Anda di halaman 1dari 103

PEMERIKSAAN PERKARA TINDAK PIDANA DALAM KUHP (PIDANA UMUM )

PENYELIDIK PENYELIDIKAN

KEPOLISIAN RI
Tersangka
PENYIDIK PENYIDIKAN
Saksi
Ahli
PH

PRAPERADILAN

PRAPENUNTUTAN
JAKSA PENUNTUT PENUNTUTAN
KEJAKSAAN
UMUM EKSEKUSI PUTUSAN
AGUNG

HAKIM Terdakwa PUTUSAN PIDANA,


PEMERIKSAAN DI Saksi TIDAK BANDING
PENGADILAN Ahli
NEGERI PERSIDANGAN
PH
PANITERA

HAKIM
PEMERIKSAAN PUTUSAN PIDANA, LEMBAGA
PENGADILAN BANDING TIDAK KASASI PEMASYARAKATAN
TINGGI
PANITERA

HAKIM
PUTUSAN KASASI,
MAHKAMAH PEMERIKSAAN
PIDANA
AGUNG KASASI
PANITERA
TAHAPAN HUKUM ACARA PIDANA

PENYELIDIKAN

PENYIDIKAN

PRAPERADILAN

 PRAPENUNTUTAN
 PENUNTUTAN

PEMERIKSAAN DI
PERSIDANGAN
MENERIMA PUTUSAN EKSEKUSI PUTUSAN
PIDANA PIDANA
BEBAS

PUTUSAN PIDANA
MENOLAK PUTUSAN
PIDANA/BANDING PEMERIKSAAN PUTUSAN LEPAS
BANDING

LEPAS PIDANA MENERIMA PUTUSAN


BEBAS
PIDANA

PEMERIKSAAN MENOLAK PUTUSAN


PIDANA/KASASI EKSEKUSI PUTUSAN
KASASI PIDANA

PUTUSAN BEBAS

LEPAS

EKSEKUSI PUTUSAN
PIDANA PIDANA
TAHAPAN ACARA

Pasal 1 angka 5 KUHAP


Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana demi menentukan dapat tidaknya
melakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang

PENYELIDIKAN

Pasal 102 – 105 KUHAP


Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa
yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang
diperlukan. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh
pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh
penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik. Dalam hal pelapor atau
pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau
pengaduan tersebut. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik harus memberikan
surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.

Dalam hal tertangkap tangan, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam
rangka penyelidikan.

Penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh
penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenal.
TAHAPAN ACARA
Pasal 1 angka 2 KUHAP
Serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Pasal 106 – 111 KUHAP


Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut
diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.
Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak
pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan
PENYIDIKAN maupun tertulis. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap
ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga
melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik. Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan
tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera
melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan
atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau
pengadu dan penyidik. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyidik harus memberikan surat tanda
penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan. Dalam hal tertangkap tangan, setiap orang
berhak - sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan
keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada
penyidik.
Setelah menerima penyerahan tersangka penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam
rangka penyidikan. Atau segera datang ke tempat kejadian dan dapat melarang setiap orang untuk
meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai. Pelanggar Iarangan tersebut dapat dipaksa
tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan dimaksud selesai. Atau dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu
hari setelah perintah penahanan itu dijalankan dan harus mulai diperiksa oleh penyidik (Pasal 122 KUHAP).
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik, ia
segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan
karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau
penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya.
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap,
penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.
Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan
penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila
dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum
batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
TAHAPAN ACARA

Pasal 112 – 113 KUHAP


Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas,
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat
panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya
panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.

Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil
sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya. Jika seorang tersangka
atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang
kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

PENYIDIKAN

Pasal 114 – 115 KUHAP


Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh
penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan
hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum. Dalam hal
penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka penasihat hukum dapat mengikuti
jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan. Dalam hal kejahatan
terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat
mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.
TAHAPAN ACARA

Pasal 116 – 119 KUHAP


Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia
tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan. Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi
boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang
sebenarnya. Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang
dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara dan
penyidik wajib memanggil, dan memeriksa saksi tersebut.

Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan
atau dalam bentuk apapun. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang
sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya,
penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh
PENYIDIKAN
tersangka sendiri.

Keterangan tersangka dan saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan
oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya. Dalam hal tersangka dan
atau saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara
dengan menyebut alasannya.

Dalam hal tersangka dan atau saksi yang harus didengar keterangannya berdiam atau bertempat
tinggal di luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap
tersangka dan atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat
tinggal tersangka dan atau saksi tersebut.
TAHAPAN ACARA

Pasal 120, 133, 134 KUHAP


Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus. AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka
penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan
ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya. Permintaan keterangan ahli dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi
PENYIDIKAN dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Dalam hal
keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada
tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera
ahli kedokteran kehakiman melaksanakan bedah mayat.

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.
TAHAPAN ACARA
Pasal 135
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan
menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1)
KUHAP.

PENYIDIKAN

Pasal 121, 75 KUHAP


Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan
memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada
waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan
mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk
kepentingan penyelesaian perkara.
Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka;
b. penangkapan;
c. penahanan;
d. penggeledahan;
e. pemasukan rumah;
f. penyitaan benda;
g. pemeriksaan surat;
h. pemeriksaan saksi;
i. pemeriksaan di tempat kejadian;
j. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan undang-undang.
TAHAPAN ACARA Pasal 1 angka 7, 137 KUHAP
Penuntutan merupakan tindakan penuntut untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntut umum
berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak
pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang
mengadili.

PRAPENUNTUTAN
DAN PENUNTUTAN

Pasal 138 – 140 KUHAP


Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari dan
menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil
penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap,
penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal
yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal
penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada
penuntut umum.

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari
penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk
dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari
hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup
demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.

Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera
dibebaskan. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau
penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim. Apabila kemudian ternyata
ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.
Pasal 141, Pasal 142 KUHAP
TAHAPAN ACARA Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat
dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas
perkara dalam hal:
a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan
pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya;
b. beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;
c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi
yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan
tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana
yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141,
penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.

PRAPENUNTUTAN
DAN PENUNTUTAN

Pasal 143 - 144 KUHAP


Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera
mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. Turunan surat pelimpahan perkara
beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya
dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut
ke pengadilan negeri.

Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. nama Iengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan termpat tindak pidana itu dilakukan. Surat dakwaan yang tidak
memenuhi ketentuan ini batal demi hukum.

Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang,
baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh
hari sebelum sidang dirnulai. Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia
menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
Pasal 147 – 151 KUHAP
TAHAPAN ACARA Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari
apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya. Dalam hal ketua pengadilan negeri
berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi
termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada
pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat
alasannya.
Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri
yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum
dalam surat penetapan. Turunan surat penetapan disarnpaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan
penyidik.
Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri, maka:
a. Ia mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh hari
setelah penetapan tersebut diterima;
b. tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya perlawanan;
c. perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan hal itu dicatat dalam buku daftar
PRAPENUNTUTAN
panitera;
DAN PENUNTUTAN
d. dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada pengadilan
tinggi yang bersangkutan.
Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut dapat
menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan. Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan
Pasal penuntut
perlawanan 145 – 146, 152 KUHAP
umum, maka dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang
Dalam hal
bersangkutan pengadilan
untuk negeri menerima
menyidangkan surat pelimpahan
perkara tersebut. perkaratinggi
Jika pengadilan dan berpendapat bahwa perkara
menguatkan pendapat pengadilan
negeri,itupengadilan
termasuk wewenangnya, ketua pengadilan
tinggi mengirimkan menunjuk
berkas perkara pidanahakim yang akan
tersebut kepadamenyidangkan
pengadilan perkara
negeri yang
tersebut Tembusan
bersangkutan. dan hakimsurat
yangpenetapan
ditunjuk pengadilan
itu menetapkan
tinggi hari sidang. Hakim
disampaikan kepadadalam menetapkan
penuntut umum. hari
sidang
Sengketa memerintahkan
tentang kepada penuntut
wewenang mengadili terjadi: umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk
a. datang
jika duadi pengadilan
sidang pengadilan.
atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
b. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
Pemberitahuan
Pengadilan untuk datang
tinggi memutus sengketakewewenang
sidang pengadilan
mengadilidilakukan
antara dua secara sah, apabila
pengadilan negeridisampaikan
atau lebih yang
dengan dalam
berkedudukan surat daerah
panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat
hukumnya.
tinggalnya
Mahkamah Agungtidak diketahui,
memutus padadisampaikan di tempat
tingkat pertama kediaman
dan terakhir semuaterakhir. Apabila
sengketa terdakwa
tentang tidak ada
wewenang di
mengadili:
a. tempat
antara tinggalnya
pengadilanataudari ditempat kediaman
satu lingkungan terakhir,dengan
peradilan surat panggilan
pengadilandisampaikan melalui
dari lingkungan kepala yang
peradilan
desa
lain; yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir. Apabila
b. tempat
antara tinggal maupun tempat
dua pengadilan negerikediaman terakhir tidak dalam
yang berkedudukan dikenal,daerah
surat panggilan ditempelkantinggi
hukum pengadilan pada yang
papan pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya. Dalam hal
berlainan;
c. terdakwa
antara dua ada dalam tahanan
pengadilan surat
tinggi atau panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah
lebih.
tahanan negara. Penerimaan surat panggilan dilakukan dengan tanda penerimaan.

Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa dan saksi yang memuat tanggal,
hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang
PRAPENUNTUTAN bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
DAN PENUNTUTAN
TAHAPAN ACARA Pasal 153 – 155 KUHAP
Pada hari yang ditentukan pengadilan bersidang. Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua
sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang
belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang. Hakim ketua
sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa
Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal
atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara
tidak bebas. Tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.

Setelah sidang dinyatakan terbuka untuk umum, Hakim ketua sidang memerintahkan supaya
terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas. Jika
dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah
ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah. Jika
terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda persidangan dan
PEMERIKSAAN DI memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya. Jika
SIDANG terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah,
PENGADILAN pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan
agar terdakwa dipanggil sekali lagi. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak
hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan
paksa pada sidang pertama berikutnya. Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa
dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir
dapat dilangsungkan.

Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama Iengkap.
tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaannya sertta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar
dan dilihatnya di sidang. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk
membacakan surat dakwaan. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum
atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
Pasal 156 KUHAP
TAHAPAN ACARA
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak
berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus
dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan
pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan.

Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut,
sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus
setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.

Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka Ia dapat mengajukan
perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan. Dalam hal
perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya
PEMERIKSAAN DI membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang
SIDANG untuk memeriksa perkara itu.
PENGADILAN
Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau
penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia
menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan
membátalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang
berwenang. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri
yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan
dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah melimpahkan
perkara itu.

Apabila pengadilan yang berwenang berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain, maka
kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum
pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu.

Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mendengar
pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat
menyatakan pengadilan tidak berwenang.
TAHAPAN ACARA

Pasal 157 - 158


Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu apabila ia terikat
hubungan keluarga sedarah atau Semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau isteri
meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut
umum atau panitera.

Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan diri dari
menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semeñda sampai derajat
ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan
PEMERIKSAAN DI
penasihat hukum. Mereka yang mengundurkan diri harus diganti dan apabila tidak dipenuhi atau
SIDANG
tidak diganti sedangkan perkara telah diputus, maka perkara wajib segera diadili ulang dengan
PENGADILAN
susunan yang lain.

Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan
mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 159 – 167, 172 – 173, 177 – 178 KUHAP
Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan
memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain
TAHAPAN ACARA sebelum memberi keterangan di sidang. Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil
dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi
itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi
tersebut dihadapkan ke persidangan.

Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang
sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum,
terdakwa atau penasihat hukum. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban
yang menjadi saksi. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang
memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang
diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berIangsungnya
sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan
saksi tersebut.
PEMERIKSAAN DI
SIDANG Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir,
PENGADILAN umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan,
selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi
dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat
keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah
bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.

Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak
lain daripada yang sebenarnya. Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli
wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan. Dalam
hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji, maka
pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua
sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas
hari. Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap
tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan
merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Pasal 159 – 167, 172 – 173, 177 – 178 KUHAP
Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena
TAHAPAN ACARA halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat
kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan
kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. Jika keterangan
itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya
dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.

Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala keterangan yang
dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran. Penuntut umum atau penasihat hukum
dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
kepada saksi dan terdakwa. Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh
penuntut umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan
alasannya. Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan
perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran
keterangan mereka masing-masing. Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak bolèh diajukan
PEMERIKSAAN DI baik kepada terdakwa; maupun kepada saksi
SIDANG
PENGADILAN
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita
acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan
mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acâra pemeriksaan sidang. Setiap kali
seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada
terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut.

Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya
terdakwa, untuk itu Ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu
pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua
hal pada waktu ia tidak hadir.

Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang
juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang
harus diterjemahkan. Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara Ia
tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.
TAHAPAN ACARA
Pasal 159 – 167, 172 – 173, 177 – 178 KUHAP
Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang
mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang
menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada
terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua
pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.

Setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang
PEMERIKSAAN DI memberi izin untuk meninggalkannya. Izin itu tidak diberikán jika penuntut umum atau
SIDANG
terdakwa atau penasihat hukum mengajukan permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri
PENGADILAN
sidang. Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap.

Setelah saksi memberi keterangan, maka terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut
umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut
yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi
lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang
demi seorang maupun bersama-sama tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut. Apabila
dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya saksi yang telah didengar
keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mendengar keterangan saksi yang
lain.
TAHAPAN ACARA
Pasal 168 – 171 KUHAP
Tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sarnpai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
b. saudara dan terdakwa atau yang bersama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu atau
saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari
anakanak saudara terdakwa sampal derajat ketiga
c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa.

Dalam hal mereka menghendaki memberi keterangan di bawah sumpah dan terdakwa serta
PEMERIKSAAN DI penuntut umum secara tegas menyetujuinya, maka dapat memberi keterangan di bawah
SIDANG sumpah. Bila tanpa persetujuan, mereka diperbolehkan memberikan keterangan tanpa
PENGADILAN sumpah.

Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu
tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala
alasan untuk permintaan tersebut.

Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:


a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
TAHAPAN ACARA
Pasal 174
Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan
dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan
mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap
memberikan keterangan palsu.

Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas
permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan
untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu. Dalam hal yang demikian
oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi
dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita
acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan
kepada penuntut umum untuk diselesaikan. Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan
sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.

PEMERIKSAAN DI
SIDANG
PENGADILAN
Pasal 179 – 180 KUHAP
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. Setiap orang yang diminta pendapatnya
sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan. Semua ketentuan untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.

Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil
keterangan ahli, hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang dan dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.
TAHAPAN ACARA

Pasal 175 – 176, 181 KUHAP


Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab, pertanyaan yang diajukan
kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan
dilanjutkan.

Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim
ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya
terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu
dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa. Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah
PEMERIKSAAN DI laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang
SIDANG mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan
PENGADILAN hadirnya terdakwa.

Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan
kepadanya apakah Ia mengenal benda itu dan jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh
hakim ketua sidang kepada saksi. Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua
sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi
dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
TAHAPAN ACARA

Pasal 182
Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.
Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu
mendapat giliran terakhir. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara
tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya
kepada pihak yang berkepentingan. Selanjutnya, hakim ketua sidang menyatakan bahwa
pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas
kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum
atau terdakwa atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya. Sesudah itu hakim
PEMERIKSAAN DI
mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah
SIDANG
PENGADILAN itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin
meninggalkan ruangan sidang.

Musyawarah harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam
pemeriksaan di sidang. Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan
pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang
terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus
disertai pertimbangan beserta alasannya. Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis
merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-
sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut
a. putusan diambil dengan suara terbanyak;
b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh, putusan yang dipilih adalah
pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.

Pelaksanaan pengambilan putusan dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan
khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia. Putusan pengadilan negeri
dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus
diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum.
TAHAPAN ACARA

Pasal 195 - Pasal 196


Semua putusan pengadilan. hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di
sidang terbuka untuk umum. Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali
dalam hal KUHAP menentukan lain. Dalam hal terdapat Iebih dari seorang terdakwa dalam satu
perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada. Segera sesudah
putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada
terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:
a. hak segera menerima atau. segera menolak putusan;
PEMERIKSAAN DI b. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam
SIDANG tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
PENGADILAN c. hak minta menangguhkan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan
oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d. hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal Ia menolak putusan;
e. hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.
TAHAPAN ACARA

Pasal 197
Surat putusan pemidanaan memuat:
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi:
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terdakwa,
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
PEMERIKSAAN DI
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan
SIDANG
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
PENGADILAN
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh
hakim tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang
dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang
pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana Ietaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama
panitera;
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan I pasal inii
mengakibatkan putusan batal demi hukum. Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan
KUHAP.
TAHAPAN ACARA

Pasal 199
Surat putusan bukan pemidanaan memuat:
a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e, f dan h;
b. pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,
dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar putusan;
PEMERIKSAAN DI c. perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika Ia ditahan.
SIDANG Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan I pasal inii
PENGADILAN mengakibatkan putusan batal demi hukum. Putusan dilaksanakan dengan segera menurut
ketentuan KUHAP.
UPAYA HUKUM
Pasal 67, 233 – 236 KUHAP
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan
tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang
menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Permintaan banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus
dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dan boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri
dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan
kepada terdakwa yang tidak hadir. Dalam hal pengadilan negeri menerima permintaan
banding, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh
penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan
dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Apabila tenggang waktu 7 hari telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang
bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menenima putusan. Dalam hal demikian,
maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut
pada berkas perkara.
BANDING
Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak permintaan banding diajukan,
panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta surat bukti
kepada pengadilan tinggi. Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada
pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas
perkara tersebut di pengadilan negeri. Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas
menyatakan secara tertulis bahwa ia akan mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi,
maka kepadanya wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya tujuh hari setelah berkas
perkara diterima oleh pengadilan tinggi. Kepada setiap pemohon banding wajib diberi
kesempatan untuk sewaktu-waktu meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di
pengadilan tinggi.

Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat
dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu
tidak boleh diajukan lagi. Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus
sedangkan sementara itu pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon
dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat
pencabutannya.
UPAYA HUKUM

Pasal 237 – 238 KUHAP


Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik
terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau
kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan sekurang-
kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri
yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dan penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang
pengadilan negeri, beserta semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan
perkara itu dan putusan pengadilan negeri.

Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat diajukannya
permintaan banding. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari
BANDING pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah
terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas
permintaan terdakwa.

Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau
penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka
tentang apa yang ingin diketahuinya.

Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada
kelalaian dalam pénerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka
pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk
memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri. Jika perlu pengadilan tinggi
dengan keputusan dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri sebelum putusan
pengadilan tinggi dijatuhkan.
UPAYA HUKUM

Pasal 237 – 238 KUHAP


Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik
terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau
kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.

Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan sekurang-
kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri
yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dan penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang
pengadilan negeri, beserta semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan
perkara itu dan putusan pengadilan negeri.

Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat diajukannya
permintaan banding. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari
BANDING pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah
terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas
permintaan terdakwa.

Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau
penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka
tentang apa yang ingin diketahuinya.

Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada
kelalaian dalam pénerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka
pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk
memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri. Jika perlu pengadilan tinggi
dengan keputusan dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri sebelum putusan
pengadilan tinggi dijatuhkan.
Pasal 239
UPAYA HUKUM Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220 KUHAP berlaku juga bagi
pemeriksaan perkara dalam tingkat banding.
Hubungan keluarga berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat banding, dengan
hakim atau panitera tingkat pertama yang telah mengadili perkara yang sama.
Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama kemudian tekah menjadi
hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama
dalam tingkat banding.

BANDING

Pasal 241 – 243 KUHAP


Setelah semua hal dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan,
menguatkan atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan pengadilan negeri,
pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri. Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas
putusan pengadilan negeri karena ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku
ketentuan tersebut pada Pasal 148 KUHAP. Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa
yang dipidana itu ada dalam tahanan, maka pengadilan tinggi dalam putusannya
memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau dibebaskan.

Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta berkas perkara dalam waktu tujuh hari setelah
putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan negeri yang memutus pada tingkat
pertama. Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada
terdakwa dan penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri dan selanjutnya pemberitahuan
tersebut dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi. Ketentuan mengenai putusan
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 berlaku juga bagi putusan
pengadilan tinggi.

Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri tersebut,
panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
terdakwa bertempat tinggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya. Dalam hal
terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar negeri, maka isi surat
putusan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui perwakilan Republik
Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil
disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melalui dua buah surat kabar yang
terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan
daerah itu.
Pasal 244
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain
UPAYA HUKUM daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus
perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang
dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam
sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar
yang dilampirkan pada berkas perkara.
Apabila tenggang waktu 14 hari telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang
bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan dan hak untuk kasasi gugur.
Panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas
perkara.
Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umum
atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera
wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat
KASASI dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat
diajukan lagi. Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas
tersebut tidak jadi dikirimkan. Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus,
sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani
membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.
Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali.
Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan
dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah
menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima. Dalam hal
pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima
permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk
itu panitera membuatkan memori kasasinya. Apabila pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi
maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.
Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak
lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi. Dalam tenggang waktu 14 hari,
panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan
memori kasasi.
Dalam hal salah satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu ditambahkan dalam memori
kasasi atau kontra memori kasasi, kepadanya diberikati kesempatan untuk mengajukan tambahan itu
dalam tenggang waktu 14 hari. Tambahan tersebut diserahkan kepada panitera pengadilan. Selambat-
lambatnya dalam waktu empat belas hari setelah tenggang waktu tersebut, permohonan kasasi
tersebut selengkapnya oleh panitera pengadilan segera disampaikan kepada Mahkamah Agung.
Pasal 250
UPAYA HUKUM Setelah panitera Mahkamah Agung menerima berkas perkara tersebut ia seketika mencatatnya
dalam buku agenda surat, buku register perkara dan pada kartu penunjuk. Buku register
perkara tersebut wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari
kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga karena jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, maka penandatanganan dilakukan oleh WakiI
Ketua Mahkamah Agung dan jika keduanya berhalangan maka dengan surat keputusan Ketua
Mahkamah Agung ditunjuk hakim anggota yang tertua dalam jabatan. Selanjutnya panitera
Mahkamah Agung mengeluarkan surat bukti penerimaan yang aslinya dikirimkan kepada
panitera pengadilan negeri yang bersangkutan, sedangkan kepada para pihak dikirimkan
tembusannya.

Pasal 251
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 KUHAP berlaku juga bagi perneriksaan perkara
dalam tingkat kasasi. Hubungan keluarga berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat
kasasi dengan hakim dan atau panitera tingkat banding serta tingkat pertama. yang telah
KASASI
mengadili perkara yang sama. Jika seorang hakim yang mengadili perkara dalam tingkat
pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi hakim atau panitera pada Mahkamah
Agung, mereka dilarang bertindak sebagai hakim atau panitera untuk perkara yang sama dalam
tingkat kasasi.

Pasal 252
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 220 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP berlaku juga bagi
pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi. Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat,
maka dalam tingkat kasasi:
a. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat yang berwenang
menetapkan;
b. Dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang
menetapkannya adalah suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh dan
antar hakim anggota yang seorang diantaranya harus hakim anggota yang tertua dalam
jabatan.
UPAYA HUKUM

Pasal 253
Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan:
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya;
b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-
undang;
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Pemeriksaan kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas
perkara yang diterima dari pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita
acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul di
KASASI sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan pengadilan tingkat pertama dan
atau tingkat terakhir. Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan, Mahkamah Agung
dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum, dengan
menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin
diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan pengadilan untuk mendengar
keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama.
Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukannya
permohonan kasasi. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi, Mahkamah
Agung Wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak,
baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa. Dalam hal terdakwa tetap
ditahan, maka dalam waktu empat belas hari, sejak penetapan penahanan Mahkarnah Agung
wajib memeriksa perkara tersebut.
UPAYA HUKUM

Pasal 254, Pasal 255 KUHAP


Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi, mengenai hukumnya Mahkamah
Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi. Dalam hal suatu putusan
dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.
Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus
perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau
KASASI berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh
pengadilan setingkat yang lain.
Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak
berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim
lain mengadili perkara tersebut.
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254
KUHAP, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam
hal itu berlaku ketentuan Pasal 255 KUHAP.
UPAYA HUKUM LUAR BIASA

Pasal 259 - Pasal 261 KUHAP


Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali
permohonan kasasi oleh Jaksa Agung. Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh
merugikan pihak yang berkepentingan. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan
KASASI DEMI secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah
KEPENTINGAN memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.
HUKUM Salinan risalah oleh panitera segera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. Ketua
pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung.
Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan kepada
Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2) dan ayat (4) KUHAP berlaku juga
dalam hal ini.
UPAYA HUKUM LUAR BIASA
Pasal 263 - PasaI 269
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan
permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Permintaan peninjauan kembali
dilakukan atas dasar:
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan
itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa
putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan
penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan
telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
PENINJAUAN diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang
KEMBALI didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon diajukan kepada panitera pengadilan yang telah
memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
Ketentuan dalam Pasal 245 ayat (2) KUHAP berlaku juga bagi permintaan peninjauan kembali.
Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu. Ketua pengadilan
segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas perkaranya kepada
Mahkamah Agung, disertai suatu catatan penjelasan.
Dalam hal pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum,
panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan
ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan surat permintaan
peninjauan kembali.
UPAYA HUKUM LUAR BIASA

Pasal 263 - PasaI 269


Ketua pengadilan setelah menerima permintaan peninjauan kembali menunjuk hakim yang tidak
memeriksa perkara semula yang dimintakan peninjauan kembali itu untuk memeriksa apakah
permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan. (2) Dalam pemeriksaan sebagaimana
tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim,
jaksa, pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang
ditandatangani oleh hakim dan panitera. Ketua pengadilan segera melanjutkan permintaan
PENINJAUAN peninjauan kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita
KEMBALI acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan surat pengantarnya disampaikan
kepada pemohon dan jaksa.
Dalam hal suatu perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan
banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan berita acara
pemeriksaan serta berita acara pendapat dan disampaikan kepada pengadilan banding yang
bersangkutan.

UPAYA HUKUM LUAR BIASA


Pasal 263 - Pasal 269
Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada
Pasal 263 ayat (2) KUHAP, Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali
tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya. Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat
bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung
menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang
dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
b. apabila Mahkarnah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung
membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan
putusan yang dapat berupa:
1. putusan bebas;
PENINJAUAN 2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
KEMBALI 3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula.
Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya dalam
waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang
melanjutkan permintaan peninjauan kembali. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243
ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) KUHAP berlaku juga bagi putusan Mahkamah Agung
mengenai peninjauan kembali.
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan
pelaksanaan dari putusan tersebut. Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima
oleh Mahkamah Agung dan sementara itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau
tidaknya peninjauan kembali tersebut diserahkan kepada kehendak ahli warisnya. Permintaan
peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 16 - Pasal 19
Untuk kepentingan penyelidikan, Penyelidik atas perintah Penyidik berwenang melakukan
penangkapan. Penyidik dan Penyidik Pembantu berwenang melakukan penangkapan. Perintah
penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Bukti permulaan adalah alat bukti berupa laporan polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang
digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk
dapat dilakukan penangkapan. (Pasal 1 angka 21 Perkap No.14 Tahun 2012 tentang
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Putusan Mahkamah Agung Nomor 21/PUU-
XII/2014 memutus frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan
“bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184
KUHAP, Pasal 11 huruf a termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan
PENANGKAPAN penyitaan, Pasal 77 huruf a termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan
penyitaan.)
Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Dalam hal
tertangkap tangan penangkapan dulakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa
penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik atau penyidik peinbantu yang terdekat. Tembusan surat perintah penangkapan harus
diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Penangkapan dapat
dilakukan untuk paling lama satu hari.
TINDAKAN KOERSIF Pasal 20 - Pasal 30
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik
TINDAKAN KOERSIF
berwenang melakukan penahanan. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang
melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang
pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal
adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim
yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia
ditahan. Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim
harus diberikan kepada keluarganya.
PENAHANAN Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan
tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana tersebut
dalam hal:
a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335
ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a,
Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab
Undangundang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie
(pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad
Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana
Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955
Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48
Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun
1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 20 - Pasal 30
Jenis penahanan dapat berupa:
a. penahanan rumah tahanan negara;
b. penahanan rumah;
c. penahanan kota.
Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu
yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau
terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor pada waktu yang ditentukan.
Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
PENAHANAN Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima darijumlah lamanya waktu penahanan
sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu penahanan.
Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang
satu kepada jenis penahanan yang lain. Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri
dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang
tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi
yang berkepentingan.
Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh
penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari. Tidak tertutup
kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu enam puluh hari
tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan tahanan demi hukum.
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 20 - Pasal 30
Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum hanya berlaku paling lama dua puluh
hari. Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang
oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari. Tidak tertutup
kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu lima puluh hari tersebut,
penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Hakim pengadilan negeri yang mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari. Apabila diperlukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan
negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari. Tidak tertutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara
tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
PENAHANAN
Hakim pengadilan tinggi yang mengadii perkara guna kepentingan pemeriksaan banding
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari. Apabila
diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua
peiigadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari. Tidak menutup
kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun
perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan kasasi
berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama lima puluh hari. Apabila
diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua
Mahkamah Agung untuk paling lama enam puluh hari. Tidak tertutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi. Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara
tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dan tahanan demi hukum.
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 20 - Pasal 30
Dikecualikan dan jangka waktu penahanan sebagahnana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal
26, Pasal 27 dan Pasal 28 KUHAP, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap
tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat
dihindarkan karena:
a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
Perpanjangan tersebut diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan
tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.
Perpanjangan penahanan tersebut átas dasar permintaan dan Iaporan pemeriksaan dalam
tingkat:
a. penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri;
b. pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oIeh ketua pengadilan tinggi;
PENAHANAN c. pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung;
d. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
Tidak tertutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka atau terdakwa dari tahanan sebelum
berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi. Setelah waktu
enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus,
tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Terhadap perpanjangan penahanan tersebut, tersangka atau terdakwa dapat mengajukan
keberatan dalam tingkat:
a. penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;
b. pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah
Agung.
Apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,
Pasal 27 dan Pasal 28 KUHAP atau perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 29
KUHAP ternyata tidak sah, tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan
ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP.
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 190
Selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat memerintahkan
dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila ketentuan pada Pasal 21 KUHAP
dipenuhi dan terdapat alasan cukup untuk itu. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat
memerintahkan dengan surat penetapannya untuk membebaskan terdakwaa jika terdapat
alasan cukup untuk itu dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 30 KUHAP.

PENAHANAN

Pasal 31
Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai
dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau
tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan. Penyidik,
penuntut umum atau hakim karena jabatannya sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan
penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud di
atas.
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 123
Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau
jenis penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu. Untuk itu penyidik
dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau
tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu.
Apabila dalam waktu tiga hari permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik, tersangka,
keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik. Untuk itu
atasan penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang
perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis tahanan tertentu.
Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana disebut di atas dapat mengabulkan permintaan
dengan atau tanpa syarat.

PENAHANAN
Pasal 124
Dalam hal apakah sesuatu penahanan sah atau tidak sah menurut hukum, tersangka, keluarga
atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada pengadilan negeri setempat untuk
diadakan praperadilan guna memperoleh putusan apakah penahanan atas diri tersangka
tersebut sah atau tidak sah menurut KUHAP.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 32
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau
penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam
undang-undang ini.

Pasal 34
Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan
tidak 37
Pasal mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi
Pada waktuPasal
ketentuan 33 ayattersangka,
menangkap (5) penyidik dapat melakukan
penyelidik penggeledahan:
hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk
padadibawanya
benda yang halaman rumah tersangka
serta, apabila bertempat
terdapat dugaantinggal,
kerasberdiam
dengan atau
alasanada daricukup
yang yang bahwa
ada di
atasnya;
pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita. Jika penangkapan tersangka
PENGGELEDAHAN pada setiap
sebagaimana disebut tempat lain tersangka
di atas bertempat
dibawa kepada tinggal,penyidik
penyidik, berdiam atau ada; menggeledah
berwenang
pakaian di tempat
dan tindak pidanabadan
atau menggeledah dilakukan atau terdapat bekasnya; di tempat penginapan dan
tersangka.
tempat umum lainnya
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud di atas, penyidik tidak
diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan
benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang
berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan
Pasal
untuk 33
melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua
Dengan surat
pengadilan izin setempat
negeri ketua pengadilan negeri setempat
guna memperoleh penyidik dalam melakukan penyidikan
persetujuannya.
dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan. Dalam hal yang diperlukan atas
perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki
rumah.
Pasal 35
Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
Kecuali dalam
penghuni hal tertangkap
menyetujuinya, dalamtangan, penyidik tidak
hal tersangka ataudiperkenankan memasuki:
penghuni menolak atau tidak hadir maka
ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan
harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi. Rakyat, Dewan Perwakilan
Dalam waktu
PENGGELEDAHAN
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dati
tempat di mana
turunannya sedang berlangsung
disampaikan kepada pemilik ibadah
ataudan atau upacara
penghuni keagamaan;
rumah yang bersangkutan.
ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.

Pasal 36
TINDAKAN KOERSIF
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan
tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus
diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana
penggeledahan itu dilakukan.
TINDAKAN KOERSIF

Pasal 125
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda
pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34.

Pasal 126
Penyidik membuat berita acara tentang jalannya dari hasil penggeledahan rumah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5). Penyidik akan membacakan lebih dahulu berita acara tentang
penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani
PENGGELEDAHAN oleh penyidik maupun tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan
dengan dua orang saksi. Apabila tersangka atau keluarganya tidak mau membubuhkan
tandatangannya, hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.

Pasal 127
Untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan rumah, penyidik dapat mengadakan penjagaan
atau penutupan tempat yang bersangkutan dan penyidik berhak memerintahkan setiap orang
yang dianggap perlu tidak meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 38
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri
setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera
bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi
ketentuan yang sudah disebut di atas, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda
bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna
memperoleh persetujuannya.

Pasal 39
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau
PENYITAAN untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita
untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi
ketentuan di atas.

Pasal 40
Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang
patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat
dipakai sebagai barang bukti.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 41
Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang
pengangkutavnya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan
atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut
diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal dari padanya dan untuk itu kepada tersangka
dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi
atau pengangkutan yang bersaugkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan.

Pasal 42
Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita,
menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang
menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
PENYITAAN Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat
atau tulisan itu berasal dan tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau
kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakah alat untuk
melakukan tindak pidana.

Pasal 43
Penyitaan surat atau tulisan lain dan mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk
merahasiakannya, sepanjang tidak rnenyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas
persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeni setempat kecuali undang-
undang menentukan lain.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 44
Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan disimpan dengan
sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan
oleh siapapun juga.

PENYITAAN

Pasal 45
Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan,
sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang
bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut
akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat
diambil tindakan sebagai berikut:
a. apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat
dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan
disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
b. apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan
atau dijual yang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya
dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.
Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dan benda
sebagaimana dimaksud di atas.
Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan
sebagaimana dimaksud di atas, dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau
untuk dimusnahkan.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 46
Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa
benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak
merupakan tindak pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut
ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau
yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada
orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan
hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai
tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagal barang bukti
dalam perkara lain.

PENYITAAN

Pasal 44
Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan disimpan dengan
sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan
oleh siapapun juga.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 128
Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya
kepada orang dari mana benda itu disita.

Pasal 129
Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita
atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu
dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua Iingkungan dengan dua orang saksi. Kemudian
Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang
darimana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh
penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan
PENYITAAN dua orang saksi. Jika orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau
membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang dari mana
benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.

Pasal 130
Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing,
ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu
disita dan lain-lainnya yang kemudian diberi hak dan cap jabatan dan ditandatangani oleh
penyidik. Apabila benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatanya yang
ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut.

Pasal 47
Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos
dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda
tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang
sedang diperiksa, dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri.
TINDAKAN KOERSIF Untuk kepentingan tersebut, penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan
telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain untuk
menyerahkan kepadanya surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda
penerimaan. Hal sebagaimana dimaksud di atas, dapat dilakukan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan menurut ketentuan yang diatur dalam ayat tersebut.
Pasal 48
Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada hubungannya dengan
perkara yang sedang diperiksa, surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. Namun, jika
ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan
segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan
PENYITAAN komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh
penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik.
Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang
dikembalikan itu.

Pasal 49
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan
Pasal 75. Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kaNtor pos dan
telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang
bersangkutan.

TINDAKAN KOERSIF
Pasal 131
Dalam hal sesuatu tindak pidana sedemikian rupa sifatnya sehingga ada dugaan kuat dapat
diperoleh keterangan dari berbagai surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya, penyidik
segera pergi ke tempat yang dipersangkakan untuk menggeledah, memeriksa surat, buku atau
kitab, daftar dan sebagainya dan jika perlu menyitanya. Penyitaan tersebut dilaksanakan
menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 129 undang-undang ini.

PENYITAAN

Pasal 132
Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau
diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan
keterangan mengenai hal itu dari orang ahli. Dalam hal timbul dugaan kuat bahwa ada surat
palsu atau yang dipalsukan, penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat dapat
datang atau dapat minta kepada pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia
mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipergunakan sebagai bahan
perbandingan.
Dalam hal suatu surat yang dipandang perlu untuk pemeriksaan, menjadi bagian serta tidak
dapat dipisahkan dari daftar sebagaimana dimaksud dalam pasal 131, penyidik dapat minta
supaya daftar itu seluruhnya selama waktu yang ditentukan dalam surat permintaan dikirimkan
kepadanya untuk diperiksa, dengan menyerahkan tanda penerimaan. Jika surat sebagaimana
disinggung di atas tidak menjadi bagian dari suatu daftar, penyimpan membuat salinan sebagai
penggantinya sampai surat yang asli diterima kembali yang dibagian bawah dari salinan itu
penyimpan mencatat apa sebab salinan itu dibuat. Dalam hal surat atau daftar itu tidak
dikirimkan dalam waktu yang ditentukan dalam surat permintaan, tanpa alasan yang sah,
penyidik berwenang mengambilnya.
Semua pengeluaran untuk penyelesaian hal tersebut dalam pasal ini dibebankan pada dan
sebagai biaya perkara.
PRAPERADILAN

Praperadilan diatur dalam Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan
ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124 KUHAP.

Objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah:


“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN

Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang
-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 191
Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka
terdakwa dakwa diputus bebas. Sedangkan, jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang
didakwakan képada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Dalam hal sebagaimana disinggung di atas, terdakwa yang ada dalam status tahanan
diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah
terdakwa perlu ditahan.

Pasal 192
Perintah untuk membebaskan terdakwa segera dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan
diucapkan. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat
penglepasan, disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya
dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.
PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN

Pasal 193
Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan
supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP dan terdapat
alasan cukup untuk itu. Apabila terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya,
dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat
alasan cukup untuk itu.

Pasal 194
Dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan
menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak
menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika menurut
ketentuan undang-undang barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau
dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. Kecuali apabila terdapat
alasan yang sah, pengadilan menetapkan supaya barang bukti diserahkan segera sesudah
sidang selesai.
Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu syarat apapun kecuali dalam
hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 184
Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN

Pasal 185
Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah
terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, namun ketentuan ini tidak berlaku apabila
disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan
dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada
hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya
suatu kejadian atau keadaan tertentu.
Pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan
keterangan saksi. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak
merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang
disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Pasal 186

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN

Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

Pasal 188
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Petunjuk sebagaimana dimaksud hanya dapat diperoleh dari:
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu
dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
PEMBUKTIAN DAN PUTUSAN

Pasal 189
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa yang diberikan di
luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan
itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan
kepadanya.
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri dan keterangan terdakwa
saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya, melainkan harus disertal dengan alat bukti yang lain.
BANTUAN HUKUM

Pasal 54
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari
seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan,
menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP.

Pasal 55
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak
memiih sendiri penasihat hukumnya.

Pasal 56
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka
yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Setiap penasihat hukum yang
ditunjuk memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
BANTUAN HUKUM

Pasal 57
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Bagi tersangka atau terdakwa yang
berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan
perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.

Pasal 58
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan
proses perkara maupun tidak.

Pasal 59
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan
atas dirinya oleh pejabat yang berwenang pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa
ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk
mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.

BANTUAN HUKUM
Pasal 60
Tersangka atau terdakwá berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungán kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna
mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan
bantuan hukum.

Pasal 61
Tersangka atau terdakwa berhak secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat
hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada
hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan.

Pasal 62
Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima
surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk
keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis. Surat menyurat antara
tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa
oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat
cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan.
Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut
umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau
terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang
berbunyi "telah ditilik".
KONEKSITAS

Pasal 89
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan
umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan
persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer.
Penyidikan perkara pidana seperti yang telah disinggung dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang
terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka
masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana. Tim tersebut
dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri
Kehakiman.

Pasal 90
Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan
dalam Iingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 ayat (1), diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur
militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89 ayat (2).
Pendapat dan penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani
oleh para pihak sebagaimana disinggung di atas.
Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang
berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi
kepada Jaksa Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur Jenideral
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
KONEKSITAS

Pasal 90
Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan
dalam Iingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 ayat (1), diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur
militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89 ayat (2).
Pendapat dan penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani
oleh para pihak sebagaimana disinggung di atas.
Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang
berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi
kepada Jaksa Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur Jenideral
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 91
Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya
perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka
perwira penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang
diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk
dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang.
Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut
terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat sebagaimaña dimaksud dalam Pasal 90 ayat
(3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk
mengusulkan kepada Menteri Pertahan dan Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri
Kehakiman dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa
perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Surat
keputusan tersebut dijadikan dasar bagi perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi
untuk menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.
KONEKSITAS

Pasal 92
Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat
(1), maka berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
ayat (2) dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara
tersebut telah diambil alih olehnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi oditur militer atau
oditur militer tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.

Pasal 93
Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan
pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-
masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas
perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur
Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk
mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud di atas.
Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang menentukan.
KONEKSITAS

Pasal 94
Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili
perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim,
yang mana terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-
masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang.
Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana
tersebut pada Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan
militer dan hakim anggota secara berimbang dari masing-masing lingkungan peradilan militer
dan dari peradilan umum yang diberi pangkat militer tituler.
Ketentuan sebagaimana disebut di atas berlaku juga bagi pengadilan tingkat banding. Menteri
Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik mengusulkan
pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud di atas dan hakim perwira sebagaimana
dimaksud dalam ayat dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana.

GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI


Pasal 95
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan,
dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-
undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Tuntutan
ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orang atau hukum yang diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri,
diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
Tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli
warisnya kapada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Untuk
memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian, ketua pengadilan sejauh mungkin
menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.
Pemeriksaan terhadap ganti kerugian mengikuti acara praperadilan.

Pasal 96
Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan yang memuat dengan lengkap semua
hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Pasal 97
Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus
lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 270
Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh
jaksa, yang untuk itu panitera mengrimkan salinan surat putusan kepadanya.

Pasal 271
Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak di muka umum dan menurut ketentuan
undang-undang.

Pasal 272
Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis
sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan
berturutturut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 273
Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan jangka waktu
satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat
yang harus seketika dilunasi. Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana
ditentukan di atas dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, selain
pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa menguasakan benda tersebut kepada
kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan
ke kas negara untuk dan atas nama jaksa yang jangka waktunya dapat diperpanjang untuk
paling lama satu bulan.

Pasal 274
Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 99, maka pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara putusan perdata.

Pasal 275
Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti
kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 274 dibebankan kepada mereka bersama-sama
secara berimbang.

Pasal 276
Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan
pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-undang.
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 277
Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam
melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh
ketua petigadilan untuk paling lama dua tahun.

Pasal 278
Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani
olehnya, kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana kepada pengadilan yang memutus
perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan
pengamatan.

Pasal 279
Register pengawasan dan pengamatan sebagaimana tersebut pada Pasal 278 wajib dikerjakan,
ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui
ditandatangani juga oleh hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277.
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELASAKNAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 280
Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa
putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan mengadakan pengamatan
untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari
perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal-balik
terhadap narapidana selama menjalani pidananya.
Pengamatan tersebut tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidananya.
Pengawas dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 berlaku pula bagi
pemidanaan bersyarat.

Pasal 281
Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepala lembaga pemasyarakatan
menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana
tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut.
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELASAKNAAN PUTUSAN PENGADILAN

Pasal 282
Jika dipandang perlu demi pendayagunaan pengamatan, hakim pengawas dan pengamat dapat
membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana
tertentu.

Pasal 283
Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada
ketua pengadilan secara berkala.
PERSIAPAN MENANGANI PERKARA PIDANA

Bagi seorang advokat, hanya ada satu tekad dalam menangani perkara, yaitu MENANG. Kemenangan dapat diraih bila persiapan dilakukan
dengan matang. Ketika menyiapkan penanganan suatu perkara, setelah selesai mempelajari berkas suatu perkara, yang pertama sekali
ditanyakan pada diri sendiri adalah apa yang akan saya buktikan dalam perkara ini? Dan bagaimana saya membuktikannya? Pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana saya menyampaikan bukti-bukti dan argumen di persidangan sehingga hakim dan persidangan yakin dan
setuju dengan saya. Untuk itu dibutuhkan kemampuan berkomunikasi secara persuasif dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan.

Pertanyaan tentang apa yang akan saya buktikan biasanya dirumuskan dalam suatu teori kasus. Teori kasus merupakan arah pembelaan
yang kita lakukan dalam menangani suatu perkara. Ia adalah jantung pembelaan kita. Salah merumuskan teori kasus dapat berakibat
kekalahan. Sedangkan bagaimana saya membuktikannya dirumuskan dalam strategi penanganan kasus. Strategi yang dibangun sangat
tergantung dari kasus yang ditangani karena masing-masing kasus memiliki karakteristik yang berbeda. Pada tahap ini dibutuhkan
kemampuan merangkai teori kasus, fakta-fakta terkait dan hukum yang relevan. Selain itu, kita seharusnya juga mengantisipasi teori kasus
pihak lawan dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan teori kasusnya.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menyiapkan penanganan suatu perkara, antara lain:
1. membaca/mempelajari berkas perkara (bila sudah ada) atau dokumen terkait;
2. mendatangi Tempat Kejadian Perkara;
3. menemui saksi-saksi (bila ada, utamanya saksi a-decharge)
4. membuat kronologis;
5. menemui klien dan memahami persepsi klien atas kasus yang dihadapinya;
6. memahami hukum terkait;
7. meminta advis dari advokat senior (bila perlu);
8. merumuskan teori kasus;
9. menyiapkan dan mengorganisir catatan dan dokumen hukum lain dengan akurat.

Merumuskan teori kasus merupakan inti dari persiapan menangani suatu perkara karena teori kasus adalah fokus atau arah dari pembelaan
yang hendak kita lakukan. Teori kasus adalah teori yang kita bangun dan akan buktikan atas perkara yang kita tangani, yang biasanya
dirumuskan dalam suatu proposisi sederhana. Teori kasus akan membantu kita dalam menentukan strategi dan struktur pembelaan di
persidangan, sehingga hal-hal yang relevan atau tidak dan hal-hal yang menguntungkan atau tidak akan dengan mudah diidentifikasi. Pada
tahap ini seharusnya sudah dapat diidentifikasikan kekuatan dan kelemahan perkara yang akan ditangani.
PERSIAPAN MENANGANI PERKARA PIDANA

Pada tataran praktis, teori kasus dapat dipahami lebih mudah dapat dipahami lebih mudah dengan formula IRAC yang dikenalkan oleh Prof.
Peter Subec. IRAC singkatan dari:
• Issue : Identifikasi persoalan/issue yang ada terkait dengan fakta dan bukti-bukti yang tersedia.
• Rule : Meneliti dan menentukan kaedah hukum atau prinsip hukum yang relevan dengan Issue.
• Analysis : Menguraikan argumen atau dalil yang mendasari kesimpulan berdasarkan penerapan hukum terhadap fakta-fakta dan
bukti-bukti yang relevan.
• Conclusion : Menguraikan teori kasus yang dipertahankan sebagai suatu kesimpulan.

Kalau teori kasus ini selalu diingat, maka setiap pertanyaan yang diajukan dan setiap argumen yang akan dibuat dapat dinilai bagaimana
hal itu akan berdampak atas teori kasus. Tidak begitu berguna untuk mendebat setiap hal kalau tidak melemahkan teori kasus yang kita
bangun.

Setelah membuat teori kasus, kita dapat mempersiapkan tugas-tugas yang harus dilakukan di persidangan serta lebih mampu
mengembangkan strategi kasus. Selain itu, kita juga dapat merencanakan apa yang akan ditanyakan kepada saksi terkait maupun
mengantisipasi jawaban saksi tersebut.
CONTOH KASUS 1

- Menimbang bahwa terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum melakukan tindak pidana pasal
480 KUHPidana yang berbunyi sebagai berikut:
“bahwa dia terdakwa pada tanggal 31 Mei 1985 sekira jam 08.00 WIB ataupun pada waktu-waktu
lain di dalam bulan Mei 1985 di Blok 22 Afdeling III Perkebunan Dolok Ilir Kabupaten Simalungun
ataupun pada tempat-tempat lain setidak-tidaknya masuk daerah hukum Pengadilan Negeri
Simalungun ataupun pada tempat-tempat lain setidak-tidaknya masuk daerah hukum Pengadilan
Negeri Simalungun karena sekongkol telah membeli, menyewa, menukari, menerima gadai,
menerima sebagai hadiah, atau karena mau mendapat untung, menjaul, mempersewakan,
menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yakni
terdakwa telah membeli sebuah sepeda dari Jumadi dengan harga Rp 25.000, - (dua puluh lima
ribu rupiah), sewaktu Jumadi datang mendatangi terdakwa tersebut dengan membawa sepeda
tersebut yang semula ditawarkannya Rp 30.000, - (tiga puluh ribu rupiah) dan setelah terjadi
tawar-menawar hingga jadilah harganya Rp 25.000, - (dua puluh lima ribu rupiah), sedangkan
terdakwa baru memberi kepada Jumadi sebanyak Rp 15.000, - (lima belas ribu rupiah) dan pada
tanggal 6 Juni 1985 terdakwa didatangi oleh yang berwajib dan selanjutnya menyerahkannya untuk
diperiksa di Kapolsek Serbelawan, sedangkan terdakwa tahu atau patut menduga bahwa sepeda
tersebut adalah berasal dari kejahatan.”
- Atas perbuatan terdakwa tersebut terdakwa telah melanggar yang diancam dalam pasal 480
KUHPidana.
- Menimbang bahwa terdakwa menerangkan di persidangan antara lain sebagai berikut:
Pada tanggal 3 Juni 1985 sekira jam 10.00 WIB, Jumadi (saksi I) datang kepada terdakwa
menawarkan sepeda perempuan warna blau merk Forever dengan harga Rp 30.000,- katanya
sepedanya dan surat-suratnya lengkap tetapi pada saat itu belum dibawanya. Karena terdakwa
percaya kepadanya karena sudah berkenalan dekat kampung, terdakwa tawar Rp 25.000,- dengan
perjanjian Rp 15.000,- dahulu dibayar, belakangan Rp 10.000,- sewaktu suratnya dibawa
(diserahkan) tanggal 6 Juni 1985. Sebelum pelunasan yang Rp 10.000,- itu Polisi sudah datang dan
menangkap saksi Jumadi.
- Menimbang bahwa saksi-saksi yang didengar keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan
dalam perkara ini pada garis besarnya menerangkan adalah sebagai berikut:
CONTOH KASUS 1

Keterangan Saksi I Jumadi


Bahwa pada tanggal 31 Mei 1985 sewaktu saksi berjalan melalui kebun kelapa sawit melihat sebuah
sepeda perempuan warna blau merk Forever dan balik lagi (pulangnya) saksi melihat sepeda tersebut
masih berada di tempat itu maka saksi mengambil sepeda tersebut dan menyembunyikannya dengan
menutupi dengan daun-daunan. Kemudian tanggal 3 Juni 1985, saksi mengambil dari tempat
persembunyiannya itu dan membawa kepada terdakwa dengan menawarkan seharga Rp 30.000,-
dengan mengatakan sepeda itu sepeda saksi, surat-suratnya lengkap tapi belum dibawa pada waktu itu.
Karena terdakwa percaya bahwa sepeda itu sepeda saksi karena sudah kenal, maka saksi menawar
dengan harga Rp 25.000,- tapi dibayarnya pada waktu itu Rp 15.000,- dan Rp 10.000,- lagi pada waktu
penyerahan surat-surat sepeda tersebut. Sebelum diserahkan pada tanggal 6 Juni 1985, saksi Jumadi
sudah ditangkap Polisi.

Keterangan Saksi II Tumin


Bahwa pada tanggal 31 Mei 1985 isteri saksi melaporkan kepadanya bahwa sepeda mereka telah hilang,
mendengar laporan isterinya saksi terus mengadu kepada Polisi. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1985,
saksi dipanggil Polisi dan mengatakan sepeda tersebut sudah dketemukan dari terdakwa Rajian
Damanik.
CONTOH KASUS 1

- Menimbang bahwa tanda bukti yang dimajukan di persidangan sama-sama diakui oleh terdakwa dan
saksi-saksi bahwa sepeda tersebutlah yang dibeli terdakwa kepunyaan saksi Tumin.
- Menimbang bahwa dari keterangan terdakwa dan saksi-saksi juga bukti yang dimajukan di
persidangan benarlah bahwa terdakwa telah melakukan sebagaimana yang didakwakan kepadanya.
- Menimbang bahwa pasal yang didakwakan adalah pasal 480 KUHPidana yang unsur-unsurnya
antara lain:
Barang siapa membeli/menyewa dan sebagainya yang diketahuinya atau patut disangkanya barang
itu diperoleh dari kejahatan dan barang siapa mengambil keuntungan dari sesuatu barang yang
diketahuinya atau patut disangkanya barang itu diperoleh dari kejahatan.
Dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa bahwa terdakwa tidak menyangka barang itu
berasal dari kejahatan karena:
1. Si penjual/Jumadi mengatakan barang itu adalah kepunyaannya;
2. Terdakwa mengetahui bahwa saksi Jumadi mempunyai sepeda;
3. Jumadi mengatakan barang lengkap surat-suratnya;
4. Harga barang (sepeda) itu pantas sesuai dengan keadaan itu. Pemilik (saksi Tumin) mengatakan
bahwa harganya paling Rp 30.000,- masih harga yang wajar Rp 25.000,- (tidak jauh berbeda
dengan harga pasar);
5. Dibelinya pada waktu siang hari;
6. Terdakwa tidak mau melunasi seluruhnya sebelum diserahkan surat-suratnya. Jadi baru
merupakan panjar sejumlah Rp 15.000,-.
CONTOH KASUS 2

Menimbang bahwa tertuduh dengan surat tuduhan Jaksa dituduh sebagai berikut:

Tuduhan I
Bahwa dia tertuduh Ahmad Lanun Marpaung, pada tanggal 18 Januari 1981 dan tanggal 25 Januari
1981, setidak-tidaknya pada waktu yang lain dalam bulan Januari 1981 berturut-turut sebanyak dua kali
yang harus dipandang sebagai perbuatan yang diteruskan maupun perbuatan yang berdiri sendiri di
Kampung Simpang Maju Tanjung Siram setidak-tidaknya di salah satu tempat dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri rantau Prapat, dengan maksud memiliki dengan melawan hak telah mengambil 800
kg getah lomp yang ditaksir seharga Rp 176.000,- setidak-tidaknya kepunyaan orang lain selain dari dia
tertuduh perbuatan mana dilakukan oleh tertuduh dengan cara menderes 7 ha pohon rambung lalu
mengutipnya untuk dijual. (Melanggar pasal 362 jo 64, 65 dari KUHPidana)

Tuduhan II
Bahwa dia tertuduh pada tanggal dan tempat yang tersebut dalam surat tuduhan di atas dengan
melawan hak memaksa Subandi ataupun orang lain untuk melakukan tiada melakukan atau membiarkan
sesuatu apa dengan kekerasan dengan sesuatu perbuatan lain atau perbuatan yang tidak
menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan, ancaman dengan sesuatu perbuatan lain, ataupun
ancaman dengan perbuatan yang tidak menyenangkan perbuatan mana dilakukan oleh tertuduh dengan
cara mengacungkan sebilah parang kepada saksi Subandi yang sedang bekerja di kebun karet Pahala
Tambunan seraya mengatakan “Kalau kau saya hitung satu s/d sepuluh tidak meninggalkan kebun karet
ini keselamatanmu tidak dijamin dan katakan kepada Pahala Tambunaan kalau dia mempunyai nyawa
serap suruh dia datang kemari sehingga saksi ketakutan dan tidak meninggalkan kebun karet ini
keselamatanmu tidak dijamin dan katakan kepada Pahala Tambunan kalau dia mempunyai nyawa serap
suruh dia datang kemari” sehingga saksi ketakutan dan tidak dapat meneruskan pekerjaannya dan
meninggalkan tembat tersebut; (Melanggar pasal 335 (1) dari KUHPidana)
CONTOH KASUS 2

Menimbang bahwa tertuduh di sidang telah menyangkal seluruh isi tuduhan baik tuduhan I maupun
tuduhan II;
Menimbang bahwa atas kemungkinan tertuduh terhadap tuduhan-tuduhan tersebut di atas memberikan
jawaban keterangan sebagai berikut:
Bahwa atas tuduhan I tertuduh menerangkan bahwa benar ianya ada menderes pokok karet dan
selanjutntya mengambil hasilnya di kebun karet di Simpang Maju Tanjung Siram, akan tetapi pokok
karet yang dideres oleh tertuduh tersebut adalah kepunyaan tertuduh sendiri, dimana pokok-pokok karet
itu adalah yang ditanami sendiri oleh tertuduh di atas tanah seluas ± 9 ha sejak tahun 1971;
Menimbang bahwa tertuduh mengakui tidak memiliki tanda-tanda bukti baik berupa surat-surat dan
ataupun data-data sebagaimana mestinya yang menerangkan bahwa ianya tertuduh ada mempunyai
kebun karet seluas ± 9 ha tersebut;
Menimbang bahwa tertuduh mengakui ianya mengetahui adanya dilakukan lelang atas sebidang kebun
karet kepunyaan orang tuanya bernama Iskandar Marpaung yang letaknya di Simpang maju Tanjung
Siram pada tanggal 10 Januari 1981 dimana lelang tersebut dimenangkan oleh saksi Pahala Tambunan;
Menimbang bahwa penderesan dan pengambilan hasil karet tersebut dilakukannya terus-menerus;
Bahwa tertuduh menerangkan benar penderesan yang dilakukannya termasuk salah satu areal kebun
didekat runtuhan gubuk dimana sesuai dengan hasil termasuk yang dilelang;
Menimbang bahwa tertuduh setelah diperingati di persidangan menyatakan bahwa ia berjanji akan
menghentikan penderesan atas kebun yang dilelang dan dibeli oleh saksi utama tersebut dan hal mana
dijamin oleh pengakuannya;
Menimbang bahwa atas tuduhan II tertuduh menerangkan pada tanggal yang tidak dapat dipastikannya
pada bulan Januari 1981 sewaktu tertuduh sedang menderes telah didatangi oleh seseorang yang tidak
dikenalnya (saksi Subandi) dimana orang tersebut mengaku adalah suruhan dari saksi Pahala
Tambunan, hal mana terjadi sebanyak dua kali;
Bahwa benar pada waktu-waktu tersebut tertuduh telah bersoal jawab dengan orang tersebut (saksi
Subandi) dimana waktu orang tersebut menyatakan niatnya hendak bekerja di kebun karet yang disuruh
oleh saksi Pahala Tambunan oleh tertuduh dijawab supaya jangan dikerjakan oleh karena menurut
tertuduh kebun itu adalah miliknya, sehingga orang tersebut (saksi Subandi) tidak jadi mengerjakan
kebun itu dan terus pergi meninggalkan kebun itu;
CONTOH KASUS 2

Menimbang bahwa saksi-saksi yang didengar dalam perkara ini pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut:
1. Pahala Tambunan
Bahwa saksi pada tanggal 10 Januari 1981 benar telah membeli sebidang kebun karet yang
terletak di Kampung simpang Maju Tanjung Siram seluas 7 ha dengan harga Rp 1.050.000,-
(satu juta lima puluh ribu rupiah) dengan cara lelang yang dilakukan oleh juru lelang termasuk
Pengadilan Negeri Rantau Prapat;
Bahwa pada tanggal 20 Januari 1981 atas permintaan saksi oleh Agraria bersama-sama dengan
juru sita Pengadilan Negeri Rantau Prapat telah dilakukan pengukuran kebun karet tersebut;
Bahwa pada tanggal 25 Januari 1981 ada menyuruh Subandi dan Bani untuk mengerjakan kebun
karet tersebut akan tetapi telah dilarang oleh tertuduh kemudian pada tanggal 27 Januari 1981
kembali saksi menuruh Subandi mengerjakan kebun itu dan berdasarkan laporan Subandi
tersebut tertuduh telah melarang Subandi dan Bani sambil tertuduh mengucapkan kata-kata,
“Saya hitung sampai sepuluh kalau kau tidak meninggalkan kebun ini tidak ditanggung
keselamatanmu dan katakan kepada si Tambunan kalau dia ada nyawa serep suruh dia kemari
biar saya potong kepalanya”, sambil mengacungkan parang bongkok;
Bahwa saksi menerangkan sejak kebun tersebut dibelinya secara lelang sampai perkara ini
berlangsung tertuduh terus melakukan penderesan atas pokok karet tersebut dan mengambil
hasilnya;
Bahwa menurut taksiran saksi sampai pada ketika itu tertuduh telah mengambil hasil karet dari
kebun tersebut ± 800 kilogram.
CONTOH KASUS 2

2. Subandi
Bahwa saksi pada tanggal 25 Januari 1981 atas suruhan saksi Pahala Tambunan pergi ke kebun
yang terletak di Simpang Maju Tanjung Siram untuk bekerja dan sesampainya di sana berjumpa
dengan tertduh dan pada saat ini tertuduh telah melarang saksi mengerjakan kebun karet itu;
Bahwa selanjutnya pada tanggal 27 Januari 1981 kembali saksi disuruh saksi Pahala Tambunan
pergi ke kebun di Tanjung Siram tersebut dengan maksud bekerja dan sewaku saksi sedang
bekerja di kebun itu maka tertuduh mendatangi saksi dan selanjutnya mengatakan, “Kalau saya
hitung sampai sepuluh kau tidak meninggalkan kebun ini keselamatanmu tidak dijamin dan
katakan sama si Tambunan kalau dia mempunyai nyawa serep suruh dia datang kemari biar
kupotong kepalanya di kebun ini”;
Bahwa sewaktu saksi menjawab bahwa ianya disuruh oleh saksi Pahala Tambuna saat itulah
tertuduh mengacungkan parang sambil mengancam ke muka saksi dan karena merasa takut
maka saksi terus meninggalkan tempat itu.

3. Marudin Hasibuan
Bahwa saksi tidak mengetahui tertuduh telah melakukan penderesan liar ataupun pencurian
getah;
Bahwa saksi tidak mengetahui tertuduh telah melakukan penderesan liar ataupun pencurian
getah;
Bahwa saksi menerangkan benar tertuduh tidak pernah ada melaporkan kepada saksi (sebagai
Kepala Desa) bahwa ianya ada mempunyai kebun di daerah tersebut;
Bahwa saksi mengetahui sejak dari dulu tertuduh dan keluarganyalah yang melakukan
penderesan karet di atas kebun tersebut;
Bahwa saksi mengetahui kebun Iskandar Marpaung pernah disita oleh Pengadilan Negeri tahun
1970 kan tetapi saksi tidak mengetahui batas-batas kebun yang disita itu;
Bahwa saksi juga mengetahui kebun Iskandar Marpaung yang disita dulunya telah dilelang pada
tanggal 10 Januari 1981 dan lelang tersebut kepada saksi Pahala Tambunan;
Baik waktu melakukan penyitaan tahun 1970 dan pelelangan tahun 1981, saksi tidak hadir.
CONTOH KASUS 2

4. M. Nasir N.
Bahwa saksi atas perintah atasan sebagai juru lelang pada tanggal 10 Januari 1981 bersama-
sama dengan juru sita Pengadilan Negeri Rantau Prapat telah melaksanakan pelelangan sebidang
kebun karet seluas ± 7 ha terletak di Kampung Simpang Maju Tanjung Siram milik Iskandar
Marpaung;
Bahwa kebun karet yang dilelang itu adalah yang disita oleh Pengadilan Negeri Rantau Prapat
dan pelelangan dilakuakn atas petunjuk dari juru sita Pengadilan Negeri Rantau Prapat tersebut;
Bahwa batas-batas kebun karet yang dilelang itu tidak diketahui saksi sedang bentuk kebun itu
adalah berkelok-kelok.

5. Hubbanuddin Rangkuti
Bahwa saksi sebagai wakil juru sita Pengadilan Negeri Rantau Prapat atas perintah hakim telah
melakukan penyitaan atas sebidang kebun karet milik Iskandar Marpaung terletak di desa
Simpang Maju Tanjung Siram seluas ± 12 ha pada tanggal 30 September 1970;
Bahwa pada tanggal 10 Januari 1981 telah ikut melakukan pelelangan kebun karet yang disita
tersebut seluas ± 7 ha hal mana dilakukan sebagai excecutie dari putusan Mahkamah Agung RI
tanggal 23 Juni 1976 No. 932 K/Sip/1974;
Bahwa yang berhasil memenangkan lelang tersebut adalah saksi Pahala Tambunan;
Bahwa pada tanggal 22 Januari 1981 atas permintaan Pahala Tambunan saksi bersama-sama
dengan pihak Agraria yang diwakili oleh Datuk Mustafa melakukan pengukuran kebun karet yang
dilelang tersebut dan setelah dikur maka dibuatlah tanda-tanda berupa patok-patok besi;
Bahwa kebun karet yang disita tahun 1970 adalah yang dilelang tahun 1981 dan sebagai patokan
bahwa di atas kebun itu ada sebuah gubuk tempat Iskandar Marpaung, dimana gubuk itu
belakangan telah rubuh dan tidak dipakai lagi;
Bahwa pelelangan itu juga dilakukan dekat gubuk yang telah rubuh tersebut.
CONTOH KASUS 2

6. Datuk Mustafa
Bahwa saksi atas perintah atasannya pada tanggal 22 Januari 1981 sesuai dengan permohonan
Pahala Tambunan telah melakukan pengakuan sebidang kebun karet di Simpang Maju Tanjung
Siram bersama-sama dengan juru sita Pengadilan Negeri Rantau Prapat dan saksi Pahala
Tambunan;
Bahwa pengukuran dilakukan atas petunjuk dari juru sita Pengadilan Negeri Rantau Prapat
(Hubbanuddin Rangkuti) seluas ± 7 ha dan selesai diukur dibuat tanda pada setiap sudut berupa
patok besi;
Bahwa sewaktu pengukuran berlangsung tertuduh mengatakan keberatannya akan tetapi saksi
terus melakukan tugasnya sebagaimana mestinya;
Bahwa benar runtuhan gubuk tersebut sewaktu melakukan pengukuran berada di atas kebun
karet tersebut termasuk dalam kebun yang dilakukan pengukuran tersebut.

7. Sutiman
Bahwa sewaktu dilakukan pengukuran, ia diperintahkan oleh Kepala Desa Tanjung Siram untuk
mengikuti pihak Agraria dan Pengadilan mengukut tanah Iskandar Marpaung yang dibeli oleh
saksi Pahala Tambunan;
Bahwa sewaktu dilakukan pengukuran oleh pihak Agraria ada membuat patok besi sebagai batas.
CONTOH KASUS 2

Menimbang bahwa pada tanggal 25 Januari 1982 telah dilakukan persidangan di tempat yaitu di kebun
karet yang terletak di Simpang Maju Tanjung Siram yang dihadiri oleh tertuduh dan saksi-saksi yaitu
dekat runtuhan gubuk oleh tertuduh diakui telah melakukan penderesan di tempat tersebut, sedang
ternyata areal tersebut adalah yang termasuk bagian kebun yang dilelang kepada saksi Pahala
Tambunan terbukti bahwa tertuduh melakukan penderesan getah itu di atas kebun saksi Pahala
Tambunan yang diperoleh secara lelang tanggal 10 Januari 1981.
CONTOH KASUS 3

Sore hari tanggal 1 September 1992, terjadi keributan antara mahasiswa Fakultas Teknik dan mahasiswa
Fisipol tanpa sebab-sebab yang jelas para mahasiswa dari dua fakultas itu saling maki dan baku-lempar
dengan menggunakan batu bahkan bom molotov. Setelah petugas kemanan diturunkan di lokasi kejadian
dan “mengisolasi” mahasiswa Fakultas Teknik di gedung Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, suasana
kampus menjadi agak reda. Dalam situasi ini, para mahasiswa Fakultas Teknik dipulangkan, hingga gedung
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin menjadi sunyi. Selanjutnya Rektor memutuskan untuk meniadakan
Ospek di hari itu.

Keesokan harinya tanggal 2 September, beberapa mahasiswa berada di kampus yang lengang tanpa
aktivitas yang jelas. Diantaranya adalah Paharuddin alias Inyo dan Harun, keduanya adalah mahasiswa
Fakultas Hukum yang bertugas sebagai seksi keamanan pada pelaksanaan Ospek. Mereka terlihat
berkeliaran di sekitar Rektorat, pelataran parkir Fakultas Teknik dan di lantai 1 gedung Fakultas Teknik.

Sekitar pukul 6 pagi, kampus yang lengang, diributkan kembali karena terbakarnya gedung Fakultas Teknik
di beberapa bagian. Inyo pada saat itu berada di lantai 1 berteriak “awas” yang terdengar sampai ke lantai
2 gedung itu. Kemudian Inyo berlari ke pelataran parkir Fakultas Teknik dan memanggil para mahasiswa
lainnya untuk keluar dari Fakultas Teknik, meninggalkan kampus Universitas Hasanuddin.

Sedangkan Harun tetap berada di lokasi kejadian, meskipun seorang mahasiswa lain memperingati Harun
agar meninggalkan kampus. Harun tetap tinggal di kampus sampai upaya pemadaman api dilakukan. Pada
saat itu, terlihat juga seseorang dengan mukanya ditutupi handuk, memasukkan berbagai macam benda-
benda yang terdapat di gedung Fakultas Teknik, seperti tv, tape recorder, dokumen-dokumen dan laporan
hasil penelitian dan sebagainya ke dalam kobaran api, sehingga menimbulkan nyala api baru dan
membesar nyala api lainnya. Kobaran api bahkan sampai ke pelataran parkir Fakultas Teknik.
CONTOH KASUS 3

Akhirnya api dapat dipadamkan, setelah menghanguskan beberapa laboratorium milik jurusan Sipil dan
Perencanaan; laboratorium jurusan Perkapalan; ruangan senat mahasiswa dan kantor dosen beserta
barang-barang yang ada di dalamnya. Kerugian ditaksir oleh Team Evakuasi sebesar lebih dari Rp.
400.000.000,-.

Inyo dan Harun yang berada di lokasi kejadian, sebelum, ketika dan setelah Gedung Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin terbakar, lalu ditangkap dan diperiksa oleh pihak Kepolisian. Inyo dan Harun
diajukan ke persidangan Pengadilan Negeri sebagai Terdakwa I dan II yang oleh Jaksa Penuntut Umum
didakwa melakukan perbuatan yang menimbulkan kebakaran yang mendatangkan bahaya umum bagi
barang. Selanjutnya Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi memutus Inyo dan Harun bersalah
melakukan perbuatan yang menimbulkan kebakaran yang mendatangkan bahaya umum bagi barang.

Putusan Pengadilan Negeri dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi.


Namun demikian, Hakim Agung berpendapat lain. Mahkamah Agung menyatakan Inyo dan Harun tidak
terbukti bersalah dan membebaskan mereka dengan pertimbangan:
Pertama, karena yang menjadi landasan pembuktian dalam perkara ini ialah alat bukti keterangan saksi.
Dengan demikian sistem pembuktian yang harus ditetapkan judex facti mesti berdasar prinsip pasal 183
KUHAP dikaitkan dengan asas yang digariskan pasal 185 (2) jo (4) dan (6) KUHAP jo pasal 1 angka 26 dan
27 KUHAP. Sesuai dengan prinsip sistem pembuktian yang digariskan pasal 183 KUHAP telah ditetapkan
batas minimal pembuktian yang dibenarkan hukum mendukung keterbuktian suatu fakta atau peristiwa,
yakni minimal, sekurang-kurangnya harus didukung oleh dua alat bukti.
CONTOH KASUS 3

Kemudian sebagai rangkaian dari prinsip batas minimal pembuktian yang diatur pasal 183 KUHAP dikaitkan
dengan “asas unus testis nullus testis” yang ditegaskan pasal 185 (2), maka pasal 185 (1) dan (6) KUHAP,
telah mencanangkan patokan pola, bahwa meskipun banyak saksi yang memberi keterangan, namun kalau
masing-masing keterangan itu berdiri sendiri, belum terwujud alat bukti yang memenuhi batas minimal
pembuktian. Asas yang tidak kurang pentingnya untuk diterapkan dengan seksama dalam perkara ini ialah
ketentuan syarat materiil keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah. Patokan syarat materiil ini secara
tegas dirumuskan dalam pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Menurut ketentuan ini, keterangan saksi yang
sah sebagai alat bukti ialah keterangan yang bersumber langsung dari pengalaman sendiri, penglihatan
sendiri atau pendengaran sendiri tentang peristiwa pidana yang dilakukan para terdakwa.

Kedua, bertitik tolak dari prinsip-prinsip, asas-asas dan patokan hukum pembuktian yang dikemukakan di
atas dihubungkan dengan hasil pemeriksaan dalam proses persidangan pengadilan, maka hasil
pemeriksaan tersebut tidak satupun yang memenuhi prinsip, asas dan patokan yang ditentukan pasal 183
jo pasal 185 (2) dan (4) jo pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Memang benar, Jaksa Penuntut Umum telah
mengajukan sebanyak 11 orang saksi a’de charge dan 2 orang saksi a de charge; akan tetapi dari sekian
banyak saksi a’ de charge dimaksud tidak ada satu orang pun yang member keterangan yang dianggap
memenuhi syarat materiil, yang dituntut pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Tidak seorang saksipun yang
melihat, mengalami atau mendengar sendiri pada saat terjadi kebakaran yang didakwakan kepada para
terdakwa, bahwa para terdakwa yang melakukan pembakaran. Begitu juga jika keterangan para saksi diuji
dengan asas yang digariskan pasal 185 (4) KUHAP, sama sekali tidak ada saling persesuaian yang dapat
dijadikan landasan untuk menerapkan ketentuan pasal 184 huruf d.jo.pasal 188 KUHAP, sehingga dari
keterangan-keterangan para saksi dihubungkan dengan keterangan para terdakwa, tidak mungkin
diwujudkan konstruksi alat bukti petunjuk yang memenuhi syarat formil dan materiil.
CONTOH KASUS 3

Karena meskipun ada saksi yang memberi opinio, seolah-olah yang memakai topeng kain pada saat
terjadinya kebakaran adalah mirip terdakwa I, serta ada pula yang melihat dan menasihati terdakwa II,
agar jangan terlibat, namun hal itu belum dapat dijadikan landasan konstruksi alat bukti petunjuk yang
digariskan pasal 188 KUHAP. Alasannya pada saat terjadi peristiwa kebakaran, bukan hanya para terdakwa
yang berada di lokasi peristiwa, maupun yang naik ke lantai II dan III gedung yang terbakar. Apalagi
dengan adanya 2 orang saksi a’de charge, semakin goyah landasan hukum untuk menerapkan ketentuan
pasal 188 KUHAP.

Ketiga, namun demikian ternyata judex facti telah memaksakan diri untuk membenarkan kerapuhan dan
ketidakbenaran sejati yang diketemukan selama proses persidangan. Sebenarnya kerapuhan dan
kebimbangan judex facti akan keterbuktian kesalahan para terdakwa sangat jelas nampak dalam
pertimbangan Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri sampai pada kesimpulan yang sangat goyah.
Kesimpulannya hanya didasarkan atas keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa pada saat terjadi
peristiwa kebakaran, para terdakwa berada di lokasi.

Para saksi tidak mampu memberi keterangan yang bernilai individual yang bersifat kualitatif, bahwa para
saksi melihat sendiri para terdakwa yang membakar. Jika kesimpulan ini dipegang judex facti, maka
bagaimana pula orang lain yang juga berada di lokasi tersebut. Dimana letak membedakan keberadaan
para terdakwa dengan orang lain yang juga ada di lokasi pada saat terjadi kebakaran, kalau para saksi
tidak ada satu orang pun yang melihat bahwa para terdakwa pelakunya.
CONTOH KASUS 3

Pertimbangan dan kesimpulan judex facti, semakin rapuh dan goyah jika diikuti pendapat yang tertuang
dalam “analisa unsur sengaja”. Analisa dan landasan kesimpulan, semata-mata didasarkan atas terjadinya
bentrokan fisik antara kelompok mahasiswa Fakultas Teknik dan Non Teknik. Padahal yang didakwakan
adalah Pembakaran yang diancam pasal 187 (1) jo pasal 55 (1) dan seterusnya KUHP. Bukan peristiwa
bentrokan yang didakwakan. Selanjutnya kesimpulan: Perginya para terdakwa meninggalkan kampus, telah
dijadikan landasan dasar untuk meletakan keyakinan Hakim, bahwa para terdakwa telah terbukti bersalah
melakukan Pembakaran yang didakwakan. Penerapan ini jelas keliru, karena bertentangan dengan pasal
183 KUHAP. Keyakinan Hakim baru dapat memenuhi fungsi materiilnya, apabila keyakinan itu diletakkan di
atas landasan alat bukti yang sudah memenuhi batas minimal pembuktian. Padahal seperti yang telah
diuraikan, alat bukti yang ditemukan dalam persidangan tidak memenuhi ketentuan pasal 183; pasal 185
(2), (4) dan (6); pasal 1 angka 26 dan 27 serta pasal 188 KUHAP. Oleh karena itu menerapkan keyakinan
Hakim di atas-alat bukti yang tidak sah adalah kekeliruan yang tidak dibenarkan hukum.
Seandainya Hakim yakin yang melakukan perbuatan tersebut para terdakwa namun, karena tidak terpenuhi
batas minimal pembuktian, maka sesuai dengan sistem negative wettelijke stelsel yang dianut pasal 183
KUHAP, maka keyakinan tersebut harus disingkirkan. Dalam kasus yang seperti ini lebih tepat diterapkan
“Asas in dubio pro reo”.
CONTOH KASUS 4

Bahwa ia terdakwa pada hari Kamis, tanggal 4 Januari 1979 sekira jam 18,00 WIB di desa dan
kecamatan Wedarijaksa, Kabupaten Pati, sebagai dokter yang ditugaskan pada Puskesmas kecamatan
Wedarijaksa yang telah mendapatkan ijin untuk menjalankan praktik/pekerjaan dokter di Indonesia dari
Departemen Kesehatan RI tanggal 16 April 1975 No. ID. 75 – 394, pada saat menjalankan praktik
sebagai dokter karena kealpaannya atau kurang hati-hatinya pada waktu mengobati seorang
perempuan/pasien bernama Rusmini tidak mengadakan penelitian secara cermat terlebih dahulu
terhadap pasien tersebut telah diberikan suntikan sebanyak tiga kali berturut-turut, iatu pertama
suntikan berupa streptomicine 1 gram disuntikkan melalui anggota badan bagian pantat sebelah kiri
kemudian setelah keadaan penderita (pasien) kelihatan tanda muntah selanjutnya diberikan suntikan
yang kedua kali berupa cortison 2 cc, ketiga kalinya setelah itu diberikan minum kopi sudah dalam
keadaan kritis dan yang terakhir diberikan suntikan delladryl sebanyak 2 cc pada pahanya depan bagian
kiri. Akibat suntikan yang berturut-turut tadi karena tidak tahan terhadap suntikan tersebut setelah
diangkut ke rumah sakit umum Pati dalam keadaan tidak sadar, untuk mendapat perawatan 15 menit
kemudian di rumah sakit umum Pati meninggal dunia.
Adapun berdasarkan surat visum et repertum dari dr. Goesmoro Suparno pada tanggal 25 Januari 1979
menerangkan yang telah melakukan pemeriksaan terhadap penderita bernama Rusmini tersebut adalah:

Kelainan yang terdapat:


Penderita datang di RSU RAA Soewondo Pati tanggal 3 Januari 1979 jam 18.15.
1. Dalam keadaan tidak sadar, pernafasan terhenti, tekanan darah tidak teratur, denyut nadi kecil
tidak teratur, isi dan tegangan kurang.
2. Penderita mengalami shok irriverible.

Kesimpulan:
Kelainan/cacat/luka-luka yang tersebut di atas disebabkan oleh reaksi tubuh yang tidak tahan terhadap
obat yang diterima.

Sebagaimana akibat tindakan tersebut yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia lima belas menit
kemudian setelah mendapatkan pertolongan di RSU Pati.

Melanggar Pasal : 359 KUHP jo 360


CONTOH KASUS 4

Saksi-saksi
1. Saksi Ny. Tamirah binti Tasiran
Bahwa benar hari Kamis tanggal 4-1-1979 kira-kira jam 17.00 datang berobat ke rumah
terdakwa;
Bahwa benar sore itu ia gagal berobat karena Rusmini pasiennya terdakwa yang sedang diperiksa
dan disuntik meninggal dunia;
Bahwa benar saat itu saksi mendengar dari dalam kamar praktek terdakwa suaranya Rusmini
mengaduh (sambat): sakit bu, sakit bu, kulo mboten kiyat, lare/anak kulo despundi, mas aku ora
kuat dan terdakwa menjawab: mboten nopo-nopo bu, kangge sareyan rumiyin, ngunjuk kopi
rumiyin nggih bu, tetapi Rusmini tidak terdengar jawabannya;
Bahwa benar kemudian pembantu terdakwa membawa segelas wedang kopi ke kamar periksa,
tapi Rusmini sudah tidak bisa meminumnya sehingga dokter meminumkannya;
Bahwa benar tak lama kemudian terdengar suaranya Rusmini “nggrok-nggrok, klekek-klekek”
seperti suara orang yang akan mati;
Bahwa benar saksi kenal Rusmini dan sebelumnya itu saksi tidak pernah mendengar ia sakit
parah;
Bahwa benar menurut pengertiannya Rusmini meninggal dunia karena disuntik terdakwa;
Benar bahwa saksi dengan anaknya telah berkali-kali berobat ke tempatnya terdakwa dan
disuntiknya;
Bahwa benar mendengar Rusmini muntah;
Bahwa benar saksi bila ditanya dokter tahan suatu obat dijawabnya tahan, meskipun ia tak
mengerti obat-obatan;
Bahwa benar mengerti Rusmini dibopong keluar kamar dalam keadaan lemas, pucat, tak
bergerak, diam saja, tak bernafas lagi.
CONTOH KASUS 4

2. Saksi Nawawi bin Tisnoredjo


Bahwa benar mendengar dari Imam Suyudi dan Sumarno (Camat Wedarijaksa) Rusmini
meninggal dunia karena disuntik terdakwa dengan streptomycin, tidak tahan;
Bahwa benar 4 Januari 1979 sore Rusmini dibonceng sepeda motor keponakannya (Imam
Suyudi) peri berobat ke rumahnya terdakwa karena sakit flu, pilek, batuk;
Bahwa benar Rusmini sebelumnya meninggal dunia tidak sakit parah, sebab sebelum pergi masih
bisa bekerja biasa dan memandikan anak-anaknya;
Bahwa benar saksi kenal baik Rusmini sebab masih adik iparnya dan selama itu belum pernah
mendengar ia sakit hingga opname atau mengidap suatu penyakit yang berat;
Bahwa benar Rusmini kira-kira berumur 25 tahun mempunyai 2 anak dan sebagai isterinya
Kapten Kartono;
Bahwa benar mendengar dari Indro dan Sutopo, Rusmini ketika dicek di RSU Pati sudah mati;
Bahwa benar Rusmini tidak faham obat-obatan.

3. Saksi Matori
Bahwa benar pernah diberitahukan isterinya, Rusmini meninggal dunia karena disuntik terdakwa;
Bahwa benar menurut pendengarannya Rusmini mati karena tidak tahan obat yang diterimanya;
Bahwa benar sore/malam itu juga ia melihat jenazah Rusmini di RSU Pati;
Bahwa benar menurut isterinya, Rusmini di kamar periksa terdakwa sambat-sambat mengaduh
sakit/tidak kuat dan muntah-muntah;
Behawa benar keadaan Rusmini sebelum kejadian itu biasa tidak sakit parah sehingga matinya
itu mendadak;
Bahwa benar isteri/anak-anaknya saksi sering berobat dan disuntik terdakwa;
Bahwa benar saksi/ isteri/ anak-anaknya tidak mengerti jenis/ macam/ kegunaannya suatu obat,
tapi bila ditanya dokter bilang tahan obat itu;
Bahwa benar saksi memberitahukan Nawawi (Carik) setelah disuntik terdakwa keadaan Rusmini
menjadi kritis/bahaya dan saat itu juga mendengar Suminar (pegawai kecamatan Wedarijaksa)
memberitahukan Carik, Rusmini telah mati di RSU Pati;
Bahwa benar mendengar dari isterinya, Rusmini dibopong keluar kamar periksa terdakwa
dinaikkan mobilnya Camat dibawa ke RSU Pati karena keadaannya gawat;
Bahwa benar saksi tahu Rusmini masih muda berumur ± 25 tahun.
CONTOH KASUS 4

4. Saksi Muslim dan 5. Sudirman


Bahwa benar saksi kenal Rusmini sebab tetangganya;
Bahwa benar saksi mendengar Rusmini meninggal dunia karena tidak tahan obat yang
disuntikkan terdakwa;
Bahwa benar saksi turut memandikan/mengurusi pemakaman jenazahnya Rusmini;
Bahwa benar jenazahnya Rusmini ada mengeluarkan kotoran (berak);
Bahwa benar kematiannya Rusmini luar biasa sebab ia masih muda, kesehatannya baik, dan
sebelumnya tidak mendengar Rusmini sakit keras.

6. Saksi Kartono
Bahwa benar Rusmini adalah isterinya;
Bahwa benar Rusmini masih muda, tidak sakit-sakitan dan punya 2 anak kecil-kecil;
Bahwa benar ketika mendengar Rusmini mati saksi terkejut karena selang tiga hari sebelumnya
kesehatannya baik-baik;
Bahwa benar selama menjadi isterinya, Rusmini belum pernah menderita sakit keras, tidak punya
penyakit berat tertentu, biasanya sakitnya ringan pilek dan pusing;
Bahwa benar saksi maupun Rusmini tidak faham tentang macam/jenis/ciri-ciri obat-obatan;
Bahwa benar muka jenazah isterinya kelihatan pucat dan membengkak;
Bahwa benar pendengarannya, Rusmini mati karena tidak tahan obat streptomycin yang
disuntikkan terdakwa;
Bahwa benar pendengarannya, isterinya pergi ke dokter boncengan sepeda motor dengan
keponakannya (Imam Suyudi);
Bahwa benar mendengar dari keluarganya (Imam Suyudi) setelah disuntik, isterinya menjerit
kesakitan, muntah, dan tidak sadarkan diri;
Bahwa benar pendengarannya, isterinya meninggal di perjalanan menuju RSU;
Bahwa benar sebelumnya isterinya tak pernah menderita sesak nafas atau TBC.
CONTOH KASUS 4
7. Saksi Imam Suyudi bin Nawawi
Bahwa benar kenal Rusmini;
Bahwa benar tanggal 4-1-1979 ± jam 17.00 mengantarkan Rusmini berobat ke tempatnya terdakwa;
Bahwa benar Rusmini naik sepeda motornya dan masih bisa boncengan sendiri;
Bahwa benar saat itu Rusmini mengatakan sakit flu/pilek, sakit ringan, tidak berat;
Bahwa benar kesehatannya Rusmini sebelum mati baik-baik, tidak terdengar ia sakit keras atau menderita penyakit
berat tertentu;
Bahwa benar setelah menunggu beberapa saat Rusmini dapat gilir masuk kamar periksa, saksi menunggu di luar;
Bahwa benar setelah masuk kamar praktek dokter tak lama kemudian saksi mendengar Rusmini menjerit kesakitan dan
berulang-ulang sambat “waduh-waduh bu dokter, waduh bu dokter, anak kulo despundi, mas aku wis ora kuat” dan
dokternya menjawab: “mboten nopo-nopo bu, kagem sareyan rumiyin, ngunjuk kopi nggih bu”;
Bahwa benar selama dalam perjalanan ke dokter dan menunggu giliran periksa tidak ada keluhan apapun dari Rusmini;
Bahwa benar sebelum pergi berobat Rusmini masih bisa bekerja biasa di dapur, cuci-cuci dan memandikan anak-
anaknya;
Bahwa benar matinya Rusmini mengejutkan karena sebelumnya masih sehat-sehat;
Bahwa benar setelah mendengar jeritan/sambat-sambatnya Rusmini, saksi berusaha masuk kamar dengan ketok-ketok
pintu, tapi tidak dibukakan;
Bahwa benar setelah masuk kamar, saksi melihat Rusmini terlentang di tempat tidur praktek: lemas, berkeringat, tak
bergerak-gerak, tak bernafas, folgnya dipegang tak terasa, tak dapat diajak bicara, dan saya anggap sudah mati;
Bahwa benar lamanya Rusmini mulai masuk ke kamar periksa sampai sambat-sambat ± 45 menit;
Bahwa benarn lamanya Rusmini mulai masuk ke kamar periksa sampai sambat-sambat ± 5 menit;
Bahwa benar waktu mulai dengar Rusmini menjerit sampai dapat masuk ruangan ± 30 menit;
Bahwa benar penyediaan kopi yang diminumkan Rusmini itu memakan waktu beberapa menit;
Bahwa benar Rusmini tak mengerti ciri obat-obatan;
Bahwa benar saksi dapat melihat bekas muntahnya Rusmini;
Bahwa benar ketika saksi masuk kamar praktek, terdakwa pergi ke belakang;
Bahwa benar ketika dibopong keluar kamar dan dinaikkan mobil, Rusmini sudah tidak dapat bereaksi apapun;
Bahwa benar pendengarannya, Rusmini disuntik empat kali oleh terdakwa;
Bahwa benar sesampainya di RSU, Rusmini dicoba diberikan bantuan pernafasan tetapi tidak ada reaksinya/tidak
berhasil;
Bahwa benar Rusmini mati mendadak dan luar biasa karena sebelumnya baik-baik/sehat;
Bahwa benar ketika dibopong keluar kamar praktek terdakwa, Rusmini mukanya pucat, lemas, cahaya matanya hilang,
pernafasannya terhenti, diam tak bergerak, tidak bisa diajak bicara karena itu saya anggap dia sudah mati;
Bahwa benar kesehatannya Rusmini selama dibawa/dirawat di RSU tidak ada kemajuannya;
Bahwa benar kenal barang-barang bukti itu dulu terletak di meja praktek terdakwa;
CONTOH KASUS 4

8. Saksi dr. Gusmoro Suparno


Bahwa benar 4-1-1979 kira-kira jam 18.00 kedatangan terdakwa yang memberitahukan telah
menyuntik Rusmini dengan streptomycin, cortizon, delladryl, adrenalin;
Bahwa benar Rusmini segera diperiksanya dan kelainan-kelainan yang didapat:
- Penderita dalam keadaan tidak sadar, pernafasan terhenti, tekanan darah tidak terukur,
denyut nadi tidak teratur, isi dan tegangan kurang dan nadi sulit diraba.
- Penderita mengalami shock irriverible.
- Reflex cahaya mata tidak ada, akral dingin, pupil lebar.

Kesimpulannya:
Kelainan-kelainan di atas disebabkan reaksi tubuh yang tidak tahan obat yang diterimanya.
Penderita meninggal dunia 15 menit setelah mendapat pertolongan di RSU Pati.
- Penderita berumur ± 25 tahun.

Bahwa benar isi visum et repertum a/n. Rusmini tertanggal 25-1-1979 yang dibuatnya itu;
Bahwa benar terhadap penderita telah dilakukan pemijatan jantung (masage), diberikan bantuan
pernafasan buatan (oxigen), tapi sudah tidak ada reaksinya;
Bahwa benar penderita mengalami gangguan faal dari jantung dan pernafasannya;
Bahwa benar kemungkinan kematiannya Rusmini karena tidak tahan obat yang diterimanya;
Bahwa benar ketidaktahanan obat seseorang secara limit sukar ditentukan, tetapi dapat juga
diketahui antaranya dengan test kulit;
Bahwa benar terdakwa sebelumnya menyuntik tidak mengadakan test kulit terhadap korban;
Bahwa benar shock merupakan gejala ketidaktahanan obat;
Bahwa benar tidaktahanan obat itu tingkat-tingkatnya ringan, sedang, berat dengan tanda-tanda
antaranya: mual, muntah, perubahan wana kulit, syndromo shock;
Bahwa benar mual, muntah, kulit dingin, lemas adalah gejala anaphylactic shock;
Bahwa benar dalam memberikan pengobatan dokter tidak harus menyuntik.
CONTOH KASUS 4

9. Saksi dr. Sutarwo


Bahwa benar terdakwa Kepala Puskesmas Wedarijaksa;
Bahwa benar mendengar terdakwa telah menyuntik Rusmini dengan streptomycin, cortizon,
delladryl dan adrenalin dan kemudian penderita meninggal dunia;
Bahwa benar baru kali ini terdakwa menyuntik pasien dan mati;
Bahwa benar kelakuan dan conduite terdakwa baik;
Bahwa benar waktu menyuntik Rusmini, terdakwa sedang praktek partikulir di rumahnya.

10. Saksi Ahli dr. Imam Parsudi


Bahwa benar mendengar terdakwa menyuntik pasiennya (Ny. Rusmini) dengan streptomycin,
cortizon, delladryl, adrenalin kemudian pasien itu meninggal dunia;
Bahwa benar antara penyuntikan dan meninggalnya pasien Ny. Rusmini itu kemungkinan ada
kaitannya, karena:
- pasien tidak tahan obat yang diterima/disuntikkan itu.
- penyakit yang diderita pasien itu.
- salah obat atau cara pengobatannya.
Bahwa benar kemungkinan matinya Rusmini karena tidak tahan obat streptomycin yang
diterimanya sehingga menimbulkan alergi pada tubuh pasien;
Bahwa benar alergi adalah kepekaan berlebih dari tubuh terhadap satu atau lebih jenis obat;
Bahwa benar zat demikian itu dinamakan alergen;
Bahwa benar sebagai reaksi terhadap alergen terbentuk anti-zat yang dinamakan antigen;
Bahwa benar persenyawaan antara alergen dan anti zat menyebabkan kepekaan berlebihan yang
merugikan tubuh, sebaliknya persenyawaan antigen dengan anti-zat menyebabkan kekebalan
yang menguntungkan tubuh;
Bahwa benar wujud alergi dapat berupa asma, pilek, bidur, reaksi mendadak terhadap suntikan
dan eksim;
Bahwa benar sebagai kelanjutan persenyawaan anti-zat dengan alergen terbentuk zat kimia
perantara yang merupakan penyebab langsung yang mendasari alergi;
CONTOH KASUS 4
Saksi Ahli dr. Imam Parsudi
Bahwa benar reaksi suntikan dapat setempat (local) dan menyeluruh, baik yang mendadak maupun yang tidak mendadak;
Bahwa benar semua obat antibiotika mengandung kemungkinan ketidaktahanan/ketidakamanan;
Bahwa benar untuk menanggulangi penyakitnya pasien itu masih ada obat lain, misalnya teramycin;
Bahwa benar dokter pemeriksa yang seharusnya mengerti si pasien tahan/tidak suatu obat;
Bahwa benar si pasien biasanya mengaku tahan obat meskipun mereka umumnya tidak mengerti ciri-ciri dan penggunaanya
suatu obat;
Bahwa benar dokter tidak boleh percaya begitu saja atas keterangan pasien yang menyatakan pasien yang menyatakan tahan
suatu obat sebab suatu ketika ia dapat menjadi tidak tahan obat itu;
Bahwa benar tanda-tandanya tidak tahan obat antaranya: mual, muntah, gatal, rasa gelisah, gangguan peredaran darah,
kulitnya dingin, sesak nafas, kelopak matanya bengkak, anaphilactic-shock;
Bahwa benar penderita Rusmini kemungkinan tidak tahan obat streptomycin yang diterimanya sebab menurut pengakuan
terdakwa si pasien memiliki tanda-tanda ketidaktahanan obat tersebut;
Bahwa benar keracunan dapat ditimbulkan oleh obat;
Bahwa benar anaphilaxis adalah reaksi menyeluruh yang mendadak dan didasarkan atas proses alergis;
Bahwa benar anaphilaxis biasanya timbul dalam jangka waktu 15 menit setelah penyuntikan dan lebih cepat terjadinya reaksi
itu lebih parah keadaannya;
Bahwa benar dokter harus selalu waspada akan kemungkinan terjadinya anaphilaxis, harus diselidiki si pasien apa pernah ada
alergi terhadap obat dan jenis obat yang dipakai bila ada obat itu harus dihindarkan;
Bahwa benar anaphilaxis – shock gejala utamanya ditandai tekanan darah rendah dan kesadaran yang menurun dan denyut
nadi kecil dan cepat;
Bahwa benar urutan penyuntikan terdakwa terhadap Rusmini kurang tepat seharusnya setelah streptomycin dan timbul gejala
ketidaktahanan obatnya seketika disuntik adrenalin, jika belum berhasil diulang lagi dalam 5-15 menit;
Bahwa benar anaphilactic-shock merupakan salah satu kedaruratan alergik yang harus segera ditanggulangi;
Bahwa benar tanda-tanda dini reaksi anaphylactic perlu dikenal dan adrenalin adalah obat utamanya;
Bahwa benar anamnesis dan gambaran klinik merupakan alat pembantu diagnosis yang penting;
Bahwa benar cara, urutan penyuntikan pencegahan/penanggulangan ketidaktahanan obat harus cepat dan tepat sebab
terpaut satu menit saja dapat berbahaya bagi kesehatan pasien;
Bahwa benar suntikan adrenalin itu seharusnya dilakukan lebih dari sekali dan diulangi kalau belum berhasil;
Bahwa benar shock adalah penurunan tekanan darah sehingga pemberian darah ke jaringan berkurang;
Bahwa benar cara terdakwa memeriksa korban (Rusmini) untuk keamanan penyuntikannya belum cukup, misal: belum
ditanyakan apa penderita pernah mempunyai penyakit lain yang berhubungan dengan alergi;
Bahwa benar kalau pemberian adrenalin itu tepat waktunya, angka kematian dapat ditekan ± 10%, kalau tidak angka
kematian bisa 50%;
Bahwa benar isi visum dari dokter Gusmor Suparno tertanggal 25-1-1979 a/n. Rusmini kemungkinan benar adanya karena
sesuai dengan yang dilihat dan diketemukannya.
CONTOH KASUS 4

11. Saksi dr. Lukas Firdaus Susilo Putro


Bahwa benar mendengar terdakwa menyuntik Ny. Rusmini meninggal dunia;
Bahwa benar bila pasien disuntik lalu meninggal dunia mungkin karena tidak tahan obat yang
diterimanya;
Bahwa benar ketidaktahanan obat itu bisa bawaan atau pengaruh obat pernah diterimanya;
Bahwa benar streptomycin dapat menyebabkan akibat sampingan seperti alergi dan seterusnya;
Bahwa benar untuk menyuntik pasien perlu diteliti dulu jenis sakit dan kondisinya pasien;
Bahwa benar pasien yang tidak tahan obat dapat menderita alergi yang ringan sampai berat
seperti anaphilactic-shock;
Bahwa mungkin benar isi visum dokter Gusmoro tertanggal 25-1-1979 a/n. Rusmini itu karena
dibuat sesuai yang dilihatnya dan diketemukannya.

12. Saksi Sumarno, B.A. (dibacakan)


Benar telah diminta terdakwa mengantar pasien Rusmini ke RSU Pati karena tidak tahan obat
yang disuntikkannya;
Bahwa benar melihat Rusmini di kamar praktek terdakwa dalam keadaan tidak sadar dan kritis;
Bahwa benar saksi memberitahukan keluarga Rusmini kalau ia kelihatannya sakitnya kritis di RSU
Pati.
CONTOH KASUS 4

13. Saksi Ahli A-decharge dr. Moh. Prihadi


Bahwa benar saksi dokter ahli fisiologi;
Bahwa benar mendengar terdakwa menyuntik pasien dengan obat streptomycin kemudian
meninggal dunia;
Bahwa benar mungkin pasien itu mati karena tidak tahan obat khusus (streptomycin) yang
diterimanya (anaphilactic) karena reaksi badannya tidak sama orang lainnya;
Bahwa benar terhadap suatu jenis obat setiap orang dapat mempunyai reaksi atas suatu zat
asing (alergen);
Bahwa benar reaksi alergi disebabkan pertarungan antara zat/bahan asing (konci) dengan
bahan/zat anti/penolak (lobang konci) yang dapat menimbulkan maut/kematian;
Bahwa benar dalam tubuh manusia kemungkinan telah terbentuk baik secara alamiah atau akibat
pengaruh obat yang pernah diterimanya – suatu zat anti/zat penolak (lobang konci) yang bila
suatu saat disuntikkan obat tertentu yang kebetulan obat itu sebagai zat/bahan asing (konci)
karena proses biologis dengan timbulnya zat pengantar (histamin), maka terjadi
pertarungan/pertemuan antara lobang konci dengan koncinya yang pas, sehingga dapat
menimbulkan maut/mati;
Bahwa benar tidak dapat ditentukan mana yang lebih relevan antara lobang konci atau koncinya
itu;
Bahwa benar pendapat saksi ahli dr. Imam Parsudi yang mengatakan untuk mengatasi
anaphylactic – shock harus dipergunakan adrenalin dulu, tidak terlalu betul dan bukan salah
karena adanya warna-warna dalam ilmu kedokteran;
Bahwa benar yang paling kompeten menentukan sebab kematian secara pasti adalah dokter
bedah mayat;
Bahwa benar menurut ilmu kedokteran yang baru untuk mengatasi ketidaktahanan obat
sebaiknya diberikan adrenalin dulu;
Bahwa benar isi visum et repertum yang dibuat dr. Gusmoro Suparno tertanggal 25-1-1979 a/n.
Rusmini tidak salah karena sesuai dengan yang dilihatnya dan diketemukannya.
CONTOH KASUS 4

14. Saksi Ahli A-decharge dr. Mualip Muchiya


Bahwa benar sebab kematian belum dapat dengan pasti ditentukan tanpa bedah mayat;
Bahwa benar isi visum dokter Gusmaro Suparno tertanggal 25-1-1979 a/n. Rusmini tidak
keliru/tidak salah dan tetap berguna untuk mengerti sebab kematiannya Rusmini;
Bahwa benar seseorang yang tidak tahan terhadap suatu macam/jenis obat kemungkinan bisa
mati;
CONTOH KASUS 4

Keterangan terdakwa di persidangan pada pokoknya mengaku/menerangkan sebagai berikut:


Bahwa benar bekerja sebagai dokter umum pada Puskesmas kecamatan Wedarijaksa;
Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 4 Januari 1979 sekira jam 17.00 WIB telah praktek partikulir di
rumah dinasnya;
Bahwa benar telah kedatangan pasien Ny. Rusmini minta pengobatan;
Bahwa benar semula sakitnya Rusmini belum parah;
Bahwa benar setelah memeriksa badannya Ny. Rusmini diagnosenya pasien menderita sakit flu, pilek,
kadang-kadang batuk yang dahaknya sukar keluarnya dan ada peradangan saluran nafas bagian atas
(Ton sila pharyngitis);
Bahwa benar pada penderita tidak diketemukan jenis sakit lainnya;
Bahwa benar terdakwa menanyakan identitasnya (nama, umur, pekerjaan) dan sakitnya tahan/tidaknya
suntikan streptomycin;
Bahwa benar terdakwa telah menyuntik Ny. Rusmini dengan obat: I. Streptomycin 1 gram melalui
pantatnya sebelah kiri;
Bahwa benar setelah penyuntikan itu Ny. Rusmini mengeluh tidak kuat menahan sakitnya, merasa mual,
lalu muntah, lemas dan pucat;
Bahwa benar terdakwa lalu menyuntik lagi II. dengan Cortizon 2 cc lalu diminumi wedang kopi dan
diberi suntikan yang ke III. dengan delladryl 2 cc;
Bahwa benar saat itu penderita sudah tidak bisa minum kopi sendiri sehingga kopinya diminumkan kira-
kira ½ gelas;
Bahwa setelah itu terdakwa memeriksa nadinya kecil, tekanan darahnya rendah, penderita mengalami
anaphilacxis shock;
Bahwa benar terdakwa menyuntik penderita ke IV. Dengan obat adrenalin ½ cc;
Bahwa benar keadaan pasien tambah memburuk, dalam keadaan tidak sadar, pernafasan terhenti,
tekanan darahnya tidak terukur, denyut nadi kecil tak teratur, isi dan tegangan kurang dan penderita
mengalami shock irriverible;
CONTOH KASUS 4

Bahwa benar kemudian penderita dibopongkeluar kamarnya praktek, diangkut dengan mobil ke RSU
Pati;
Bahwa benar kematiannya penderita/pasien Ny. Rusmini kemungkinannya: 1. Karena tidak tahan obat
streptomycin yang disuntikkannya, ke-II pasien mempunyai penyakit lain dan menjadi
anval/serangan/kumat karena suntikan itu;
Bahwa benar seorang dokter tidak harus menyuntik pasien yang berobat padanya;
Bahwa benar sebelum penyuntikan terdakwa tidak menanyakan/menyelidiki apakah pasien pernah
mempunyai penyakit lain yang berhubungan dengan alergi, tidak melakukan tekanan darahnya, dan
melakukan test kulitnya;
Bahwa benar Rusmini tidak sakit TBC;
Bahwa benar penderita dalam pemeriksaannya selama ± 45 menit;
Bahwa kemungkinan isi visum et repertum yang dibuat dr. Goesmoro Suparno tanggal 25-1-1979 a/n.
Rusmini, benar adanya;
Bahwa benar terdakwa percaya begitu saja keterangan pasien yang menyatakan pernah diperiksa dokter
lain dan disuntik streptomycin tanpa pengecekan lebih mendalam;
Bahwa benar ada ada kemungkinan pasien bisa mati karena ketidaktahanan obat yang
diterimanya/disuntikannya;
Bahwa benar ketidaktahanan obat pasien itu bisa bawaan atau pengaruh obat yang
diterimanya/dapatan;
Bahwa benar anaphylaxis adalah reaksi alergisistemik/umum pada manusia;
Bahwa benar dokter turut bertanggung jawab/menanggung resiko atas ketidakberhasilannya
pengobatan yang dilakukan terhadap pasiennya;
Bahwa benar terdakwa tidak turut lagi menangani pemeriksaan pasien itu ketika di RSU Pati;
Bahwa benar dokterlah yang seharusnya mengerti pasien tahan/tidaknya suatu obat;
Bahwa benar anaphilaxis bisa ringan, sedang, berat/shock dan mati;
Bahwa benar waktu keempat penyuntikannya ± 3 menit;
CONTOH KASUS 4

Bahwa benar gejala anaphilaxis berat antara lain: muntah, sesak nafas, tekanan darah rendah, nadi
kecil;
Bahwa benar Ny. Rusmini mengalami shock irriverible kemungkinan karena tidak tahan obat yang
diterimanya itu;
Bahwa benar shock dapat menyebabkan/merupakan causa dari kematian seseorang;
Bahwa benar kematiannya Ny. Rusmini (penderita) bukan dari sakit flu, batuk, pileknya itu;
Bahwa benar kenal barang-barang bukti alat suntik dan sisa obat-obatannya;
Bahwa benar tanda-tanda shock adalah: penderita lemah, pucat, kulitnya dingin, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah rendah, ngantuk sampai koma;
Bahwa pemeriksaan tekanan darah itu antaranya untuk mengerti kekuatan daya tahannya/menegakkan
diagnosenya;
Bahwa benar setelah Rusmini mengalami anaphilaxis – shock, terdakwa tidak mencoba melakukan
pemijatan jantung maupun menginfus penderita karena dianggapnya telah collapse;
Bahwa benar shock dapat dibedakan: penyakit, jantung/paru-paru, muntah-muntah, kesakitan yang
sangat, anaphilaxis;
Bahwa benar terdakwa setelah penderita mengalami anaphilache – shock tidak melakukan vena seksi
untuk pemerian cairan per-infus, pemberian 0.2 dan pemberian obat-obat lain (adrenalin) sebagai
ulangan;
Bahwa benar korban Rusmini seharusnya segera disuntik adrenalin setelah streptomycin dan
penyuntikan itu dapat diulangi lebih daripada sekali.

Anda mungkin juga menyukai