Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
JANUARI 2020
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FOLIKULITIS SUPERFISIAL

OLEH :
SITTI PUTRI SRIYANTI ASIS
111 2019 2052

PEMBIMBING
Dr. Soraya Bakri, Sp.KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Sitti Putri Sriyanti Asis

Stambuk : 111 2019 2052

Judul Refarat : Folikulitis Superfisial

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik


pada bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.

Makassar, 27 Januari 2020

Supervisior Pembimbing

dr. Soraya Bakri, Sp.KK, M.Kes


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel)

yang umumnya di sebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus.

Jenis penyakit ini digolongkan sebagai pyoderma. Folikulitis timbul

sebagai bintik – bintik kecil di sekeliling folikel rambut. Folikulitis itu

sendiri terbagi menjadi dua jenis yaitu superfisial dan dalam atau

deep. Superfisial dimaksudkan hanya pada sampai epidermis

rambut sedangkan profunda atau deep meliputi seluruh bagian dari

folikel rambut atau sampai bagian subkutan. Sebagian besar infeksi

hanya superfisial, yang hanya mempengaruhi bagian atas folikelnya.

Biasanya gatal dan jarang menimbulkan keluhan sakit. Folikulitis

dapat terjadi hampir pada seluruh tubuh dimana lebih sering terjadi

pada kulit kepala, dagu, ketiak dan extremitas. Folikulitis seringkali

di awali dengan kerusakan folikel rambut sebagai akibat dari

penyumbatan folikel rambut, gesekan pakaian ataupun bercukur.

Sekali cedera folikel akan lebih mudah terinfeksi oleh bakteri, ragi,

ataupun jamur. 1

Folikulitis superfisial merupakan salah satu jenis peradangan

folikel rambut yang terjadi pada infudibulum atau muara folikel

rambut, berbentuk kecil dan berkubah, biasanya pada kulit kepala


anak dan area cukur. Folikulitis superfisial dikenal juga dengan nama

impetigo Bockhart. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus yang ditandai dengan pustul kecil yang

dikelilingi eritema.

Folikulitis superfisial adalah jenis pyoderma dan digolongkan

dalam infeksi yang diakibatkan oleh bakteri. Hasil peradangan muara

folikel rambut menimbulkan pus atau infiltrat. Penyakit ini dapat

sembuh sendiri namun dapat menimbulkan skar dan rambut rontok

permanen. Perjalanan penyakit ini dapat sampai folikulitis dalam

bahkan sampai abses dan selulitis. 2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Folikulitis adalah peradangan atau inflamasi folikel rambut yang

dapat disebabkan oleh suatu infeksi, iritasi zat kimia atau cedera

fisik.

Pada folikulitis superfisial, peradangan terjadi pada bagian

permukaan dari folikel rambut. Gambaran kliniknya berupa pustul

berkonsistensi lunak tanpa rasa nyeri yang bisa sembuh dengan

sendirinya tanpa membekas di kulit. Gejala tersebut biasa timbul

pada kulit kepala pada anak-anak dan di daerah yang berambut. 3


2.2. Epidemiologi

Folikulitis superfisial sering terjadi, tetapi karena sering sembuh

sendiri sehingga pasien jarang datang ke dokter; oleh karena itu,

kejadian pastinya jarang diketahui. Pasien yang datang ke dokter

lebih sering mengalami folikulitis superfisial berulang atau persisten

atau folikulitis profunda. Meskipun kejadiannya tidak diketahui,

kondisi yang membuat pasien lebih rentan terkena folikulitis

termasuk karena sering bercukur, imunosupresi, dan dermatosis

yang sudah ada sebelumnya, penggunaan antibiotik jangka panjang,

pakaian oklusif dan / atau pembalut oklusif, paparan suhu lembab

panas, diabetes mellitus, obesitas, dan penggunaan EGF-R

inhibitor.4

Folikulitis terjadi pada orang dari ras apa pun5. Meskipun

sebagian besar kasus folikulitis tidak menunjukkan kecenderungan

seks, folikulitis barbae, folikulitis keloidalis nuchae, perifolikulitis

capitis abscedens et suffodiens, dan folikulitis eosinofilik lebih sering

terjadi pada pria, sedangkan folikulitis traksi lebih sering terjadi pada

wanita.

Folikulitis dapat ditemui pada segala usia; Namun, Malassezia

(Pityrosporum) folikulitis cenderung terjadi lebih sering pada remaja,

karena peningkatan aktivitas kelenjar sebasea pada remaja. 5, 6


2.3. Etiopatogenesis

Penyebab paling umum dari folikulitis termasuk infeksi (bakteri,

jamur, virus, dan parasit), gesekan dan penyebab lain trauma

folikuler, oklusi, dan obat yang diinduksi; Namun, banyak kasus

tetap idiopatik. Faktor predisposisi meliputi perubahan status imun,

cedera kulit sebelumnya, status karier stafilokokus, malnutrisi,

diabetes, obesitas, oklusi dengan penggunaan produk topikal,

penggunaan obat-obatan tertentu.7

Folikulitis karena suatu infeksi paling sering disebabkan oleh

kuman Staphylococcus aureus. Adapun klasifikasi follikulitis

berdasarkan kuman penginfeksinya :

1. Folikulitis bakteri :

a. Staphylococcus aureus

Periporitis Staphylogenes

Superfisial : Folikulitis stafilokokkus dan Bockhart

impetigo

Profunda : Sycosis, furunkel, karbunkel

b. pseudomonas aeruginosa (“Hot Tub” Folliculitis)

Folikulitis gram negatif

Folikulitis sifilitik

2. Folikulitis fungal

a. Dermatophytic folliculitis : Tinea kapitis, Tinea barbae,

Majocchi granuloma.
b. Folikulitis pityrosporum

c. Folikulitis kandida

3. Folikulitis viral

a. Folikulitis virus herpes simplex

b. Follicular molluscum contagiosum infestation

c. Demodicidosis 8

Penyebab dari folikulitis superfisial adalah Stap. Aureus. Secara

umum etiologi penyebab S. aureus patogenesis yang terjadi pada

penyakit jenis pyoderma itu sama. Namun ada faktor yang

mempengaruhi perjalanan penyakit ini seperti jenis kuman patogen,

letak anatominya, dan faktor pejamu.

Kolonisasi dari S. aureus bisa melalui transien dan terpapar dalam

waktu yang lama.S. aureus menghasilkan banyak komponen selular

dan extraselular dalam perjalan penyakitnya. Beberapa komponen

dari penyakit ini belum diketahui, kecuali beberapa variasi eksotoksin

dihasilkan dan melalui ekstraselular. Hasil dari koagulase,

leukosidin, alpha toksin, dan lain sebagainya , yang ditemukan di

kulit sama seperti S. aureus telah di isolasi dari selulitis stap as. Ada

beberapa faktor pejamu seperti imunosupresan, pengobatan

glukokortikoid, dan atopi memainkan peran dalam patogenesis dari

infeksi S. aureus.
Jaringan yang terbuka akibat cedera atau trauma seperti luka

operasi, luka bakar, dermatitis, adanya benda asing merupakan

faktor besar dalam patogenesis infeksi S. aureus. Koagulase

berperan penting dalam pembentukan abses dengan memproduksi

protrombin dan membentuk thrombin sekitar.

Terbentuknya koagulasi fibrin disekitar lesi mengahambat proses

peredaran darah sekitar dan mengakumulasi sel-sel inflamasi.

Akibatnya sel-sel sekitar menjadi nekrotik dan terbentuknya supurasi

fokal atau abses.9

2.4. Gejala Klinis

Keadaan umum pasien pada folikulitis superfisial adalah baik.

Follikulitis pustular superfisial dimanifestasikan dengan papul folikel

yang dengan cepat berkembang menjadi pustul. Umumnya

asimtomatik, namun pada beberapa kasus dapat timbul gatal ringan

yang dapat timbul akibat folikel rambut yang meradang.

Tanda dan gejala folikulitis bervariasi tergantung dari tipe

infeksinya. Follikulitis superfisial merupakan tipe folikulitis yang

menyerang bagian atas dari folikel rambut. Dapat berupa papul atau

pustul merah kecil yang berkelompok yang berkembang di sekitar

folikel rambut, blister berisi pus yang telah pecah dan ditutupi oleh

krusta, kulit merah dan meradang, serta terasa gatal.

Staphylococcus follikulitis merupakan tipe yang paling sering

dan ditandai dengan gatal, berwarna putih, pustul berisi pus yang
dapat timbul pada bagian tubuh mana saja yang memiliki folikel

rambut. Jika kelainan ini terkena pada daerah jenggot pria, makan

dinamakan barber’s itch. Folikulitis jenis ini terjadi ketika folikel

rambut terinfeksi oleh bakteri S. aureus. Meskipun S. aureus

merupakan bakteri flora normal di kulit, namun umumnya akan

menjadi masalah ketika bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh

melalui lesi terbuka, yang dapat timbul dari bekas mencukur,

garukan, atau luka-luka lainnya.10

Distribusi dari lesi follikulitis juga dapat bervariasi dan terjadi

pada daerah-daerah yang memiliki folikel rambut, antara lan: 11

 Wajah

S. aureus. Follikulitis gram negatif dapat timbul menyerupai

bahkan timbul bersama dengan acne vulgaris.

 Area janggut (beard area).

 Scalp

S. aureus, dermatofit.

 Leher

 Kaki

Biasanya pada wanita yang mencukur bulu kakinya.

 Trunkus

Biasanya setelah mencukur axila, dan pada punggung pasien

yang cukup lama berbaring (Folikulitis candidiasis)

 Pantat
Banyak terjadi folikulitis S. aureus, dermatofit.

2.5. Diagnosis

Anamnesis

Dalam anamnesis, ada beberapa hal yang penting untuk

ditanyakan pada kasus-kasus Folikulitis superfisial, di antaranya

sebagai berikut:

 Riwayat trauma pada bagian kulit yang terkena lesi. Riwayat

mencukur atau mencabut rambut di area janggut, ketiak, atau

betis (waxing) dapat memfasilitasi terjadinya infeksi pada follikel

rambut.

 Riwayat inflamasi pada bagian kulit tersebut baik dermatitis

maupun akne vulgaris.

 Riwayat oklusi terhadap area berambut yang dapat memfasilitasi

pertumbuhan mikroba misalnya penggunaan pakaian yang ketat,

pakaian berbahan plastik, plaster adhesi, posisi (posisi duduk

menyebabkan penekanan pada daerah pantat, posisi berbaring

menyebabkan penekanan pada punggung), oklusi yang alamiah

berupa lipatan pada daerah intertriginosa (axila, inframammary,

anogenital).

 Riwayat penggunaan preparat glukokortikoid topikal dan

antibiotik sistemik yang dapat menyebabkan pertumbuhan

bakteri-bakteri gram negatif serta yang bersifat imunosupresi.12


Pemeriksaan Fisis

1. Effloresensi

 Pada bagian tengah papul atau pustul terdapat follikel

rambut. Ruptur dari pustul akan menyebabkan erosi

superfisial atau krusta.

 Biasanya, hanya sebagian kecil dari regio folikel yang

terinfeksi.

 Infeksi superfisial sembuh tanpa jaringan skar, tetapi pada

pasien berkulit lebih gelap dapat timbul post inflamasi hipo

atau hiperpigmentasi.

 Infeksi yang lebih dalam dapat menyebabkan abses atau

furunkel.

2. Predileksi

 Wajah

 Area janggut

 Kulit kepala

 Leher

 Betis

 Badan

 Daerah pantat 13

Pemeriksaan Penunjang

Pada umumnya, follikulitis biasanya didiagnosis berdasarkan

keadaan klinisnya dan diterapi secara empiris. Namun, dalam kasus-


kasus yang gagal mengatasi infeksi dengan terapi standar,

pewarnaan Gram, kultur, tes KOH, atau Tzanck smear dapat

diperlukan. Sampel untuk pewarnaan gram dan kultur bakteri diambil

dari lesi pustul untuk kemudian dibiakkan dalam medium tertentu

(dikultur) untuk memastikan keberadaan bakteri tersebut. Hasilnya

akan di dapatkan gambaran coccus gram positif dari S. aureus,

namun hasil false negatif dapat terjadi.

Pada kasus-kasus suspek follikulitis stafilokokus yang kronis,

kultur dari nasal biasanya dilakukan. Kultur viral dan Tzanck smear

dilakukan untuk mendiagnosis Herpetic sycosis, keberadaan

multinucleat giant cell merupakan karakteristik dari infeksi herpes.14

Pemeriksaan Laboratorium

 Pewarnaan Gram. S. aureus: coccus gram positif. Fungi juga

dapat terlihat.

 Pemeriksaan KOH. Dermatofita: hifa, spora. M. furfur:

pembentukan ragi yang multipel; Candida: bentuk mycelial.

 Kultur bakteri: S. Aureus, P. aeruginosa; follikulitis gram negatif:

Proteus, Klebsiella, Escherichia coli. Pada kasus-kasus

follikulitis kronik yang berulang, dilakukan kultur nasal dan regio

perianal untuk S. aureus carriage.

 Kultur Fungi: Dermatofita; C. albicans.

 Kultur Viral: Herpes Simplex Virus (HSV)


Pemeriksaaan Histopatologi

Pada beberapa kasus namun jarang dilakukan, biopsi dari lesi

pustular yang akut dapat diperlukan untuk diagnosis definitif.

Follikulitis superfisial (impetigo Bockhart) memiliki gambaran

histologi berupa pustul subkorneum pada muara follikel yang berisi

infiltrat inflamasi yang didominasi oleh neutrofil.

Dalam hal dermatopathologynya, ada beberapa hal yang

harus evaluasi antra lain, apakah ada mikroorganisme, infiltrat

inflamasinya dominan di follikel atau di perifollikel, apakah proses

inflamasinya merupakan proses supurasi akut (neutrofil), limfositik

kronik, atau granulomatous, apakah ada struktur pilosebasea yang

dirusak.14

2.6. Diagnosis Banding

1. Tinea barbae

Barbae Tinea adalah penyakit infeksi jamur pada daerah

berjenggot dan leher, sehingga penyakit ini banyak terjadi apada

pria. Tinea barbae umunya terjadi pada daerah tropis. Pada

tinea barbae terlihat inflamasi pada nodul atau pustule multiple

terdapat pula kerak yang menutupi permukaan kulit (kerion

Celsi), serta keadaan rambut yang longgar dan mudah dicabut.


15
2. Tinea capitis

Tinea kapitis adalah infeksi jamur pada kulit kepala,

terutama pada anak pra-sekolah (3-7 tahun) namun dapat pula

menyerang orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh kelompok

jamur yang biasanya hidup pada kulit (dermatofita) yang tumbuh

dengan cepat. Gejala tinea capitis dapat berupa gatal, rambut

rontok, terdapat titik-titik hitam (bagian rambut rusak di kulit

kepala), kerak kuning (favus), kasar, serta terdapat penebalan

pada daerah yang meradang (kerion).16


3. Acne vulgaris

Peradangan kronis dari folikel polisebaseus, disertai

penyumbatan dan penimbunan keratin dengan komedo, pustule,

nodul, dan kista. Acne vulgaris dapat bermanifestasi di wajah,

dada, dan punggung. Acne vulgaris pada wajagh dapat

mengenai daerah kepala pada tepi permukaan rambut kepala.17

2.7. Tatalaksana

Folikulitis superfisial dapat sembuh sendiri tanpa jaringan

parut. Infeksi akut Staphylococcus dapat diterapi dengan antibiotik,

baik sistemik maupun topikal. Antibiotik sistemik yang biasa

digunakan seperti flukloksasilin atau eritromicin, sedangkan

antibiotik topikal yang biasa digunakan seperti mupirocin, asam

fucidat, atau neomycin. Hal yang penting diperhatikan dalam kasus

ini adalah bagaimana meningkatkan kebersihan diri, yang dapat

dilakukan dengan mandi dengan menggunakan sabun antiseptik dan

penggunaan chlorhexidine pada kulit.


Pustul superficial biasanya akan pecah dan terbentuk drain

spontan tetapi banyak pasien sembuh dengan drainase dan terapi

topikal. Bactroban (mupirocin) salep dan Cleocin topikal adalah

terapi yang efektif. Permukaan kulit pada daerah yang lecet dan

eksematous dapat diterapi dengan menggunakan mupirocin topikal,

dindamycin topikal, atau chlorhexidin topikal. Kasus yang kronis dan

berulang lebih sulit diterapi. Bila drainase dan terapi topikal gagal

atau bila terjadi infeksi pada jaringan lunak, sefalosforin gerenasi

pertama atau dicloxacilin dapat diberikan, kecuali diduga MRSA. Bila

terjadi inflamasi akut, panas, dan basah pada daerah lesi, dapat

diberikan larutan Burow yang diencerkan 1:20.

Terapi topikal

 eritromicin topikal : ointment 2% (25g)

 asam fusidat

 klindamicin topikal : gel/lotion/topikal solution 1%, topical foam

2% (anak <12 tahun tidak dianjurkan) 3


Sistemik

1. Dewasa

 Ciprofloxacin :Untuk kulit :ringan/sedang: 500 mg per oral

12 jam atau 400 mg IV 12jam untuk 7-14 hari

 Dicloxacillin :Indikasi untuk infeksi Staphylococcus aureus

: 125-500 mg per oral tiap 6 jam.

2. Anak

 Ciprofloxacin : Tablet : 250mg 500mg 750mg

 rifampin : kapsul: 150mg 300mg,

 dicloxacillin untuk infeksi S. aureus, <40 kg: 12.5-25

mg/kg/day Per oral tiap 6 jam Infeksi berat: 50-100

mg/kg/hari Per oral tiap 6 jam >40 kg: As adult; 125-500

mg per oral setiap 6 jam Minum dalam perut kosong 3,18

2.8. Prognosis dan Komplikasi

Prognosis follikulitis superficial secara umum adalah baik karena

kebanyakan penyakit ini sembuh tanpa terapi.


Komplikasi dari folikulitis jarang terjadi; Namun dapat

menyebabkan hal-hal berikut :

 Infeksi Berulang

Infeksi berulang dapat terjadi kembali akibat pengobatan tidak

teratur atau menghilangkan faktor pencetus.

 Folikulitis profunda

Lesi yang tidak terobati atau faktor system kekebalan pejamu

yang menurun, panyakit ini dapat berlanjut menjad furunkel atau

bahkan celulitis dan abses.

 Skar dan folikel rambut yang rusak

Folitculitis yang berulang dan parah dapat menimbulkan

kerusakan folikel rambut yang berujung dengan timbulnya skar


warna kulit akan lebih gelap dari sekitarnya dan tentunya akan

terjadi rambut yang tidak tumbuh secara permanen. 3


BAB III

KESIMPULAN

Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut

(folikel) yang umumnya di sebabkan oleh bakteri staphylococcus

aureus. Jenis penyakit ini digolongkan sebagai pyoderma. Folikulitis

timbul sebagai bintik – bintik kecil di sekeliling folikel rambut.

Folikulitis itu sendiri terbagi menjadi dua jenis yaitu superfisial dan

dalam atau deep. Superfisial dimaksudkan hanya pada sampai

epidermis rambut sedangkan profunda atau deep meliputi seluruh

bagian dari folikel rambut atau sampai bagian subkutan. Sebagian

besar infeksi hanya superfisial, yang hanya mempengaruhi bagian

atas folikelnya. Biasanya gatal dan jarang menimbulkan keluhan

sakit. Folikulitis dapat terjadi hampir pada seluruh tubuh dimana lebih

sering terjadi pada kulit kepala, dagu, ketiak dan extremitas.

Folikulitis seringkali di awali dengan kerusakan folikel rambut

sebagai akibat dari penyumbatan folikel rambut, gesekan pakaian

ataupun bercukur. Sekali cedera folikel akan lebih mudah terinfeksi

oleh bakteri, ragi, ataupun jamur. 1

Folikulitis superfisial merupakan salah satu jenis peradangan

folikel rambut yang terjadi pada infudibulum atau muara folikel

rambut, berbentuk kecil dan berkubah, biasanya pada kulit kepala

anak dan area cukur. Folikulitis superfisial dikenal juga dengan nama
impetigo Bockhart. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus yang ditandai dengan pustul kecil yang

dikelilingi eritema.

Folikulitis superfisial adalah jenis pyoderma dan digolongkan

dalam infeksi yang diakibatkan oleh bakteri. Hasil peradangan muara

folikel rambut menimbulkan pus atau infiltrat. Penyakit ini dapat

sembuh sendiri namun dapat menimbulkan skar dan rambut rontok

permanen. Perjalanan penyakit ini dapat sampai folikulitis dalam

bahkan sampai abses dan selulitis. 2

Folikulitis superfisial dapat sembuh sendiri tanpa jaringan parut.

Infeksi akut Staphylococcus dapat diterapi dengan antibiotik, baik

sistemik maupun topikal. Antibiotik sistemik yang biasa digunakan

seperti flukloksasilin atau eritromicin, sedangkan antibiotik topikal

yang biasa digunakan seperti mupirocin, asam fucidat, atau

neomycin. 3,18
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,

edisi Kelima, cetakan pertama, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2007, Hal 59 – 60.

2. Stollery N. Skin infections. Practitioner. 2014 Apr. 258(1770):32-3

3. Craft N, Lee PK, Zipoli MT. Superficial Cutaneus Infections and

Pyodermas In : Wolff K, Katz SI. Gilchrest, Paller BA, Leffell DJ.

Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7thed: McGraw Hill;

2019. Pg. 2722-2723

4. Nervi SJ, Schwartz RA, Dmochowski M. Eosinophilic pustular

folliculitis: a 40 year retrospect. J Am Acad Dermatol. 2006

5. Sun KL, Chang JM. Special types of folliculitis which should be

differentiated from acne. Dermatoendocrinol. 2017. 9

6. Rubenstein RM, Malerich SA. Malassezia (pityrosporum) folliculitis.

J Clin Aesthet Dermatol. 2014 Mar. 7 (3):37-41

7. Fox GN, Stausmire JM, Mehregan DR. Traction folliculitis: an

underreported entity. Cutis. 2007 Jan. 79(1):26-30.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Folliculitis In : James WD, Berger

TG, Elston DM, eds. Andrews’ disease of the skin Clinical

Dermatology. 10th ed. Canada : El Sevier; 2006. p: 252


9. Airlangga Universitas, ATLAS Penyakit Kulit dan Kelamin, SMF

Penyakit Kulit dan Kelamin Universitas Airlangg, Surabaya, 2007, hal

30 – 33

10. Sumaryo Sugastiasri, Pioderma, Quality for Undergraduated

Education Project Bacth III FK Universitas Dipenogor, Semarang,

2001, hal 11 – 12.

11. Madke B, Gole P, Kumar P, Khopkar U. Dermatological Side Effects

of Epidermal Growth Factor Receptor Inhibitors: 'PRIDE' Complex.

Indian J Dermatol. 2014 May

12. Fabbrocini G, Panariello L, Caro G, Cacciapuoti. Acneiform Rash

Induced by EGFR Inhibitors: Review of the Literature and New

Insights. Skin Appendage Disord. 2015.

13. ong H, Duncan LD. Cytologic findings in Demodex folliculitis: a case

report and review of the literature. Diagn Cytopathol. 2006

14. Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial Infections In : Burns T, Breathnach

S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed.

Australia: Blackshell Publishing Company; 2005. Pg. 27.20-22

15. Ogunbiyi A. Pseudofolliculitis barbae; current treatment options. Clin

Cosmet Investig Dermatol. 2019.

16. Laureano AC, Schwartz RA, Cohen PJ. Facial bacterial infections:

folliculitis. Clin Dermatol. 2014

17. Kircik LH. Advances in the Understanding of the Pathogenesis of

Inflammatory Acne. J Drugs Dermatol. 2016


18. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2012. Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta;

Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai