Atom terdiri atas proton, neutron, dan elektron. Proton dan neutron berada di dalam inti atom.
Sedangkan elektron terus berputar mengelilingi inti atom karena muatan listriknya. Semua
elektron bermuatan negatif (–) dan semua proton bermuatan positif (+). Sementara itu, neutron
bermuatan netral. Elektron yang bermuatan negatif (–) ditarik oleh proton yang bermuatan
positif (+) pada inti atom. Elektron tersebut tidak meninggalkan inti, meskipun ada gaya
sentrifugal yang terjadi akibat kecepatan elektron. Atom memiliki elektron di bagian luarnya
sedangkan proton dalam jumlah yang sama di bagian pusatnya, sehingga muatan listrik atom
berada dalam keadaan seimbang. Namun, baik volume maupun massa proton lebih besar
daripada elektron. Jika kita membandingkannya, perbedaan di antara kedua partikel ini seperti
perbedaan antara manusia dengan sebutir kacang kenari. Walaupun demikian, muatan listrik
total keduanya tetap sama besar. Apa yang akan terjadi jika muatan listrik proton dan elektron
tidak sama besar?
Dalam hal ini, semua atom di alam semesta akan menjadi bermuatan positif (+) karena ada
kelebihan muatan listrik positif (+) di dalam proton. Akibatnya, semua atom akan saling
bertolakan satu sama lain. Apa yang akan terjadi jika situasi seperti ini berlangsung? Apa yang
akan terjadi jika semua atom di alam semesta saling bertolakan? Hal yang akan terjadi sangat
tidak lazim. Begitu terjadi perubahan seperti itu di dalam atom, tangan Anda yang saat ini sedang
memegang buku, begitu pula lengan Anda, akan hancur berantakan. Tidak hanya tangan dan
lengan, tetapi juga tubuh, kaki, kepala, gigi Anda, singkatnya setiap bagian tubuh Anda akan
terpisah-pisah saat itu juga. Ruangan yang Anda tempati, pemandangan di luar yang terlihat dari
jendela juga akan berantakan. Semua laut di bumi, gunung-gunung, semua planet di dalam tata
surya dan semua benda-benda langit di jagat raya akan musnah, hancur secara serempak. Tidak
ada satu benda pun yang akan tersisa. Demikianlah karena keseimbangan yang sangat teliti dari
struktur atom maka tercipta pula keseimbangan alam semesta.
Hasil percobaan J.J. Thomson menunjukkan bahwa sinar katode dapat dibelokkan ke arah kutub
positif medan listrik. Hal ini membuktikan terdapat partikel bermuatan negatif dalam suatu
atom.
Besarnya muatan dalam elektron ditemukan oleh Robert Andrew Milikan (1908) melalui
percobaan tetes minyak Milikan seperti gambar berikut.
Minyak disemprotkan ke dalam tabung yang bermuatan listrik. Akibat gaya tarik gravitasi
akan mengendapkan tetesan minyak yang turun. Apabila tetesan minyak diberi muatan negatif
maka akan tertarik ke kutub positif medan listrik. Dari hasil percobaan Milikan dan Thomson
diperoleh muatan elektron –1 dan massa elektron 0, sehingga elektron dapat dilambangkan
0 1 e .
2. Proton
Jika massa elektron 0 berarti suatu partikel tidak mempunyai massa. Namun pada
kenyataannya partikel materi mempunyai massa yang dapat diukur dan atom bersifat atom itu
netral. Bagaimana mungkin atom itu bersifat netral dan mempunyai massa, jika hanya
ada elektron saja dalam atom?
Eugene Goldstein (1886) melakukan eksperimen dari tabung gas yang memiliki katode, yang
diberi lubanglubang dan diberi muatan listrik.
Hasil eksprerimen tersebut membuktikan bahwa pada saat terbentuk elektron yang menuju
anode, terbentuk pula sinar positif yang menuju arah berlawanan melewati lubang pada katode.
Setelah berbagai gas dicoba dalam tabung ini, ternyata gas hidrogenlah yang menghasilkan sinar
muatan positif yang paling kecil baik massa maupun muatannya, sehingga partikel ini disebut
dengan proton. Massa proton = 1 sma (satuan massa atom) dan muatan proton = +1.
3. Inti Atom
Setelah penemuan proton dan elektron, Ernest Rutherford melakukan penelitian penembakan
lempeng tipis emas. Jika atom terdiri dari partikel yang bermuatan positif dan negatif maka sinar
alfa yang ditembakkan seharusnya tidak ada yang diteruskan/menembus lempeng sehingga
muncullah istilah inti atom. Ernest Rutherford dibantu oleh Hans Geiger dan Ernest Marsden
(1911) menemukan konsep inti atom didukung oleh penemuan sinar X oleh WC. Rontgen (1895)
dan penemuan zat radioaktif (1896). Percobaan Rutherford dapat digambarkan sebagai berikut.
Hasil percobaan ini membuat Rutherford menyatakan hipotesisnya bahwa atom tersusun dari
inti atom yang bermuatan positif dan dikelilingi elektron yang bermuatan negatif, sehingga atom
bersifat netral. Massa inti atom tidak seimbang dengan massa proton yang ada dalam inti atom,
sehingga dapat diprediksi bahwa ada partikel lain dalam inti atom.
4. Neutron
Prediksi dari Rutherford memacu W. Bothe dan H. Becker (1930) melakukan eksperimen
penembakan partikel alfa pada inti atom berilium (Be) dan dihasilkan radiasi partikel berdaya
tembus tinggi. Eksperimen ini dilanjutkan oleh James Chadwick (1932). Ternyata partikel yang
menimbulkan radiasi berdaya tembus tinggi itu bersifat netral atau tidak bermuatan dan
massanya hampir sama dengan proton. Partikel ini disebut neutron dan dilambangkan dengan
10 n.
Sebagian besar atom terdiri dari ruang hampa yang di dalamnya terdapat inti yang sangat kecil
di mana massa dan muatan positifnya dipusatkan dan dikelilingi oleh elektron-elektron yang
bermuatan negatif. Inti atom tersusun atas sejumlah proton dan neutron. Jumlah proton dalam
inti atom menentukan muatan inti atom, sedangkan massa inti ditentukan oleh banyaknya
proton dan neutron. Selanjutnya ketiga partikel subatom (proton, neutron, dan elektron) dengan
kombinasi tertentu membentuk atom suatu unsur yang lambangnya dapat dituliskan: AZX.
X : lambang suatu unsur
Z : nomor atom
A : nomor massa
2. Memahami Susunan dari Sebuah Atom
a. Lihatlah nomor atom dari tabel periodik. Nomor atom selalu lebih kecil dari nomor
massa.
b. Nomor atom merupakan jumlah proton. Oleh karena sifat atom netral, maka nomor atom
juga merupakan jumlah elektron.
c. Susunlah elektron-elektron dalam level-level energi, selalu isi level terdalam sebelum
mengisi level luar.
Contoh:
Mencari susunan dari atom klor.
1) Dalam tabel periodik tertera klor bernomor atom 17.
2) Oleh karenanya atom klor terdiri dari 17 proton dan 17 elektron.
3) Susunan dari elektron-elektron tersebut yaitu 2,8,7 (2 di level pertama, 8 di level kedua, dan 7
di level ketiga).
Cara pengisian elektron model ini dijelaskan pada sub subbab konfigurasi elektron.
Alur pengisian ikuti anak panah: 1s2 – 2s2 – 2p6 – 3s2 – 3p6 – 4s2 – 3d10 dst.
Keterangan:
Dua hal penting yang perlu diperhatikan jika Anda melihat susunan dalam tabel periodik.
a. Jumlah elektron pada tingkat terluar (atau kulit terluar) sama dengan nomor golongan
(kecuali helium yang hanya memiliki 2 elektron. Gas Mulia biasa disebut dengan golongan 0
bukan golongan 8). Hal ini berlaku di seluruh golongan unsur pada tabel periodik (kecuali unsur-
unsur transisi). Jadi, jika Anda mengetahui bahwa barium terletak pada golongan 2, berarti
barium memiliki 2 elektron pada tingkat terluar; iodium merupakan golongan 7 yang berarti
iodium memiliki 7 elektron pada tingkat terluar.
b. Gas mulia memiliki elektron penuh pada tingkat terluar.
A = nomor massa
Z = nomor atom
X = lambang unsur
Unsur-unsur yang mempunyai jumlah elektron valensi yang sama akan memiliki sifat kimia
yang sama pula.
Contoh:
Unsur natrium dan kalium memiliki sifat yang sama karena masing-masing memiliki elektron
valensi = 1.
Suatu atom netral dapat melepaskan 1 atau lebih elektronnya dan membentuk ion yang
bermuatan positif, atau menangkap elektron dan membentuk muatan negatif.
Contoh:
23
Na mempunyai 11 proton, 11 elektron, dan 12 netron.
11
Catatan:
a. Jumlah muatan di kanan dan kiri harus sama.
b. Jika dalam suatu reaksi tidak terjadi perubahan bilangan oksidasi, reaksi tersebut bukan reaksi
redoks.
4. tatanama Senyawa Berdasarkan Bilangan Oksidasi Tata nama senyawa berdasarkan
bilangan oksidasi memiliki ketentuan sebagai berikut.
a. Senyawa biner tersusun atas dua macam unsur, baik logam dan nonlogam maupun kedua
unsur-unsurnya nonlogam, nama logam didahulukan diikuti senyawa nonlogam yang diberi
akhiran –ida.
Contoh:
NaCl : natrium klorida
MgO : magnesium oksida
Al2S3 : aluminium sulfida
K2S : kalium sulfida
b. Senyawa biner yang mengandung unsur yang memiliki lebih dari satu bilangan oksidasi
maka bilangan oksidasi unsur tersebut ditulis dengan menggunakan angka romawi dalam
tanda kurung di belakang nama unsurnya.
Contoh:
FeO : besi(II) oksida
Fe2O3 : besi(III) oksida
SnCl2 : timah(II) klorida
SnCl4 : timah(IV) klorida
c. Senyawa ionik diberi nama dengan cara menyebutkan nama kation diikuti nama anion. Jika
anion terdiri dari beberapa atom dan mengandung unsur yang memiliki lebih dari satu macam
bilangan oksidasi, nama anion tersebut diberi imbuhan hipo-it, -it, -at, atau per-at sesuai dengan
jumlah bilangan oksidasi.
Contoh:
Na2CO3 : natrium karbonat
KCrO4 : kalium kromat
K2Cr2O7 : kalium dikromat
HClO : asam hipoklorit (bilangan oksidasi Cl=+1)
HClO2 : asam klorit (bilangan oksidasi Cl=+3)
HClO3 : asam klorat (bilangan oksidasi Cl=+5)
HClO4 : asam perklorat (bilangan oksidasi Cl=+7)