Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAAN

GAYA KEPEMIMPINAN PRESIDEN INDONESIA PERTAMA

(SOEKARNO)

DISUSUN OLEH :

MERCY KATRIN TENDAGE

16061174

KELAS A SEMESTER 8

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

TAHUN 2020
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN

Pemimpin atau presiden merupakan seseorang yang menjadi faktor penting dalam
keberlangsungan suatu negara (CNN, 2018). Menurut Sutikno 2014, pemimpin adalah
seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi atau menggerakan orang
lain untuk mencapai tujuan, dengan kriteria memiliki pengikut, memiliki kekuasaan
dan kemampuan.

Kepemimpinan adalah proses pemimpin mempengaruhi dan mengarahkan pada


yang dipimpin untuk melakukan tugas dan pekerjaan yang telah diberikan (Susanto
dan Stella, 2018).

GAYA KEPEMIMPINAN

Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan dari ciri-ciri yang digunakan pemimpin


untuk mempengaruhi orang- orang yang dipimpinnya agar sasaran tercapai. Gaya
kepemimpinan juga didefinisakn sebagai pola perilaku dan strategi yang disukai dan
sering diterapkan oleh seorang pemimpin (Wulandari dkk, 2017).

Gaya kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap berkembangnya suatu negara.


Gaya memimpin seorang pemimpin akan menjadi panutan anggota yang dipimpinnya.
Dalam penerapan gaya kepemimpinan belum sepenuhnya efektif, gaya kepemimpinan
akan jadi lebih baik ketika pemimpin tau harus menentukan gaya kepemimpinannya
pada situasi yang tepat. Kepemimpinan yang efektif dan efisien akan terwujud apabila
dijalankan berdasarkan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan (Nurhanifah, 2017).

1. BIOGRAFI SINGKAT IR. SOEKARNO

Ir. Soekarno atau sapaan akrabnya Bung Karno merupakan salah satu Pahlawan
Nasional Indonesia dan menjadi Presiden pertama Republik Indonesia. Dia lahir di
Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901, dari pasangan Ida Ayu Nyoman Rai Srimbem dan
Raden Soekemi Sosrodihardjo. Kedua orang tuanya yang berasal dari dua kultur
berbeda (Bali dan Jawa) menjadikan sosok Soekarno di masa depan sangat kental
akan percampuran dua budaya ini. Ini pula yang diakui sendiri oleh Soekarno, yang
begitu mengagumi nilai-nilai dua budaya tersebut hingga mempengaruhi sosok
pribadinya di masa mendatang.

Soekarno mulai berinteraksi dengan Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi


kawakan pendiri Syarikat Islam sejak ia lulus dari Pendidikan Sekolah Dasar di
Europeesche Lagere (ELS) dan melanjutkan pendidikannya di Hoogere Burger
School (HBS). Ketika belajar di HBS, Ir Soekarno menggembleng jiwa
nasionalismenya. Ia aktif di organisasi pemuda tri Koro Darmo yang merupakan
bentukan daripada organisasi Budi Utomo yang fenomenal. Dan seiring berjalannya
waktu Ir Soekarno mengubah nama organisasi ini menjadi Jong Java (Pemuda Jawa)
pada tahun 1918. Setelah lulus dari HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung untuk
melanjutkan belajarnya di Technische Hoogeschool atau THS (yang sekarang menjadi
ITB). Soekarno berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Penghargaan-penghargaan yang diterima Soekarno semasa hidupnya antara lain :

 Gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas dari dalam dan luar negeri, seperti
Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada,
Colombia University (AS), Lomonosov University (Rusia), Berlin University
(Jerman) dan lain-lain.

 Penghargaan bintang kelas satu dari The Order of the Supreme Companions of
OR Tambo, Afrika Selatan (2005)

 Bintang Mahaputera Adipurna (1959)

 Lenin Peace Prize (1960)

 Philippine Legion of Honor (Chief Commander, 3 Februari 1951)

Ir Soekarno meninggal dunia pada Pada 21 Juni 1970 di RSPAD Gatot Subroto,
Jakarta dan di semayamkan di Wisma Yaso, kemudian dikebumikan di Blitar, Jawa
Timur. Dia ialah sosok pahlawan yang sejati,tidak hanya diakui berjasa bagi
bangsanya sendiri, namun juga memberikan pengabdiannya untuk kedamaian di
dunia.

2. GAYA KEPEMIMPINAN IR. SOEKARNO

Indonesia merupakan negara yang sudah berganti era kepemimpinan sebanyak


tujuh kali. Mulai dari presiden Soekarno sampai yang terakhir adalah presiden Jokowi
yang masih menjabat sampai saat ini. Masing-masing presiden memiliki ciri khas dan
gaya kepemimpinan masing-masing.

Ir. Soekarno adalah figur politik Indonesia yang masih dikagumi hingga saat ini.
Sebagai seorang proklamator, seorang orator ulung yang bisa membangkitkan
semangat nasionalisme rakyat Indonesia, Ir. Soekarno memiliki gaya kepemimpinan
yang sangat populis, bertempramen meledak-ledak, dan tidak jarang lembut dan
menyukai keindahan. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno
berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai,
sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut.
Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dari Ir. Soekarno adalah percaya diri yang
kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan ide dan gagasan
baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber
inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta
pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara Barat seperti Amerika dan
Eropa.

Soekarno termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti - kolonialisme yang pertama,
baik di dalam negeri maupun di lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India,
Cina, Vietnam, dan lain-lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti - kolonialisme seperti
inilah pencipta Asia pasca - kolonial. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki
visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Prinsip politik yang
mempersatukan elite gaya Soekarno adalah “alle leden van de familie aan eet - tafel”
yang berarti “semua anggota keluarga duduk bersama di satu meja makan.”

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya


kepemimpinan dari Presiden Soekarno yaitu Gaya Kepemimpinan Kharismatik,
Moralis, dan Demokratis, serta sedikit Otoriter pada akhir-akhir Masa
Pemerintahannya.

1. Gaya Kepemimpinan Kharismatik Ir. Soekarno

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang


dikagumi oleh orang, banyak sehingga ia mempunyai pengikut yang besar
jumlahnya (Kartono, 2010). Kelebihan dari gaya kepemimpinan kharismatik ini
ialah mampu menarik orang. Mereka akan terpesona dengan cara berbicaranya
yang akan membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin yang memiliki gaya
kepribadian ini akan visionaris. Mereka sangat menyenangi akan perubahan dan
adanya tantangan. Mungkin, kelemahan terbesar dari gaya kepemimpinan seperti
ini dapat di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong yang Nyaring Bunyinya.
Mereka hanya mampu menarik orang untuk bisa datang kepada mereka. Setelah
beberapa lama kemudian, orang-orang yang datang tersebut akan kecewa karena
adanya ketidak konsistenan. Apa yang telah diucapkan ternyata tidak dilakukan.
Ketika diminta dalam pertanggungjawabannya, si pemimpin akan senantiasa
memberikan alasan, permintaan maaf dan janji.

Selama ini, masyarakat banyak mengenal Ir. Soekarno sebagai pemimpin


dengan gaya kepemimpinan kharismatik. Gaya kepemimpinan kharismatik Ir.
Soekarno dalam hal ini terlihat sejak tahap awal pembentukan pribadi Soekarno
sebagai politikus, dimana dia sudah mulai dipengaruhi suatu mitos dan
dikembangkannya sendiri yaitu paham sinkretisme Jawa-Bali, yang dapat
diartikan secara sederhana sebagai paham yang memadukan dua paham kultur
yang berbeda dengan tujuan mencari keseimbangan atau kesamaan yang
harmonis di antara kedua kultur tersebut. Inilah yang mempengaruhi debut politik
Soekarno yang erat kaitannya dengan konsep Jawa-Bali tentang kharisma dan
kekuasaan. Kharisma yang dimiliki Soekarno menjadi faktor penyeimbang saat ia
menjalankan kekuasaanya. Bahkan, beberapa kalangan sepakat bahwa kharisma
yang sangat menonjol di dalam diri Soekarno menjadi modal utama kekuasaan
politiknya.

Ketika Soekarno bertemu dengan Ernest, F. E.Douwes Dekker dan Tjipto


Mangunkusumo dia mulai mempelajari ideologi nasionalisme di Technische
Hoogeschool (Kini menjadi Institut Teknologi Bandung). Dari Douwes Dekker,
Soekarno menyerap gagasan nasionalisme sekuler, yang menolak dasar Islam dan
realisme-sosial komunis sekaligus, serta memimpikan sebuah negara merdeka;
tempat manusia dengan ras dan aliran berbeda terikat kesetiaan pada satu tanah
air. Pelajaran mengenai nasionalisme ini telah menggiring Soekarno untuk
menulis rangkaian artikel yang memberikan inspirasi pada dirinya, sehingga
Soekarno memperjuangkan ide tersebut melalui pidatonya di hadapan masyarakat.
Gaya pidato Soekarno cukup terkenal, bahkan pidatonya bisa menonjolkan
kharisma dirinya yang memukau di hadapan masyarakat.

Selain sebagai salah satu kreator republik, Soekarno juga merupakan pemikir
cemerlang yang diakui oleh rekan dan lawan, baik di dalam negeri maupun dunia
Internasional. Beberapa rivalnya seperti Sjahrir bahkan Hatta dalam aspek
tertentu, mengakui dengan besar hati bahwa Soekarno memiliki kharisma yang
tidak tertandingi negarawan manapun pada masanya.

Soekarno juga merupakan sosok yang flamboyan, penuh gelora, orator ulung
pemikat massa, dan populer karena mendapat pengaruh yang besar di kalangan
rakyat karena kecakapannya sebagai seorang orator dan agiator yang hampir tidak
ada bandingannya di Indonesia. Sikapnya di atas podium sangat menarik hati dan
ia merupakan seorang propagandis yang baik dalam satu negeri yang merdeka
dengan kemerdekaan bersuara.

Gaya kepemimpinan kharismatik Soekarno juga dapat dilihat dari perilaku


non verbalnya. Selain penggunaan dasi yang menjadi ciri khasnya, Soekarno
selalu menggunakan kopiah atau peci dalam setiap penampilannya. Penggunaan
kopiah tersebut sudah menjadi kebiasaan sejak Soekarno muda dulu. Saat masih
muda, Soekarno mendirikan organisasi pemuda yang bernama Jong Java. Ciri
khas dari penampilan kumpulan Jong Java adalah model berpakaian yang
memakai kopiah atau peci beludru hitam. Gaya memakai kopiah tersebut banyak
ditiru oleh orang-orang saat ini.

Dari gaya kepemimpinan kharismatik Ir. Soekarno terlihat jelas kelebihan


dari teori gaya kepemimpinan ini, dan dari semua itu dilakukannya dengan baik
dan penuh tanggung jawab, sehingga apa yang ditulis di teori tentang kelemahan
dari gaya kepemimpinan kharismatik ini tidak terlihat selama proses
kepemimpinan Presiden Soekarno.

2. Gaya Kepemimpinan Moralis Ir. Soekarno

Kelebihan dari gaya kepemimpinan moralis seperti ini ialah pada umumnya
mereka hangat dan sopan untuk semua orang. Mereka mempunyai empati yang
tinggi terhadap segala permasalahan dari para anggota pimpinannya. Mereka juga
sabar, murah hati, dan segala bentuk kebijakan-kebijakan ada dalam diri
pemimpin tersebut. Orang-orang akan datang karena kehangatannya terlepas dari
semua kekurangannya. Kelemahan dari gaya kepemimpinan seperti ini ialah
emosinya. Rata-rata orang seperti ini sangatlah tidak stabil, terkadang dapat
tampak sedih dan sangat mengerikan, kadang pula bisa saja sangat begitu
menyenangkan dan bersahabat.

Gaya kepemimpinan moralis Ir. Soekarno dalam hal ini bisa dilihat dari
penerapannya yang berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari
negara atau partai, bertemperamen meledak-ledak, tidak jarang lembut dan
menyukai keindahan. Soekarno merupakan pemimpin yang komunikatif dan
selalu ingin dekat dengan rakyatnya, dan setia pada rakyatnya meskipun dicap
sebagai kolaborator dari Jepang.

Di awal pemerintahannya, Soekarno adalah salah satu pemimpin yang


memiliki karakter tegas dan jauh dari nepotisme. Sikap tegasnya dilihat pada
suatu ketika akan dilaksanakan rapat dalam kumpulan organisasi, ia
diperintahkan untuk membuka peci atau kopiah yang dipakainya, tapi ia sama
sekali tidak mau melepaskan tanda pengenalnya ini, dengan suatu prinsip bahwa
dirinya bukan pengekor melainkan seorang pemimpin, yang berarti sikap
tegasnya tidak bisa ditawar-tawar karena tidak mau dikendalikan. Ia juga
merupakan sosok penegak hukum sejati di awal pemerintahannya, dibuktikan
dengan keberaniannya tanpa melihat keterikatan batin, berani mengeksekusi
sahabat-sahabatnya yang berlawanan dengan konsensus nasional bernama
Pancasila dan berkehendak memberontak, serta berani menentang penjajah dan
tidak mau berkompromi serta mengkritisi pemerintah Belanda melalui tulisan,
tetapi merangkul masyarakat pribumi.

Keberanian dan ketegasan Ir. Soekarno juga diawali dari kebiasaan di masa
kecilnya bahwa Ir. Soekarno sering mendengar cerita pewayangan dari ayahnya,
ibunya, maupun mbok Sarina yang merawatnya saat kecil dulu. Kisah yang
didengar adalah pewayangan yang merupakan kisah legendaris bagi masyarakat
Hindu. Dari kisah pewayangan inilah Ir. Soekarno mendapatkan inspirasi dari
kepribadian dan tindakannya. Ir. Soekarno bukanlah pemimpin yang radikal,
tetapi merupakan seorang yang sentimentil atau suka berhiba hati, seorang
twifelaar atau seorang yang senantiasa hidup dalam keraguan dan sering
bimbang.
Dalam buku biografi Soekarno yang ditulis oleh Jonar Situmorang, dikatakan
bahwa Soekarno merupakan tipe orang yang senang membantu orang lain, apa
adanya, mau menerima, tabah, energik, bermurah hati, selalu memaafkan, dan
berkemampuan. Sedangkan sifat negatif yang dimiliki kurang lebih memiliki arti
yang sama seperti yang dituliskan di teori gaya kepemimpinan moralis, yaitu
keras kepala, tidak pernah tenang, dan penuh kebimbangan. Sikapnya yang penuh
kebimbangan ini bisa diartikan bahwa pikiran Soekarno merupakan perpaduan
antara pikiran dan emosi.

3. Gaya Kepemimpinan Demokratif Ir. Soekarno

Gaya kepemimpinan demokratis adalah suatu kemampuan dalam


mempengaruhi orang lain agar dapat bersedia untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan yang
dapat dilakukan, dimana ditentukan bersama antara bawahan dan pimpinan. Gaya
tersebut terkadang disebut sebagai gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak
buah, kepemimpinan dengan adanya kederajatan, kepemimpinan partisipatif atau
konsulatif. Pemimpin yang berkonsultasi kepada anak buahnya dalam
merumuskan suatu tindakan putusan bersama.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis ini yaitu memiliki


wewenang pemimpin yang tidak mutlak, pimpinan bersedia dalam melimpahkan
sebagian wewenang kepada bawahan, kebijakan dan keputusan itu dibuat
bersama antara bawahan dan pimpinan, komunikasi dapat berlangsung dua arah
dimana pimpinan ke bawahan dan begitupun sebaliknya, pengawasan terhadap
sikap, perbuatan, tingkah laku atau kegiatan kepada bawahan dilakukan dengan
wajar, prakarsa bisa datang dari bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki
banyak kesempatan dalam menyampaikan saran atau pendapat, dan tugas-tugas
yang diberikan kepada bawahan bersifat permintaan dengan mengesampingkan
sifat instruksi, dan pimpinan akan memperhatikan dalam bertindak dan bersikap
untuk memunculkan saling percaya dan saling menghormati.

Gaya kepemimpinan demokratis Ir. Soekarno diungkapkan dalam buku


biografi Soekarno karya Jonar Situmorang. Dalam penyelesaian masalah,
Soekarno selalu mengedepankan musyawarah bahkan dengan cara-cara yang unik.
Dalam memilih perdana menteri misalnya Soekarno memanggil ketiga calon
kandidatnya yaitu Leimena, Soebandrio, dan Chairul untuk menangani persoalan
ini. Tetapi hasil dari musyawarah itu membuahkan hasil bahwa Soekarno yang
merangkap jabatan sebagai presiden dan perdana menterinya, sedangkan ketiga
kandidat tersebut menjadi wakit perdana menteri satu, dua, dan tiga. Pemilihan
ini diakhiri dengan musyawarah yang damai tanpa ada pihak yang saling
menjatuhkan dan berbeda dengan pemilihan pejabat saat ini.

4. Gaya Kepemimpinan Otoriter Ir. Soekarno

Gaya kepemimpinan otoriter ini merupakan gaya kepemimpinan yang telah


memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang ingin diambil dari dirinya
sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab akan dipegang
oleh si pemimpin dengan gaya kepemimpinan otoriter tersebut, sedangkan para
bawahan hanya sekedar melaksanakan tugas yang sudah diberikan. Gaya
kepemimpinan yang otoriter biasanya mengarah kepada tugas. Artinya dengan
adanya tugas yaang telah diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi,
maka kebijaksanaan dari lembaganya ini mesti diproyeksikan dalam bagaimana ia
memerintah kepada bawahannya agar mendapatkan kebijaksanaan tersebut dapat
tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah menjadi suatu mesin yang hanya
sekedar digerakkan sesuai kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari
bawahan sama sekali tidak pernah sekalipun diperhatikan.

Gaya kepemimpinan otoriter Ir. Soekarno ini dituliskan oleh Mohammad


Hatta dalam biografinya yang berjudul “Untuk Negeriku : Berjuang dan
Dibuang” bahwa Ir. Soekarno memiliki sifat kepemimpinan yang otoriter. Di
masa pergerakan Nasional, Hatta kembali menuliskan bahwa Soekarno
mengambil keputusan dengan kemauannya sendiri untuk mengundurkan diri dari
segala pergerakan. Hal ini disebabkan karena secara pribadi, Ir. Soekarno tidak
sependapat dengan asas Partindo dan dengan PKI.

Selanjutnya, gaya kepemimpinan Ir. Soekarno juga mulai terjadi dalam


menjelang akhir-akhir masa kepemimpinannya, seperti terjadi tindakan politik
yang sangat bertentangan dengan UUD 1945, yaitu mengangkat ketuua MPR (S).
Selain itu, perbedaan yang sangat jelas yang bisa dilihat dari Soekarno muda saat
mengawali masa kepemimpinannya dengan Soekarno di akhir-akhir masa
kepemimpinannya. Di dalam berbagai catatan sejarah bisa dilihat bersama bahwa
Soekarno muda atau pada awal masa kepemimpinannya merupakan seorang
pemikir brilian yang tegas namun juga dekat dengan rakyat. Pada akhir masa
kepemimpinannya Soekarno berubah menjadi sosok yang cenderung totaliter atau
bergaya kepemimpinan otoriter dalam menjalankan pemerintahannya, walaupun
dalam beberapa diskursus, hal tersebut banyak dibantah oleh sarjana sejarah
lainnya.

Pertimbangan perihal gaya kepemimpinan otoriter Soekarno ini dilihat dari


bagaimana Soekarno memutuskan menjalankan demokrasi terpimpin, dan bahkan
mendorong butir penting yang menasbihkan Soekarno sebagai presiden seumur
hidup. Tidak hanya itu, semenjak dibubarkannya sistem parlementer, Soekarno
menjadi penafsir tunggal Pancasila dan kemudian muncul sebagai kekuatan
tunggal, dan merasuk pada kondisi birokrasi dimana kualitas kerja dan percepatan
naik jabatan tergantung dominasi kader partai tertentu.

Di akhir masa kepemimpinannya, Soekarno cenderung lebih otoriter. Atas


dasar keterlibatan pemberontakan, partai-partai yang kerap mengkritisi
pemerintahan seperti halnya Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Majelis
Syuro Indonesia (Masyumi) dibubarkan. Sedangkan partai yang dekat dengan
pemerintah seperti halnya PNI dan PKI ditumbuh kembangkan, bahkan hingga
tataran grassroot. Titik kulminasi tersebut memuncak pasca pecahnya Gerakan 30
September atau G30S yang kemudian menjadikan PKI sebagai sasaran tembak.

Namun, dalam peristiwa ini Ir. Soekarno dalam akhir kepemimpinannya


sejatinta masih menjadi pemimpin yang konsisten. Konsisten dalam artian
bersikukuh mempertahankan pondasi yang lama dibangunnya, yakni
kebersamaan ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme sebagai pilar
pemersatu bangsa. Walau berbagai pihak seperti halnya mahasiswa dan kalangan
militer menuntut dibubarkannya PKI, Soekarno tidak bergeming, bahkan terus
berupaya mempertahankan PKI agar tidak dibubarkan dan menyindir banyak
kalangan sebagai kaum communistophobia. Namun perjuangannya tidak bertahan
lama, pasca dikeluarkannya supersemar pada tahun 1966, hal tersebut kemudian
menjadi titik balik kehancuran Soekarno sebagai pemimpin tertinggi Republik
Indonesia di awal kemerdekaan.

Gantungkan Cita-citamu Setinggi Langit! Bermimpilah Setinggi Langit.

Jika Engkau Jatuh, Engkau akan Jatuh di Antara Bintang-bintang

-Ir. Soekarno-

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Adiwilaga, Rendi. 2018. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia Teori dan


Prakteknya. Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
Fawzia, D dkk. 2018. Sistem Presidensial Indonesia Dari Soekarno ke Jokowi (Edisi
Revisi). Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

JURNAL :

Alymudin & Inayati. 2017. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja


Karyawan.

Ananda, Rizki. 2019. Analisis Faktor Kepemimpinan terhadap Pelanggaran HAM.


Journal of International Relations. Vol. 5 No. 1 : 929-937.

Arif, SM dkk. 2018. Studi Tentang Penerapan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang
Rumah Sakit di Wilayah Mojokerto.

Kaban, Karmila & Rafika. 2018. Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan
dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Prima Hospital tahun 2016. Universitas
Prima Indonesia. Vol. 3 No. 1.

Mattayang, Besse. 2019. Tipe dan Gaya Kepemimpinan : Suatu Tinjauan Teoritis.
Jurnal of Economic, Management And Accounting. Vol. 2 No. 2 : 45-52.

Novantoro, Bagus. 2016. Analisis Gaya Kepemimpinan Presiden Indonesia dari


Soekarno hingga SBY. Universitas Negeri Malang.

Putra, PGI. 2018. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan


terhadap Kinerja Karyawan.

Supardi, Hasan. 2018. Gaya Kepemimpinan Presiden Indonesia. Jurnal Agregasi. Vol
6 No. 2 : 126-197.

Anda mungkin juga menyukai