Anda di halaman 1dari 84

Oleh

Prof. Dr. Slamet Ibrahim S, DEA. Apt.

Dr. rer. nat Sophi Damayanti


Sekolah Farmasi ITB
 Kemurnian baku (standard of purity)
merupakan ungkapan yang menyatakan
senyawa bebas dari senyawa asing atau batas
toleransi maksimum terhadap cemaran/
senyawa asing yang masih diperbolehkan.
 Senyawa dikatakan murni, bila senyawa
tersebut bebas dari senyawa asing atau
mengandung senyawa asing dalam batas yang
diperbolehkan.
 Kemurnian senyawa obat sangat erat kaitannya
dengan khasiat dan keamanan
penggunaannya.
 Senyawa sejenis. Lakukan penetapan dengan cara
kromatografi lapis tipis, dst.
 Cemaran secara kromatografi. Cemaran total tidak
lebih dari 2,0% dan cemaran masing-masing tidak
lebih dari 0,5%.
 Air, Metode I, Tidak lebih dari 2,0%.
 Susut pengeringan. Tidak lebih dari 3,0%, lakukan
pengeringan pada suhu 105o selama 2 jam.
 Sisa pemijaran. Tidak lebih dari 0,1%.
 Logam berat, Metode III. Tidak lebih dari 20 bpj.
 Cemaran senyawa organik mudah menguap. Metode V,
Memenuhi syarat.
 Selenium. Tidak lebih dari 30 bpj
 Bahan asal atau bahan baku pembuatan
 Proses sintesis atau isolasi
 Hasil urai bahan yang tidak stabil
 Hasil antara yang tidak sempurna dihilangkan
pada saat pemurnian atau diubah menjadi hasil
utama.
 Hasil reaksi samping yang tidak sempurna
dihilangkan.
 Saat penyimpanan
 Cemaran udara
 Serangga, tikus, ulat dan binatang lainnya.
 Kadar senyawa utamanya 100%.
 Mempunyai tetapan fisika (suhu lebur, suhu
didih, indeks bias, rotasi jenis) yang unik
bukan rentang dan sesuai dengan pustaka
(data base).
Tanda kemurnian dan derajat kemurnian ini
sangat sulit dicapai, karena proses pemurnian
dan pemisahan belum tentu tuntas sempurna
menghilangkan semua cemaran/senyawa
asing. Sehingga senyawa dimungkinkan masih
terdapat sejumlah “kecil” senyawa asing.
Derajat kemurnian senyawa ditentukan oleh tiga hal,
yaitu:
1. Kegunaan dari senyawa tersebut, misalnya pro
analisis, pharmaceutical grade, pure, teknis, dll.
2. Kandungan cemaran yang masih diperkenankan,
misalnya kadar air, susut pengeringan, logam berat,
dll.
3. Kandungan bahan aktif/utama, misalnya
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 101,0% dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Sesuai dengan persyaratan IPTEKS dan keamanan
yang lebih ketat, maka derajat kemurnian bahan
akan berubah menjadi ketat lagi, terlebih lagi bagi
senyawa yang digunakan dalam pengobatan.
 Derajat kemurnian suatu senyawa dapat
dtetapkan melalui uji penetapan kadar
senyawa aktif/utamanya dan atau uji
kemurnian.
 Uji kemurnian merupakan pengujian kualitatif,
semi kuantitatif dan kuantitatif senyawa
asing/cemaran yang masih ada atau diduga
ada dalam senyawa yang diuji.
 Jumlah senyawa asing/cemaran pada umumnya
sangat kecil tetapi berbahaya bagi kesehatan,
oleh karena itu diperlukan suatu
metode/prosedur analisis yang sensitif dan
mudah dalam pengamatannya.
 Kespesifikan reaksi kimia yang digunakan.
 Kepekaan reaksi.
 Pengawasan terhadap kesalahan personal, yang
dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan uji reaksi negatif.


2. Melakukan uji pembandingan dengan larutan
pembanding yang mengandung cemaran dalam
kadar tertentu seperti yang dipersyaratkan
monografi.
3. Melakukan penetapan kuantitatif cemaran yang
dimaksud
1. Cemaran anorganik (kation dan anion/radikal
asam).
2. Cemaran organik (bahan organik asing: hasil
urai, senyawa antara, hasil samping, dll)
3. Cemaran umum, meliputi kadar air, susut
pengeringan, sisa pemijaran/kadar abu dan
kemurnian kromatografi.
4. Residu pelarut/senyawa mudah menguap
 Senyawa asing/cemaran organik dalam zat berasal dari
hasil urai, senyawa asam atau basa bebasnya, senyawa
antara, senyawa sejenis atau hasil samping reaksi
sintesis atau isolasi yang tidak sempurna dihilangkan
pada saat pemurniannya.
 Beberapa senyawa asing bersifat toksis atau
memberikan efek yang lain yang berbeda dengan zat
utamanya maka keberadaannya harus diuji untuk
menjamin khasiat dan keamanannya.
 Pengujian terhadap adanya senyawa asing dan cemaran
dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian
sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi zat
pada kondisi penggunaan biasa.
 Pengujian adanya cemaran organik dapat
dilakukan dengan menggunakan reaksi kimia
yang khas dan peka.
 Gejala yang diamati adalah hasil reaksi yang
dapat diamati: pembentukan warna, endapan
atau tidak terjadi reaksi (“no visual reaction”).
Kadang-kadang hasil reaksi dilanjutkan
dengan analisis lanjut untuk dihitung kadarnya.
 Pengujian secara kimia sangat sulit karena
jenis dan kadarnya sangat sedikit. Di samping
itu sifat reaktivitasnya kadang-kadang sama
dengan zat yang diuji.
1. Uji alkaloida lain ( dari kofein).Pada larutan jenuh
dingin dalam air, tambahkan 1 ml larutan kalium
tetraiodo hidrargirat (II): tidak terbentuk endapan.
2. Uji kofein, teobromin dan paraxantin (dari teofilin).
Kocok 200 mg zat dengan 5 ml kalium hidroksida
encer P atau amonia encer: larutan tetap jernih.
3. 4-aminofenol (dalam parasetamol). Tidak lebih dari
0,005% diukur setelah direaksikan dengan
pereaksi natrium nitroprusida basa, setelah 30
menit warna biru tidak lebih tua dari larutan
pembanding yang mengandung parasetamol dan
4-aminofenol.
1. Cemaran senyawa pereduksi: adanya
aldehid, keton atau gula dalam suatu
bahan obat.
2. Kontaminasi oleh senyawa tidak jenuh.
3. Kontaminasi senyawa peroksida.
4. Kontaminasi metanol dalam etanol
5. Cemaran alkaloida lain
Senyawa Uji Alkaloida Pereaksi
lain
Apomorfin HCl Morfin Kalium raksa(II)iodida
Kodein HCl Morfin Na-nitrit dan NH3
Papaverin HCl Morfin HI dan eter kocok
Ergometrin maleat Ergotoksin NaOH panaskan
Homatoropin HBr. Atropin HNO3 berasap, aseton
Hiosin HBr Alkaloida lain Amonia encer
Pilokarpin Nitrat Alkaloida lain Amonia encer
Kuinin Sulfat Alkaloida kuinin Didihkan saring, filtrat
lainnya ditambah amonia.
Senyawa Senyawa antara Pengujian
Resmi
Asetosal Asam salisilat FeNH4SO4
Benzokain Asam bebas Titrasi NaOH
Mepakrin HCl Kloro metoksiaridon Fluoresensi
Metiltiourasil Tiourea Na asetat +AgNO3
Fenobarbital Asam fenilbarbiturat Etanol: jernih
Teofilin Kafein, Teobromin Amonia : jernih
dan paraxantin
 Ketika cemaran/senyawa asing tidak diketahui
secara khusus dan uji batas dengan cara kimia tidak
dapat digunakan dalam menunjukkan adanya
pencemaran, maka penetapan kadar cemaran umum
dapat dilakukan.
 Cara ini digunakan untuk penetapan:
1. Batas bahan yang tidak larut
2. Batas bahan terlarut
3. Batas lengas dan bahan menguap pada 105o
4. Batas bahan tidak menguap
5. Batas sisa pemijaran
6. Batas susut pemijaran
7. Kadar abu
 Pengujian dilakukan melalui uji kejernihan
larutan dalam pelarut tertentu.
 Misalnya: Senyawa barbiturat larut seperti
Natrium barbiturat harus diuji adanya bahan
yang tidak larutnya yaitu senyawa asam
barbiturat. Pengujian dilakukan dengan cara
melarutkan dalam air dengan perbandingan
tertentu: seharusnya terbentuk larutan jernih
tidak boleh ada partikel yang tidak melarut.
 Bahan yang tidak melarut dapat diukur
kadarnya dengan cara filtrasi, endapan yang
tersisa di atas filter ditimbang setelah
dikeringkan.
 Sebagian besar bahan berupa senyawa hidrat
atau mengandung air dalam bentuk terserap.
Oleh karena itu penetapan kadar air penting
untuk memenuhi standar.
 Tergantung bahannya, dalam masing-masing
monografi tercantum metode penetapan kadar
air dalam bahan.
 Jika bahan mengandung air hidrat, dapat
digunakan metode titrimetri (Titrasi Karl
Fischer), metode distilasi azeotropi atau
metode gravimetri (lihat kuliah AFA).
 Merupakan jumlah bahan yang dapat menguap pada
pengeringan dalam oven 105o.
 Beberapa zat dapat menyerap lengas pada permukaan
selama penyimpanan. Adanya air lengas ini dapat
memicu pertumbuhan bakteri atau reaksi penguraian
seperti hidrolisis yang mengakibatkan mutu zat
menurun.
 Kadar air lengas perlu dibatasi dan dikontrol.
 Kalau bahan yang menguap pada pengujian itu
hanyalah air, maka susut pengeringan akan sama
dengan kadar airnya.
 Tetapi kalau tidak sama, maka berarti ada komponen
lain dalam zat yang menguap pada 105o tersebut.
 Tara botol timbang dangkal dengan tutupnya yang
telah dikeringkan selama 30 menit pada kondisi
percobaan.
 Masukkan zat uji kedalam botol timbang tersebut dan
timbang seksama botol beserta isinya (kurang lebih 1
– 2 g zat), perlahan-lahan permukaan zat diratakan
sehingga merupakan tumpukan setinggi 5 – 10 mm.
 Masukkan ke dalam oven pengering, buka tutupnya
dan biarkan didalam oven lalu dikeringkan pada suhu
(+2) dan selama waktu yang telah ditetapkan
monografi.
 Pada saat oven dibuka, segera botol ditutup dan
keluarkan dari oven dan masukkan ke dalam desikator
sampai suhunya mencapai suhu kamar.
 Timbang botol beserta isi dan tutupnya hingga bobot
tetap. Susut pengeringan dapat dihitung dari selisih
bobot zat sebelum dan sesudah dikeringkan.
 Batas ini diterapkan pada tiga jenis senyawa
yaitu:
1. Senyawa yang menguap sempurna pada saat
pemijaran tanpa ada residu.
2. Senyawa yang terdekomposisi pada saat
pemijaran dan meninggalkan residu (hasil
dekomposisinya)
3. Senyawa yang dikontaminasi oleh cemaran
anorganik yang akan meninggalkan residu
pada saat pemijaran (berupa logam oksida).
 Tara krus platina atau silika yang telah dipijar selama 1
jam pada kondisi percobaan.
 Masukkan 1 -2 g zat kedalam krus lalu ditimbang
beserta isinya.
 Panaskan di atas api kecil sampai terjadi pengarangan
sempurna. Dinginkan
 Teteskan 1 ml asam sulfat pekat dan panaskan lagi
sampai asap putih menghilang.
 Pijarkan dalam tanur 800o sampai arang habis
terbakar.
 Keluarkan krus dari tanur, masukkan dalam desikator
dan dinginkan sampai suhu kamar.
 Timbang hingga bobot tetap. Sisa pemijaran
merupakan selisih bobot krus setelah dipijar dengan
bobot krus kosong.
 Penetapan kuantitatif lainnya pada
pengujian kemurnian adalah
penetapan bilangan kimia dalam
sampel berupa minyak dan lemak (lihat
AFO) yaitu:
1. Bilangan Asam
2. Bilangan Penyabunan
3. Bilangan Ester
4. Bilangan Hidroksil
5. Bilangan iodida
 Pengujian adanya cemaran organik dalam senyawa
obat dapat dilakukan berdasarkan pada pengukuran
serapan di daerah UV atau VIS, atau kadar cemaran
setelah direaksikan dengan suatu pereaksi yang
spesifik.
Pengujian yang dilakukan:

1. Perbandingan serapan pada dua panjang


gelombang (A1/A2)
2. Harga serapan pada satu panjang gelombang.
3. Penetapan kadar cemaran setelah direaksikan
dengan pereaksi spesifik secara spektrofotometri.
1. Perbandingan serapan pada dua panjang
gelombang.
Pada fenoksi metilpenisilina: Larutkan kurang lebih 100 mg
dalam 5 ml larutan natriumm bikarbonat LP, encerkan dengan
air hingga 500 ml. Ukur serapan 1 cm larutan pada 268 nm dan
274 nm. Perbandingan serapan pada 268 nm terhadap 274 nm
tidak kurang dari 1,21 dan tidak lebih dari 1,24.
2. Harga serapan pada satu panjang gelombang.
Untuk oksitetrasiklin: Spektrum ultraviolet dalam asam
klorida 0,01N menunjukkan maksimum pada 268 dan 353 nm.
Serapan 1 cm larutan 0,001% dalam asam klorida 0,01N pada
268 nm adalah 0,37 sampai 0,40, dan pada 353 nm adalah 0,27
sampai 0,29.
3. Penetapan kadar cemaran, setelah
direaksikan dengan suatu pereaksi khas.
Kadar p-Aminofenol bebas dalam Parasetamol:
Masukkan 5,0 g zat ke dalam labu takar 100,o ml,
larutkan dalam 75 ml campuran metanol-air (1:1),
tambahkan 5,0 ml larutan natrium nitroprusida basa.
Encerkan dengan campuran metanol-air (1:1) hingga
tanda. Biarkan selama 30 menit. Ukur serapan larutan
ini dan larutan p-aminofenol yang dibuat dengan cara
yang sama pada 710 nm. Menggunakan 5,0 ml larutan
natrium nitroprusida basa sebagai blangko.
4. Penetapan kadar senyawa utuh/bebasnya.
Betametason bebas: Tidak lebih dari 1,0%.
Larutkan 25,0 mg dalam air 25,0 ml. Pindahkan
5,0 ml larutan ke dalam corong pisah, ekstraksi
tiga kali masing-masing dengan 25 ml
kloroform. Kumpulkan sari dan uapkan serta
residunya dilarutkan dalam metanol hingga
25,0 ml. Ukur serapan pada 239 nm. Hitung
Betametason bebas dengan rumus= 3,25 A.
50 mg serbuk tablet mengandung cemaran
logam berat ditimbang kemudian dilarutkan
dalam 100 ml pelarut. Dari larutan ini
diambil 10 ml kemudian diencerkan dalam
100 ml. Larutan terakhir ini kemudian
diukur dan diperoleh absorban sampel =
0.45. Larutan baku timbal dengan konsetrasi
10 mikrogram/ml memiliki absorban baku
= 0.6. Hitung berapa kadar cemaran per
tablet (bobot per tablet = 250 mg)
 Berkat keunggulan yang dimilikinya,
teknik kromatografi sering digunakan
untuk mendeteksi adanya cemaran
organik. Kromatografi lapis tipis,
kromatografi gas, dan kromatografi cair
kinerja tinggi ketiganya
direkomendasikan oleh beberapa
Farmakope, termasuk FI IV.
 KLT lebih banyak dipakai karena lebih
cepat, sederhana dan tidak memerlukan
keahlian yang khusus.
 Prosedur umum pengujian kemurnian
dengan KLT adalah:
1. Di mana struktur cemaran diketahui.
Cemaran yang dimaksud merupakan hasil
urai atau senyawa utuhnya. Beberapa
Farmakope telah mencantumkan cemaran-
cemaran yang dimaksud (lihat BP dan USP).
2. Di mana struktur cemaran belum diketahui
strukturnya, masih prakiraan saja belum
sempurna dinyatakan. Biasanya zat yang
berasal dari alam (tumbuhan dan fermentasi)
 Cemaran sudah diketahui.
Uji batas dengan KLT berdasarkan pada uji
pembandingan kromatogram larutan pekat
bahan yang diuji dengan larutan encer
cemaran yang telah diketahui.
Intensitas dari bercak dari cemaran pada
kromatogram bahan yang diuji dibandingkan
dengan intensitas bercak cemaran pada
lempeng yang sama.
Bercak cemaran pada larutan bahan yang
diuji tidak boleh seintensif bercak pada
larutan cemaran pada kromatogram yang
sama.
 Uji batas 4-epianhidrotetrasiklin
Fase diam : silika gel/tanah silika yang telah dicuci dengan asam
HCL disuspensikan dalam poliglikol 400 dalam gliserol dan Na
EDTA 0,1 N pH 7 lalu dibuat lapis tipis diatas lempeng kaca. dan
dibacam dalam larutan amonium klorida P.
Fase gerak: Campuran Na EDTA pH 7, etil asetat, kloroform dan
aseton (1:1:3).
Penampak bercak: lampu UV 366 nm.
Larutan Uji : larutan 0,1% tetrasiklin dalam metanol.
Larutan baku cemaran: larutan 4-epianhidrotetrasiklin 0,005%.
Hasil amatan: Kecuali bercak utama terdapat bercak yang tidak
lebih intensif dari bercak baku cemaran.
Pada FI IV, prosedur bukan KLT tetapi kromatografi kolom dengan
sistem yang mirip (lihat <311>, hal 926).
 Cemaran hidrokortison dalam hidrokortison
asetat.
Bercak yang dibuat dari 5 μL larutan 1%
hidrokortison asetat dan bercak lain pada
lempeng yang sama 5μL larutan 0,01%
hidrokortison, lempeng dikembangkan dalam
bejana yang berisi campuran metilenklorida-
eter-metanol-air (77:15:8:1,2). Bercak diamati
di bawah lampu UV.
Hasil kalau intensitas bercak analit lebih kuat
daripada bercak cemaran, maka zat uji tidak
memenuhi syarat uji batas. Batas yang
dipersyaratkan adalah [0,01/1] x 100 = 1%
hidrokortison yang masih boleh ada dalam
bahan baku hidrokortison asetat.
Zat uji Cemaran Batas
(%)
Klotrimazol N-metilpiperazin 0,2
Klotrimazol 2,3 Klorotitanol 0,2
Siklizin Imidazol 0,5
Dexpantenol N-metilpiperazin 0,5
Etinil estradiol 3-aminopropanol 1,0
Loprazolam mslt Estron 0,25
Asam mefenamat dimetilanilin 0,01
Mexiletin HCl 2,6 dimetilfenol 0,2
 Beberapa senyawa tercemari oleh cemaran yang tidak diketahui
strukturnya.
 Untuk mengujinya dilakukan penotolan bercak dari larutan pekat
dan larutan yang encer (hasil pengenceran tertentu).
 Misalnya uji kodein hasil ekstraksi dari poppy opium, dibuat
bercak 10μL larutan 4,0% kodein, 0,06% kodein (larutan 2) dan
0,04% kodein (larutan 3). Lempeng dikembangkan dalam bejana
berisi campuran etanol-siklohexan-amonia 13,5% (72:30:6).
Bercak disemprot dengan larutan Dragendorff.
 Hasil amatan: Tidak boleh ada bercak kedua selain bercak utama
yang lebih intensif dari bercak larutan 2. Tidak boleh ada bercak
selain bercak kedua yang mempunyai Rf lebih besar dari bercak
larutan 3.
 Batas dua cemaran itu adalah:
a. cemaran I = 0,06/4 x 100 = 1,5%
b. cemaran II = 0,04/4 x 100 = 1,0%
 Uji cemaran umum yang tertera pada monografi
digunakan untuk menilai profil cemaran suatu
bahan. Uji cemaran tersebut menggunakan
KLT<481>, hal 947.
 Fase diam digunakan silika gel P setebal 0,25
mm.
 Fase gerak sesuai tertera pada monografi
 Penampak bercak : bermacam-macam sesuai
monografi ( ada 22 jenis penampak bercak KLT
dalam FI IV).
 Pengamatan : Tidak ada bercak lain selain dari
bercak utama.
 Diujidengan kromatografi gas. FI IV memuat
prosedur uji cemaran senyawa organik mudah
menguap <471>, hal 943.
 Metode khusus yang digunakan dan jenis
metode yang diperlukan diuraikan di dalam
masing-masing monografi.
 Yang termasuk cemaran mudah menguap
adalah antara lain pelarut organik dan gas
yang digunakan dalam pembuatan bahan baku
atau proses pembuatan sediaan dan sterilisasi
atau cemaran hasil urai bahan baku.
 Cemaran mudah menguap, antara lain:
1. Etilen dioksida (batas 10 bpj)
2. Dimetil anilin (dalam bupivakain)
3. Metilen klorida (dalam tablet salut)
4. Glutaraldehida (dalam film polimer)
5. Benzena (batas 100 bpj)
6. Kloroform (batas 50 bpj)
7. 1,4 dioksan ( batas 100 bpj)
8. Trikloroetilen (batas 100 bpj)
Obat Residu Kondisi KG
Ampisilin Na Diklorometan PEG 10%, 60o
Ampisilin Na Dimetilanilin OV-17 3%, 80o
Kolkhisin Etilasetat PEG 10%, 75o
Kolkhisin Kloroform PEG 10%. 75o
Gentamisin Metanol Porapak Q,
Menotrofin Air 120o
Warfarin Na Propan-2-ol Chromosorb ,
TCD
PEG 10%, 70o
 Bermacam-macam prosedur/metode yang
dilakukan dalam FI IV adalah Metode I hingga
metode VI, dan metode khusus untuk metilen
klorida.
 Headspace analysis, Dalam prosedur ini
sampel ditempatkan dalam vial yang bertutup
karet kuat bersama-sama pelarut yang tidak
menguap misalnya air. Vial dipanaskan dan
dikocok hingga setimbang dan sebuah alat
suntik diinjeksikan ke dalam vial tsb lalu
disedot sejumlah 1 ml gas yang ada di atas
campuran tsb. Kemudian diinjeksikan ke
kromatograf gas.
 Kemurnian kromatografi adalah uji
kemurnian yang dilakukan dengan
kromatografi (KLT, KCKT dan KG).
 Uji dengan KCKT dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu prosedur di mana
cemaran belum diketahui strukturnya
dan prosedur dimana cemaran sudah
diketahui prosedurnya.
Oleh :
Prof. Dr. Slamet Ibrahim S. DEA. Apt.
2014
 Syarat kadar/potensi atau kadar/potensi baku
adalah pernyataan kadar atau potensi senyawa
aktif dalam bahan baku obat yang harus
dipenuhi oleh bahan agar dapat digunakan
untuk pengobatan.
 Dapat ditetapkan dengan cara penetapan
kadar yang tertera dalam masing-masing
monografinya.
 Prosedur lain yang tidak tercantum dalam
monografi, dapat digunakan asalkan dapat
dibuktikan ketelitian danketepatannya paling
sedikit sama dengan prosedur dalam
monografi.
1. Alopurinol mengandung tidak kurang dari 98,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C5H4N4O dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
2. Alfa Tokoferol Asetat adalah semua bentuk rasemat
α-tokoferol asetat. Mengandung tidak kurang dari
96,0% dan tidak lebih dari 102,0% C31H52O3.
3. Amikasin mempunyai potensi tidak kurang dari 900
μg C22H43H5O13 per mg, dihitung terhadap zat
anhidrat.
4. Aminofilin adalah senyawa anhidrat atau
mengandung tidak lebih dari 2 molekul hidrat.
Mengandung tidak kurang 84,0% dan tidak lebih
dari 87,4% teofilin anhidrat, C7H8N4O2, dihitung
terhadap zat anhidrat.
5. Amoksilin mengandung tidak kurang dari 90,0%
C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat.
Mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari
900 μg dan tidak lebih dari 1050 μg per mg
C16H19N3O3S, dihitung terhadap zat anhidrat.
 Bila
dalam persyaratan kadar bahan dalam
monografi terdapat pernyataan “dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan, atau
yang telah dipijar, atau anhidrat” , maka zat
yang bersangkutan tidak perlu dikeringkan
atau dipijar dahulu sebelum ditetapkan
kadarnya. Penetapan kadar dapat dilakukan
pada zat yang belum dikeringkan atau
dipijar, hasil penetapan tersebut dikoreksi
dengan faktor yang diperoleh dari hasil
penetapan susut pengeringan, kadar air
atau sisa pemijaran zat yang bersangkutan.
 Dalam melaksanakan prosedur penetapan
kadar, jumlah satuan takaran yaitu berat
sampel atau volume pereaksi, yang digunakan
tidak boleh lebih kecil dari yang telah
ditetapkan pada monografi. Bila satuan takaran
tersebut diperbesar atau diperkecil dari berat
atau volume yang telah ditetapkan, maka
pengerjaan dan pengukurannya dilakukan
dengan ketelitian yang setara dan langkah
berikutnya seperti pengenceran dibuat
sedemikian rupa untuk menghasilkan kadar
yang setara dengan pernyataan kadar yang
telah ditetapkan.
 Dalam melakukan penetapan kadar perlu
diikuti prinsip praktek laboratorium
yang aman, termasuk penggunaan
tindakan pencegahan alat pelindung dan
praktek kerja yang sesuai dengan bahan
kimia dan prosedur yang digunakan.
 Sebelum melaksanakan prosedur
penetapan, penguji harus sadar akan
bahaya yang disebabkan oleh bahan
kimia maupun prosedur.
 Gravimetri
 Volumetri/titrasi.
 Spektrofotometri
 Kromatografi
 Mikrobiologi
 Radiokimia dan radioimun
 Metode lainnya
 Merupakan metode penetapan kadar
berdasarkan berat dari zat berkhasiat atau
hasil reaksinya, sederhana dan langsung
dilakukan pada sampel, dan memberikan hasil
yang teliti/akurat.
 Kelemahannya adalah sampel yang dianalisis
sangat besar (>100 mg zat berkhasiat), waktu
pengerjaan yang lama, dan faktor konversinya
memerlukan percobaan yang berulang-ulang.
Faktor konversi selama ini diturunkan dari
persamaan reaksi stokhiometrinya.
 Pengerjaan gravimetri dilakukan secara bertahap:
1. Pengubahan senyawa aktif menjadi suatu senyawa
yang kelarutannya rendah atau mengendap secara
kuantitatif.
2. Pemisahan endapan melalui penyaringan atau
ekstraksi dalam pelarut yang sesuai.
3. Pemurnian atau pembebasan dari senyawa asing
melalui pencucian atau rekristalisasi.
4. Pengeringan dalam lemari pengering/oven yang
sesuai hingga beratnya tetap, yang dinyatakan
sebagai dua hasil penimbangan berturut-turut
berbeda tidak lebih dari 0,50 mg dari setiao gram
sampel yang digunakan.
5. Perhitungan dalam persen(%) dengan
menggunakan faktor koreksi.
 Dibandingkan dengan metode gravimetri, metode
volumetri lebih cepat dan akurat.
 Peralatan gelas dan timbangan yang digunakan dapat
tersedia dan mudah digunakan dan dikalibrasi.
 Pereaksi-pereaksi kimia mudah diperoleh, dimurnikan,
dan dibakukan serta dapat tahan lama.
 Kendala yang harus diperhatikan adalah penentuan
titik akhir titrasi yang biasa dibantu dengan
menggunakan suatu indikator kimia. Untuk mengatasi
hal ini dapat digunakan cara elektrokimia dalam
penetapan titik akhir titrasinya.
INDIKATOR

Peniter
Aliquot

Terminologi
TITRASI
TITIK EKIVALEN ?
TITIK AKHIR
?
1. Stoikiometri diketahui dan tetap
2. Arah reaksi diketahui
3. Kesetimbangan harus cepat
4. Tidak ada reaksi samping
5. Galat pada akhir titrasi sekecil
mungkin
 Suatu analit (senyawa yang dianalisis) bereaksi
dengan larutan baku pereaksi yang diketahui
kadarnya secara tepat atau dengan kadar yang
dapat ditetapkan secara tepat.
 Jumlah atau volume larutan baku pereaksi
yang dibutuhkan untuk reaksi secara sempurna
dengan seluruh analit yang ada dalam sampel
digunakan untuk menetapkan kadar atau
derajat kemurnian analit dalam sampel.
 Digunakan farmakope untuk penetapan kadar
senyawa aktif, eksipien, dan senyawa aktif
dalam sediaan farmasi terutama bagi analit
yang tidak mempunyai atau kurang gugus
kromofor.
 Digunakan dalam standardisasi bahan baku,
dan bahan antara pada sintesis obat.
 Beberapa titrasi khusus, seperti titrasi Karl
Fischer untuk mengestimasi kadar air, dipakai
secara luas dalam farmakope dan industri.
 Mampu memberikan hasil analisis dengan derajat
akurasi dan presisi yang tinggi dibandingkan metode
instrumen, dengan presisi + 0,1% yang dapat dicapai.
 Metode ini secara umum tangguh (robust).
 Prosedur dapat diotomatisasi.
 Biayanya murah dan tidak mensyaratkan alat khusus
kecuali alat gelas terkalibrasi.
 Merupakan metode absolut, tidak membutuhkan bahan
baku pembanding, sehingga tidak tergantung pada
kalibrasi instrumen.
 Mudah dilakukan dan gampang diinterpretasikan.
 Merupakan metode yang kurang selektif.
 Memerlukan waktu pengerjaan yang
lama, kalau tidak diotomatisasi.
 Memerlukan keahlian khusus dalam
menentukan titik akhir titrasi.
 Memerlukan jumlah sampel yang
banyak.
 Reaksi antara larutan baku pereaksi
dengan analit harus cepat dan sempurna.
Titrasi Elektrode Elektrode Persamaan
indikator pembanding
Asam-Basa Kaca Kalomel E = 0,0591pH + k
Ag – AgCl
Pengendapan Perak Kalomel E =0,0591pAg +Eo

Komplexometri Hg-Hg(II) Kalomel E=0,0296(logk-pM)


+ Eo
Redoks Platina Kalomel E= Eo + 0.0591/n
Ag-AgCl log [Ok]/[Red]
1. Titrasi Asam - Basa
2. Titrasi Bebas Air
3. Titrasi Pengendapan
4. Titrasi Kompleksometri
5. Titrasi Redoks
6. Titrasi lain-lain.
Sedangkan dalam pelaksanaannya, titrasi
dapat dilakukan secara titrasi langsung atau
titrasi residual (titrasi kembali).
 Pada titrasi langsung, larutan peniter ditambahkan
langsung sedikit demi sedikit dari buret yang sesuai,
pada suatu senyawa yang terlarut (analit) dalam suatu
wadah titrasi yang sesuai. Titik akhir titrasi ditetapkan
secara visual menggunakan indikator kimia atau
dengan instrumen yang sesuai.
 Volume peniter hendaknya antara 30% hingga 100%
dari kapasitas buret. Bila volume yang diperlukan
<<10,0 ml maka harus digunakan mikroburet.
 Titrasi dilakukan secara cepat, tapi harus hati-hati pada
saat mendekati titik akhir titrasi.
 Kadar senyawa yang dititrasi dapat dihitung dengan:
Mg zat = Volume X titer peniter X faktor kesetaraan
 Pada titrasi residual, sejumlah volume larutan
peniter utama ditambahkan berlebih dari
jumlah yang seharusnya bereaksi dengan
analit. Kelebihan/residu peniter tadi dititrasi
kembali dengan menggunakan suatu
peniter/volumetrik kedua.
 Kalau perlu, reaksi antara peniter pertama
dengan analit dibiarkan sempurna dalam
waktu tertentu sebelum dititrasi kembali
dengan peniter kedua.
 Kadar senyawa analit dapat dihitung dari
selisih miliekivalen kedua peniter dikali
dengan faktor kesetaraan senyawa.
 Titrasi Langsung

 Titrasi langsung dengan blanko


Sampel mek Sampel

A B

Blanko B
 Titrasi kembali
C pelarut yang lain
menitrasi kelebihan A
A berlebih

 Titrasi kembali dengan penetapan


blanko
Sampel A berlebih
Titrasi kembali
A berlebih B C
Blanko Titrasi blanko
B D
 Penetapan kadar senyawa ester, dilakukan
dengan hidrolisis NaOH, dan kelebihan NaOH
dititrasi kembali dengan larutan baku HCl.
 Penetapan kadar Alkohol dengan asetat
anhidrida. Kelebihan asetatanhidrida dan asam
asetat yang dihasilkan reaksi, dititrasi kembali
dengan larutan baku NaOH.
 Titrasi iodometri penisilin, di mana hasil
hidrolisis penisilin (dengan enzim atau basa)
direaksikan dengan iodium, dan kelebihan
iodium dititrasi kembali dengan larutan baku
natrium tiosulfat.
 mek peniter = mek analit

mek analit = Vt.Nt

Vs.Ns = Vt. Nt

Vt.Nt = berat sampel (mg)


BM
1. 0.8168 g baku primer K Biftalat (BM
204,2) dititrasi terhadap indikator
fenolftalein membutuhkan 41,03 ml
larutan NaOH. Berapakah normalitas
NaOH?
2. 0,2212 g KHCO3 (BM 100,1) dititrasi
dengan 20,23 ml larutan HCl 0,1091 N.
Hitunglah % kemurnian KHCO3
3. 0,2261 g sampel basa lemah dititrasi
dengan 18.03 ml larutan HClO4 0,1026 N.
Berapakah bobot ekivalen basa
tersebut.
 Analisis fotometrik bergantung pada pengukuran
sejumlah radiasi/cahaya yang diabsorpsi/diserap oleh
larutan (spektrofotometri), oleh suatu suspensi
keruh/padat (turbidimetri), sejumlah cahaya yang
dihamburkan suspensi (nefelometri), atau intensitas
cahaya yang diemisikan larutan setelah dieksitasi
(fluorometri), atau intensitas cahaya diemisikan unsur
ketika suhunya sangat tinggi (fotometri nyala).
 Metode spektrofotometri memerlukan bahan
pembanding (BPFI) untuk membantu dalam
perhitungan kadar.
 Instrumentnya harus terawat, bersih dan siap pakai
(terkalibrasi).
 Absorpsi radiasi oleh larutan yang mengandung senyawa yang
dapat mengabsorpsi radiasi UV.
log Io/I = A = εbC
di mana Io = intensitas radiasi yang masuk, I = intensitas radiasi
yang keluar/ditransmisikan, A = absorbansi, ε= absorptivitas
molar, b = lebar kuvet dan C = konsentrasi analit dalam mol/L.
 Dalam produk farmasi, konsentrasi biasanya dinyatakan dalam g
atau mg per liter, oleh karena itu Persamaan Lambert-Beer
dinyatakan dalam:
A = A(1%, 1 cm).bC
di mana A (1%, 1cm) adalah absorbans larutan analit 1% dalam
kuvet 1 cm, dan C dinyatakan dalam g/100 ml. Karena kuvet yang
digunakan biasanya 1 cm lebarnya, maka konsentrasi dapat
dihitung langsung dari persamaan berikut:
C = A/ {A(1%, 1cm)
di mana C dinyatakan dalam g/100 ml.
British Pharmacopeia menggunakan cara ini dalam perhitungan
kadar dengan spektrofotometri UV.
 LarutanHidrokortison fosfat Na memberikan
absorbans 0,666 pada 248 nm. Jika A(1%,1cm)
= 333 pada 248 nm, maka konsentrasi larutan
tersebut adalah

 LarutanIsoprenalin memberikan absorbans


0,500 pada 280 nm. Jika A (1%, 1cm) = 100
pada 280 nm, maka konsentrasi larutan
tersebut adalah:
 Larutan Hidrokortison fosfat Na memberikan
absorbans 0,666 pada 248 nm. Jika A(1%,1cm)
= 333 pada 248 nm, maka konsentrasi larutan
tersebut adalah
C = 0,666/333 = 0,002 g/100 ml
= 2 mg/100 ml
 Larutan Isoprenalin memberikan absorbans
0,500 pada 280 nm. Jika A (1%, 1cm) = 100
pada 280 nm, maka konsentrasi larutan
tersebut adalah:
C = 0,500/100 = 0,005 g/100 ml
= 5 mg/100 ml.
 Beberapa Farmakope, seperti FI IV dan USP
menggunakan cara lain dalam perhitungan kadar
dengan cara spektrofotometri. Dalam hal ini,
digunakan absorbans (Ab) larutan senyawa
pembanding yang diketahui kadarnya (Cb) untuk
menghitung kadar larutan senyawa yang dimaksud
(Ca) yang diukur absorbansnya pada panjang
gelombang serapan maksimumnya (Aa).
 Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Ca = [Aa/Ab]. Cb
Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, maka
[Aa/Ab] sebaiknya mendekati 1. Artinya Kadar analit
tidak begitu jauh berbeda dengan kadar senyawa
pembanding.
 Dalam perhitungan kadar dalam sampel harus
memperhatikan faktor pengenceran.
 Beberapa senyawa organik obat yang tidak mempunyai
gugus kromofor yang memadai dapat diukur kadarnya
secara spektrofotometri melalui pembentukan senyawa
derivat yang dapat menyerap radiasi UV atau Vis.
 Misalnya:
a. Penisilin semi sintetik dapat membentuk kompleks
dengan ion merkuri (II) dengan adanya katalis
imidazol. Senyawa derivatif ini memperlihatkan
serapan maksimum antara 325 nm dan 345 nm.
b. Adrenalin dapat diukur secara selektif setelah
direaksikan dengan ion besi (II) yang membentuk
senyawa komplek dengan gugus katekhol yang ada
pada adrenalin. Senyawa kompleks ini berwarna ungu
dan memberikan serapan maksimum pada sekitar 540
nm.
 Yang paling banyak digunakan adalah Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT).
 Sistem instumentasi KCKT elusi isokratik pada umumnya terdiri
dari: wadah pelarut (fase gerak), sistem pompa kuat dengan
tekanan sampai 4000 psi dengan laju alir sampai dengan 10
ml/mn, sistem injektor “loop” dengan kapasitas 1 – 100 μL
(biasanya 20 μL), kolom (paling banyak kolom ODS), detektor
(paling banyak detektor UV), sistem rekaman yang disambung
dengan PC.
 Prinsip kerja KCKT: Cairan fase gerak dipompa di bawah
tekanan tinggi melalui kolom baja yang mengandung partikel fase
diam jenis tertentu, sejumlah sampel diinjeksikan melalui injektor
loop yang terletak pada ujung kolom, akan mengalami pemisahan
dalam kolom yang terdeteksi oleh detektor yang memadai.
Kromatogram akan diperoleh dari sistem rekaman yang digabung
dengan PC.
 Tujuan UKS adalah:
1. Adanya kepastian kesesuaian dan keefektifan
sistem operasional yang digunakan.
2. Penyesuaian kondisi operasional agar
diperoleh kondisi yang baik dengan
kromatogram yang baik.
 Pengujian ini berdasarkan pada prinsip
bahwa sistem elektronik, peralatan, zat uji
dan kondisi operasional analitik membentuk
satu sistem analitik tunggal yang dapat diuji
fungsinya secara keseluruhan
 Data spesifik dikumpulkan dari penyuntikan
berulang larutan uji atau larutan baku.
 Parameter yang penting dalam UKS:
1. Keberulangan dari penyuntikan ulang larutan baku,
yang dinyatakan dalam simpangan baku relatif atau
koefisien variansi. Penyuntikan minimal 5 kali
dengan nilai KV ≤2%.
2. Faktor ikutan untuk membatasi asimetri yang
diperbolehkan yang dinyatakan dalam nilai T. Untuk
kromatogram simetris nilai T = 1 dan batasan nilai T
tergantung pada monografinya.
3. Resolusi untuk memastikan keterpisahan komponen-
komponen yang terelusi, untuk memastikan efisiensi
pemisahan umum atau bila digunakan baku internal.
Dinyatakan dengan Rs≥1,5.
 Penetapan kadar senyawa aktif dalam bahan baku
dapat dilakukan dengan menggunakan baku luar (
external standard).
 Dalam farmakope, biasanya menggunakan single point
of calibration dimana digunakan hanya satu larutan
senyawa pembanding yang kadarnya diketahui dan
disiapkan dan disuntikkan sama persis seperti larutan
uji (harus sudah dibuktikan dulu linieritas dan zero
blanc ).
Ca = [ra/rb]. Cb
di mana Ca = kadar larutan uji, Cb = kadar larutan
bahan pembanding, ra dan rb = respon puncak utama
pada kromatogram analit ataupun bahan pembanding.
Respon dapat dinyatakan tinggi puncak atau luas area
di bawah kurva kromatogram.
 Metode KCKT umum tidak memberikan hasil yang cermat dan
seksama untuk beberapa senyawa, karena rekoverinya kurang
memadai. Untuk meningkatkan kecermatan dan keseksamaan
metode, maka analisis yang dilakukan harus menggunakan baku
dalam.
 Baku dalam adalah senyawa yang berbeda dengan analit namun
mempunyai kesamaan sifat yang dapat terpisahkan dengan
resolusi yang memadai. Baku dalam ini ditambahkan kedalam
larutan uji maupun larutan baku pembanding, dalam jumlah atau
kadar yang sama. Kedua larutan itu disiapkan dan disuntikan
kedalam sistem kromatografi yang sudah baik.
 Kadar analit dihitung sebagai berikut:
Ca = [Ra/Rb]. Cb
di mana Ca = kadar larutan uji, Cb = kadar larutan pembanding, Ra
dan Rb adalah faktor respon larutan uji dan larutan baku
pembanding.
Ra = [ra/rbd] dari kromatogram larutan uji ( yang telah
ditambahkan sejumlah tertentu larutan baku dalam)
 Untuk penetapan kadar dengan kromatografi
gas (KG), perhitungan kadar dapat digunakan
persamaan yang berlaku pada KCKT, baik
menggunakan baku luar maupun baku dalam.
 Senyawa yang dapat dianalisis secara KG harus
menguap pada suhu percobaan (kolom)
sehingga melarut dalam fase gerak berupa
gas. Jika senyawa organik tersebut tidak
menguap, maka dapat dilakukan derivatisasi
menggunakan pereaksi tertentu. Senyawa
derivat yang terbentuk harus dapat menguap
pada suhu kolom yang digunakan.
 Cara mikrobiologi digunakan untuk
menentukan aktivitas/potensi antibiotika.
 Aktivitas antibiotika dapat ditunjukkan pada
kondisi yang sesuai dengan efek daya
hambatnya terhadap pertumbuhan mikroba uji.
 Penurunan aktivitas ini kadang-kadang tidak
dapat ditunjukkan oleh metode kimia,
sehingga pengujian secara mikrobiologi
biasanya merupakan standar untuk mengatasi
keraguan ini.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai