Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi

Menurut UU no 4 tahun 1945, Lansia adalah :

1.Seseorang yang mencapai umur 55 tahun, Tidak berdaya mencari nafkah sendiri

2.Menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000)

3.Lansia merupakan kelompok penduduk yang

4.berusia 60 tahun ke atas ( Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).

• Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 65

tahun ke atas.

• Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lansia)dimulai pada abad ke-19 di

negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia

• Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya (Constantinides 1994).

Menurut Depkes RI :

1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai

masa virilitas

2. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai masa

presenium

3. Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai masa

senium

Sedangkan menurut WHO ada 3 kategori, yaitu :

1. Usia lanjut : 75-89 tahun

2. Usia tua : 75-89 tahun

3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun


B. Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang
mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal1 ayat 2 yang
berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke
atas ”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74
tahun, lanjut usia tua(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90
tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu: pertama (fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase
presenium) ialah 55-65 tahun,

d.keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

C.Karakteristik penyakit pada lansia:

- Sering multiple, yaitu saling berhubungan satu

sama lain.

- Bersifat degeneratif yang sering menimbulkan kecacatan.

- Gejala sering tidak jelas dan berkembang secara

perlahan.

- Sering bersama-sama problem psikologis dan

sosial.

- Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut.

- Sering multiple, yaitu saling berhubungan satu

- lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan Ekonomi


D.Teori-Teori Proses Penuaan

Menurut Maryam, dkk (2008), beberapa teori

yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu :

1. Teori biologi,

2. Teori psikologi,

3. Teori sosial, dan

4. Teori spiritual.

Teori sosial :

a. Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi

tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Simmons cit Hardywinoto dan

Setiabudhi 2005, mengemukakan bahwa kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin

interksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya atas dasar

kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.

b. Teori penarikan diri (Disengagement Theory)

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal. Kemiskinan lanjut

usia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lanjut usia secara

perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak

masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para lanjut usia menarik diri. Keadaan ini

mengakibatkan inetraksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas amupun

kuantitas.
Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu :

1) Kehilangan peran (Loss of Roles)

2) Hambatan kontak sosial (Restriction of Contacts and Relationships).

3) Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores and Values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil

apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan

pribadi dan mempersiapkan diri mengahdapi kematiannya.

Pokok-pokok Disengagement Theory adalah :

1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi pada masa pensiun. Pada wanita

terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa

dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini, karena lanjut usia dapat

merasakan bahwa tekanan sosial berkurang sedangkan kaum muda memperoleh kerja

yang lebih luas.

3) Tiga aspek utama dalam teori ini adalah :

(a) Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup

(b) Proses tak dapat dihindari

(c) Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat


c. Teori Aktivitas (Activity Theory)

Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit Hardywinoto 2005 yang

menyatakan, bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia

merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut

selama mungkin. Pokok-pokok teori aktivitas adalah :

1) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya

dari lanjut usia di masyarakat

2) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lanjut usia

Penerapan teori aktivitas ini dalam penyusunan kebijakan terhadap lanjut usia sangat

positif, karena memungkinkan para lanjut usia berintegrasi spenuhnya di masyarakat.

d. Teori Kesinambungan (Continuity Theory)

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia,

dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarnya

kelak padasaat ia menjadi lanjut usia. Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup,

perilaku, dan harapan seseorang ternyata tak berubah,walaupun ia menjadi lanjut usia.

Menurut teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu

pergerakan dan proses yang searah, akan tetapi pada teori kesinambungan merupakan

pergerakan dan proses banyak arah, tergantung dari bagaimana penerimaan seseorang

terhadap status kehidupannya. Pokok-pokok dari Continuity Theory :


1) Lanjut usia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses

penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang

harus dipertahankan atau dihilangkan.

2) Peran lanjut usia yang hilang tak perlu diganti.

3) Lanjut usia dimungkinkan untuk memilih berbagai macam cara adaptasi.

e. Teori Perkembangan (Development Theory)

Havighurst dan Duvall cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005 menguraikan tujuh jenis

tugas perkembangan (Developmental task) selama hidup yang hars dilaksanakan oleh

lanjut usia, yaitu:

1) Penyesuaian terhadap penururnan fisik dan psikis

2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penururnan pendapatan

3) Menemukan makna kehidupan

4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan

5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.

6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.

7) Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia


f. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)

Wiley cit Hardywinoto dan Setiabudhi 2005 menyusun stratifikasi lanjut usia berdasarkan

usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas, peran,

kewajiban serta hak mereka berdasarkan usia.

Menurut Stanley & Beare (2006) penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan

tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang

kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satus sel dan berkembang

sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatan yang

berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi.

Kelanjutusiaan (aging) adalah proses alamiah yang dimulai sejak terjadi pembuahan pada

masa janin. Seseorang dilahirkan dan menjalani siklus kehidupan manusia yakni sebagai

bayi, anak, rremaja, dewasa muda, usia menengah, masa lanjut usia sampai orang tersebut

meninggal secara normal ataupun karena suatu penyakit.

g. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu
dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh oleh Gottlieb (1983) sebagai
informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya
atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional
atau berpengaruh pada tingkahlaku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa
memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan,
mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada
Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia; merupakan persepsi individu terhadap
sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan
(pendekatan berdasarkan kuantitas).

Sumber-Sumber Dukungan Sosial


Menurut Rook dan Dooley (1985) ada dua sumber dukungan sosial yaitu
sumber artifisial dan sumber natural. Dukungan sosial yang natural diterima seseorang
melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang
berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak,istri, suami dan kerabat), teman
dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non-formal. Sementara itu yang dimaksud
dengan dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui
berbagai sumbangan sosial.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan sosial
yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal
sebagai berikut:
a. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat
sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan
b. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang
berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan
c. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama
d. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian
dukungan sosial, mulai dari pemberian barang-barang nyata hingga sekedar menemui
seseorang dengan menyampaikan salam
e. Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis

Komponen-komponen Dalam Dukungan Sosial


Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam berbagai
komponen yang berbeda-beda. Misalnya Weiss (Cutrona dkk,1994 : 371),
mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut sebagai
"The Social Provision Scale", dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-
sendiri , namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen
tersebut adalah:

1. Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)


Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan
(kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang
yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman dan damai yang
ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini
yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, atau anggota
keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan yang
harmonis. Bagi lansia adanya orang kedua yang cocok, terutama yang tidak memiliki
pasangan hidup, menjadi sangat penting untuk dapat memberi dukungan sosial atau
dukungan moral (moral support).

2. Integrasi sosial (Social Integration)


Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan
memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta
melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber dukungan
semacam ini memungkinkan lansia mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa
memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Adanya kepedulian oleh masyarakat untuk
mengorganisasi lansia dan melakukan kegiatan bersama tanpa ada pamrih akan
banyak memberikan dukungan sosial. Mereka merasa bahagia, ceria dan dapat
mencurahkan segala ganjalan yang ada pada dirinya untuk berceritera, atau
mendengarkan ceramah ringan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Hal itu semua
merupakan dukungan sosial yang sangat bermanfaat bagi lansia.
3. Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth)
Pada dukungan sosial jenis ini lansia mendapat pengakuan atas kemampuan dan
keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber
dukungan sosial semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga/instansi atau
perusahaan/organisasi dimana sang lansia pernah bekerja. Karena jasa, kemampuan
dan keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan dalam berbagai
bentuk penghargaan. Uang pensiun mungkin dapat dianggap sebagai salah satu bentuk
dukungan sosial juga, bila seseorang menerimanya dengan rasa syukur. Bentuk lain
dukungan sosial berupa pengakuan adalah mengundang para lansia pada setiap event /
hari besar untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut bersama-sama dengan para
pegawai yang masih berusia produktif. Contoh: Setiap hari besar TNI maka para mantan
pejabat yang telah pensiun /memasuki masa lansia biasa diundang hadir dalam upacara
atau pun resepsi yang diadakan oleh Instansi tersebut.

4. Ketergantungan yang dapat diandalkan ( Reliable Reliance)


Dalam dukungan sosial jenis ini, lansia mendapat dukungan sosial berupa jaminan
bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika lansia membutuhkan
bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial jenis ini pada umum berasal dari keluarga.
Untuk lansia yang tinggal di lembaga, misalnya pada Sasana Werdha ada petugas yang
selalu siap untuk membantu para lansia yang tinggal di lembaga tersebut, sehingga
para lansia mendapat pelayanan yang memuaskan.

5. Bimbingan (Guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja atau pun hubungan
sosial yang memungkinkan lansia mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam
masyarakat, figur yang dituakan dan juga orang tua.

6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)


Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh
orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan
bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Menurut Weiss
(Cotuna dkk,1994), sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anak) dan
pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat banyak lansia yang merasa sedih dna kurang
bahagia jika berada jauh dari cucu-cucu atau pun anak-anaknya.
Dengan memahami pentingnya dukungan sosial bagi lansia, kita semua diharapkan
mampu untuk memberikan partisipasi dalam pemberian dukungan sosial sesuai dengan
kebutuhan lansia. Mulailah dengan memberikan dukungan sosial pada lansia yang
berada dekat dengan kita. Dengan pemberian dukungan yang bermakna maka para
lansia akan dapat menikmati hari tua mereka dengan tentram dan damai yang pada
akhirnya tentu akan memberikan banyak manfaat bagi semua anggota keluarga yang
lain.

Anda mungkin juga menyukai