Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap orang tua tentunya ingin mempunyai anak yang sehat baik secara fisik
maupun psikis. Namun pada kenyataannya ada beberapa kondisi yang menyebabkan
bayi lahir dengan keadaan cacat bawaan atau kelainan kongenital.
Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan
kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil
konsepsi sel telur (Muslihatun, 2010).
Beberapa macam kelainan kongenital diantaranya antara lain : Labioskizis dan
palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, Atresia ani, atresia doudenum, Hirschprung,
Omfakokel, Hidrosefalus, Hipospadia, spina bifida, Ensefalokel, Meningomielokel,
mikrosefali, Sindrom down, himen imperforata, Anensefalus, Laringomalasi,
Polydactyly (Sudarti, 2010).
Adapun penyebab dari kelainan kongenital adalah faktor usia, faktor kromosom,
faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor fisik
pada rahim, faktor gizi, riwayat kesehatan ibu, paritas, dan jarak kehamilan. Sedangkan
penyebab kelainan kongenital yang termasuk dalam karakteristik ibu adalah usia,
riwayat penyakit, paritas, dan jarak antar kelahiran (Maryanti, 2011).
Data menunjukkan sebanyak 270.000 bayi mengalami kejadian kelainan
kongenital dan merupakan penyebab kematian di 193 negara pada tahun 2010. Kelainan
kongenital juga mempengaruhi sekitar 1 dari 33 bayi dan mengakibatkan sekitar 3,2 juta
kelahiran cacat-cacat terkait setiap tahun (WHO, 2010).
Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari
orangtua kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa
sifat (carrier) saja dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya
hidupnya.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud kelainan kongenital?


2. Apa yang menyebabkan kelainan kongenital?
3. Bagaimana patologi dan patofisiologi kelainan kongenital?
4. Bagaimana cara untuk mencegah kelainan kongenital?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui tentang kelainan kongenital.


2. Mengetahui penyebab kelainan kongenital.
3. Mengetahui patologi dan patofisiologi kelaianan kongenital.
4. Mengetahui cara mencegah kelainan kongenital.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI KELAINAN KONGENITAL


Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari
kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
Kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan
dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun setelah
kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-
ssebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.
Kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua, yaitu malformasi kongenital yang
timbul sejak priode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis atau
organogenesis, dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat
mengalami perubahan morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun
bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati,
atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai
bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Berat bayi lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal
dalam minggu pertama kehidupannya.
Selain pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis
pra/antenatal dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi (USG), fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan
pemeriksaan darah janin.

2.2 PENYEBAB KELAINAN KONGENITAL


Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kelainan kongenital adalah
sebagai berikut :
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
3
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama
dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya
kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan
adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan
tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainankhromosom autosomai trisomi
21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai
sindroma Turner.
2. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes
pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus
(clubfoot).
3. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi
tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat
menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya
abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus
Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester
pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada
sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa
infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara
lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
4
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-
obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari
karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian
trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang
tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
5. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
6. Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
7. Faktor Radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk
keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan,
khususnya pada hamil muda.
8. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang
lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein,
vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian dan
kelainan kongenital.
9. Faktor-Faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya
sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
5
Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

2.3 PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL


Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari
suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek
penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi
mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan
fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak
akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh
pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna
termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak
mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh
dari malformasi minor.
2. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian
tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi,
misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat
disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti
primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan
kembar.
3. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan
oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi
sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan
mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya
helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat
ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.
6
4. Displasia
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi
atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian
kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai
kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi
gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau
semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi,
deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun
kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif
berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan
seumur hidup.
Beberapa kelainan kongenital yang dapat dijumpai di klinik yaitu:
a. Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada
tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di
daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat
langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan
gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan
fungsi otot sfingter.

Gambar 1.1 Spina Bifida

b. Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)


Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang
dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau
penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat
7
diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Komplikasi
potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.

Gambar 1.2 Labiopalatoskisis

c. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial
yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh
gangguan reabsorpsi LCS atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel
dan masuk ke dalam rongga subaraknoid. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat
terlihat sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran
kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir. Peninggian
tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan nafsu makan,
gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata, hipertonia ekstrimitas
bawah, dan hiperefleksia.

Gambar 1.3 Hidrosefalus

8
d. Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan
otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi
pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk
otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil
mengalami polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Jika bayi
lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.

Gambar 1.4 Anensefalus


e. Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar
dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel
terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal
di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan
janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain,
misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas
usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.

Gambar 1.5 Omfalokel

9
f. Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis
menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan
adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan
tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm.

Gambar 1.6 Hernia Umbilikalis

g. Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya
dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital
atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang
terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian
proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai
fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan
terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak
napas, batuk, muntah, dan biru.

h. Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis
menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan
adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan
tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm.

10
Gambar 1.7 Atresia Esofagus

i. Atresia dan Stenosis Duodenum


Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya
berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan
pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering
kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut
yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam
usus dan kolon.

Gambar 1.8 Atresia Duodenum

j. Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum


Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering
dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000 kelahiran
hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine
sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan intususepsi intrauterine. Sisa
kejadian inilah yang kemudian menyebabkan nekrosis usus halus yang masih steril
menjadi atresia atau stenosis.

k. Obstruksi pada Usus Besar


adalah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan
fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung Disease dimana
11
tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Umumnya
kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan.

l. Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan
kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur
ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis
letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di
bawah otot tersebut. Bila anus

Gambar 1.9 Atresia Duodenum

m. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)


Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan
kelainan ini, 80% meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal
pada minggu pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat
eksogen atau endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat,
pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat
besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan
jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat
dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit
PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.

2.4 PENCEGAHAN KELAINAN KONGENITAL


A. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak
mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan :
o Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi seperti usia lebih dari 35 tahun agar
tidak berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.
12
o Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam folat pada
seorang wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut hamil,
karena kelainan seperti spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada wanita yang
hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya pada trimester pertama dan
dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk mengonsumsi asam folat
sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli,
buah alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain yang
diperkaya asam folat seperti nasi, pasta, kedelai, sereal.
o Perawatan Antenatal (Antenatal Care). Antenatal care mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal.
Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan
sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care
adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi
intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi
persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai pemeliharaan bayinya. Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang
sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan
dapat dideteksi kelainan kongenital.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa
kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:
 Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
 Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
 Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24
minggu
 Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol karena
dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti atresia ani, celah bibir dan
langit- langit.
B. PENCEGAHAN SEKUNDER
a. Diagnosis
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini beberapa
kelainan kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda, molahidatidosa, dan
13
sebagainya. Beberapa contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan non invasive (ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah
hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan
jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia
duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda), kelainan sistem genitourinaria
(misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru, polidaktili, celah bibir,
mikrosefali, dan ensefalokel.
2. Pemeriksaan Cairan Amnion (Amnionsentesis)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan aspirasi per-
abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut dapat dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-
feto-protein terhadap defek tuba neural (anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan
terhadap beberapa gangguan metabolic (galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan
lainnya.
3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP)
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami defek
tuba neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini menurun maka
dapat ditemukan pada sindrom down dan beberapa kelainan kromosom.
4. Biopsi Korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada janin,
kelainan metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis DNA, misalnya
talasemia dan hiperplasia adrenal kongenital.
5. Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru lahir
perlu diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka bayi, besar dan
bentuk kepala, bentuk daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin, serta anus bayi.
C. Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting pada
pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang tak dapat
disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier bergantung pada
jenis kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir apabila
diketahui adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot yang akan membantu
mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini nantinya bisa
dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua
keperluan pribadinya.
14
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya lahir
dengan kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masa- masa
yang sangat sulit bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus menyesuaikan
dirinya dengan cara-cara khusus. Untuk membantu orang tua mengatasi masalah
tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga kesehatan yang dapat mengevaluasi dan
melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan anak sesuai dengan
kelainannya.
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu dengan
kehamilan di atas usia 35 tahun :
a) Tidak merokok dan menghindari asap rokok.
b) Menghindari alkohol.
c) Menghindari obat terlarang.
d) Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal.
e) Melakukan olahraga dan istirahat yang cukup.
f) Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin.
g) Mengkonsumsi suplemen asam folat.
h) Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi.
Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi. Meskipun semua vaksin
aman diberikan pada masa hamil, tetapi akan lebih baik jika semua vaksin yang
dibutuhkan telah dilaksanakan sebelum hamil. Seorang wanita sebaiknya menjalani
vaksinasi berikut:
 Minimal 3 bulan sebelum hamil : MMR
 Minimal 1 bulan sebelum hamil : varicella
 Aman diberikan pada saat hamil :
o Booster tetanus-difteri (setiap 10 tahun).
o Vaksin hepatitis A.
o Vaksin hepatitis B.
o Vaksin influenza (jika pada musim flu kehamilan akan memasuki
trimester kedua atau ketiga).
o Vaksin pneumokokus.
i) Menghindari zat-zat yang berbahaya.
Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:
 Alkohol.
 Androgen dan turunan testosteron (misalnya danazol).
15
 Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors (misalnya enalapril,
captopril).
 Turunan kumarin (misalnya warfarin).
 Carbamazepine.
 Antagonis asam folat (misalnya metotrexat dan aminopterin).
 Cocain.
 Dietilstilbestrol.
 Timah hitam.
 Lithium.
 Merkuri organik.
 Phenitoin.
 Streptomycin dan kanamycin.
 Tetrasyclin.
 Talidomide.
 Trimethadion dan paramethadion.
 Asam valproat.
 Vitamin A dan turunannya (misalnya isotretinoin, etretinat dan retinoid)
 Infeksi.
 Radiasi.
Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan
bawaan, ada satu hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja
terjadi meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah
ataupun ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang
sehat.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka


kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam makalah iniadalah sebagai berikut:
1. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali
sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah
kelahiran.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan
pada neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktorgenetik, faktor infeksi,
faktor obat, faktor umur ibu, faktor hormonal,faktor radiasi, faktor gizi, dan faktor-
faktor lainnya.
3. Kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus yaituencephalocele,
hidrocephalus, bibir sumbing (Labio Paltoskiziz), atressiaesofagus, atrssia ani,
hirschprung, spina bifida, kelainan jantungkongenital, omfalokel.
4. Kelainan kongenital atau cacat bawaan tidak dapat dicegah, melainkan resiko
terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi alkohol, menghindari rokok,
obat terlarang, makan-makanan yang bergizi, olahraga teratur, menjalani vaksinasi,
melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan menghindari zat-zat berbahaya
lainnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Effendi SH, Indrasanto E. Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2008.
Maryanti, dkk. 2011. Buku Ajar Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : Penerbit Trans Info
Media
Muslihatun, WN. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya, Yogyakarta.
Sudarti, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta.
World Health Organization. Birth Defects Report by the Secretariat. Geneva
(Switzerland): World Health Organization. 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai