Disusun Oleh:
P27820819022
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
1. Konsep Teori
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai dibawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia
adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume packed
red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang
menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan)
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut
oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai
proses patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner dan Suddarth ; 935).
1.2 Etiologi
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan
dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
b. Anemia Defisiensi
c. Anemia Hemolitik
1) Factor Intrasel
d. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan sumsum tulang).
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi
klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi,
tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum
gejala anemia adalah :
c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi, kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi).
1.4 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek
sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyababkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran
dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi
dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan
dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak – anak. Bayi
cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi
sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu
zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri
makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi
pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan) dihentikannya susu formula
bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dab minum susu sapi berlebihan
tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan
perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki
cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi
sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak darah yang kronik.
Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu
sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari
saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia
defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa
berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik
dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik). Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik
disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut
agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang mengenai system trombopoetik disebut
amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut
panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Kekurangan asam folat akan mengakibatkan
anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang
paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
1.5 Pathway
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostic :
1) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).
7) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau
menurun (aplastik).
k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukan perdarahan
akut / kronis (DB)
l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorotik
bebas (AP).
m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah,
ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan transfuse
packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian
cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).
b. Anemia Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempunyai
arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan
terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk
yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus
diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24
jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan
besi bertambah dan kehilangan darah karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman
E Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap
penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1
mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).
c. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang
paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada neonates.
Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia
terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan
setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis herediter.
Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan fototerapi atau transfuse tukar,
karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi
melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis
mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan
hiperbilirubinemia membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga
sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar
Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal
secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun
sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah
tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi biasanya
frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula 12 bermacam – macam vitamin,
tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal
Bedah 2).
1. gagal jantung,
2. kejang.
2 Konsep Askep
2.1 Pengkajian
Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan, alamat.
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan, kelemahan, pusing.
Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaphoresis, takikardi
dan penurunan kesadaran.
e. Riwayat keluarga
2) Riwayat penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit –
penyakit insfeksi saluran pernafasan.
f. Pemeriksaan fisik
5) Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit.
6) Kepala
7) Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, terdapat perdarahan
sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex cahaya biasanya tidak ada kelainan.
8) Hidung
Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi penciuman
biasanya tidak ada kelainan.
9) Telinga
10) Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah – pecah atau perdarahan.
11) Leher
Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih membesar, tidak ada distensi
vena jugularis.
12) Thoraks
Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus yang meninggi,
perkusi sonor, suara nafas bias veskuler atau ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates
40 – 60 x/I, anak 20 – 30 x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 – 100 x/i.
13) Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias dibawah normal biasa
juga meningkat.
14) Genetalia
15) Ekstremitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral dingin.
16) Anus
17) Neurologis
1. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi
Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake makanan.