Anda di halaman 1dari 17

KOMANDO DAERAH MILITER XIII/MDK

KESEHATAN

Malaria Falciparum
Oleh :

dr. Hanry Junianto

Pembimbing :

dr. Adolf Antonius Rumambi, DK, M.Kes

dr. Giselle Wilhelmina Raphaela Tambajong

Manado, 2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab kesakitan dan kematian terpenting
di daerah tropik di seluruh dunia. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan
oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual di dalam darah manusia. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam,
menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Malaria
disebabkan oleh empat spesies dari genus plasmodium (plasmodium falciparum, plasmodium
vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae).2

Pengendalian malaria memerlukan pendekatan terpadu yang meliputi prevensi


(terutama pengendalian vektor) dan terapi yang cepat dengan anti malaria yang efektif.
Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.
Daerah dengan malaria klinis tinggi masih di laporkan dari kawasan Timur Indonesia antara
lain dari propinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Utara dan Sulawesi
Tenggara. Kasus malaria di laporkan cukup tinggi antara lain dari propinsi Kalimantan Barat,
Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Riau.1,5,6

Upaya penanggulangan malaria telah menunjukan keberhasilan pada beberapa


periode, tetapi dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan hampir di seluruh wilayah
Indonesia, Kejadian luar biasa (KLB) telah menyerang 11 propinsi, meliputi 13 kabupaten
pada 93 desa dengan jumlah kasus mencapai 20.000 dengan kematian 74 penderita.
Berdasarkan laporan yang diterima Sub Direktorat Malaria pada tahun 2001, di Jawa Bali di
temukan peningkatan kasus 0.51 per seribu penduduk berdasarkan annual parasite incidence
(API). Di luar Jawa Bali terjadi peningkatan annual clinical malaria incidence (AMI) dari
24.9 per seribu penduduk pada tahun 1999 menjadi 26.1 per seribu penduduk pada tahun
2001.3,4,8

Upaya untuk menanggulangi resistensi telah di lakukan di Indonesia, pemerintah telah


merekomendasikan obat pilihan pengganti kloroquin terhadap plasmodium yaitu kombinasi
artemisin (Artemisinin Combination Therapy/ACT). Pada tahun 2006 WHO telah
menerbitkan pedoman untuk terapi malaria edisi pertama, dan sebagian besar negara endemis
P.falciparum telah memperbarui kebijakan terapi dari kloroquin dan sulfadoksin-
pirimethamin yang telah gagal, menjadi terapi kombinasi berbasis artemisin (artemisimin

2
based combination therapy/ACT), ini adalah terapi terbaik saat ini untuk malaria falsiparum
tanpa komplikasi, Sayangnya implementasi kebijkan ini masih tersendat akibat berbagai
faktor seperti biaya yang tinggi. Pada tahun 2010, WHO kembali menerbitkan pedoman yang
kedua.5,7,8,9

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Teling, Manado
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Suku : Minahasa
Tanggal masuk : 17 Desember 2019

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Demam dan Mengigil
b. Keluhan tambahan : Pusing.
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk ke Rumah Sakit Wolter Mongindisi Teling dengan keluhan
utama demam dan menggigil sejak 3 hari yang lalu.
Demam dan mengigil sejak ± 3 hari yang lalu di sertai dengan rasa pusing,
mual dan muntah tidak di keluhkan oleh pasien, nyeri perut tidak ada,
BAB/BAK tidak ada keluhan.
Menurut keterangan dari Pasien, Pasien baru saja pulang dari tugas di Afrika
selama 1 tahun.
d. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat penyakit lainnya
disangkal.
e. Riwayat pengobatan :
Pasien sudah mengkonsumsi Paracetamol tapi demam masih naik kembali.
f. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit seperti yang Pasien alami.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
 Kesadaran Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran (GCS) : E4V5M6
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 90 x/menit, kuat angkat
 Respirasi : 20 x/menit, SpO2 97%
 Suhu : 37.7 º C
 Berat Badan : 65 kg

Kepala : Normocephal
Mata : Pupil bulat isokor ϴ 3mm/3mm, conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks :
 Inspeksi : Pengembangan dada kanan=kiri
 Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
 Perkusi : Sonor kanan=kiri
 Auskultasi : Suara napas vesikuler. Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba, nyeri tidak ada
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal.

Ekstremitas : Akral hangat, edema tidak ada, CRT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
 DDR : Malaria Rapid (+) P.falciparum.
 Leu : 5.000
 Hb : 12.3
 HCT : 36.9
 Trombosit : 150.000
 MCV : 90.4

5
 MCH : 30.0
 MCHC : 33.3
 Eritrosit : 4.09

V. DIAGNOSIS KERJA
Malaria Falciparum

VI. RESUME
Seorang pasien laki-laki usia 37 tahun masuk ke Rumah Sakit Wolter Monginsidi
Teling dengan keluhan utama demam dan mengigil sejak ± 3 hari yang lalu
disertai dengan rasa pusing. Pada pemeriksaan fisik di temukan tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20 x/ menit, suhu badan 37.7 º C, pada
mata conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pada thoraks suara pernapasan
vesikuler, tidak ada rhonki dan wheezing, pada abdomen nyeri tekan tidak ada,
bisung usus normal, pada ekstremitas akral hangat, tidak ada edema, CRT < 2
detik. Pada pemeriksaan penunjang di temukan dari hasil DDR positif
P.falciparum, leukosit 5.000, hemoglobin 12.3, trombosit 150.000, hematokrit
36.9, eritrosit 4.09.

VII. TATALAKSANA
 Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg tab
Primakuin 1 x 15 mg tab
Dihidropiperakuin 1 x 3 tab
Doksisiklin 2 x 100 mg tab

 Non – Medikamentosa
Istirahat yang cukup
Makan makanan yang bergizi
Kurangi aktifitas fisik yang berlebihan

6
FOLLOW UP

 Tanggal 18-12-2019
S : Demam (+) Menggigil (+) Pusing (+)
O : KU : Sakit sedang Kes : Compos Mentis
T : 120/70 N : 90 R : 20 S : 37.5
Kepala : Conj anemis (-) Sklera ikterik (-)
Thoraks : Sp.Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Nyeri (-) Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) CRT < 2 dtk
A : Malaria falciparum
P : IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg tab
Dihidropiperakuin 1 x 3 tab
Doksisiklin 2 x 100 mg tab

 Tanggal 19-12-2019
S : Demam (+)
O : KU : Sakit sedang Kes : Compos Mentis
T : 120/80 N : 86 R : 20 S : 37.2
Kepala : Conj anemis (-) Sklera ikterik (-)
Thoraks : Sp.Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Nyeri (-) Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) CRT < 2 dtk
A : Malaria falciparum
P : IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg tab
Dihidropiperakuin 1 x 3 tab
Doksisiklin 2 x 100 mg tab

7
 Tanggal 20-12-2019
S : Demam (-)
O : KU : Sakit ringsn Kes : Compos Mentis
T : 110/80 N : 80 R : 18 S : 36.8
Kepala : Conj anemis (-) Sklera ikterik (-)
Thoraks : Sp.Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)
Abdomen : Nyeri (-) Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-) CRT < 2 dtk
A : Malaria falciparum
P : IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg tab

8
BAB III

PEMBAHASAN

Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Menurut ahli lainnya, malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut
maupun kronik yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, mengigil,
anemia dan pembesaran limpa.2

Epidemiologi

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukan bahwa perempuan
mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan
dapat meningkatkan resiko malaria.1

Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi malaria adalah :

1. Ras atau suku bangsa


Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S cukup tinggi sehingga lebih
tahan terhadap infeksi P.falciparum karena HbS dapat menghambat
perkembangbiakan P.falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim glukosa 6 phospat dehidrogenase (G6PD) memberikan
perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang berat.
Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan Plasmodium
yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies
yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium
malariae. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun

9
ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu
hamil kepada janinnya.11,12

Malaria vivax disebabkan oleh P.vivax yang juga disebut sebagai malaria tertiana.
P.malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, P.ovale merupakan
penyebab malaria ovale, sedangkan Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat dikarenakan dalam waktu singkat dapat menyerang
eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-
organ tubuh.12,13,15

Siklus hidup pada manusia :

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar air liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama kurang
lebih 30 menit, setelah itu sporozoit akan masuk kedalam sel hati yang terdiri dari 10.000
sampai 30.000 merozoit hati, siklus ini disebut siklus eksoeritositer yang berlangsung selama
kurang dari 2 minggu. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk kedalam peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon. Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogon, selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya, siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer,
setelah 2-3 siklus skizogoni darah sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.13,15

Patogenesis

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan


berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

Penghancuran eritrosit :

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap
eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia

10
jaringan. Pada hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black water
disease) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.

Mediator endotoksin – makrofag :

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari
saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang
merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.

Sekuestrasi eritrosit yang terluka :

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan pada


permukaanya, tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria
dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endotelium
kapiler. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium dan membentuk gumpalan yang
mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.14,15

11
Manifestasi Klinis

Menurut berat – ringannya gejala malaria dapat di bagi menjadi 2 jenis :

Gejala malaria ringan (tanpa komplikasi)

Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya


cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama yaitu demam dan mengigil,
juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal – pegal, gejala –
gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik
dari mana parasit berasal.15

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai


gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses
skizogoni, atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya, pada beberapa penderita demam
tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa
gejala, gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemia, dan splenomegali.

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut :

1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8 – 37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P.falciparum dan terpanjangnya untuk P.malariae), beratnya infeksi
dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga
cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfusi darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan – keluhan prodromal
Keluhan – keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang – kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan
pada P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala – gejala umum
Gejala – gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara
berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :

12
Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung ± 15 menit sampai dengan 1 jam, dimulai dengan menggigil
dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari
kebiruan (sianotik), kulit kering, dan terkadang disertai dengan muntah.

Stadium demam (hot stage)


Stadium ini berlangsung ± 2 – 4 jam, penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit
kering, sakit kepala dan sering kali muntah, nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat
haus, dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 40ºC atau lebih pada anak-anak, suhu
tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang – kejang.

Stadium berkeringat (sweating stage)


Stadium ini berlangsung ± 2 – 4 jam, penderita berkeringat sangat banyak, suhu tubuh
kembali turun, kadang – kadang sampai dibawah normal, setelah itu biasanya
penderita beristirahat hingga tertidur, setelah bangun tidur penderita merasa lemah
tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru
pertama kali menderita malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan
(immunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak
selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan immunitas
penderita, didaerah yang mempunyai tingkat penularan yang sangat tinggi
(hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul
gejala lain seperti diare dan pegal – pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang
bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax sedangkan
pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak
ada, diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung
selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60
jam pada malaria malariae.15,16

13
Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Penderita dikatakan menderita malaria berat bila didalam darahnya ditemukan parasit
malaria melalui pemeriksaan laboatorium sediaan darah tepi atau Rapid Diagnostic
Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini.
 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai
penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti mengigau, bicara
salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah)
 Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
 Kejang – kejang
 Panas sangat tinggi
 Mata atau tubuh kuning
 Tanda – tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang,
bibir kering, produksi air seni berkurang)
 Perdarahan hidung, gusu, dan saluran cerna
 Nafas cepat atau sesak
 Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
 Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
 Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
 Telapak tangan sangat pucat

Penderita malaria berat harus segera dibawa / dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk
mendapatkan penanganan semestinya.6,15,16

Tatalaksana

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT. Pemberian
kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa
komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral, malaria berat diobati dengan injeksi
artesunat dilanjutkan dengan ACT oral, disamping itu diberikan primakuin sebagai
gametosidal dan hipnozoidal.10,17

Pengobatan malaria tanpa komplikasi

1. Malaria falciparum dan Malaria vivax


Pengobatan malaria falciparum dan vivax saat ini menggunakan ACT di tambah
primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum hanya diberikan pada hari pertama

14
saja dengan dosis 0.25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivax selama 14 hari dengan
dosis 0.25 mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan.
2. Pengobatan malaria vivax yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivax relaps diberikan regimen ACT yang sama tapi dosis
Primakuin ditingkatkan menjadi 0.5 mg/kgBB/hari.
3. Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah dengan
Primakuin selama 14 hari, dosis pemberian obatnya sama dengan malaria vivax
4. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P.malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan
dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan Primakuin.
5. Pengobatan infeksi campur P.falciparum + P.vivax / P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta Primakuin
dengan dosis 0.25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.17

Pemantauan Pengobatan

1. Rawat jalan
Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke 3, 7, 14, 21,
dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis, apabila
terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi, penderita
segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut di atas.
2. Rawat inap
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan
pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan hasil mikroskopis
negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan
pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.17

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bousema T, Drakeley C, Epidemiology and infectivity of plasmodium falciparum and


plasmodium vivax gametocytes in relation to malaria control and elimination. Clin.
Microbiol. 2011;24(2):377-410.
2. Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Interna
publishing;2009. H 2812-823.
3. Crawley J, Chu C, Mtove G, Nosten F. Malaria in children. Lancet. 2010;375:1468-
81.
4. Ajayi IO, Browne E, Garshong B, Bateganya F, Yusuf B, Agyei-Baffour P (2008).
Feasibility and aceeptability of artemisin-based combination therapy for the home
management of malaria in four African sites, Malaria Journal 7,6
5. WHO (2009). Prequalification programme: a United Nations Programme managed by
WHO. World Health Organization, Geneva.
6. WHO (2000). Full details of the definition and prognostic factors are provided in :
World Health Organization. Severe falciparum malaria. Transactions of the Royal
Society of Tropical Medicine and Hygiene, 94(Suppl. 1), 1-90.
7. WHO (2000). Expert Committee on Malaria. Twentieth report. WHO Technical
Report Series, No.892, World Health Organization, Geneva.
8. WHO (2009). Methods for surveillance of antimalarial drug efficacy. World Health
Organization, Geneva.
9. WHO (2008). Methods and techniques for clinical trials on antimalarial drug efficacy:
genotyping to identify parasite populations. Informal consultation organized by the
Medicines for Malaria Venture and cosponsored by the World Health Organization,
29-31 May 2007, Amsterdam, the Netherlands. Geneva. World Health Organization,
Geneva.
10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
11. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000;
Hal: 1-15.

16
12. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000;
Hal: 249-60.
13. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam Harijanto PN
(editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.
Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52
14. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid I,
Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
15. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000;
Hal: 151-55.
16. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000;
Hal: 185-92.
17. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria; Kemeterian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017.

17

Anda mungkin juga menyukai