Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

TOPES (AUTOMATIC PEST SPRAYER) PENGENDALI HAMA WERENG


MENGATASI PENURUNAN PRODUKTIVITAS PADI

Variabel bebas Variabel terikat

BIDANG KEGIATAN:

PKM GT

Diusulkan oleh:

Novi Lailatul Badriyah 195040100111047 Tahun Angkatan 2019

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan oleh
petani Indonesia, karena padi menghasilkan nasi yang merupakan makanan pokok
bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Penurunan produktivitas padi akhir-
akhir ini menjadi ancaman besar bagi para petani. Menurut BPS (2014) produksi
padi Indonesia pada tahun 2014 sebesar 70,85 juta ton, mengalami penurunan
sebesar 433,24 ribu ton (0,61 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan ini
bisa disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik. Faktor abiotik meliputi tingkat
kesuburan tanah, curah hujan, iklim yang terlalu ekstrem sehingga berakibat
kekeringan dan lain-lain. Sedangkan faktor biotik seperti gulma, penyakit, dan
hama. Sampai saat ini hama masih menjadi kendala besar bagi petani.
pengendalian hama menjadi prioritas utama karena kegagalan pengendalian hama
akan menurunkan produksi pertanian.

Nilavarpata Lugens atau wereng batang coklat bukanlah nama asing bagi para
petani Indonesia. Hama ini populer dikalangan petani, karena hama ini paling sulit
diatasi diantara hama-hama lainnya. Selain itu hama ini menjadi salah satu hama
utama padi yang menyerang setiap musim dan bila terjadi ledakan maka banyak
padi yang puso atau gagal panen. Wereng batang coklat adalah sebutan umum
untuk serangga penghisap cairan tanaman anggota ordo Homoptera berukuran
kecil ini. Menurut Hidayat (2001) ukuran hama wereng jantan 2-3 mm, sedangkan
ukuran hama wereng betina 3-4 mm. Disamping ukuran yang sangat kecil, hama
jenis ini populasinya sangat cepat, bahkan seekor wereng betina ketika bertelur
mampu menghasilkan telur hingga 100-500 butir.

Introduction

Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi serangan hama ini, mulai
dari penggunaan varietas padi tahan hama, penggunaan insektisida, penyebaran
musuh alami, hingga cara budidaya (cara tanam, pemupukan, pengairan, dan
penyiangan). Namun beberapa hal diatas penerapannya masih belum optimal
karena berbagai hal, seperti penggunaan insektisida yang tidak akurat atau bahkan
melebihi batas anjuran. Dengan kondisi lahan yang lembab, selalu tergenang air,
lahan ternaungi, dan penggunaan pupuk N yang tinggi maka akan memicu
perkembangan hama wereng (Samaj, 2019). Kegiatan tanam yang tidak serempak
serta perubahan iklim global yang cukup ekstrem akhir-akhir ini juga memicu
terjadinya ledakan hama wereng. Menurut Hasibuan (2008) Iklim atau musim
yang tidak menentu dapat mempengaruhi tingkat serangan hama. Menurut data
Kementan (2017) dari 63.075 hektare sawah yang terserang hama wereng, sekitar
20.152 hektare atau 31,94% di antaranya mengalami puso atau gagal panen.

Justifikasi

Gambar 1. Serangan Hama Wereng pada Batang Padi (Sumber: solopos.com)

Wereng batang coklat menyerang langsung tanaman padi dengan menghisap


cairan pada batang padi. Hal ini ditandai dengan gejala tanaman padi yang
menguning, mengering lalu mati dan bahkan mengakibatkan butir padi menjadi
kopong. Puluhan ribu petani sudah merasakan dampak serangan hama ini.
Produksi padi mereka turun atau bahkan tidak mendapatkan hasil produksi sama
sekali karena kerusakan lahan akibat serangan yang cukup parah. Menurut
Anggraini (2014) populasi hama wereng yang cukup tinggi akan menyebabkan
tanaman padi mengalami kekeringan atau sering disebut dengan hopperburn yaitu
tanaman padi menjadi kering kuning kemerahan seperti terbakar

Kronologi

Saat ini produksi padi terus dipacu untuk memenuhi kebutuhan pangan
yang terus meningkat. Namun demikian, segala upaya untuk meningkatkan
produksi belum dilakukan secara optimal. Penggunaan insektida secara rasional
dan seimbang merupakan faktor kunci dalam peningkatan produksi pertanian.
Inovasi teknologi pertanian juga dapat membantu para petani untuk memproduksi
lebih banyak tanaman dengan biaya produksi yang lebih rendah. Kombinasi
teknologi pilihan yang tepat dan penerapannya yang disesuaikan dengan kondisi
dan potensi setempat dapat meningkatkan hasil pertanian sekaligus menjaga
kelestarian lingkungan. TOPES (Automatic Pest Sprayer) merupakan salah satu
inovasi teknologi pertanian berupa alat penyemprot hama otomatis yang telah
disesuaikan dengan kebutuhan lahan dalam mengendalikan hama wereng. Dengan
menerapkan teknologi ini maka petani akan dipermudah dengan penyemprotan
yang dilakukan secara otomatis dan jumlahnya sudah disesuaikan dengan
kebutuhan sehingga penggunaan insektisida tidak akan berlebih dan dapat
menghasilkan produk pertanian yang maksimal.
Konsep Solusi
1.2 Tujuan
Adapun tujuan umum pengajuan gagasan ini adalah:
 Untuk membuat inovasi teknologi pertanian berupa alat penyemprot hama
wereng otomatis
Adapun tujuan khusus pengajuan gagasan ini adalah:

 Untuk mendeskripsikan fungsi, cara kerja, dan kelebihan alat penyemprot


hama otomatis
1.3 Manfaat
Gagasan ini diharapkan dapat memberi manfaat seperti:

1. Memberikan gambaran mengenai sebuah alat penyemprot hama otomatis


bernama TOPES (Automatic Pest Sprayer)
2. Memberikan solusi bagi petani yang mengalami masalah penurunan
produktivitas padi akibat serangan hama wereng

2. GAGASAN
2.1 Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan (merujuk pada justifikasi)

Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi padi tertinggi di dunia.


Padi menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Hal ini
menyebabkan jumlah tanaman padi harus tetap terjaga sepanjang tahun.
Pengendalian hama merupakan prioritas utama setelah padi ditanam di lahan
karena kegagalan pengendalian hama akan menurunkan hasil produksi secara
drastis. Salah satu hama yang paling populer dikalangan petani Indonesia adalah
Nilavarpata Lugens atau yang biasa disebut dengan hama wereng batang coklat.

Wereng batang coklat merupakan salah satu hama yang adaptif. Artinya
hama ini dapat berkembangbiak dan merusak tanaman padi pada segala jenis
kondisi, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Sebelum tahun 1994
wereng coklat merupakan hama pada musim hujan, tetapi setelah tahun 1994
merupakan hama yang menyerang tanaman padi baik pada musim hujan maupun
musim kemarau. Kerusakan yang diakibatkan hama ini cukup luas dan hampir
terjadi pada setiap musim pertanaman (Murjoko, 2019). Menurut Baehaki (2012)
sebagai hama utama tanaman padi, wereng batang coklat adalah serangga dengan
genetik plastisitas yang tinggi sehingga mampu beradaptasi pada berbagai
lingkungan dalam waktu yang relatif singkat. Sifat demikian menimbulkan
ledakan hama dan akan menurunkan produktivitas padi.

Serangan hama wereng batang coklat pada tanaman padi di Indonesia


diketahui pertama kali terjadi pada tahun 1939 di Darmaga, Bogor, kemudian
hama ini menyebar ke daerah Yogyakarta dan Mojokerto pada tahun 1940.
Ledakan hama wereng coklat yang luas terjadi dalam periode 1960-1970,
mencapai 52 ribu ha, kemudian dalam periode 1971-1980 meningkat menjadi 309
ribu ha, dan dalam periode 1981-1990 tercatat 458 ribu ha. Dalam kurun waktu
1991-2000 serangan hama ini menurun menjadi 313 ribu ha dan pada 2001-2010
mengalami peningkatan kembali menjadi 361 ribu ha dan 11 ribu ha di antaranya
mengalami puso atau gagal panen. (Ditlin, 2011).

Gambar 2. Akibat Serangan Hama Wereng (Sumber: kompas)


Puluhan ribu petani sudah merasakan dampak dari serangan hama adaptif
ini. Produksi padi mereka turun atau bahkan tidak mendapatkan hasil produksi
sama sekali karena kerusakan lahan akibat serangan yang cukup parah. Serangan
hama wereng batang coklat meresahkan berbagai pihak baik petani maupun
pemerintah. Menurut Anggraini (2014) populasi hama wereng yang cukup tinggi
akan menyebabkan tanaman padi mengalami kekeringan atau sering disebut
dengan hopperburn yaitu tanaman padi menjadi kering kuning kemerahan seperti
terbakar. Hal ini akan menurunkan produktivitas padi baik secara kualitas maupun
kuantitas. Menurut data Kementan (2017) dari 63.075 hektare sawah yang
terserang hama wereng, sekitar 20.152 hektare atau 31,94% di antaranya
mengalami gagal panen.

2.2 Solusi yang Pernah Ditawarkan (merujuk pada justifikasi)

Solusi pengendalian hama wereng batang coklat sudah banyak dilakukan,


mulai dari penyediaan varietas tahan hama dan penyakit, penggunaan musuh
alami, Penggunaan insektisida, serta cara budidaya yang meliputi waktu tanam
dan pengairan. Secara teknis, tanam padi secara serempak sudah diterapkan di
beberapa daerah di Indonesia untuk menghindari dominasi hama pada satu daerah
atau pada titik tertentu. Dominasi hama pada satu titik akan menyebar menjadi
hama pada areal yang lebih luas. Walaupun pertanian serempak sudah diterapkan
namun keberadaan hama wereng masih tinggi disepanjang musim tanam. Hal ini
disebabkan oleh kemampuan hama wereng yang adaptif dan mampu berkembang
biak dengan cepat.

Penggunaan insektisida secara manual juga menjadi salah satu solusi yang
diterapkan untuk mengendalikan serangan hama hingga saat ini. Pengendalian
hama wereng secara manual membuat petani menyemprotkan insektisida
sebanyak-banyaknya dengan tujuan hama terlalap habis tanpa ada sisa. Tanpa
sepengetahuan mereka penggunaan insektisida berlebih akan menimbulkan
resurgensi, resistensi, dan dampak lain yang merugikan. Karena hal ini, upaya
pemanfaatan musuh alami untuk pengendalian hama secara hayati makin
meningkat. Musuh alami dianggap lebih ramah lingkungan, namun cara ini
memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah keberadaan musuh alami yang
susah dicari dan butuh penelitian khusus serta pengendalian hama akan berjalan
dengan lambat.

Selain beberapa cara yang telah disebutkan di atas, terdapat salah satu
teknologi terbaru yang sudah diterapkan untuk mengatasi serangan hama wereng
yaitu penerapan metode fisika dengan pemanfaatan gelombang ultrasonik.
Gelombang ultrasonik merupakan salah satu langkah inofative dan strategis
karena selain efek gelombang yang dapat merusak jaringan tubuh hama,
gelombang ini juga lebih ramah terhadap lingkungan karena tidak menghasilkan
residu atau zat sisa. Namun pada kenyataanya, penerapan alat ini menyebabkan
organisme lain yang bukan menjadi target ikut terkena paparan gelombang
ultrasonik sehingga keanekaragaman hayati yang ada di lahan akan berkurang.

2.3 TOPES (Automatic Pest Sprayer) Pengendali Hama Wereng Otomatis


(merujuk pada konsep solusi)

Tingkat Produktivitas dipengaruhi oleh suatu kombinasi dari banyak faktor


antara lain kualitas bibit, pupuk, jenis teknologi yang digunakan, ketersediaan
modal, dan tingkat pendidikan/pengetahuan petani. Selain faktor-faktor tersebut
praktik manajemen pestisida juga sangat mempengaruhi produktivitas. Menurut
Yulianto (2015) terdapat lima cara tepat aplikasi pestisida secara bijaksana agar
tidak terjadi resistensi yaitu: (1) Tepat jenis dan mutu, berarti menggunakan
pestisida yang terdaftar/diijinkan; (2) Tepat waktu, berarti memperhatikan
keadaan cuaca yang memungkinkan; (3) Tepat dosis, berarti konsentrasi
insektisida sesuai dengan kebutuhan lahan; (4) Tepat sasaran,berarti dengan
memperhatikan keefektifan penggunaan jenis insektisida sesuai dengan hama
sasaran; dan terakhir (5) Tepat cara, dengan menggunakan alat aplikasi yang
sesuai.

Penggunaan TOPES (Automatic Pest Sprayer) sebagai pengendali hama


wereng otomatis merupakan inovasi teknologi pertanian terbaru yang dapat
memudahkan petani dalam mengendalikan hama wereng. Alat ini mampu
menerapkan 5 cara tepat aplikasi pestisida seperti diatas. Konsep alat ini adalah
alat berbentuk silinder panjang yang dikelilingi oleh lubang-lubang sebagai alat
penyemprot dan dibawahanya (di dalam tanah) terdapat bak yang sudah berisi
cairan insektisida. Peletakan alat ini sebaiknya tepat di tengah lahan agar dalam
penyemprotan insektisida bisa merata dan menjangkau semua sisi. Alat ini akan
menyemprotkan insektisida sesuai dengan luas lahan dan kondisi lahan. Alat ini
akan mendeteksi waktu penyemprotan yang tepat. Penyemprotan insektisida yang
tepat adalah saat kondisi lahan tidak berembun dan tidak terlalu panas. Dengan
penerapan TOPES (Automatic Pest Sprayer) maka penggunaan insektisida bisa
lebih selektif dan efektif.

2.4 Pihak-Pihak yang Membantu Mengimplementasikan Gagasan


1. Teknisi mesin, mengajak seorang teknisi untuk berkolaborasi agar tercipta
alat sesuai apa yang diinginkan.
2. Petani berperan sebagai pelaku utama, yakni sebagai pengguna alat.
3. Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Puslitbang berperan
sebagai lembaga yang mengevaluasi kekurangan dan keperluan lanjutan
terkait konsep TOPES (Automatic Pest Sprayer).
4. Dinas Pertanian berperan sebagai perumus kebijakan dibidang pertanian
dan pemberi perizinan.
5. Masyarakat berperan untuk mendukung pembuatan dan penggunaan
TOPES (Automatic Pest Sprayer).
2.5 Langkah-langkah Strategis yang Harus Dilakukan

Strategi Pengendalian Hama Wereng


untuk Mengatasi Penurunan
Produktivitas Padi

Isu yang Terjadi Kebijakan


Ledakan hama wereng Tantangan Pembuatan alat
menyebabkan penurunan Membuat solusi untuk mengatasi penyemprot hama
ledakan hama wereng otomatis
produktivitas padi

Implementasi Gagasan
Penerapan alat penyemprot hama
wereng otomatis di lahan pertanian

Pihak-Pihak yang Terkait


-Teknisi Mesin
-Petani
-Puslitbang
-Dinas Pertanian

Penilaian
Lapangan dan Uji
Kelayakan
3. KEIMPULAN
3.1 Konsep TOPES (Automatic Pest Sprayer)

TOPES (Automatic Pest Sprayer) merupakan salah satu inovasi teknologi


pertanian berupa alat penyemprot hama wereng otomatis yang dapat memudahkan
petani dalam mengendalikan hama wereng. Konsep alat ini adalah alat berbentuk
silinder panjang yang dikelilingi oleh lubang-lubang sebagai alat penyemprot dan
dibawahanya (di dalam tanah) terdapat bak yang sudah berisi cairan insektisida.
Alat ini akan menyemprotkan insektisida sesuai dengan luas lahan dan kondisi
lahan. Alat ini akan mendeteksi waktu penyemprotan yang tepat. Penyemprotan
insektisida yang tepat adalah saat kondisi lahan tidak berembun dan tidak terlalu
panas. Dengan penerapan TOPES (Automatic Pest Sprayer) maka penggunaan
insektisida bisa lebih selektif dan efektif.

3.2 Teknik Implementasi yang Akan Dilakukan


Untuk merealisasikan konsep penggunaan alat TOPES (Automatic Pest
Sprayer) sebagai pengendali hama wereng untuk mengatasi penurunan
produktiviitas padi dibutuhkan langkah-langkah yang cermat dan tepat. Berikut
merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh:
1. Studi Pendahuluan, merancang dan membuat alat sesuai dengan apa yang
diinginkan.
2. Studi Kelayakan, mencoba ulang alat yang sudah dibuat dan pengujian alat
dilakukan berkali-kali agar dapat mengetahui apakah alat ini layak digunakan.
3. Monitoring dan Evaluasi, dua hal ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan (Puslitbang).
4. Pembuatan Kebijakan, kebijakan baru disusun apabila alat sudah lulus uji
coba dan mendapat persetujuan oleh Puslitbang. Kebijakan akan dibuat oleh
Dinas Pertanian.
5. Realisasi, dengan melakukan produksi alat sesegera mungkin agar petani
dapat menggunakan alat penyemprot hama otomatis ini.
3.3 Prediksi Hasil yang Akan Diperoleh

Apabila alat ini berhasil diterapkan, maka dapat diprediksikan hal-hal berikut ini :
1. TOPES (Automatic Pest Sprayer) dapat membantu mengendalikan hama
wereng yang dapat menurunkan produktivitas padi.

2. TOPES (Automatic Pest Sprayer) dapat meringankan tugas petani karena


alat ini merupakan alat otomatis yang dapat diatur sesuai kebutuhan.

3. TOPES (Automatic Pest Sprayer) mampu mengurangi kerugian akibat


penyemprotan insektisida yang berlebih.
DAFTAR PUSTAKA

Aggraini. Septiana. 2014. Serangan Hama Wereng dan Kepik pada Tanaman Padi
di Sawah Lebak Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal 2014, Palembang 26-27 September 2014

Baehaki. 2012. Perkembangan Biotipe Hama Wereng Coklat pada Tanaman Padi.
Jurnal Iptek Tanaman Pangan. Vol. 7 No. 1

Hadi, Mochamad. 2009. Biologi InsektaEntomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu


Hidayat, Anwar. 2001. Mengindetifikasi Jenis dan Sifat Hama. Jakarta: SMK
Pertanian
Kartohardjono, Arifin. Penggunaan Musuh Alami Sebagai Komponen
Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Jurnal Pengembangan Inovasi
Pertanian. 4(1): 29-46.

Murjoko, Yusak. 2019. Pengendalian Hama Wereng Coklat di


http://cybex.pertanian.go.id (di akses pada 1 Desember 2019).

Reily, Michael. 2017. Hama Wereng Menyerang 63 Ribu Hektare Sawah di Jawa
di https://katadata.co.id (di akses pada 30 November 2019).
Samaj, Gede Arya. 2019. Pengendalian Hama Wereng Pada Tanaman Padi Sawah
di https://bulelengkab.go.id (diakes pada 30 November 2019)

Yulianto. 2015. Cara Penggunaan Pestisida di http://jateng.litbang.pertanian.go.id


(di akses pada 1 Desember 2019).

Anda mungkin juga menyukai