PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran kehidupan Suku Baduy
2. Ada berapa kelompok masyarakat pada suku baduy
3. Bagaimana Sistem Pemerintahan Suku Baduy
C. Tujuan
Untuk mengetahu kehidupan suku baduy dan juga untuk memenuhi tugas mata
pelajaran sejarah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari
Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul
tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes
mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli
sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah
berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat
mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya.
2
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun
1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Kanekes adalah penduduk asli
daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b:
146).
Orang Kanekes sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari
orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan
Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan
mandala' (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban
memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama
Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau
'Sunda Asli' atau Sunda Wiwitan (wiwitanasli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama
asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy
sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa.
Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy
Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo,
Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna
putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat
untuk bertemu dengan orang asing (non WNI).
Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti
Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek
moyang mereka.
Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
3
Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua
adat)
Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi)
Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit
sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal
sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar
mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh,
Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian
dan ikat kepala berwarna hitam.
Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah
Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes
Dalam ke Kanekes Luar:
4
Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas
kaca & plastik.
Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka
"Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung
yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). .
5
dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan
kokolot lembur atau tetua kampong.
6
E. Segi Pakaian Suku Baduy
Dari segi berpakain, didalam suku baduy terdapat berbedaan dalam berbusana
yang didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy
Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang yang
disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai kancing dan
tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah serba putih.
Untuk bagian bawahnya menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman,
yang hanya dililitkan pada bagian pinggang. Serta pada bagian kepala suku baduy
menggunakan ikat kepala berwarna putih. bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka
pakai adalah baju kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan
corak batik. Terlihat dari warna, model ataupun corak busana Baduy Luar, menunjukan
bahwa kehidupan mereka sudah terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan, untuk busana
yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu
menampakkan perbedaan yang mencolok. Mereka mengenakan busana semacam sarung
warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Bagi wanita yang sudah menikah,
biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan bagi para gadis buah
dadanya harus tertutup.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS
dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki
pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-
Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung Orang Baduy
Dalam tidak mau di masuki budaya dari luar sedangkan Baduy Dalam sudah mau
mengikuti budaya dari luar meskipun sedikit.
Masyarakat baduy merupakan masyarakat yang menjungjung tinggi nilai demokrasi
diantara kesukuannya. Populasi masyrakat suku baduy saat ini mencapai antara ± 5000 –
8000 orang yang tersebar dalam 54 kampung yang mengelilingi tiga kampung utama yaitu
kampung cikeusik, Cikertawana dan cibeo. Orang Baduy tidak mengenal poligami dan
perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu dari
mereka telah meninggal.
Di dalam proses pernikahan suku baduy pasangan yang akan menikah selalu
dijodohkan dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
Suku baduy merupakan suku asli yang mendiami tanah banten, kehidupan suku
baduy masih mempertahankan adat istiadat dan budaya leluhur mereka hingga saat ini.
mereka percaya terhadap kepercayaan / keyakinan yang terus diturunkan turun temurun
hingga sekarang dan dijaga sedemikian ketatnya supaya kepercayaan mereka tidak
tersisihkan oleh agama-agama yang begitu banyak mempengaruhi kehidupan dunia
modern, dengan kedisiplinan dan keteguhan mereka semuanya dapat terjaga dengan
baik. Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan
Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun
semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha
dan Hindu
.
8
B. Saran-Saran
Kebudayaan masyarakat baduy merupakan kebudayaan yang khas oleh karena itu,
pemerintah harus memperhatikan Kebudayaan masyarakat baduy agar kebudayaan
mereka tetap lestari. Sebaiknya pemerintah daerah kabupaten Lebak tetap memberikan
kebebasan bagi suku baduy untuk mengatur masyarakatnya dengan kebudayaan asli
mereka.