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan
kekuatan faktor tersebut (control beliefs).

d. Pengaruh Perilaku Tidak Jujur terhadap Kecurangan Akademik (Academic


Fraud)
Perilaku tidak jujur mengacu pada seberapa besar individu tersebut melakukan
perilaku tidak jujur. Dalam kehidupan ini tindakan tidak jujur telah menjadi sebuah kebiasaan
bagi sebagian orang, padahal tindakan ini merupakan suatu tindakan yang tidak etis. Dalam
kasus ini perilaku tidak jujur dilakukan oleh individu dalam hal pendidikan atau akademik.
Perilaku tidak jujur tentu memiliki dampak tersendiri, khususnya berdampak pada
kecurangan akademik (academic fraud).

e. Pengaruh Kompetensi Moral terhadap Kecurangan Akademik (Academic


Fraud)
Kompetensi didefinisikan sebagai sebuah spesialisasi sistem kemampuan, keahlian,
atau kemampuan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Weinert dalam
Podolskiy, 2007). Sedangkan moral menurut Piaget dalam Azizah (2006) adalah kebiasaan
seseorang untuk berperilaku lebih baik atau buruk dalam memikirkan masalah-masalah
sosial terutama dalam tindakan moral. Maka dari itu, kompetensi moral dapat didefinisikan
secara luas sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk menerapkan moral yang baik
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam penyelesaian konflik moral (Lind, 2013).
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak ditemukan sebuah tindakan yang sesuai
dengan peraturan yang telah ada. Namun ada juga beberapa tindakan yang tidak sesuai.
Faktanya pada saat ini terdapat beberapa orang yang memiliki tingkat intelektual yang tinggi
namun memiliki moral yang rendah. Motif dan situasi seseorang terdidik, berbakat, dan
cerdas melakukan tindakan tidak bermoral antara lain Tunnel Vision, The Galatea Effect,
Time Pressure, Self Serving Bias, Cognitive Dissonance and Rationalization, Lack of Sleep
and Hypoglycemia, Escalataing Commitment, The Induction Mechanism, Price of Integrity.
Kohlberg menegaskan bahwa kompetensi penilaian moral yaitu sebagai kemampuan untuk
membuat keputusan terhadap penilaian moral dan bertindak sesuai dengan penilaian
tersebut (Kohlberg dalam Lind,2013). Oleh karena itu, tingkat kompetensi moral tentu
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi orang tersebut berperilaku curang atau tidak.

KESIMPULAN

Dari berbagai teori yang ada, kami berpendapat bahwa praktik tindak kecurangan
akademik akan berdampak pada perilaku yang tidak baik, dan utamanya kami sebagai
mahasiswa akuntansi tentunya hal tersebut dapat menuntun pada suatu tindak accounting
fraud. Apabila kami sebagai mahasiswa akuntansi yang nantinya akan menjadi calon
akuntan yang memiliki integritas tinggi dan menjunjung adanya independensi, yang mana
hal itu tidak hanya membutuhkan suatu kepintaran intelektual, akan tetapi juga dibutuhkan
kepintaran moral.
Tingkat intelektual yang tinggi dan rendahnya moral yang dimiliki seseorang ini dapat
terjadi dengan adanya motif dan situasi seseorang terdidik, berbakat, dan cerdas melakukan
tindakan tidak bermoral antara lain Tunnel Vision yaitu hanya fokus terhadap satu tujuan
dan mengabaikan hal lainnya termasuk pertimbangan etis, The Galatea Effect yaitu jati diri
seseorang menentukan perilaku sehingga karakter seseorang menentukan terpengaruh
atau tidaknya orang tersebut oleh lingkungannya, Time Pressure yaitu tekanan waktu
menjadi pemicu pelanggaran moral, Self Serving Bias yaitu perasaan lebih pandai dan
lebeih beretika dibandingkan orang lain, dimana bias ini menimbulkan rasa tidak adil dan
memicu perilaku tidak bermoral, Cognitive Dissonance and Rationalization yaitu bentuk
argumentasi seseorang atas tindakan yang dirasanya berbeda dengan nilai moral yang
dianutnya sebagai bentuk upaya melindungi diri, Lack of Sleep and Hypoglycemia yaitu
kurang tidur atau kelelahan yang menimbulkan efek stres dan kehilangan kendali diri yang
berdampak pada diri sendiri yang mudah terhasut, Escalataing Commitment yaitu sesuatu
yang tidak dapat berhenti untuk melakukan hal yang diyakini memberikan hasil positif
walaupun faktanya sebaliknya, The Induction Mechanism yaitu membandingkan perilaku
saat ini dengan masa lalu dan berhenti menganggap bahwa perbuatan di masa lalu adalah
sangat buruk.
Pada dasarnya seseorang yang memiliki kepintaran/intelektual setinggi apapun, jika
tidak diikuti dengan kepintaran moral (EQ), maka semuanya tidak akan berarti apa-apa. Ia
akan dipandang rendah hanya karena tidak memiliki aklhak dan moral yang baik. Sebab
dalam dunia kerja masa kini, tidak hanya dilihat kepintaran akademisnya saja, tetapi
bagaimana orang tersebut mampu mengendalikan emosional dan sikapnya, mampu
berkomunikasi dengan orang lain, dan mampu menjalin hubungan yang baik.

TANGGAPAN DAN KRITIK

Menurut kelompok kami, bahwa tindakan academic fraud tentu menunjukkan etika
yang kita miliki, terlebih lagi kami sebagai mahasiswa akuntansi, yang seharusnya
menjunjung tinggi integritas dan independensi. Seorang akuntan yang memiliki keahlian
tinggi sekalipun tidak akan diterima pada dunia kerja jikalau akuntan tersebut tidak mampu
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan etika profesional akuntan yang berlaku.
Sebaiknya tindakan academic fraud ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, bisa dengan
mengadakan sosialisasi atau pembekalan dimasa awal perkuliahan/ospek. Pada lingkungan
kerja, dapat dilakukan sosialisasi pentingnya etika dan moral dalam pelaksanaan kegiatan
dalam bidang apapun.
DAFTAR PUSTAKA

Jogiyanto H. M., (2007), “Sistem Informasi Keperilakuan”, Penerbit Andi, Yogyakarta Karni,
S. 2002. Auditing Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktik. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Santoso, Dyon, & Budi Y., Harti, 2015, PENGARUH PERILAKU TIDAK JUJUR DAN
KOMPETENSI MORAL TERHADAP KECURANGAN AKADEMIK (ACADEMIC
FRAUD) MAHASISWA AKUNTANSI, Media Riset Akuntansi,Auditing & Informasi, Vol.
15, No. 1

Tjoanda, Laurensia, & Diptyana, Pepie, 2013, THE RELATIONSHIP BETWEEN ACADEMIC
FRAUDS WITH UNETHICAL ATTITUDE AND ACCOUNTING FRAUD, The
Indonesian Accounting Review, Vol. 3, No. 1, hlm. 53-66
JURNAL 3 : “PERSEPSI DOSEN AKUNTANSI TERHADAP PRAKTIK KECURANGAN
AKADEMIK PADA UPN “VETERAN” JAWA TIMUR (STUDI PADA PROGDI
AKUNTANSI)”

Latar Belakang

Adanya berbagai tindak kecurangan (fraud) di Indonesia akhir-akhir ini semakin


marak terjadi, berbagai macam berita praktik kecurangan telah banyak dipublikasikan di
media massa maupun media cetak. Praktik kecurangan merupakan satu dari berbagai
macam permasalahan yang terjadi dalam lingkungan organisasi.Praktik kecurangan (fraud)
dapat terjadi bahkan pada organisasi yang memiliki tingkat pengendalian internal tinggi.Para
ahli memperkirakan bahwa kecurangan yang terungkap merupakan sebagian kecil dari
seluruh kecurangan yang sebenarnya terjadi.Tindakan korupsi adalah bentuk kecurangan
yang umumnya terjadi baik dalam bidang perbankan ataupun pelayanan publik (Wilopo,
2006).
Banyak beredar berbagai perilaku kecurangan di lingkungan pendidikan, tak
terkecuali di lingkungan pendidikan tinggi. Perilaku kecurangan ditingkat/jenjang pendidikan
ini biasa disebut kecurangan akademik(Academic Fraud). Perilaku kecurangan akademik ini
tidak hanya dilakukan oleh siswa atau mahasiswa, tetapi juga tidak menutup kemungkinan
dapat dilakukan oleh guru atau dosen sebagai tenaga pendidik. Kecurangan akademik
(academic fraud) menjadi fenomena yang mencuat dalam beberapa tahun ini, dengan
penelitian yang menyimpulkan hingga 70% pelajar berlaku curang paling sedikitnya satu kali
ketika menempuh pendidikan di universitas, dan 25% berlaku curang lebih dari satu kali
(Lozier, 2010). Bahkan dalam majalah Tempo tanggal 2 Februari 2013 juga diberitakan
bahwa sedikitnya 125 mahasiswa Harvard University, Cambridge, Massachusetts pada
Agustus 2010 melakukan skandal contek massal. Sungguh memprihatinkan, salah satu
universitas terbaik di dunia tercoreng nama baiknya akibat kecurangan akademik (academic
fraud) yang mulai marak di kalangan mahasiswa ataupun dosen.
Dikalangan tenaga pendidik pun juga terdapat kasus academic fraud, misalnya, pada
2010 dicabutnya gelar guru besar seorang tenaga pengajar karena ketahuan menjiplak
karya orang lain dan penjiplakan skripsi mahasiswa jenjang sarjana yang dilakukan oleh dua
dosen berbeda dalam usaha mereka untuk mendapat kredit bagi pengangkat guru besar
mereka. Kasus lainnya adalah penjiplakan karya ilmuwan Austria oleh guru besar perguruan
tinggi Bandung dan pada tahun 2009 ada laporan tentang 3.680 guru di Yogyakarta dan
1.820 guru di Pekanbaru yang mengakui karya orang lain sebagai karya pribadinya yang
dilakukan agar dinyatakan lulus dalam program sertifikasi guru (Matindas, 2010).
Kecurangan akademik (academic fraud) biasanya dilakukan karena kurangnya
percaya diri atas jawaban yang dimiliki, akhirnya lebih percaya jawaban orang lain. Alasan
lain karena mahasiswa malas belajar dan lebih senang mencari jawaban di buku atau alat
lain selama ujian berlangsung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai yang baik. Bagi
akademisi, kecurangan akademik (academic fraud) dilakukan dengan tujuan mendapatkan
gelar lebih atau kredit lebih dari hasil penelitian atau tulias yang diperoleh dengan
plagiarisme. Bahkan peneliti sering menemukan kejadian-kejadian contek massal didukung
oleh para guru dengan tujuan siswa-siswanya bisa lulus 100% melewati Ujian Nasional demi
menjaga nama baik sekolah (contoh kasus di kalangan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, dan Sekolah Menengah Atas).
Matindas (2010) menganalisis ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya
kecurangan akademik (academic fraud) misalnya yang bersangkutan tidak tahu bahwa
perbuatan itu tidak boleh dilakukan, yang bersangkutan tahu bahwa perbuatan itu tidak
boleh dilakukan tetapi dia yakin bisa melakukannya tanpa ketahuan, yang bersangkutan
tidak percaya bahwa ancaman sanksi akan benar-benar dilakukan, dan sebagainya.
Bertetangan dengan semua paparan di atas, dunia pendidikan adalah tempat calon
generasi muda menuntut ilmu serta mendapatkan pengajaran dan dididik untuk memiliki
moral, sikap, dan intelektualitas demi membangun bangsa yang lebih baik. Selain itu,
mahasiswa yang menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi seharusnya bisa lebih peka dan
peduli terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitarya, terutama mahasiswa
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang mendapatkan pengajaran untuk mengetahui dan memperbaiki kecurangan-
kecurangan yang terjadi di dunia bisnis maupun pendidikan.

Definisi Operasional Isi Artikel

Pada jurnal penelitian ini, yang terkait dengan academic fraud yang menjadi pokok
pembahasan yaitu persepsi para dosen akuntansi terhadap praktik perilaku kecurangan
akademik yang dilakukan baik oleh mahasiswa maupun dosen akuntansi. Yang mana pada
penelitian ini bahwa peneliti menganalisis persepsi/cara pandang dosen akuntansi terhadap
praktik tindakan kecurangan akademik di lingkungan jurusan akuntansi UPN “Veteran” Jawa
Timur. Pada penelitian ini yang menjadi dasar/tolak ukur yaitu buku Pedoman Akademik TA.
2015/2016 dan Peraturan presiden RI No. 122 Tahun 2014, dan terfokus pada Penerapan
Kode Etik dalam perkembangan moral dosen di jurusan Akuntansi UPN “Veteran” Jawa
Timur.
Pada penelitian ini, terdapat pula contoh praktik kecurangan di lingkup akademik.
(Colby, 2006) dalam (Muslimah, 2013) menyatakan bahwa di Arizona State University
kategori kecurangan akademik dibagi menjadi lima kategori seperti yang dipublikasikan oleh
Arizuna State University Integrity Advocates. Kategori tersebut adalah:
1. Plagiat
a. Menggunakan kata-kata atau ide orang lain tanpa menyebut atau
mencantumkan nama orang tersebut.
b. Tidak menggunakan tanda kutipan dan menyebut sumber ketika
menggunakan kata-kata atau ide pada saat mengerjakan laporan, makalah
dari bahan internet, majalah, koran.
2. Pemalsuan data, misalnya membuat data ilmiah yang merupakan data fiktif.
3. Penggandaan tugas, yakni mengajukan dua karya tulis yang sama pada dua kelas
yang berbeda tanpa izin dosen/guru.
4. Menyontek pada saat ujian
a. Menyalin lembar jawaban orang lain
b. Menggandakan lembar soal kemudian memberikannya kepada orang lain
c. Menggunakan teknologi untuk mencuri soal ujian kemudian diberikan kepada
orang lain atau seseorang meminta orang lain mencuri soal ujian kemudian
diberikan kepada orang tersebut.
5. Kerjasama yang salah
a. Bekerja dengan orang lain untuk menyelesaikan tugas individual
b. Tidak melakukan tugasnya ketika bekerja dengan sebuah tim.

Seseorang akan melakukan tindakan kecurangan karena pada dasarnya manusia


memiliki sifat serakah(egois), tak pernah merasa puas mengenai apa yang sudah dimiliki
dan tidak puas dengan apa yang didapatkannya (Herman, 2013). Sifat serakah merupakan
salah satu faktor pendorong untuk melakukan kecurangan akademik karena keserakahan
merupakan faktor individual di mana keserakahan akan menuntut pemenuhan melebihi apa
yang dibutuhkannya. Kurniawan (2014) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
kebutuhan-kebutuhan yang lebih sehingga dapat menjadi pendorong terjadinya kecurangan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut orang tersebut akan melakukan apa saja demi
memenuhi kebutuhannya meskipun harus dengan melakukan kecurangan sekalipun.
Kebutuhan diyakini dapat mempengaruhi tingkat kecurangan akademik karena seseorang
yang tidak mempunyai kemampuan untuk meraih tujuannya secara jujur dapat
menyebabkan orang tersebut melakukan segala cara agar tujuannya terpenuhi termasuk
melakukan kecurangan akademik.

KESIMPULAN

Dalam penelitiaan ini peneliti mengaitkan buku pedoman akademik TA 2015/2016


sebagai tolok ukur dalam menilai perkembangan prakonvesional dosen akuntansi, Menurut
buku pedoman akademik TA 2015/2016 yang dicetak oleh UPN “Veteran” Jawa Timur, di
dalam bab V diatur kode etik dosen dan mahasiswa serta tata tertib kehidupan kampus.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 17
Tahun 2010, yang mana peraturan ini mengenai pencegahan dan penanggulangan plagiat
di perguruan tinggi. Peneliti memberikan pertanyaan pada saat wawancara mendalam
mengenai karya ilmiah dosen dan tanggapan para informan terhadap kecurangan akademik,
peneliti memberikan pertanyaan mengenai karya ilmiah yang di gandakan, menurut hasil
penelitian menunjukkan bahwa dosen melakukan kecurangan akademik untuk
mempermudah kenaikan / proses pengangkatan. Terdapat informan yang pernah
mengetahui adanya tindakan kecurangan akademik oleh dosen di UPN “Veteran” Jatim
tetapi ada pula yang tidak mengetahui kasus kecurangan akademik di UPN “Veteran”
Jatim.Kecurangan tidak bicara tentang perilaku manusia saja tetapi kecurangan juga timbul
akibat adanya sistem yang kurang memadai. Pada penelitian tersebut, juga terdapat
hasil/kesimpulan bahwa tindakan kecurangan akademik berupa plagiarisme di UPN
“Veteran” Jawa Timur dinilai masih tidak jelas dan tidak tegas. Hal itu yang memberikan
kesempatan dan kelonggaran terhadap para pelaku academic fraud untuk melakukan
tindakannya kembali.
Tindakan kecurangan akademik merupakan tindakan yang tidak beretika dan
melanggar aturan, para dosen akuntansi secara tegas tidak berpihak terhadap pembenaran
atau rasionalisasi bilamana terjadi kecurangan akademik di kampus, dosen akuntansi
membentengi dari tindakan tersebut dengan menikmati profesinya sebagai dosen sehingga
mereka melakukan tanggung jawab profesi dosen sesuai kemampuan dan keikhlasan.
Tetapi timbul kelemahan pada sistem pengenaan sanksi di UPN “Veteran” Jawa Timur,
kurang jelas dan tegasnya sanksi bagi sebagian dosen dan mahasiswa dapat membuat
kesempatan dan kelonggaran bagi tindakan kecurangan akademik. kelemahan selanjutnya
adalah kurangnya pemahaman akan sanksi yang dikenakan oleh fakultas atau jurusan
bilamana terjadi kecurangan akademik.
Secara keseluruhan banyak terdapat kelemahan di UPN “Veteran” Jawa Timur
terpusat pada kultur kepemimpinan yang mampu mengontrol dan merangkul bawahannya
supaya mempunyai integritas yang tinggi, ketika suatu sistem yang canggih disertai
pemimpin yang tegas dan beretika dalam menjalankan tanggung jawabnya maka
kecurangan akan terminimalisir dengan sendirinya. Kecurangan bukan hanya bicara tentang
perilaku manusia saja tetapi kecurangan juga timbul akibat adanya sistem yang kurang
memadai. Kecurangan akademik bagi peneliti adalah suatu aktifitas yang menyimpang
terhadap norma-norma di lembaga pendidikan tetapi hal ini telah membudaya dan mangakar
di kalangan mahasiswa, padahal hakikat dari lembaga pendidikan adalah mendidik
seseorang untuk berilmu dan berbudi pekerti.
Menurut kelompok kami, mahasiswa sendiri kemungkinan melakukan tindak
academic fraud sendiri disebabkan karena beberapa alasan/faktor, yaitu:
a) Terdesak karena merasa kesulitan, ingin mengerjakan tugas dan soal dengan cepat
dan keinginan untuk membantu teman merupakan alasan yang paling sering
dikemukakan oleh mahasiswa S1 maupun mahasiswa S2.
b) Memiliki banyak tugas dan materi yang harus dipahami sehingga kesulitan
menguasai materi tertentu, hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa di kalangan
mahasiswa, ingin mendapakan nilai yang baik, dan adanya kesempatan. Alasan-
alasan tersebut merupakan alasan yang cukup sering dikemukakan oleh mahasiswa
S1 maupun mahasiswa S2.
c) Malas, merasa hal yang dilakukan bukan merupakan kesalahan, diperbolehkan oleh
dosen, tidak akan diketahui oleh dosen ataupun pengawas dan tidak peduli atas
kecurangan yang dilakukan oleh temannya merupakan beberapa alasan yang jarang
dan hanya kadang-kadang dikemukakan oleh mahasiswa S1 maupun mahasiswa
S2.

Adanya praktik kecurangan akademik seharusnya bisa diminimalisir bahkan


dihilangkan. Hal tersebut perlu adanya suatu penunjang akhlak dan moral, baik bagi
mahasiswa maupun dosen, serta para pimpinan/petinggi yang ada di UPN “Veteran” Jawa
Timur. Terlebih bagi para dosen seharusnya mampu menjadi tauladan yang terbaik bagi
para mahasiswanya, dan juga dosen diharapkan mampu memberikan ilmu baik secara
intelektualitas, maupun secara moralitas sehingga dosen tersebut menjadi pribadi yang
berkarakter dan mampu berkompetisi secara sehat. Hal itu yang nantinya akan menjadi
contoh dan motivasi tersendiri bagi para mahasiswanya. Selain itu, juga diperlukan adanya
sistem yang memadai, yang mana sistem tersebut akan menimimalisir bahkan membasmi
habis tindak kecurangan akademik.

TANGGAPAN DAN KRITIK

Menurut kelompok kami, tentunya praktik tindak kecurangan akademik merupakan


tindakan yang sangat tidak terpuji, yang mana tindakan tersebut dapat berakibat secara
tidak langsung terhadap pertumbuhan moral bangsa Indonesia. Menurut kami, academic
fraud bisa menjadi bibit kebohongan karena nantinya bibit tersebut akan menjalar dan
menjadi suatu kebiasaan. Tentunya hal itu sangat merugikan baik bagi masyarakat terlebih
lagi bagi diri kita sendiri. Kami ambil contoh para koruptor yang telah mendekam di penjara.
Tindakan mereka tentunya diawali oleh Fraud/kecurangan yang mereka lakukan.
Kecurangan tersebut telah tertanam sejak mereka belum menjadi pejabat, yang akhirnya
tumbuh dan bertambah luas serta sangat merugikan masyarakat.
Selain itu, juga perlu adanya peningkatan pemahaman praktik-praktik kecurangan
akademik di lingkungan fakultas dan jurusan dengan cara melakukan sosialisasi oleh
pimpinan atau dekan fakultas terhadap dosen dan mahasiswa pada saat perkenalan awal
kuliah / ospek (Foltynek, Rybicka, & Demoliou, 2014).
Sebagai mahasiswa, seharusnya sudah tumbuh kesadaran tentang bagaimana
memiliki akhlak dan moral yang baik. Terutama kami sebagai mahasiswa akuntansi, yang
merupakan bakal calon para auditor maupun pejabat keuangan, seharusnya menanamkan
integritas tinggi pada keseharian kami. Para dosen pun seharusnya mampu memberikan
contoh tindakan yang dapat menjadi tauladan bagi para mahasiswanya, yang nantinya
tindakan dari dosen tersebut dapat menjadi motivasi tersendiri bagi mahasiswa untuk
melakukan tindakan yang baik dan benar, menghindari praktik berbagai kecurangan dalam
bentuk apapun. Tentunya akan memberikan dampak positif bagi keberlangsungan negeri ini.
Indonesia akan menjadi negeri bebas tindak kecurangan(Fraud), yang selanjutnya
Indonesia akan menjadi negara yang seluruh rakyatnya sejahtera, tak ada tindak korupsi
yang merajalela seperti sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani B., Nita, 2018, Perilaku Kecurangan Akademik Mahasiswa: Dimensi Fraud
Diamond dan Gone Theory, Akuntabilitas: Jurnal Ilmu Akuntansi, Vol. 11, No. 1, hlm.
75-90

Dwi Aprilisanda, Invony, Yuhertiana,Indrawati, & Priono, Hero, 2018, PERSEPSI DOSEN
AKUNTANSI TERHADAP PRAKTIK KECURANGAN AKADEMIK PADA UPN
“VETERAN” JAWA TIMUR (STUDI PADA PROGDI AKUNTANSI), Behavioral
Accounting Journal, Vol. 1, No. 1

Muslimah. (2013). Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Praktik-Praktik Kecurangan


Akademik (Academic Fraud), Skripsi, Didapat dari http://jimfeb.ub.ac.id

Wilopo. (2006). Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh terhadap Kecenderungan


Kecurangan Akuntansi Studi Pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara
di Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Anda mungkin juga menyukai