KELAPARAN
Meskipun proporsi penduduk miskin secara nasional mengalami penurunan, namun masih
terjadi kesenjangan antardaerah dalam pembangunan manusia (IPM) dan pemenuhan
terhadap beberapa hak dasar (IKM), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1
10
Selain itu, tantangan lainnya adalah
5
kemiskinan yang dialami oleh kaum
perempuan yang ditunjukkan oleh 0
rendahnya kualitas hidup dan peran
perempuan, terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak, serta masih
rendahnya angka Indeks Pembangunan
Gender (Gender-related Development
Index, GDI) dan angka Indeks
Kota Desa
Pemberdayaan Gender (Gender
Empowerment Measurement, GEM).
Sumber : BPS, Berbagai Tahun
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs), Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan
(SNPK)/ (National Strategy for Poverty Reduction) telah disusun melalui proses
partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. SNPK
menggunakan pendekatan berbasis hak (right-based approach) sebagai pendekatan utama
dengan menegaskan adanya pencapaian secara bertahap dan progresif (progressive
realization) dalam penghormatan (respect), perlindungan (protect) dan pemenuhan (fulfill)
hak dasar rakyat, memberikan perhatian terhadap perwujudan kesetaraan dan keadilan
gender, serta percepatan pengembangan wilayah. Selain itu, sekitar 60 persen pemerintah
kabupaten/kota telah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD)
dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar
pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial
dalam mengatasi kemiskinan.
Untuk mencapai ketiga langkah prioritas tersebut di atas, akan dikembangkan dalam budaya
pembangunan di Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat dan pelibatan peran aktif
masyarakat terutama masyarakat miskinnya mulai dari perencanaan program pembangunan
baik penentuan kebijakan dan penganggarannya, maupun pelaksanaan program serta
monitoring dan evaluasinya.
Diagram5. Prevalensi Balita Gizi Buruk dan Gizi Parah Keadaan dan Kecenderungan
2003 8.3 27.5
Prevalensi balita kurang gizi
2002
8
27.3 menunjukkan penurunan dalam kurun
6.3
2001 26.1 waktu 1989–2000, dan sedikit
7.5 24.7
2000
8.1
meningkat pada periode 2001–2003
1999 26.4
10.1 (lihat Diagram 5). Persentase anak balita
1998 29.5
1995 11.6 31.6
yang termasuk kategori gizi kurang dan
1992
7.2 35.6 parah umumnya meningkat dari 24,7
6.3 persen pada tahun 2000, menjadi 27,5
1989 37.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 persen pada tahun 2003.
Balita Gizi Buruk Balita Gizi Parah
Tantangan
Diagram6. Prevalensi Gizi Balita Per Propinsi, Tahun 2003 Terjadinya gizi buruk pada balita
Sumatra Ut ara
12.76
31.43 antara lain karena kurangnya asupan
7.29
Sumatra Barat
Riau
3.07
10.76
25.73
28.71 gizi dan serangan penyakit infeksi.
21.61
Jambi
Sumatra Selatan
10.28
30.79 Faktor penyebab tidak langsung adalah
7.77 26.63
Bengkulu
Lampung
8.19
9.32
29.59 rendahnya daya beli dan
30.22
Bangka Belitung
Jakart a
6.36
5.56
23.07 ketidaktersediaan pangan yang bergizi,
24.02
Jawa Barat
Jawa Tengah
4.07
6.03
25.59 keterbatasan pengetahuan tentang
Yogyakart a 17.43
Jawa Timur
5.95
8.25
23.36 pangan yang bergizi terutama untuk
Banten 27.09
Bali
3.59
10.45
16.39 ibu dan anak balita. Perbandingan
Nusa Tenggara Barat 34.13
Kalimantan Tengah
9.49
9.62
29.00
32.78
antarwilayah juga menunjukkan
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
9.16
9.90
26.97
25.62
kesenjangan yang cukup tinggi
Sulawesi Ut ara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
9.55
9.96
31.57
30.95
(Diagram 6).
5.74 22.54
Sulawesi Tenggara
21.66
Goront alo 46.22
Maluku
Maluku Ut ara
8.55
9.23
15.24
26.53
29.92
Kebijakan dan Program
Papua Barat
Papua Tengah
Upaya mengatasi prevalensi balita gizi
15.24
15.24
32.09
32.09
32.09
Papua Timur
buruk dan balita gizi parah dilakukan
Gizi Kurang antara
Gizi Buruk lain melalui (1)
Sumber : BPS, Tahun 2003
Penanggulangan kurang energi
protein (KEP), anemia gizi besi,
gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya,
(2) Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi, (3) Pemberian
subsidi pangan bagi penduduk miskin, (4) Peningkatan partisipasi masyarakat melalui
revitalisasi pelayanan Posyandu, dan (5) pelayanan gizi bagi ibu hamil (berupa Tablet Besi)
dan balita (berupa Makanan Pendamping ASI) dari keluarga miskin.
Keberhasilan kebijakan dan program ini di samping peran pemerintah juga tidak terlepas dari
peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam mendukung dalam perbaikan gizi buruk dan
balita gizi parah dari masyarakat miskin.