Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau selaput bening


mata yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan
tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah
mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak
dengan benda asing, misalnya kontak lensa.1
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi
terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri,
dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan
riwayat atopi. Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata. Tandanya,
selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali
dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.1
Konjungtivitis alergi yang musiman dan yang berkelanjutan adalah jenis
yang paling sering dari reaksi alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman
sering disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini
timbul khususnya pada musim semi atau awal musim panas. Serbuk sari gulma
bertanggung jawab pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal
musim gugur. Alergi mata merah yang berkelanjutan terjadi sepanjang tahun;
paling sering disebabkan oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.2
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius
dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-
laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma,
atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi
dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya
lagi pada umur dewasa muda.2
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan).
Kami menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal
memiliki satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan
(misalnya asma, demam rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir
hidung permanen). Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa
biasanya kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan
bumi utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi).
Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih menyerang pada musim gugur dan
musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien mengalami gejala sepanjang tahun,
mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea limbus.2 Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan
oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera
di bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Histologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis yang melapisi permukaan
dalam kelopak mata dan permukaan anterior mata. Selain berfungsi sebagai
pelindung, konjungtiva memungkinkan kelopak mata untuk bergerak dengan
mudah. Epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel kolumnar
dan lamina basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan
airmata secara merata di seluruh prekornea. (Vaugan, 2011).
Konjungtiva dapat dibagi menjadi kedalam tiga bagian. Konjungtiva
palpebralis adalah lapisan pada permukaan dalam kelopak mata.
Konjungtiva bulbar adalah lapisan yang melapisi permukaan anterior mata
dari limbus sampai sklera anterior. Konjungtiva bulbar dan konjungtiva
palpebralis bertemu pada fornik superior dan inferior (Klintworth,
Cummings, 2007).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid dan satu
lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa
tempat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring) yang
struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak didalam stroma.
Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas dan sedikit ada di
forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas tarsus atas (Riordan-
Eva, 2000).

Gambar 2.1 Anatomi Konjungtiva


Vaskularisasi dan Inervasi Konjungtiva
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh
limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan
bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama
nervus lima. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit (Vaughan,
2011).

Gambar 2.2 Vaskularisasi Konjungtiva

2.2. Definisi Konjungtivitis


Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva dan dapat
diakibatkan oleh karena allergi, virus, bakteri, maupun akibat kontak dengan
benda asing dan mengakibatkan timbul keluhan mulai dengan mata merah,
gatal, produksi air mata yang meningkat hingga perubahan anatomi pada

konjungtiva.3,4
Konjungtivitis vernal merupakan salah satu bentuk konjungtivitis alergi
yang berulang khas musiman, bersifat bilateral, sering pada orang dengan
riwayat alergi pada keluarga, sering ditemukan pada anak laki yang berusia
kurang dari 10 tahun, diperkirakan diseluruh dunia insiden konjungtivitis
vernal berkisar antara 0,1 % – 0,5 % dan cenderung lebih tinggi di negara

berkembang.1,2,3 Pada bumi belahan utara lebih sering pada musim panas
dan musim semi, sedang pada bumi belahan selatan lebih sering pada musim
gugur dan musim dingin. Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat
reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.

2.3. Klasifikasi Konjungtivitis Vernalis


Terdapat dua bentuk utama konjngtivitis vernalis (yang dapat berjalan
bersamaan), yaitu :
1. Tipe palpebra
Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar yang disebut cobble stone yang diliputi sekret
yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan
kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini
tampak sebagai tonjolan besegi banyak dengan permukaan yang rata dan
dengan kapiler di tengahnya.
Pada beberapa tempat akan mengalami hiperlpasi dan diberbagai
tempat terjadi atrofi, perubahan mendasar terdapat di substansia propia,
dimana substanti propia ini mengalami infiltrasi oleh sel-sel limfosit
plasma dan eosinafil. Pada stadium yang lanjut jumlah sel-sel lapisan
plasma dan eosinafil akan semakin meningkat sehingga terbentuk tonjolan-
tonjolan jaringan di daerah tarsus dengan disertai pembentukan pembuluh

darah baru kapiler ditengahnya.3,4


Gambar 2.3. Konjungtivitis vernalis. Papilla ”cobble stone” di konjungtiva
tarsalis superior.(5)

2. Tipe Limbal
Terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe
palpebral. Pada bentuk limbal ini terjadi hipertrofi limbal yang membentuk
jaringan hiperplastik gelatine. Hipertrofi limbus ini disertai bintik-bintik
yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebagai Horner-Trantas
dots yang merupakan degenerasi epithel kornea, atau eosinafil dengan

bagian epithel limbus kornea.3,4


Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya
radang interstisial terutama oleh reaksi hipersensitif tipe I. Tahap awal
konjutngtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi dalam fase ini terjadi
pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh
satu lapis sel epithel dengan degenerasi hyalin serta pseudo membran milky
white.
Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh

sel-sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.4,5 Tahap lanjut akan dijumpai
sel-sel mononuclear serta limfosit, makrofag. Sel mast dan eosinafil
terdapat dalam jumlah besar dan terletak superfisial, sebagian besar sel
mast dalam kondisi terdegranulasi. Fase vaskuler dan seluler akan segera
diikuti oleh deposisi kolagen, dan peningkatan vaskularisasi, hiperplasi

jaringan ikat terus meluas membentuk giant papil.3,4,6

Gambar 2.4 Horner-Trantas dots pada konjungtivitis vernal.

2.4. Etiologi Konjungtivitis Vernalis


Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada
musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya
dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.(4)

2.5. Patofisiologi Konjungtivitis Vernalis


Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya
radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I
dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang
dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang
menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini
akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini
akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak
buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal,
oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus
yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat
vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang
berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan
menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells limbus.
Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada
penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya
pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga terdapat kista-kista kecil yang
dengan cepat akan mengalami degenerasi.(3)

2.6. Gambaran Histopatologi Konjungtivitis Vernalis


Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi.
Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan
pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi
mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white.
Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN,
eosinofil, basofil, dan sel mast.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis
mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan
sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa
nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel
eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan
konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi
hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di
fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan
siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi
kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta
reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar
maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara
nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen
maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya
berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak
beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan
mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian
akan mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar
terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel
PMN dan limfosit. (3)

2.7. Manifestasi Klinis


Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan berair mata
berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami,
eczema, dan lain-lain) dan kadang-kadang pada pasien muda juga. Konjungtiva
tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva
tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa
mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan
mengandung berkas kapiler.
Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa
(tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro
turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan
gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada
kornea dekat papilla limbus. Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik putih
yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis
selama fase aktif dari penyakit ini.
Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan
limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut pada
konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani krioterapi, pengangkatan
papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat merusak konjungtiva. (2)
2.8. Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a. Pemeriksaan klinis didapatkan anamnesis keluhan utamanya adalah mata
merah kecoklatan/kotor.
b. Pemeriksaan pada palpebra didapatkan hipertrofi papiler, cobble stone,
giant’s papilae. Pada konjungtiva bulbi warna merah kecoklatan dan kotor
pada fissura interpalpebralis. Pada limbus didapatkan Horner-Trantas dots.
c. Hasil pemeriksaan laboratorium atau kerokan konjungtiva atau getah mata
didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul. Pada pemeriksaan darah
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.3

2.9. Diagnosis Banding


Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat berbeda dengan
trakhom dan konjungtivitis folikularis, namun seringkali gejalanya
membingungkan dengan dua penyakit tersebut. Trakhom ditandai dengan
banyaknya serabut-serabut sejati yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis
vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakhom, eosinofil tidak tampak pada
kikisan konjungtiva maupun pada jaringan, sedangkan pada konjungtivitis
vernal, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom meninggalkan parut-parut pada
tarsal, sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat ditangani.
Tanda konjungtivitis folikularis adalah edema, sedangkan tanda
konjungtivitis vernal adalah infiltrasi selular. Folikularis memiliki karakteristik
sedikit eosinofil, tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada
peningkatan sel mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil,
sedangkan konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya tiga serangkai,
yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil, dan adanya eosinofil
pada jaringan.6
Tabel 1. Diagnosis banding; Trakoma, Konjungtivitis folikularis,
Konjungtivitis vernal.1

Konjungtivitis Konjungitvitis
Trakoma
folikularis vernal
Gambaran (kasus dini) papula kecil atau Penonjolan Nodul lebar datar
lesi bercak merah bertaburan merah-muda dalam susunan
dengan bintik putih-kuning pucat tersusun “cobble stone” pada
(folikel trakoma). Pada teratur seperti konjungtiva tarsal
konjungtiva tarsal (kasus deretan “beads” atas dan bawah,
lanjut) granula (menyerupai diselimuti lapisan
butir sagu) dan parut, susu
terutama konjungtivatarsal
atas
Ukuran Penonjolan besar lesi Penonjolan Penonjolan besar
lesi konjungtiva tarsal atas dan kecil terutama tipe tarsus atau
Lokasi lesi teristimewa lipatan retrotarsal konjungtiva palpebra;
kornea-panus, bawah tarsal bawah konjungtiva tarsus
infiltrasi abu-abu dan dan forniks terlibat, forniks
pembuluh tarsus terlibat. bawah tarsus bebas. Tipe limbus
tidak terlibat. atau bulbus; limbus
terlibat forniks
bebas, konjungtiva
tarsus bebas (tipe
campuran lazim)
tarsus tidak terlibat

Tipe Kotoran air berbusa atau Mukoid atau Bergetah, bertali,


sekresi “frothy” pada stadium lanjut. purulen seperti susu
Pulasan Kerokan epitel dari Kerokokan Eosinofil
konjungtiva dan kornea tidak karakteristik dan
memperlihatkan ekfoliasi, karakteristik konstan pada
proliferasi, inklusi seluler. (Koch-Weeks, sekresi
Morax-
Axenfeld,
mikrokokus
kataralis
stafilokokkus,
pneumokokkus)
Penyulit Kornea: panus, kekeruhan Kornea: ulkus Kornea: infiltrasi
atau kornea, xerosis, kornea kornea kornea (tipe limbal)
sekuela Konjungtiva: simblefaron Palpebra: Palpebra:
Palpebra: ektropion atau blefaritis, pseudoptosis (tipe
entropion trikiasis ektropion tarsal)

2.10. Penatalaksanaan Konjungtivitis Vernal


Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri. Tetapi medikasi yang
dipakai terhadap gejala hanya memberikan hasil jangka pendek, karena dapat
berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. Penggunaan steroid
berkepanjangan ini harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak,
hingga ulkus kornea oportunistik.

1. Nonfarmakologi
a. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-
mediator sel mast yang dapat memperburuk kondisinya.
b. Mengidentifikasi alergen dan menghindari faktor-faktor lingkungan
atau alergen yang dapat memperburuk penyakit.
c. Menghindari paparan terhadap faktor-faktor pemicu yang tidak
spesifik, seperti matahari, angin, dan air garam, dengan menggunakan
kacamata hitam, topi dengan visor, dan kacamata renang jika
diperlukan.
d. Kompres dingin di daerah mata dapat membantu sebagai dekongestan
alami dan air mata buatan membantu dalam stabilisasi air mata juga
bermanfaat sebagai pencuci mata juga berfungsi protektif karena
melarutkan konsentrasi alergen dan mediator dalam air mata
e. Merencanakan liburan di iklim yang cocok, menghindari daerah
berangin kencang yang biasanya juga membawa alergen seperti
serbuksari.

2. Farmakologi
o Pada fase akut dapat diberikan kortikosteroid mata tiap 2 jam
selama 4 hari. Obat lain: Sodium cromaglycate 2 %: 4-6 x 1
tetes/hari, Iodoxamide tromethamie 0,1%, Levocabastin,
Cyclosporin.
o Pada kasus berat dapat juga diberikan anti histamin dan steroid oral.

a. Topikal
Tabel 2.1 Topical ocular allergy medications for the treatment of vernal
keratoconjunctivitis
Class Drug Indication Comments
Vasoconstrictor/ Naphazoline/  Rapid onset of  Short duration of
antihistamine pheniramine action action
combinations  Episodic itching  Tachyphylaxis
and redness  Mydriasis
 Ocular irritation
 Hypersensitivity
 Hypertension
 Potential for
inappropriate patient
use
Antihistamines Levocabastine  Relief of itching  Short duration of
Emedastine  Relief of signs and action
symptoms  Frequently does not
provide complete
disease control when
used alone
Mast cell Sodium Relief of signs and  Long-term usage
stabilizers cromoglicate symptoms  Slow onset of action
Nedocromil  Prophylactic dosing
Lodoxamide  Frequently does not
NAAGA provide complete
Pemirolast disease control when
used alone
Antihistamine/ Alcaftadine  Relief of itching  Bitter taste
mast cell Azelastine  Relief of signs and (azelastine)
stabilizers (dual- Bepotastine symptoms  No reported serious
acting) Epinastine side effects
Ketotifen  Frequently does not
Olopatadine provide complete
disease control when
used alone
Corticosteroids Loteprednol  Treatment of  Risk for long-term
Fluormetholone allergic side effects
Desonide inflammation  No mast cell
Rimexolone  Use in moderate to stabilization
Dexamethasone severe forms  Potential for
Betamethasone inappropriate patient
use
 Requires close
monitoring
b. Sistemik
Perawatan sistemik dengan antihistamin oral atau antileukotrien
dapat mengurangi keparahan flare-up dan hiper-reaktivitas
umum. Antagonis reseptor H 1 generasi pertama dapat meredakan gatal
mata, tetapi bersifat menenangkan dan memiliki efek antikolinergik
seperti mulut kering, mata kering, penglihatan kabur dan retensi
urin. Antihistamin generasi kedua menawarkan kemanjuran yang sama
dengan pendahulunya, tetapi dengan efek sedasi yang rendah dan
kurangnya aktivitas antikolinergik. Obat-obatan ini termasuk
acrivastine, cetirizine, ebastine, fexofenadine, loratadine dan
mizolastine.
Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk
mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi
dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada
kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.

2.11. Komplikasi Konjungtivitis Vernal


Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial
sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan
sikatriks yang ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan
menurun. Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh
permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang,
sering menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.5

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Konjungtivitis vernal adalah salah satu bentuk konjungtivitis alergi akibat
reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat
rekuren.
2. Konjungtivitis vernal terdapat 2 tipe yaitu tipe palpebra dan tipe limbal. Tipe
palpebral mengenai konjungtiva tarsal superior dan terdapat pertumbuhan
papil yang besar yang disebut cobble stone. Sedangkan tipe limbal terjadi
hipertrofi limbal yang membentuk jaringan hiperplastik gelatine, hipertrofi
limbus ini disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol, keputihan (Horner-
Trantas dots).
3. Diagnosis konjungtivitis vernal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
4. Penatalaksanaan konjungtivitis vernal pada fase akut dapat diberikan
kortikosteroid, selanjutnya diberikan obat lain misalnya Sodium
Cyclosporin. Pada kasus berat dapat diberikan anti histamin dan steroid oral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188.
2. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya
Medika,2000.Hal268, 274-287.
3. Kanski JJ, Bowling B. 2011. Clinical Opthalmology Ed-7. Elsevier

Anda mungkin juga menyukai