LP Hcu Melati Fiks
LP Hcu Melati Fiks
S.Tr.Kep 2B
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak
dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkusadalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan
peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes
B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes Tipe I
a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
c. Faktor lingkunngan
2. Diabetes Tipe II
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok genetik.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
factor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor ekstrogen
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering
merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan
Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).
Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
D. Patofisiologi
Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi
dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi
kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk
kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan
closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
E. Pathway
F. Penatalaksannan medik
Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
G. Penatalaksanaan
1. Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain:
a. Perawatan luka
Dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic
ringan.Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan
ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata
tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus
DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226).
b. Antibiotika atau kemoterapi.
Tujuan dari pemberian obat antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka.
c. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilandalam
melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri
Pendidikan kesehatan perawatan kaki:
1) Hiegene kaki:
a) Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,jangan
digosok
b) Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekanyang
berlebih
c) Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
d) Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
e) Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
f) Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara
kakidirendam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2) Alas kaki yang tepat
3) Mencegah trauma kaki
4) Berhenti merokok
5) Segera bertindak jika ada masalah
d. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka.Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas
3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein
tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi
atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
e. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weightbearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatukhusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki
harusdilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karenakaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi
traumaberulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka
f. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatanatau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
2) Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor
H. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang
perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi
4. Nutrisi
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
6. Nyeri
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipo / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi
J. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik asuhan keperawatan, 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan ontro presipitasi.
dibuktikan dengan level 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri: ketidaknyamanan.
klien dapat melaporkan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri pada petugas, untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
frekuensi nyeri, ekspresi sebelumnya.
wajah, dan menyatakan 4. Kontrol ontro lingkungan yang
kenyamanan fisik dan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
psikologis, TD 120/80 pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-100 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Control (farmakologis/non farmakologis)..
nyeri dibuktikan 7. Ajarkan teknik non farmakologis
dengan klien (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
melaporkan gejala nyeri nyeri..
dan control nyeri. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi
& irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer
asuhan keperawatan, & sekunder
perawat akan 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
menangani / pasien lain.
mengurangi komplikasi 3. Batasi pengunjung bila perlu.
defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
6. Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing
infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya
dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan
bila hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
NANDA, 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-
Noc. Jogja: Meadiaction Jogja.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.