Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah proses mengidentifikasi,
mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian. Jika berbicara tentang kewirausahaan, ada banyak jenis kewirausahaan yang ada dimasyarakat Indonesia. Kali ini saya berkesempatan untuk mewawancarai bapak Bakri Lahaji, beliau merupakan seorang wiraswasta peternak ayam potong di Tamanroya, Jeneponto. Kisah beliau dimulai dari desakan ekonomi dan rasa tanggung jawab terhadap keluarga. Beliau menceritakan, setelah menikah dan mempunyai anak beliau bekerja sebagai satpam pasar dan pengantar air bersih menggunakan becak di Tamanroya selama empat tahun, namun karena tingkat kebutuhan keluarga yang semakin meningkat, beliau berinisiatif untuk membeli kuda dan menjadi kusir delman atau masyarakat Tamanroya sebut “Bendi” dengan uang tabungan yang ada selama menjadi satpam. Beliau cukup lama menjadi seorang kusir, hingga suatu waktu beliau terkena musibah yang mengharuskannya untuk menjual kuda dan beberapa barang di rumah beliau. Pada saat itu beliau sangat terpuruk dan sudah tidak mempunyai modal sepeserpun untuk memulai usaha, kemudian beliau berinisiatif untuk memancing ikan di sungai jembatan Tamanroya lalu menjualnya di pasar. Sebulan berlalu, beliau diajak untuk menjadi pegawai dipeternakan ayam potong milik saudaranya, kebetulan pada saat itu peternak ayam potong masih sangat sedikit di Tamanroya, masih teringat saat pertama kali beliau bekerja sebagai pegawai peternak ayam, beliau sangat nyaman dengan pekerjaannya itu. “Jiwa saya ada dibeternak ayam, saya susah payah merawatnya sepenuh hati seperti merawat seorang bayi” kata beliau. Berselang dua tahun, beliau memberanikan diri mengambil pinjaman uang di Bank dan membuka usaha peternakan ayam potong tentu saja dengan tetap bekerja sama dengan saudaranya. Beliau menceritakan suka duka dalam beternak ayam miliknya, “Beternak ayam itu gampang-gampang susah, banyak hambatannya dan juga bisa stress setiap hari” kata beliau. Stres yang dialami ibarat ‘makanan’ sehari-hari, yang biasa terjadi. seperti kandang yang roboh karena tiupan angin kencang di Tamanroya Jeneponto, ayam yang mati dimusim penghujan, pelanggan yang terlambat membayar kas bon sehingga terpaksa untuk mengambil pinjaman lagi di Bank, bahkan kandang juga biasa dibobol maling. “Beternak ayam juga banyak masalahnya, tapi mau bagaimana lagi, dibawa enaknya saja. Mau pindah usaha juga, saya sudah nyaman beternak ayam” kata beliau. Namun, dibalik itu semua terdapat rasa syukur beliau karena dibalik duka ada suka dalam beternak ayam, salah satunya keuangan keluarga menjadi jauh lebih stabil dan saat ini, peternakan ayam potong beliau sudah sangat dikenal hampir seluruh wilayah Jeneponto. Motivasi terbesar beliau dalam menjalankan usahanya beternak ayam potong selain untuk membiayai kebutuhan keluarga, beliau juga tidak ingin anak-anaknya kelak merasakan keterpurukan “ekonomi” seperti yang beliau alami saat kecil, diakhir wawancara, beliau memberikan pesan terkhususnya untuk generasi muda untuk menjadi seorang wiraswasta yang sukses, sangat penting untuk rajin beribadah terutama bersekedah, jangan hiraukan kata orang yang menghina pekerjaan halal yang dilakukan, siap menghadapi kerugian dan kemungkinan terburuk, fokus pada satu bisnis utama terlebih dahulu, dan paling penting terus berdoa dan berusaha.