Disusun Oleh :
Kelompok 4 – Kelas E
SURABAYA
2020
JURNAL 1 : “Perilaku Kecurangan Akademik Mahasiswa Akuntansi: Dimensi
Fraud Triangle”
Zaki Baridwan
E-mail : https://ub.ac.id
Masalah:
1. Perubahan Jaman menghadirkan tantangan unik untuk para akademisi yang dapat
berupa praktik praktik kecurangan (Academic Fraud)
2. Fraud Triangle (tekanan, peluang, dan rasionalisasi) berpengaruh pada perilaku
kecurangan mahasiswa
Tujuan:
Hasil Diskusi
Pada zaman serba kompetitif ini dimana saling berlomba dengan pengetauhan dan
skill yang dimiliki, dimana setiap manusia membutuhkan pendidikan yang berkualitas.
Tentunya dengan adanya Pendidikan yang berkualitas dapat mewujudkan misi dan visi
dalam Negara. Sejatinya pendidikan yang harus kita dapatkan ialah dari SD sampai dengan
Perguruan Tinggi. Semua dilakukan dengan proses pembelajaran yang kompetitif. Yang
mana capaian hasil pembelajaran di anggap sebagai pembandingnya.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara
(Undang-Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan tinggi sebagai dari sistem pendidikan
nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan. Peran
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang dimiliki pendidikan tinggi terancam
dengan ditemukannya praktik – praktik kecurangan (fraud) yang terjadi, dan biasa disebut
sebagai academic fraud.
Pendidikan diperlukan untuk meningkatkan wawasan dan kualitas SDM. Hal tersebut
akan berguna nantinya dalam menunjang keberhasilan cita – cita Negara. Salah satunya
didalam strata tertinggi yaitu perguraun tinggi yang menuntun mahasiswanya sebagai
seorang professional sesuai dengan bidang yang mereka tempuh selama perkuliahan
berlangsung. Setiap perguruan tinggi tentunya menginginkan alumnusnya dapat bersaing
dalam era globalisasi ini. Seperti yang kita ketauhi semua perguruan tinggi berlomba –
lomba dalam mengembangkan akademik maupun softskill mahasiswa dan dapat
meningkatkan reputasi dan kredibilitasnya. Salah satunya perguruan tinggi Universitas
Brawijaya. Dalam rangka mempertahankan reputasinya, Universitas Brawijaya memiliki misi
yang sejalan dengan melawan praktik kecurangan yaitu untuk menyelenggarakan proses
pendidikan agar mahasiswa dapat menjadi manusia yang berkemampuan akademik
dan/atau professional serta memiliki kualitas dan kepribadian (Universitas Brawijaya 2007).
Menurut Bolin (2004), Lawson( 2004, dan Becker et al. (2006) mengatakan bahwa
sebagian besar penyebab kecurangan adalah ada tiga faktor yaitu tekanan, kesempatan,
dan rasionalisasi. Ketiga faktor tersebut sering disebut dengan Fraud Triangle. Fraud
Triangle sendiri adalah faktor faktor yang dapat melatarbelakangi seseorang untuk
melakukan suatu kecurangan. Dengan satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut, seseorang
mendapat celah untuk melakukan tindakan yang melanggar.
Sebelum menuju kepada contoh riilnya, perlu diketahui definisi dari ketiga faktor
tersebut. Tekanan dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang mendorongs seseorang untuk
melakukan suatu tindakan. Kesempatan adalah celah di mana seseorang dapat melakukan
suatu tindakan, sedangkan rasionalisasi maksudnya adalah wujud membenarkan diri
sendiri.
Suatu tekanan dapat dilakukan adanya suatu dorongan dari berbagai situasi, seperti
halnya dari orang tua yang menuntut anaknya mendapatkan IPK tinggi, adanya dorongan
dari teman kampus yang selalu mendapatkan Ipk terbaik, dan bahkan dapat timbul dari
dalam dirinya yang ingin mendaptkan yang terabaik. Beratnya tugas yang diberikan terlalu
banyak serta tingkat kesukaran yang ada dapat mendorong mahasiwa untuk melakukan hal
– hal yang instan dengan hasil terbaik. Hal tersebut dapat mendorong untuk melakukan
kecurangan akademik untuk mendapatkan yang mereka inginkan. Peluang dapat timbul
karena suatu keadaan yang mendukung untuk mereka berbuat kecurangan akademik atau
bahkan dapat dipengaruhi dari pihak kampus yang tidak memberikan peraturan yang tegas
serta sanksi bagi pelanggar pearturan tersebut. Rasionalisasi yaitu kegiatan yang dilakukan
oleh mahasiswa dimana menurut mereka kegiatan kecurangan akademik yaitu kegiatan
yang biasa dan tidak melanggar kode etik yang berlaku. Seperti halnya, mereka
membudayakan mencontek dengan perasaan yang tidak bersalah. Perilaku tersebut telah
menyeleweng nilai – nilai Pancasila sebagai ideologi Negara.
Peluang dapat uji dengan indikator menurut Becker et al. (2006) yang diadopsi Gardner
dan Melvin (1983) yaitu :
1. Aturan yang belum tegas didalam kampus, Seperti halnya jika ada yang mencontek,
pengawas ujian tidak melakukan pencegahan.
2. Pola-pola ujian yang sama dengan kelompok mahasiswa yang berbeda
3. Tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan dikampus
4. Terjadinya lingkungan yang sama – sama melakukan kecurangan
Rasionalisasi dapat uji dengan indikator menurut Becker et al. (2006) yang diadopsi
Gardner dan Melvin (1983) dan Kock dan Davidson (2003) yaitu :
1. Pengajar tidak memberikan arahan agar tidak melakukan kecurangan dalam kampus
dan tidak memberikan sanksi yang tegas
2. Fakultas tidak selalu mendeteksi adanya perilaku kecurangan
Saran :
Bagi semua pihak, seharusnya ditanamkan mindset untuk menikmati serta memahami
proses dan tidak hanya berorientasi pada hasil saja sehingga cara-cara kecurangan: fraud
triangle bisa dicegah.
Daftar Pustaka
Davis S.F., Grover, C.A., Becker A.H. and Mcgregor, LN. 1992. “Academic Dishonesty:
Prevalence, Determinants, Techniques, and Punishments”. Teaching of Psychatogy.19:
16-20.
Pemerintah Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Becker, J. Coonoly, Paula L, and J. Morrison. 2006. “Using the Business Fraud Triangle to
Predict Academic Dishonesty Among Business Students”. Academy of Educational
Leadership Journal, Volume 10, Number 2
JURNAL 2 : “THE RELATIONSHIP BETWEEN ACADEMIC FRAUDS WITH UNETHICAL
ATTITUDE AND ACCOUNTING FRAUD”
Latar Belakang
Saat ini kita mengalami masa dimana banyak terjadi penurunan moral, terutama
dalam akuntansi. Hal ini bisa dilihat dari perilaku tidak etis yang menyebar luas. Akuntan
publik yang seharusnya dipercaya oleh orang-orang pada umumnya dan para pemangku
kepentingan bahkan telah melakukan beberapa tindakan tidak jujur untuk mendapatkan
manfaat dari klien. Ketidakjujuran ini juga dapat dilakukan oleh tingkat lain posisi di Kantor
Akuntan Publik tersebut sebagai staf, senior, penyelia, manajer dan sebagainya.
Dalam hal ini, Harding (2004) menyatakan bahwa ketidakjujuran akademik
berkorelasi positif dengan perilaku tidak etis di wilayah kerja. Dengan demikian, itu mungkin
tidak hanya dilakukan oleh akuntan tetapi bahkan juga dilakukan oleh mahasiswa di tingkat
pendidikan formal. Contoh tidak jujur dilakukan oleh copy cut paste karya orang lain dengan
tujuan tidak etis. Ketidakjujuran telah dilakukan oleh mahasiswa dalam kegiatan studi
mereka. Hal ini yang tentunya menjadi kekhawatiran bahwa ditakutkan jika mahasiswa tetap
menanamkan perilaku tidak etis ini, nantinya akan berdampak buruk terhadap
keberlangsungan negeri ini. Mahasiswa nantinya akan terbiasa dengan perilaku tidak etis,
sehingga merugikan semua orang.
Fenomena yang sering terjadi di dalam sebuah perguruan tinggi yaitu muncul
praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh sebagian besar mahasiswa. Kecurangan
akademik yang sering dilakukan adalah menyontek, plagiarisme, dan copy paste
tugas/makalah dari internet. Muhamad (2017) mengungkapkan bahwa jika kecurangan tetap
dilakukan dan dibiarkan, maka akan akan berpengaruh pada kecurangan di konteks lainnya.
Kecurangan akademis ini terbukti berkorelasi di tempat kerja, dan sekali perilaku curang
dianggap sebagai alternatif yang dapat diterima, maka perilaku tersebut cenderung juga
akan dilakukan pada berbagai situasi lainnya. Banyak kecurangan civitas akademika dan
dianggap sebagai masalah yang bukan serius. Ketidakseriusan dalam mengurangi
kecurangan. Kecurangan akademik nantinya akan memunculkan perilaku atau watak seperti
rasa tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak kreatif, tidak bertanggungjawab, dan tidak
berprestasi. Mulyati juga menambahkan bahwa maraknya budaya menyontek merupakan
indikasi bahwa sudah tergantikannya budaya disiplin dalam lembaga pendidikan yang
dampaknya tidak hanya akan merusak integritas dari pendidikan itu sendiri, namun bisa
menyebabkan perilaku yang lebih serius seperti tindakan kriminal. Proses pembelajaran
selama kuliah menjadi hal yang penting untuk membentuk karakter mahasiswa. Mahasiswa
perlu memahami dan mengindahkan etika akademik saat berada dalam lingkungan kampus.
Dengan kata lain selama proses pembelajaran tindakan mereka harus sesuai dengan etika,
moral dan aturan yang ada di lingkungan akademik. Mahasiswa harus menyadari
pentingnya peranan etika dalam kehidupannya dan bagaimana seharusnya mereka beretika
dalam lingkungannya.
Kecurangan akademik (academic fraud) bukan hanya dipengaruhi oleh perilaku tidak
jujur, namun dipengaruhi oleh hal lain yaitu kompetensi moral. Moral menjadi perhatian
khusus bagi mahasiswa saat ini. Hal ini disesbabkan bukan hanya adanya kesempatan
dalam melakukan kecurangan akademik, namun hal ini terjadi karena moral mahasiswa
selalu berorientasi pada hasil. Pada umumnya mahasiswa selalu berorientasi pada hasil
yang di dapat, bukan berorientasi pada proses yang dijalani. Namun yang perlu diperhatikan
bahwa kompetensi moral dapat mempengaruhi kualitas dan perilaku etis individu. Dengan
menerapkan kompetensi moral, maka para mahasiswa nantinya bukan hanya memiliki
kemampuan profesional dalam akademik, tapi juga memiliki moral dalam etika profesi
mereka saat bekerja nanti. Pentingnya kompetensi moral untuk masa depan harus mulai
ditanamkan pada usia muda sebelum mereka terjun di dunia kerja.
Dengan ditanamkannya moral sejak usia dini maka diharapakan perilaku tidak jujur
tidak terulang dan terjadi lagi. Sebagai langkah awal dalam penerapan kompetensi moral,
diharapakan mahasiswa dan berperilaku jujur sehingga tidak terjadi kecurangan akademik
(academic fraud). Seiring dengan maraknya kasus kecurangan akademik (academic fraud),
maka dengan menekankan faktor-faktor perilaku tidak jujur dan kompetensi moral sebagai
faktor yang memepengaruhi kecurangan akademik (academic fraud). Dengan maraknya
kasus kecurangan akademik (academic fraud) membuat pelajar khususnya mahasiswa tidak
berprestasi secara independen, tidak dapat bertanggung jawab, kurang adanya semangat
juang, timbul rasa tidak percaya diri, tidak disiplin, dan hilangnya kreativitas dan inovasi
pada mahasiswa tersbut. Mahasiswa harus membuat langkah awal dimana tidak
membenarkan perilaku tidak jujur dan selalu menjunjung tinggi moral sehingga tidak terjadi
kecurangan akademik (academic fraud).
a. Kompetensi Moral
Schulheiss dan Brunstein dalam Sit (2010) menyatakan bahwa kompetensi adalah
kemampuan dan keterampilan seseorang yang telah dikembangkan. Moral menurut Piaget
dalam Azizah (2006) adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku lebih baik atau buruk
dalam memikirkan masalah-masalah sosial terutama dalam tindakan moral. Oleh karena itu,
kompetensi moral dapat didefinisikan secara luas sebagai kemampuan yang dibutuhkan
untuk menerapkan moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam
penyelesaian konflik moral (Lind, 2013).
KESIMPULAN
Dari berbagai teori yang ada, kami berpendapat bahwa praktik tindak kecurangan
akademik akan berdampak pada perilaku yang tidak baik, dan utamanya kami sebagai
mahasiswa akuntansi tentunya hal tersebut dapat menuntun pada suatu tindak accounting
fraud. Apabila kami sebagai mahasiswa akuntansi yang nantinya akan menjadi calon
akuntan yang memiliki integritas tinggi dan menjunjung adanya independensi, yang mana
hal itu tidak hanya membutuhkan suatu kepintaran intelektual, akan tetapi juga dibutuhkan
kepintaran moral.
Tingkat intelektual yang tinggi dan rendahnya moral yang dimiliki seseorang ini dapat
terjadi dengan adanya motif dan situasi seseorang terdidik, berbakat, dan cerdas melakukan
tindakan tidak bermoral antara lain Tunnel Vision yaitu hanya fokus terhadap satu tujuan
dan mengabaikan hal lainnya termasuk pertimbangan etis, The Galatea Effect yaitu jati diri
seseorang menentukan perilaku sehingga karakter seseorang menentukan terpengaruh
atau tidaknya orang tersebut oleh lingkungannya, Time Pressure yaitu tekanan waktu
menjadi pemicu pelanggaran moral, Self Serving Bias yaitu perasaan lebih pandai dan
lebeih beretika dibandingkan orang lain, dimana bias ini menimbulkan rasa tidak adil dan
memicu perilaku tidak bermoral, Cognitive Dissonance and Rationalization yaitu bentuk
argumentasi seseorang atas tindakan yang dirasanya berbeda dengan nilai moral yang
dianutnya sebagai bentuk upaya melindungi diri, Lack of Sleep and Hypoglycemia yaitu
kurang tidur atau kelelahan yang menimbulkan efek stres dan kehilangan kendali diri yang
berdampak pada diri sendiri yang mudah terhasut, Escalataing Commitment yaitu sesuatu
yang tidak dapat berhenti untuk melakukan hal yang diyakini memberikan hasil positif
walaupun faktanya sebaliknya, The Induction Mechanism yaitu membandingkan perilaku
saat ini dengan masa lalu dan berhenti menganggap bahwa perbuatan di masa lalu adalah
sangat buruk.
Pada dasarnya seseorang yang memiliki kepintaran/intelektual setinggi apapun, jika
tidak diikuti dengan kepintaran moral (EQ), maka semuanya tidak akan berarti apa-apa. Ia
akan dipandang rendah hanya karena tidak memiliki aklhak dan moral yang baik. Sebab
dalam dunia kerja masa kini, tidak hanya dilihat kepintaran akademisnya saja, tetapi
bagaimana orang tersebut mampu mengendalikan emosional dan sikapnya, mampu
berkomunikasi dengan orang lain, dan mampu menjalin hubungan yang baik.
Menurut kelompok kami, bahwa tindakan academic fraud tentu menunjukkan etika
yang kita miliki, terlebih lagi kami sebagai mahasiswa akuntansi, yang seharusnya
menjunjung tinggi integritas dan independensi. Seorang akuntan yang memiliki keahlian
tinggi sekalipun tidak akan diterima pada dunia kerja jikalau akuntan tersebut tidak mampu
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan etika profesional akuntan yang berlaku.
Sebaiknya tindakan academic fraud ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, bisa dengan
mengadakan sosialisasi atau pembekalan dimasa awal perkuliahan/ospek. Pada lingkungan
kerja, dapat dilakukan sosialisasi pentingnya etika dan moral dalam pelaksanaan kegiatan
dalam bidang apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto H. M., (2007), “Sistem Informasi Keperilakuan”, Penerbit Andi, Yogyakarta Karni,
S. 2002. Auditing Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktik. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Santoso, Dyon, & Budi Y., Harti, 2015, PENGARUH PERILAKU TIDAK JUJUR DAN
KOMPETENSI MORAL TERHADAP KECURANGAN AKADEMIK (ACADEMIC
FRAUD) MAHASISWA AKUNTANSI, Media Riset Akuntansi,Auditing & Informasi, Vol.
15, No. 1
Tjoanda, Laurensia, & Diptyana, Pepie, 2013, THE RELATIONSHIP BETWEEN ACADEMIC
FRAUDS WITH UNETHICAL ATTITUDE AND ACCOUNTING FRAUD, The
Indonesian Accounting Review, Vol. 3, No. 1, hlm. 53-66
JURNAL 3 : “PERSEPSI DOSEN AKUNTANSI TERHADAP PRAKTIK KECURANGAN
AKADEMIK PADA UPN “VETERAN” JAWA TIMUR (STUDI PADA PROGDI
AKUNTANSI)”
Latar Belakang
Pada jurnal penelitian ini, yang terkait dengan academic fraud yang menjadi pokok
pembahasan yaitu persepsi para dosen akuntansi terhadap praktik perilaku kecurangan
akademik yang dilakukan baik oleh mahasiswa maupun dosen akuntansi. Yang mana pada
penelitian ini bahwa peneliti menganalisis persepsi/cara pandang dosen akuntansi terhadap
praktik tindakan kecurangan akademik di lingkungan jurusan akuntansi UPN “Veteran” Jawa
Timur. Pada penelitian ini yang menjadi dasar/tolak ukur yaitu buku Pedoman Akademik TA.
2015/2016 dan Peraturan presiden RI No. 122 Tahun 2014, dan terfokus pada Penerapan
Kode Etik dalam perkembangan moral dosen di jurusan Akuntansi UPN “Veteran” Jawa
Timur.
Pada penelitian ini, terdapat pula contoh praktik kecurangan di lingkup akademik.
(Colby, 2006) dalam (Muslimah, 2013) menyatakan bahwa di Arizona State University
kategori kecurangan akademik dibagi menjadi lima kategori seperti yang dipublikasikan oleh
Arizuna State University Integrity Advocates. Kategori tersebut adalah:
1. Plagiat
a. Menggunakan kata-kata atau ide orang lain tanpa menyebut atau
mencantumkan nama orang tersebut.
b. Tidak menggunakan tanda kutipan dan menyebut sumber ketika
menggunakan kata-kata atau ide pada saat mengerjakan laporan, makalah
dari bahan internet, majalah, koran.
2. Pemalsuan data, misalnya membuat data ilmiah yang merupakan data fiktif.
3. Penggandaan tugas, yakni mengajukan dua karya tulis yang sama pada dua kelas
yang berbeda tanpa izin dosen/guru.
4. Menyontek pada saat ujian
a. Menyalin lembar jawaban orang lain
b. Menggandakan lembar soal kemudian memberikannya kepada orang lain
c. Menggunakan teknologi untuk mencuri soal ujian kemudian diberikan kepada
orang lain atau seseorang meminta orang lain mencuri soal ujian kemudian
diberikan kepada orang tersebut.
5. Kerjasama yang salah
a. Bekerja dengan orang lain untuk menyelesaikan tugas individual
b. Tidak melakukan tugasnya ketika bekerja dengan sebuah tim.
KESIMPULAN
Andriyani B., Nita, 2018, Perilaku Kecurangan Akademik Mahasiswa: Dimensi Fraud
Diamond dan Gone Theory, Akuntabilitas: Jurnal Ilmu Akuntansi, Vol. 11, No. 1, hlm.
75-90
Dwi Aprilisanda, Invony, Yuhertiana,Indrawati, & Priono, Hero, 2018, PERSEPSI DOSEN
AKUNTANSI TERHADAP PRAKTIK KECURANGAN AKADEMIK PADA UPN
“VETERAN” JAWA TIMUR (STUDI PADA PROGDI AKUNTANSI), Behavioral
Accounting Journal, Vol. 1, No. 1