Anda di halaman 1dari 46

ANALGESIK

BAGIAN FARMAKOLOGI

FK UNISSULA
Nyeri

• Menurut International Association for the Study of


Pain (IASP) nyeri merupakan pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan.
Patofisiologi Nyeri
1. Transduksi
• Proses inflamasi akan menyebabkan teraktifasinya reseptor
nyeri akibat proses kimiawi
2. Transmisi
• Proses penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan oleh serabut
A delta bermielin dan serabut C tak bermielin
3. Modulasi
• Pada tahap ini impuls akan mengalami fase penyaringan
intensitas di medula spinalis sebelum dilanjutkan ke korteks
serebri
4. Persepsi
• Proses ini merupakan tahap akhir dari semua proses
Reaksi Inflamasi

• Respon Inflamasi merupakan tahap pertama


penyembuhan luka
• Pada tahap ini terjadi respon baik berupa respon
vaskular maupun selular yang diperantarai oleh
mediator kimia
• Jaringan yang mengalami inflamasi memiliki ciri-ciri
seperi kemerahan (rubor), suhu meningkat (calor),
nyeri (dolor) dan mampu mengakibatkan disfungsi
organ yang bersangkutan (functio laesa)
Anti Nyeri/Analgetik
• Analgetika zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan
anastetika umum) :
1. Analgetik Perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral OAINS,
analgesik non opioid
2. Analgetik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa
nyeri hebat
OAINS

• Banyak di gunakan untuk mengobati penyakit


reumatik menekan tanda dan gejala radang
• Juga bermafaat untuk efek analgetik dan
antipiretik
• FDA: tidak semua OAINS di setujui efek samping
• Dalam perkembangannyacukup banyak
ditemukan obat yang meningkatkan potensi dan
mengurangi toksisitas
Struktur kimiawi OAINS
Farmakodinamik

Aktivitas antiinflamasi
1. inhibisi biosintesis prostaglandin
2. Inhibisi kemotaksis
3. penurunan produksi interleukin 1
4. penurunan produksi radikal bebas dan
superoksida
Mekanisme Kerja OAINS
Aspirin
• Jarang digunakan sebagai antiinflamasi masalah keamanan
• Farmakokinetik: salisilat lebih cepat diabsorbsi dilambung,
mencapai kadar puncak 1-2 jam, dihidrolisis/waktu paruh
serum 15 menit
• Kerja: penghambat non selektif COX, agregasi trombosist
• Analgesik: nyeri ringan-sedang, antipiretik tidak begitu tampak
• Efek antitrombosit: bertahan 8-10 hari
Indikasi: Efek samping:
1. efek analgesik, antipiresis 1. gangguan lambung dan
dan antiinflmasi duodenum
2. menurunkan insiden 2. peningkatan enzim hati
serangan iskemik transien
3. Penurunan fungsi ginjal
3. trombosis arteria
4. Perdarahan ruam
koronaria infark miokard
5. antitrombosit
Salisilat tak terasetilisasi

• Antiinflamasi yang efektif tidak se-efektif aspirin


(penghambat COX)
• Alternatif pada pasien asma, kecendrungan
perdarahan, disfungsi ginjal (pengawasan)
• Dosis sama dengan aspirin
Penghambat selektif COX 2

• Dikenal gol coxib


• Menghambat kerja biosintesis prostaglandin COX
2 tanpa mengganggu COX 1 (faktor pelindung
sal. Cerna, ginjal, trombosit)
• Mirip dengan OAINS non selektif COX tapi efek
samping yang kurang
• Penggunanaan tetap hati-hati kadang toksik
ginjal
1. celecoxib
• 10-20 kali lebih efektif
• Dapat menimbulkan ruamsulfonamid
• Efek samping yang minimal
• Tidak timbulkan efek edema/efek pada ginjal
2. etoricoxib
• Generasi kedua dengan inhibisi COX 2 terbaik
• Dimetabolisme di hati, ekskresi di ginjal, waktu paruh 22 jam
• Memiliki keamanan yang mirip dengan coxib lainya
3. meloksicam
• Enolkarboksamida berikatan dengan peroxicam
lebih menghambat COX 2 dari pada COX 1
• Tidak sebaik coxib lainya
• Lebih sedikit timbulkan gejala sal.cerna daripada
diklofenak, piroxicam, naproxen
• Efek penghambat tromboksan A2 ringan
4. valdecoxib
• Penghambat cox 2 sangat selektif
• Efek samping sal.cerna sama dengan coxib
lainnya
• Tidak etrdapat efek agregasi trombosit
• Di tarik di AS: terjadi efek pada kardiovaskuler
dan SSJ
Penghambat COX non selektif

1. diklofenak
• Turunan asam fenilasetat
• Tidak selektif menghambat COX
• Sering terjadi efek samping sal cerna,
perdarahan samar sal.cerna, ulkus sal.cerna
• Kombinasi dengan misoprostole, omeprazole
menurunkan efek pada TGI
2. diflunisal
• Obat ini sering digunakan anti nyeri untuk kanker metastase
tulang, operasi gigi M3
• Hati-hati: gangguan fungsi ginjal dan hati
3. etodolac
• rasio aktivitas COX 2/COX 1= 10 (lebih sedikit efektif inhibit
COX2)
• Lebih sedikit toksisitas lambung
• Efektif pada nyeri post op by pass arteri coronaria
4. fenoprofen
• Turunan asam proprionat
• Paling sering menimbulkan nefritis interstisial
• Jarang digunakan
5. flubiprofen
• Turunan asam proprionat dengan mekanisme kerja lebih rumit
• Tersedia dalam topikal mata, tablet hisap
• Efek samping serupa dengan yang lain
6. ibuprofen
• Turunan fenilpropionat
• Efek antiinflamasi setara dengan 4 gr aspirin
• Efek terhadap TGI lebih jarang dibanding
dengan aspirin
• Hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal
7. indometasin
• Antiinflamasi penghambat non seletif COX
• Menghambat fospolipase A dan C
• Indikasi khusus: reumatik, gout, spondilitis ankilosa
• Efek sal.cerna: nyeri abdomen, perdarahan, pankreatitis
8. ketoprofen
• Turunan asam proprionat yang menghambat kedua COX
• Efek ganda: prostaglandin dan leukotrien
• Efek samping: sal cerna dan SSP
9. ketorolac
• Sebagai obat sistemik analgesik (bukan antiinflamasi)
• Analgesik efektif pengganti morfin
• Toksisitas serupa OAINS
10. meklofenamat dan asam mefenamat
• Menghambat kedua COX dan fospolipase A2
11. Nabumeton
• OAINS tak asam yang masih digunakan
• Waktu paruh > 24 jam single dose
• Obat sangat mahal
• 12. naproxen
• Turunan asam naftilopropionat
• Non selektif COX inhibitor
• Efektif keluhan reumatologik
• Efek samping: perdarahan sal.cerna
• 13. oxaprozin
• Turunan asam proprionat
• Waktu paruh sangat panjang
• Urikosurik ringan
• Lebih bermafaat untuk gout
14. phenylbutazone
• Turunan pirazolone
• Karena toksisitas tinggi jarang digunakan
15. piroxicam
• Oxicam dengan efek: menghambat COX non selektif,
menghambat migrasi leukosit PMN, menurunkan radikal bebas
oksigen, menghambat fungsi leukosit
• Waktu paruh panjang
• Efek sal.cerna sama dengan OAINS lain
16. sulindak
• Obat sulfooksida
• Efek samping serupa dengan OAINS lainnya
• Reaksi yang sering: SSJ, trombositopenia, agranulositosis,
sindroma Nefrotik
17. tenoxicam
• Serupa dengan oxicam, inhibisi COX non selektif
• Waktu paruh panjang, efek sama dengan piroxicam
GOLONGAN OPIAT
• Agonis Opiat
• Alkaloid candu : morfin, kodein, heroin, nicomorfin
• Zat sintesis : metadon dan derivat-derivatnya
(propoksifen), petidin dan derivatnya serta
tramadol
Cara kerja obat ini sama dengan morfin, hanya
berbeda mengenai potensi dan lama kerjanya, efek
samping serta resiko habituasi dan adiksi.
• Antagonis Opiat : Nalokson, nalorfin, pentazosin
Bila digunakan sebagai analgetik, obat ini dapat
menduduki reseptor
• Kombinasi
Zat ini juga dapat mengikat pada reseptor opioid,
tetapi tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna
Mekanisme Kerja
• Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor-
reseptor nyeri di susunan saraf pusat hingga perasaan
nyeri dapat diblokir.

• Khasiat analgetik opioida berdasarkan kemampuannya


menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati
endorfin.

• Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus-menerus.


Pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan
produksi endorfin di ujung saraf di rintangi. Akibatnya
terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
Penggunaan
• WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgetik untuk
nyeri hebat (misal pada kanker), digolongkan dalam 3 kelas :
1. Non-opioid : NSAID’S, termasuk asetosal dan kodein
2. Opioida lemah : d-propoksifen, tramadol dan kodein atau kombinasi
parasetamol+kodein
3. Opioida kuat : morfin dan derivatnya serta zat sintesis opioida.

• Pertama obat 4 dd 1 g Parasetamol (4 kali sehari 1 gram


parasetamol), bila efeknya kurang ke 4-6 dd kodein 30-60 mg
(bersama parasetamol). Bila tidak juga baru opioida kuat : morfin
(oral, subkutan, kontinu, IV). Tujuannya di buat suatu tangga
pengobatan teresbut diatas untuk menghindari resiko habituasi dan
adiksi untuk opioida.
Efek Samping Umum
• Supresi SSP, mual sedasi, menekan pernafasan,
batuk, pada dosis lebih tinggi mengakibatkan
menurunnya aktivitas mental dan motoris.
• Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipansi),
kontraksi sfingter kandung empedu (kolik batu
empedu)
• Saluran urogenital : retensi urin (karena naiknya
tonus dari sfingter kandung kemih)
• Saluran nafas : bronkokontriksi, pernafasan menjadi
lebih dangkal dan frekuensinya turun
• Sistem sirkulasi : vasodilatasi, hipertensi, bradikardia
• Kebiasaan : dengan resiko adiksi pada penggunaan
lama.

Anda mungkin juga menyukai