Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Ativitas Fisik Terhadap Respon Sisten Kardiovaskular

Pada latihan terjadi dua kejadian yaitu peningkatan curah jantung (cardiac output) dan
redistribusi darah dari otot-otot yang tidak aktif ke otot-otot yang aktif. Curah jantung tergantung
dari isi sekuncup (stroke volume) dan frekuensi denyut jantung (heart rate). Kedua factor ini
meningkat pada waktu latihan. Redistribusi darah pada waktu latihan menyangkut
vasokonstriksi pembuluh darah yang memelihara daerah yang tidak aktif vasodilatasi dari otot
yang aktif yang disebabkan oleh kenaikan suhu setempat, CO2 dan asam laktat serta kekurangan
oksigen.
Pada latihan yang mengakibatkan frekuensi jantung meningkat serta isi sekuncup meningkat,
maka curah jantung juga meningkat. Pada atlet, irama jantung dalam keadaan istirahat lebih
rendah dibandingkan dengan seorang yang tidak terlatih. Irama jantung pada waktu istirahat
dapat mencapai 40x/menit pada seorang atlet, sedangkan pada seorang yang tidak terlatih
mencapai 90x/menit . Isi sekuncup (stroke volume) pada seorang atlet lebih besar daripada yang
bukan atlet. Hal ini terjadi pada waktu istirahat maupun pada waktu bekerja. Curah jantung
maksimum (cardiac output) pada seorang atlet dapat mencapai 40 l/menit. Curah jantung sangat
mempengaruhi maksimum daya serap oksigen. Boleh dikatakan lebih besar curah jantung, lebih
besar pula daya serap oksigennya.

Perubahan fungsi system kardiovaskuler selama latihan tergantung pada tipe (dinamis atau
statis) dan intensitas latihan. Selama latihan dinamis (seperti lari, renang, atau bersepeda) akan
merangsang kontraksi kelompok otot-otot besar. Sehingga menyebabkan respon/perubahan akut
yang besar pada sistem kardiovaskuler yaitu sangat meningkatnya cardiac output, heart rate,
dan tekanan darah sistolik, dan sedikit peningkatan pada tekanan rata-rata arteri dan tekanan
darah diastolik. Respon akibat latihan dinamik ini, akan merangsang pusat otak, dan apabila
latihan diteruskan akan memberikan signal mekanisme umpan balik pada kardiovaskular center
di batang otak, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan berupa penurunan tahanan vaskuler
(vascular resistance) untuk mengimbangi peningkatan perfusi otot, dan peningkatan cardiac
output untuk meningkatkan ambilan oksigen. Yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan
arteri rata-rata.
Jika kita berlari, berenang, bersepeda kencang maka jantung terasa berdetak dengan
cepat, pernafasan juga berjalan dengan cepat. Semakin kencang lari kita jantung terasa
berdetak semakin cepat dan pernafasanpun juga terasa semakin terengah-engah. Akan tetapi
setelah beberapa saat istirahat baik detak jantung maupun pernafasan juga akan menurun.
Hal di atas adalah efek akut latihan yang sering kita rasakan. Selain hal di atas sebenarnya
masih cukup banyak efek sesaat latihan yang tidak kita rasakan. Ketika kita latihan hampir
semua system yang ada dalam tubuh terpengaruh baik itu sistem otot, sistem syaraf, sistem
hormonal, system peredaran darah dan pernafasan, sistem pencernaan, metabolisme, dan
system pembuangan. Hanya saja perubahan beberapa sestem ketika latihan tidak kita rasakan.
Perubahan tersebut akan terungkap jika dilakukan pemeriksaan secara laboratoris baik
dengan alat-alat manual maupun digital.

a. Perubahan Frekuensi Denyut Jantung


Ketika berlatih frekuensi denyut jantung akan meningkat. Kenaikan frekuensi denyut
jantung akan sesuai dengan intensitas latihan. Semakin tinggi intensitas (misal
berlari/bersepeda/berenang semakin cepat) maka denyut jantung akan terasa semakin cepat.
Azas Conconi berbunyi ”hubungan antara frekuensi denyut jantung dan intensitas latihan
adalah linier”. Selain itu ada istilah titik defleksi (deflektion point), atau ambang batas
anaerobic (anaerobic threshold), yang mengatakan bahwa jika intensitas latihan dinaikkan,
maka frekuensi denyut jantung juga akan naik, tetapi jika intensitas terus dinaikkan pada
suatu saat hubungannya tidak linier lagi (berbentuk garis lurus) melainkan akan ketinggalan
(melengkung). Hubungan yang linier antara inmtensitas dan frekuensi denyut jantung hanya
berlaku jika melibatkan otot-otot besar dan cukup banyak. Oleh karena itu frekuensi denyut
jantung banyak dipakai sebagai tolok ukur intensitas latihan yang melibatkan otot-otot besar,
seperti berlari, berenang, dan bersepeda. Kerja otot kecil meskipun intensitasnya maksimal
tidak akan dapat merangsang denyut jantung mencapai tingkat maksimal.

b. Perubahan Volume Darah Sedenyut dan Curah Jantung


Jika pada saat istirahat volume darah sedenyut yang keluar dari jantung (stroke
volume=SV) sekitar 70 cc, pada saat berlatih dapat meningkat sampai 90 cc per denyut. Bagi
orang terlatih volume sedenyut saat istirahat sekitar 90 sampai 120 cc, pada saat berlatih
dapat mencapai 150–170 cc. Frekuensi denyut jantung yang tidak terlatih ketika bangur tidur
(istirahat) sekitar 60 sampai 70 denyutan per menit, ketika berlatih dapat meningkat antara
160 sampai 170 per menit. Bagi orang yang terlatih denyut jantung bangun tidur lambat,
dapat di bawah 50 denyutan per menit. Pada saat berlatih meningkat, dapat mencapai sekitar
180 kali denyutan per menit. Curah jantung adalah volume darah yang dapat keluar dari
jantung selama satu menit. Besarnya curah jantung adalah frekuensi denyut jantung
(banyaknya denyutan selama satu menit) dikalikan volume darah sedenyut yang keluar dari
jantung. Ketika latihan curah jantung akan meningkat sangat tinggi. Bagi orang yang terlatih
kenaikan curah jantung akan jauh lebih tinggi. Hal demikian adalah bertujuan unt uk
membuang CO2 yang terjadi ketika latihan. Peningkatan frekuensi denyut jantung yang terus
menerus, pada suatu saat tidak akan meningkatkan curah jantung. Setelah 160 kali per menit
bagi yang tidak terlatih, atau 180 kali per menit bagi yang terlatih maka denyut jantung akan
mengalami floater, sehingga volume sedenyut akan berkurang. Frekuensi denyut jantung
maksimal (intensitas maksimal/100%) secara sederhana sering ditentukan dengan rumus 220
dikurangi umur.Curah jantung pada intensitas 100 % tidak b erbeda banyak dengan curah
jantung pada intensitas 90 %.

c. Perubahan Tekanan Darah


Meningkatnya hormon epinefrin saat latihan akan menyebabkan semakin kuatnya
kontraksi otot jantung. Meskipun demikian tekanan systole tidak langsung membubung
tinggi, karena pengaruh epinefrin pada pembuluh darah dapat menyebabkan pelebaran
(dilatasi). Pelebaran pembuluh darah akan sangat tergantung kondisinya. Jika pembuluh
sudah mengalami pengerakan (arteriosklerosis) akan menjadi kaku, tidak elastis, sehingga
pelebaran akan terbatas. Dengan demikian kenaikan tekanan darah saat latihan akan dapat
terjadi. Peningkatan pelebaran pembuluh darah saat latihan juga disebabkan karena
meningkatnya suhu tubuh. Banyaknya keringat yang keluar akan menyebabkan plasma darah
keluar, volume darah menurun, sehingga tekanan darah tidak naik berlebihan. Selisih tekanan
antara sistole dan diastole akan meningkat, hal demikian hubungannya erat dengan volume
darah sedenyutan yang keluar dari jantung. Tekanan darah baik sistole maupun diastole dapat
meningkat sangat tinggi ketika seorang atlet angkat besi mengangkat barbel. Tekanan systole
akan dapat meningkat dari 120 mmHg sampai 180 mmHg. Hal demikian terjadi karena
banyak otot rangka yang berkontraksi sehingga mendesak pembuluh-pembuluh darah.
Tekanan yang naik cukup tinggi tersebut terjadi hanya sesaat, begitu angkatan dilepaskan
akan turun kembali ke normal. Agar tidak mengalami hal yang fatal maka penderita tekanan
darah tinggi jika berolahraga harus berhati-hati, jangan melaksanakan dengan intensitas
tinggi secara mendadak. Perlu disiapkan lebih dahulu semua otot agar pembuluh-pembuluh
di seluruh tubuh sudah melebar. Jika pembuluh belum siap, sedangkan jantung memompa
dengan kuat sangat dimungkinkan adanya kenaikan tekanan yang cukup tinggi. Oleh karena
itu, jangan mengangkat beban yang sangat berat secara mendadak.

d . Perubahan pada Darah


Pada latihan yang cukup lama, jika tidak diimbagi dengan minum yang cukup, plasma
darah dapat berkurang karena banyaknya cairan keringat yang keluar. Dengan demikian
volume darah juga akan berkurang sehingga haematokrit (kadar butir darah) akan meningkat.
Pada saat latihan diperlukan energi, sehingga bahan untuk membuat energi harus dimobolisir
dari tempat penyimpanan. Lemak (triasilgliserol) akan dipeach dimobilisir dari sel adiposa
sehingga asam lemak dan gliserol dalam plasma darah akan meningkat. Demikian juga
karbohidrat (glikogen) dalam hati akan dipecah dimobilisir, sehingga glukosa darah saat
latihan akan meningkat. Semakin tinggi intensitas latihan, mobilisir karbohidrat semakin
tinggi agar gula darah tidak terlalu rendah. Pada latihan intermittent (interval) yang
intensitasnya maksimal seperti sprint 100 meter berulang-ulang dapat terjadi penurunan
kadar glukosa darah. Hal demikian karena sel-sel otot banyak menggunakan glukosa, tetapi
memobilisirnya dari glikogen hati terlambat. Kalau terjadi hal yang demikian pasti yang
bersangkutan akan mengalami gejala kunang-kunang, gemetar, dan keringat dingin. Jika
sudah mengalami gejala tersebut sebaiknya istirahat, tiduran agar darah banyak mengalir ke
otak, dan glukosa darah kadarnya naik kembali dari pemecahan glikogen hati. Jika
semangatnya tinggi, gejala-gejala tersebut tidak dihiraukan dapat menyebabkan pingsan. Hal
demikian terjadi karena sistem saraf pusat yang energinya tergantung gula tidak tercukupi.
Peristiwa demikian dapat terjadi pada orang yang tidak pernah melakukan latihan
intermittent dengan intensitas tinggi. Akan tetapi setelah latihan dua tiga kali latihan tidak
akan terjadi gejala menurunnya kadar gula darah. Melatih kemampuan memobilisir glukosa
darah akan lebih cepat dari pada melatih meningkatkan penggunaan glukosa. Pada saat
latihan akan banyak sel-sel darah yang pecah, baik sel darah merah, sel darah putih maupun
selpembekuan darah. Ketika menolak maupun mendarat benturan kaki dengan lantai
menyebabkan banyaknya butir darah yang pecah. Demikian juga benturan-benturan yang
lain misalnya dengan bola juga akan dapat menyebabkan pecahnya sel-sel darah. Jika latihan
dilaksanakan terus-menerus tidak ada hari untuk pemulihan maka sel-sel darah akan semakin
berkurang. Sebagai akibatnya adalah semakin menurunnya kadar Hb, dan imunitas atau daya
tahan terhadap penyakit infeksi menurun. Oleh karena itu dalam melaksanakan latihan, setiap
minggu perlu adanya satu hari istirahat, dengan tidur yang cukup.
e. Perubahan Pendistribusian Darah Selama Berlatih
Pada saat berlatih darah akan banyak mengalir ke otot-otot yang terlibat dalam gerak.
Darah akan berfungsi untuk mencukupi kebutuhan latihan seperti lemak, gula untuk
penyediaan energi dan membawa sisa-sisa metabolisme seperti air dan CO2. Darah yang
menuju ke pencernaan, ginjal, hati, kulit, otak akan dikurangi. Semakin tinggi intensitas,
darah yang ke otot akan semakin banyak.

d. Perubahan Pada Pernafasan


Pada saat latihan frekuensi pernafasan akan meningkat. Meskipun demikian frekuensi
pernafasan tidak akan dapat dipakai sebagai alat ukur intensitas latihan, karena pernafasan
dapat dimanipulasikan oleh seseorang. Pernafasan secara sadar dapat dipercepat, diperlambat,
atau diperdalam oleh kemauan seseorang. Akan tetapi jika pernafasan tidak dikendalikan
secara sadar sudah akan diatur secara otomatis oleh sistem saraf outonom. Pada saat berlatih
hawa tidal akan meningkat, atau pernafasan menjadi lebih dalam. Dengan pernafasan yang
lebih dalam maka tekanan udara dalam paru akan meningkat, sehingga difusi (pertukaran gas)
antara O2 dan CO2 juga akan meningkat. Meningkatnya hawa tidal disertai frekuensi
pernafasan yang meningkat maka ventilasi (udara yang masuk selama satu menit) juga akan
meningkat. Semakin tinggi intensitas latihan, frekuensi pernafasan juga akan semakin tinggi,
sehingga ventilasi juga akan semakin tinggi. Untuk beberapa cabang olahraga kemampuan
menahan nafas sangat diperlukan. Bila seseorang melakukan kerja yang bersifat powerfull
dan sesaat, maka ia harus dalam keadaan menahan nafas, begitu pula saat membidik. Kalau
kadar CO2 dalam darah tinggi, maka kemampuan menahan nafas tak akan lama, sehingga
pada orang lelah (kadar CO2 tinggi), akurasi dan powerfullnya menurun.Untuk dapat
meningkatkan penyerapan O2, dan pelepasan CO2 dapat memanipulasikan pernafasan.
Dengan sadar dapat menghirup udara lebih dalam, dan menambah frekuensi pernafasan.
Meskipun demikian O2 Yang masuk cukup banyak belum tentu segera dapat dipergunakan,
mengingat penggunaannya perlu banyak dan besarnya mitokondria dalam sel-sel otot. Jika
dalam keadaan normal memanipulasikan pernafasan tersebut dapat menyebabkan
terhambatnya pembuangan CO2, karena darah yang melewati jaringan. Jaringan tidak dapat
melepaskan O2 karena kebutuhan hanya sedikit. Dengan demikian pengangkutan CO2 akan
terganggu, karena darah masih bermuatan banyak O2.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131453190/pendidikan/Fisiologi+Latihan.pdf (tdk usah pake
dp yg ini)
http://fk.uwks.co.id/jurnal/daftar_edisi
Perubahan kardiovaskuler pada saat olahraga dapat disimpulkan dalam tabel berikut :

Variabel Kardiovaskular Perubahan Penyebab


Kecepatan denyut Terjadi akibat peningkatan aktivitas simpatis dari
meningkat
jantung penurunan aktivitas parasimpatis pada nodus SA.
Terjadi akibat vasokontriksi vena yang diinduksi oleh
Aliran balik vena meningkat saraf simpatis serta peningkatan aktivitas pompa otot
rangka dan pompa respirasi.
Terjadi akibat peningkatan aliran bailk vena melalui
mekanisme Frank-Starling (kecuali apabila waktu
pengisian berkurang secara bermakna akibat tingginya
Volume sekuncup meningkat
kecepatan denyut jantung) dan akibat peningkatan
kontraktilitas miokardium yang distimulasi oleh saraf
simpatis.
Terjadi akibat peningkatan kecepatan denyut jantung
Curah jantung meningkat
dan volume sekuncup.
Terjadi akibat vasodilatasi arteriol yang dikontrol
Aliran darah ke otot
secara lokal, yang diperkuat oleh efek vasodilatasi
rangka aktif dan otot meningkat
epinefrin dan kalahnya efek vasokontriksi simpatis
jantung
yang lebih lemah.
Terjadi karena stimulasi simpatis tidak berefek pada
tidak arteriol otak, mekanisme kontrol lokal
Aliran darah ke otak
berubah mempertahankan aliran darah ke otak konstan apaun
keadaannya.
Terjadi karena pusat kontrol hipotalamus menginduksi
arteriol kulit, peningkatan aliran darah kulit membawa
Aliran darah kekulit meningkat panas yang dihasilkan oleh otot yang berolahraga ke
permukaan tubuh, sehingga panas dapat disalurkan ke
lingkungan luar.
Aliran darah ke saluran
Terjadi akibat vasokontriksi arteriol yang diinduksi
pencernaan, ginjal dan menurun
oleh saraf simpatis secara umum.
organ lain
Terjadi karena resistensi di otot-otot rangka, jantung,
dan kulit menurun dengan tingkat lebih besar daripada
Resistensi perifer total menurun
peningkatan resistensi di organ-organ lain.
Tekanan darah arteri rata- meningkat Terjadi curah jantung meningkat lebih besar dari pada
rata (sedang) penurunan resistensi perifer total.
Pengaruh Aktivitas Fisik TerhadapRespon Sistem Respirasi

Bekerja dan bergerak merupakan fungsi tubuh. Untuk bekerja dan bergerak diperlukan
energi. Energi diperoIeh tubuh dari pembakaran zat makanan oIeh oksigen. Untuk memperoleh
zat makanan, orang cukup hanya dengan makan sehari tiga kali. Hal ini disebabkan karena zat
makanan dapat disimpan dalam sel-sel tubuh dalam jumlah yang cukup. Lain halnya dengan
oksigen yang tidak dapat disimpan. Oksigen harus selalu diambil dari udara dengan perantaraan
paru, darah dan sistem peredaran darah. Pada taraf kerja tertentu diperlukan sejumIah oksigen
tertentu. Makin tinggi taraf kerja, yang berarti makin banyak jumlah energi yang diperlukan,
makin banyak pula jumIah oksigen yang diperlukan. Kemampuan tubuh untuk menyediakan
oksigen, disebut kapasitas aerobik, terutama bergantung kepada fungsi sistem pernapasan, darah
dan sistem kardiovaskuler. Dalam pembentukan energi, terdapat dua macam proses yang dapat
ditempuh, yaitu proses aerobik, proses yang memer- lukan oksigen; dan proses anaerobik, proses
yang tidak memerlukan oksigen. Pada proses aerobik terjadi proses pembakaran yang sempuma.
Atom hydrogen dioksidasi menjadi H2O dan atom karbon dioksidasi menjadi CO2. Sisa
metabolisme tersebut dikeIuarkan dari tubuh melalui proses pernapasan . Energi yang diperoIeh
dari proses aerobik ini tidak dapat langsung digunakan otot sebagai sumber energi untuk
mengerut. Energi tersebut dengan proses lebih lanjut digunakan untuk sintesis ATP (adenosine
triphosphate) dan senyawa-senyawa berenergi tinggi yang lain. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan senyawa yang dapat menyimpan energi dalam jumlah yang besar. Proses
pemecahannya yang tidak memerlukan oksigen dengan menghasilkan energi yang besar itu
merupakan proses anaerobik. Energi yang dihasilkan dari pemecahan ATP ini dapat digunakan
sebagai sumber energi untuk mengerut oleh otot. Proses aerobik dan proses anaerobic tersebut
dalam tubuh selalu terjadi bersama-sama dan berurutan. Hanya berbeda intensitasnya pada jenis
dan tahap kerja tertentu.
Pada kerja berat yang hanya berlangsung beberapa detik saja, dan pada permulaan kerja
pada umumnya, proses anaerobik Iebih menonjol daripada proses aerobik. Pada keadaan kerja
tersebut, system kardiopulmonal beIum bekerja dengan kapasitas yang diperlukan. Untuk
penyesuaiannya, diperlukan waktu. Dengan demikian oksigen yang tersedia tidak mencukupi.
Maka keperluan akan energi terutama dicukupi dengan proses anaerobik. Pada keadaan kerja
tersebut terdapat "hutang" oksigen. "Hutang" ini akan dibayar sesudah berhenti bekerja, sehingga
orang sesudah berhenti bekerja masih terengah-engah dan denyut jantungnya masih cepat. Bila
pekerjaan diteruskan dengan taraf kerja yang tetap, refleks refleks tubuh akan mengatur fungsi
system kardiopuImonal untuk mencukupi jumlah oksigen yang diperlukan, sehingga dicapai
kerja steady-state. Pada kerja steady-state ini jumlah oksigen yang diperlukan tetap jumIahnya
dari waktu ke waktu. Bila taraf kerja ditingkatkan lagi dengan menambah beban kerja, pada saat
ditingkatkan tersebut terjadi "hutang" oksigen lagi dan kembaIi proses anaerobik lebih menonjoI.
Dan bila taraf kerja dipertahankan lagi pada taraf yang baru ini, akan terjadi lagi kerja steady-
state tetapi pada taraf yang lebih tinggi. Jumlah oksigen yang diperlukan pada taraf kerja yang
lebih tinggi ini juga lebih besar. Bila taraf kerja dinaikkan secara bertahap demikian dengan
setiap kali menambah beban kerja, suatu saat seluruh kapasitas sistem kardiopulmonal terpaksa
dikerahkan untuk memenuhi keperluan akan oksigen. Dalam hal demikian berarti kapasitas
aerobik maksimal telah dicapai. Bila beban kerja dinaikkan lagi, tubuh tidak dapat lagi
menambah persediaan oksigen. Maka kembali proses anaerobik akan Iebih menonjol daripada
proses aerobik. Taraf kerja demikian tidak boleh dipertahan- kan dalam waktu yang cukup lama
(beberapa menit) karena persediaan tenaga dalam tubuh akan habis dan orangnya mengalami
exhaustion. Proses anaerobik merupakan proses oksidasi yang tidak sempurna. Salah satu sisa
metabolismenya ialah asam laktat. Maka biIa proses anaerobic meningkat, kadar asam laktat
darah juga meningkat. Fungsi pernapasan agar baik, berolahraga merupakan cara yang sangat
baik untuk meningkatkan vitalitas fungsi baru. Olahraga merangsang pernapasan yang dalam dan
menyebabkan paru berkembang, oksigen banyak masuk dan disalurkan ke dalam darah,
karbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Seorang sehat berusia 50-an yang berolahraga teratur
mempunyai volume oksigen 20-30% lebih besar dari orang muda yang tidak berolahraga. Bila
seseorang mempunyai volume oksigen yang lebih banyak maka peredaran darahnya lebih baik,
sehingga otot-otot mendapatkan oksigen lebih banyak dan dapat melakukan berbagai aktivitas
tanpa rasa letih. Sudah diketahui banyak faktor yang dapat mengganggu kesehatan paru. Bahaya
yang ditimbulkan berupa rusaknya bulu getar di saluran napas, sehingga fungsi pembersihan
saluran napas terganggu. Bahan kimia tersebut juga dapat merusak sel-sel tertentu di alveola
yang sangat penting dalam pertahanan paru dan mengubah tatanan normal sel-sel di paru,
sehingga dapat menjurus menjadi kanker paru, serta menurunkan kemampuan/fungsi paru,
sehingga menimbulkan gejala sesak napas/ napas pendek. Seseorang apabila ingin hidup sehat,
maka harus selalu menjaga kesehatan paru: jagalah stamina dengan berolahraga teratur, cukup
istirahat, makanan yang bergizi, hindarilah menghisap rokok. Bernafas merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan dan merupakan aktivitas rutin yang selalu dilakukan oleh individu. Beda
kemampuan yang dimiliki tiap individu, tak menjadikan alasan untuk tidak melakukan dua
aktivitas tersebut. Jaringan, organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia bekerja sama untuk
mendukung setiap organisme, agar dapat melaksanakan tugasnya. Dengan latihan olahraga,
maka perubahan yang terjadi sehubungan dengan adaptasi dari system pernapasan adalah sebagai
berikut:
1. Pemakaian oksigen sangat meningkat, karena otot yang aktif mengoksidasi molekul nutrient
lebih cepat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energinya.
2. Produksi karbondioksida sangat meningkat karena otot yang lebih aktif melakukan
metabolisme memproduiksi lebih banyak karbondioksida
3. Ventilasi alveolus sangat meningkat.
4. Penyaluran oksigen ke otot sangat meningkat.
5. Pengurangan karbondioksida dari otot sangat meningkat
6. Frekuensi pernapasan juga sangat meningkat

Ventilsi alveolus dapat meningkat hingga 20 kali sewaktu olahraga berat untuk
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan penyerapan O2 dan pembuangan CO2. Penyebab
peningkatan ventilasi selama olahraga umumnya masih bersifat spekulatif. Tampaknya logis
logis bahwa perubahan pada “tiga besar” factor kimiawi-penurunan PO2, peningkatan Pco2, dan
peningkata H+ dapa menjadi penyabab meningkatnya ventilasi. Namun, tampaknya bukan hal ini
yang terjadi.
 Meskipun terjadi peningkatan mencolok pemakaian O2 selama olahraga, Po2 arteri tidak
berkurang tetapi tetap normal atau bahkan sedikit meningkat, karena peningkatan
ventilasi alveolus mengimbangi atau bahkan sedikit melebihi kecepatan konsumsi O2.
 Demikian juga, meskipun terjadi peningkatan nyata produksi CO2 selama olahraga
namun Pco2 arteri tidak meningkat bahkan tetap normal atau sedikit menurun, karena
CO2 tambahan dikeluarkan sama atau bahkan lebih cepat daripada produksinya yang
meningkat melalui peningkatan ventilasi.
 Selama olahraga ringan sampai sedang, konsentrasi H+ tidak meningkat, karena CO2
penghasil H+ dijaga konstan. Selama olahraga berat konsentrasi H+ agak meningkat
akibat pembebasan asam laktat penghasil H+ melalui metabolism anaerob di otot yang
aktif. Meskipun demikian, peningkatan konsentrasi H+ akibat pembentukan asam laktat
ini tidak cukup untuk menjadi penyebab peningkatan mencolok ventilasi ketika
berolahraga.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa tidak berubahnya ke-tiga factor regulatorik di atas
selama olahraga menunjukkan bahwa respons ventilasi terhadap olahraga sebenarnya sedang
dikontrol oleh factor-faktor ini, terutama oleh Pco2, karena factor ini normalnya adalah factor
control dominan pada keadaan istirahat. Sejumlah factor yang dapa meningkatkan ventilasi
selama olahraga, diantaranya:
1. Refleks yang berasal dari gerakan tubuh. Reseptor sendi dan otot yang tereksitasi selama
kontraksi otot secara refleks merangsang pusat pernapasan, meningkatkan ventilasi secara
mendadak. Bahkan gerakan pasif anggota badan (misalnya, seseorangsecara bergantian
meluruskan dan menekuk lutut orang lain) dapat meningkatkan ventilasi beberapa kali
lipat melalui pengaktifan reseptor-rseptor ini, meskipun yang bersangkutan tidak
melakukan olahraga yang sebenarnya. Karena itu, proses-proses mekanis selama olahraga
dipercayai berperan penting dalam mengoordinasikan aktivitas pernapasan dengan
peningkatan kebutuhan metabolic otot-otot yang aktif.
2. Peningkatan suhu tubuh. Banyak dari energy yang dihasilkan selama kontraksi otot
diubah menjadi panas dan bukan untuk melakukan kerja mekanis yang sesungguhnya.
Mekanisme pengeluaran panas misalnya berkeringatsering tidak dapat mengimbangi
peningkatan produksi panas yang menyertai aktivitas fisik, sehingga suhu tubuh sering
agak meningkat selama olahraga. Karena peningkatan suhu tubuh merangsang ventilasi
maka produksi panas terkait olahraga ini jelas berperan dalam respons pernapasan
terhadapa olahraga.
3. Pelepasan epinefrin.hormon medulla adrenal epinefrin juga merangsang ventilasi. Kadar
epinefrin dalam darah meningkat selama olahraga sebagai respons terhadap lepas-muatan
system saraf simpatis yang menyertai peningkatan aktivitas fisik.
4. Impuls dari korteks serebri. Khusunya pada awal olahraga, daerah motorik korteks
serebri dipercayai merangsang secara bersamaan neuron-neuron pernapasan medulla dan
mengaktifkan neuron-neuron motorik otot. Hal ini serupa pada penyesuaian
kardiovaskular yang dimulai oleh korteks motorik pada awal olahraga.

Anda mungkin juga menyukai