Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN ANALISIS GAYA DALAM PLAT BETON BERTULANG

YANG TERLETAK DI ATAS BALOK

Pujo Priyono*)

ABSTRACT
Until now, the analysis method of rectangular plate reinforced concrete structure, with balance loaded,
especially according to PBI’71 is “Amplop” method. This method use a concept that plate is assumed to be in a
fixed or semi fixed supported, depend on the planner who hasn’t a rational assumption. On the other hand, SNI
03-2847-2002 , has counted some factor that can influence the result of internal forces in the plate, namely
“Direct Design Method” (D.D.M.). The objective of this research is to know how far is different variation of
internal force in the plate reinforced concrete structure from “Amplop” method compared with D.D.M. The
examples of structures are selected, what so ever, that the requirement of D.D.M. can be used wih span ration
(l2/l1) interchangeable in 0.5, 1.0, 1.5 and 2.0. each value of l2/l1 choosen, its a1 value (flexural stiffnes ratio) is
change, l2/l1 value and  1 value, their torsional stiffness ratio (  1 ) value are changed into 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 and
=2.5.The result of data analysis shows that the difference of variation internal forces for both kind of analysis
also influence by l2/l1 value besides the value of  1 and  1 .

Keywords : structural analysis, plate, reinforced concrete, Amplop method, D.D.M, span ratio, flexural
stiffness ratio, torsional stiffness ratio.

PENDAHULUAN
Suatu analisa gaya dalam (momen) pada element plat beton bertulang yang terletak
diatas balok, sampai saat ini, perencana selalu membuat asumsi terhadap jenis tumpuan plat
tersebut akibat dari tingkat jepitan dari balok tumpuannya. Bila perencana menganggap
bahwa tingkat jepit balok terhadap plat adalah besar plat diasumsikan bertumpu dengan
terjepit penuh, sedangkan untuk anggapan tingkat jepitan yang sedang, perencana
mengasumsikan plat tersebut terjepit elastis.
Asumsi – asumsi penyederhanaan tersebut diatas adalah suatu metode pendekatan
yang dipakai dalam analisis plat menurut peraturan beton bertulang Indonesia (1971), yang
disebut dengan metode “amplop”, yang sangat luas dipakai khusus di Indonesia, dikarenakan
kesederhanaan dan kemudahan dalam pemakaiannya. Walaupun perancana sadar bahwa
metode ini membahayakan bila mana terjadi kekeliruan dalam mengasumsikan tingkat jepitan
tersebut dikarenakan sangat sulit menentukan besar kecilnya tingkat jepitan balok terhadap
plat, yang diakibatkan oleh terdapatnya beberapa faktor yang saling mempengaruhi, yaitu
rasio bentang plat, kekakuan puntir, dan kekakuan lentur balok.
Dengan perkembangan komputer baik dari perangkat keras dan lunaknya pun belum
dapat memecahkan persoalan ini, dikarenakan belum tersedianya kode data masukan untuk
mendefisinikan suatu kekangan berupa “jepit” elastis.
Di lain pihak SNI 03-2847-2002 telah mengatur metode analisa plat beton bertulang
yang terletak diatas balok tersebut dengan metode yang disebut “Direct Desain Method” atau
D.D.M, walaupun metode ini juga merupakan metode pendekatan, akan tetapi metode ini
lebih mendekati metode yang rasional, dikarenakan pada metode ini telah memperhitungkan
pengaruh kekuatan lentur balok, rasio bentang plat dan kekakuan torsi balok terhadap gaya
dalam yang terjadi pada plat. Akan tetapi metode ini membutuhkan suatu prosedur
perhitungan yang panjang, sehingga seringkali perencana meninggalkannya.

Dari latar belakang permasalahan ini, penulis ingin membuat suatu studi tentang
analisa plat beton bertulang yang terletak diatas balok menurut PBI’71 yaitu metode
“amplop” di tinjau terhadap metode analisa plat D.D.M. tersebut.
Permasalahannya adalah variasi dari ke 2 metode analisa tersebut dalam hasil gaya
dalam (momen) yang terjadi pada struktur plat dan kriteria – kriteria yang bagaimana dimana

37
analisa metode “amplop” masih dapat digunakan tanpa harus mengkoreksi dan di luar kriteria
- kriteria itu perencana harus mengkoreksinya.
Studi ilmiah ini bertujuan untuk mencari besarnya variasi gaya dalam (momen) hasil
analisis dari ke 2 metode analisa plat tersebut dan mencari kriteria dimana metode “amplop”
masih dapat digunakan dengan tanpa koreksi.
Lingkup pembahasan dan penelitian ini adalah pada plat persegi panjang beton
berulang dua arah yang terletak diatas balok ; pembebanan berupa beban grafitasi dan berbagi
rata diseluruh panel ; beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati ; kekakuan balok
dalam dua arah yang saling bertegak lurus tidak boleh berkurang dari 2,0 dan tidak boleh dari
5,0 ; kolom interior cukup kuat untuk memikul efek pola pembebanan (“loading pattern”);
terdapat minimum tiga bentang menerus dalam tiap – tiap arah. Menurut Nawy (1995),
bahwa sistem lantai yang normal biasanya memenuhi kondisi – kondisi ini.
Plat Dua Arah
Plat dua arah adalah bilamana suatu plat dengan geometri persegi yang mempunyai rasio
antara bentang panjang (ly) dan bentang pendek (lx) lebih kecil atau sama dengan 2,0. (SNI
03-2847-2002,;SKSNI T-15-1991-0,3 ; ACI’83; Nawy, 1985; Wang dan Salmon, 1985;
Ferguson, 1973; Park dan Paulay, 1976)
Analisa Plat Dengan Metode “Amplop”
Analisa plat beton bertulang yang terletak diatas balok dengan metode “amplop”,
mengasumsikan bahwa plat ditumpu oleh balok, baik secara jepit penuh atau jepit elastis.
Setiap kondisi tumpuan tersebut, momen plat yang terjadi akibat suatu pembebanan merata,
qu dinyatakan dengan perumusan (Vis dan Gideon, 1990; PBI 71) sebagai berikut :
Mu = 0,001 X qu lx2 ………………………………………………………(1)
dimana X = adalah konstanta yang nilainya tergantung dari rasio antara bentang panjang dan
pendek dari panel plat, kondisi tumpuan plat tersebut dan juga jenis momen yang akan
ditinjau (lihat tabel 1 untuk jenis tumpuan jepit penuh dan tabel 2 untuk jenis tumpuan jepit
elastis) dan lx adalah bentang terpendek dari panel plat tersebut.
Analisa plat dengan metode D.D.M.
Menurut SNI 03-2847-2002, medote D.D.M. bisa digunakan apabila batasan –
batasan berikut dipenuhi :
1. Geometri panel plat adalah persegi panjang
2. Pembebanan berupa beban gravitasi dan terbagi rata diseluruh panel
3. Beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati
Tabel 1. Koefisien X untuk mendapatkan momen di dalam plat yang menumpu pada ke
empat sisinya akibat beban terbagi rata. Tumpuan plat jepit penuh

38
Tabel 2. koefisien X untuk mendapatkan momen di dalam plat yang menumpu pada ke
empat sisinya akibat beban terbagi rata. Tumpuan plat jepit elastis

Kekakuan balok dalam dua arah yang saling tegak lurus tidak boleh kurang dari 0,2 dan
tidak melebihi dari 5,0 atau
 2 12 2
0,2  ………………………………………………...(2) dimana l1 adalah panjang
 2 12 2
bentang dalam arah momen yang ditinjau dari suatu panel plat, diukur dari pusat ke pusat
tumpuan ; l2 adalah panjang bentang dalam arah transversal terhadap l1 diukur dari pusat
ke pusat tumpuan ; 1dan 2 masing – masing adalah  dalam arah l1 dan l2,  adalah
rasio kekakuan lentur penampang balok tehadap kekakuan lentur suatu plat dengan lebar
yang dibatasi dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan (bila ada)
pada tiap sisi balok, atau
Ecb Ib
 ………………………………………………………(3)
Ecs Is
Dengan Is adalah momen inertia terhadap sumbu titik pusat bruto plat = h3 / 12 kali lebar
plat dan Ib adalah momen inertia terhadap sumbu titik pusat penampang bruto balok
seperti yang didenfinisikan pada Gambar 1. (Ferguson, 1973 dan Salmon, 1985 : Rice et
all, 1985 : Nawy, 1985).

Gambar 1. Penampang Balok Untuk Mencari Ib


i. Terdapat minimum tiga bentang menerus dalam tiap- tiap arah.
ii. Panjang bentang yang berbatasan dalam masing – masing arah tidak boleh berselisih
melebihi 1/3 bentang terpanjang.

39
iii. Letak kolom dapat menyimpang dari garis penghubung dari sumbu – sumbu kolom
yang berbatasan asalkan besar penyimpangan tidak melebihi 10% dari panjang
bentang diarah penyimpangan itu.
Asumsi yang digunakan adalah bahwa bidang vertikal memotong seluruh segi empat
dalam denah bangunan bertingkat banyak disepanjang garis AB dan CD dalam Gambar 2
di tengah – tengah jarak kolom. Dengan potongan ini diperoleh sebuah portal (“frame”)
dalam arah x. dengan cara serupa, bidang vertikal EF dan HG menghasilkan portal dalam
arah y. solusi yang berupa portal ideal yang terdiri atas balok horizontal dan plat ekuivalen
dan kolom kolom tumpuannya memungkinkan plat dihitung sebagai bagian dari balok
pada portal tersebut.
Langkah – langkah analisis plat dengan metode D.D.M, ini dapat di jelaskan dengan
urutan sebagai berikut (Wang dan Salmon, 1985; Nawy, 1985; Ferguson, 1973) :

Gambar 2. Denah Portal Ekuivalen


Penentuan Besarnya Momen Rencana Total Untuk Suatu Bentang (Mou)
Besarnya momen rencana untuk suatu bentang (Mou) dapat ditentukan persamaan :
Mou = 1/8 qu l2 ln2 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,………(4)
Dimana ln adalah bentang bersih dalam arah portal yang ditinjau dengan syarat ln
 0,65 11 .

Pembagian Jalur Kolom dan Jalur Tengah


Pada Gambar 3 dan Gambar 4 diperlihatkan metode pembagian jalur kolom dan jalur
tengah masing – masing untuk 12  11 dan 12  11.

Gambar 3 . Pembagian Jalur Kolom dan Jalaur Tengah ,Kondisi I2  I1

40
Gambar 4 . Pembagian Jalur Kolom dan Jalaur Tengah Kondisi I2  I1

Pembagian Momen Rencana Total (Mou) pada Lapangan (Mm+) dan Tumpuan (Mt-)

Momen rencana total yang telah diperoleh dibagikan kedaerah lapangan dan
tumpuan mengikuti aturan sebagai berikut : (SNI 03 2847-2002 ; SKSNI T-15-1991-03 ).
 Bentang Tengah
SKSNI T-15-1991-03 Pasal 3.6.6.3 mengatur bahwa Mou didistribusikan sebagai
berikut :
Mki- = Mka- = 0,65 Mou
Momen rencana positif
Mm+ = 0,35 Mou
 Bentang Akhir
SKSNI T-15-1991-03 Pasal 3.6.6.3 mengatur bahwa Mou didistribusikan sebagai
berikut :
Momen rencana negatif internal
Mi- = 0,65 Mou
 Moemn Rencana Negatif Eksternal
Me- = 0,16 Mou
Momen rencana positif
Mm+ = 0,57 Mou

Pendistribusian momen rencana total yang telah distribusi ke jalur kolom dan jalur
tengah
Momen perencana total yang telah didistribusikan pada langkah 7. dibagikan ke jalur
kolom dan sisanya di jalur tengah dengan aturan sebagai berikut :

a. Momen Rencana Negatif Internal


SKSNI T-15-1991-03 Pasal 3.6.4.1 mengatur bahwa jalur kolom harus
diperhitungkan memikul momen negative internal sebesar angka – angka seperti tabel 3,
yang mana untuk nilai 1 (12 / 11 ) di antaranya boleh diadakan interpolasi linier.

41
b. Momen Rencana Negatif Eksternal
SKSNI T-15-1991-03 Pasal 3.6.4.2 mengatur tentang presentasi jalur kolom
seprti ditunjukkan pada tabel 4, dimana untuk nilai 1 (12 / 11 ) dan  t diantaranya boleh
diadakan interpolasi linier.
Dimana nilai  t adalah rasio kekakuan torsi penampang balok tepi terhadap
kekakuan lentur jalur plat yang lebarnya sama dengan balok (dihitung dari sumbu ke
sumbu tumpuan) atau,
Ecb
t = ……………………………………………………………..(5)
2 Ecs
Dengan,
x x3 y
C =  (1  0,63 ) ( ) ………………………………………………(6)
y 3
Dengan x dan y masing – masing dimensi keseluruhan dari bagian persegi penampang
yang lebih pendek dan yang lebih panjang.
Tabel 4. Presentase momen Negatif Eksternal.

Tabel 5. Presentase momen Rencana Positif

c. Momen Rencana Positif


SKSNI T-15-1991-03 Pasal 3.6.4.4 mengatur tentang presentasi jalur kolom
untuk menerima momen positif seperti angka – angka dalam tabel 5 diatas, di mana untuk
nilai 1 (12 / 11 ) diantaranya boleh diadakan interpolasi linier.

42
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat sebagai sudi tinjauan gaya dalam (momen) plat persegi panjang
beton bertulang hasil dari analisis dengan metode “amplop” ditinjau terhadap hasil dari
analisis dengan metode D.D.M.
Contoh geometri struktur plat yang dipilih diusahakan mempunyai geometri yang
memenuhi syarat agar metode D.D.M. bisa digunakan, dengan empat katagori yaitu :
1. kasus 1, yaitu bilamana ukuran panel plat mempunyai rasio 12/11 = 0,5
(Gambar 5).
2. Kasus 2, yaitu bilamana ukuran panel plat mempunyai rasio 12/11 = 1,0
(Gambar 5).

Gambar 5. Geometri struktur plat yang


di pilih (kasus 1)

Gambar 6. Geometri struktur plat yang di pilih (kasus 2)

3. Kasus 3, yaitu bilamana ukuran panel plat mempinyai rasio 12/11 = 1,5
(Gambar 7).

43
Gambar 7. Geometri struktur plat yang di pilih (kasus 3)

4. Kasus 4, yaitu bilamana ukuran panel plat mempunyai rasio I2/I1 = 2,0
(Gambar 8)

Gambar 8. Geometri struktur pla yang dipilih (kasus 4)

44
Setiap kasus struktur plat yang terpiih dianalisis momen – momennya untuk portal
yang ditinjau baik dengan metode D.D.M maupun dengan metode “amplop” dengan
asumsi tumpuan plat jepit penuh dan jepi elastis.
Untuk analisis metode D.D.M dari setiap kasus dibuat analisis momen – momennya
dengan membuat variasi nilai 1 (12 / 11 ) = 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 (12 / 11 ) = 0,1, untuk
mendapatkan gambaran tentang pengaruh kekakuan balok terhadap hasil gaya dalam
(momen) plat. Setiap kasus struktur plat dengan suatu kondisi 1 (12 / 11 ) di variasikan
nilai  t = 0,5; 1,0; 2,0 dan  t = 2,5, untuk mendapat kan gambaran tentang pengaruh
kekakuan torsi balok tepi terhadap hasil gaya dalam (momen) plat.
Dari ke 2 jenis analisa plat tersebut, dilakukan pengamanan terhadap hasil – hasil
momen di tumpuan dari elemen plat bentang eksternal dan internal untuk ke 4 kasus
struktur dengan variasi nilai 1 (12 / 11 ) dan  t
Kesimpulan dibuat berdasarkan pada hasil pengamatan untuk ke 4 kasus struktur plat
tersebut dengan variasi nilai 1 (12 / 11 ) dan  t .

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembahasan diutamakan terhadap gaya dalam (momen) di tumpuan pada daerah –
daerah diperlihatkan pada gambar :

Gambar 9. Geometri struktur plat dengan daerah – daerah yang akan di bahas

Momen Tumpuan Eksternal Bentang Luar


Pada Tabel 6, 7, dan 8 memperlihatkan bahwa momen tumpuan eksternal bentang luar
hasil dari analisi metode “amplop” dengan asumsi tumpuan plat “jepit penuh” bila
dibandingkan dengan hasil dari metode D.D.M terjadi perbedaan yang bermakna bila

45
pebandingan nilai 1 (12 / 11 ) > 0,25 untuk kondisi  t .= 0,5 masing – masing bila 12/11 = 1,5,
untuk 12 / 11 = 2,0 (Tabel 9) terjadi perbedaan yang bermakna bila nilai 12 / 11 = 0,25 dan lebih
besar atau sama dengan 0,75. sedangkan untuk nilai 1 (12 / 11 ) = 0,25 tidak terjadi perbedaan
yang bermakna bila nilai  t .= 0,5 bila nilai 12/11 = 1,5, untuk 12/11 = 2,0 (Tabel 9) tidak
terjadi perbedaan yang bermakna bila nilai  (12 / 11 ) = 0,5 dengan 0,5 =  t .= 1,0 serta pada
nilai  t .= 2,5 dengan nilai 1 (12 / 11 ) = 0,25.
Dari table-tabel tersebut dapat diterangkan bahwa hasil analisa metode “amplop” dengan
asumsi tumpuan “jepit penuh” pada analisa plat yang terletak diatas balok mempunyai hasil
yang sama dengan hasil metode D.D.M adalah :
a) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,32, 0,295, 0,265, 0,25 dan 1 (12 / 11 ) = 0,25 masing - masing bila
nilai  t .= 0,5, 1,0, 1,5, 1,75 dan  t .= 1,75 untuk 12 / 11 = 0,5
b) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,375, 0,330, 0,280, 0,25 dan 1 (12 / 11 ) = 0,25 masing - masing
bila nilai  t .= 0,5, 1,0, 1,5, 1,75 dan  t .= 1,75 untuk 12 / 11 = 1,0 .
c) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,39, 0,33, 0,30, 0,25 dan 1 (12 / 11 ) = 0,25 masing - masing bila
nilai  t .= 0,5, 1,0, 1,5, 1,75 dan  t .= 1,75 untuk 12 / 11 = 1,5 .
d) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,525, 0,560, 0,40, 0,34 dan 0,72 masing - masing bila nilai  t .=
0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 untuk 12 / 11 = 2,0
Tabel 6 :

Tabel 7 :

46
Tabel 8 :

Tabel 9 :

Untuk nilai – nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 1 (12 / 11 ) tersebut diatas dengan
nilai  t yang sama, gaya dalam (momen) yang dihasilkan pada analisis metode “amplop”
lebih kecil dibandingkan dengan hasil dari metode D.D.M dan sebaliknya.
Tabel 10, 11, 12, dan 13 memperlihatkan bahwa momen tumpuan eksternal bentang luar
hasil metode “amplop” dengan asumsi tumpuan plat “jepit elastis” apabila dibandingkan
dengan momen hasil analisis metode D.D.M tidak terjadi perbedaan yang bermakna bila
1 (12 / 11 ) = 0,5 dengan  t = 2,0,  t = 1,5 dan 1,0 =  t = 2,0 masing – masing bila 12/11 =
0,5, 1,0 dan 1,5 = 12/11= 2,0 untuk selain nilai 1 (12 / 11 ) dan  t tersebut, terjadi perbedaan
yang bermakna
Dari table yang dibuat dapat diterangkan bahwa hasil analisa metode “amplop” asumsi
tumpuan jepit elastis pada analisis yang terletak diatas balok mendekati kebenaran ditinjau
dari analisis plat metode D.D.M adalah :
a) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,65, 0,62, 0,60, 0,58 dan 0,55 masing - masing bila nilai  t .=
0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,75 untuk 12 / 11 = 0,5.
b) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,62, 0,59, 0,52, dan 0,48 masing - masing bila nilai  t .= 0,5,
1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 untuk 12 / 11 = 1,5
c) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,595, 0,55, 0,50, 0,44 dan 0,39 masing - masing bila nilai  t .=
0,5, 1,0, 2,0 dan  t .= 2,5 untuk 12 / 11 = 1,5.
d) Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,68, 0,63, 0,575, 0,51 dan 0,45 masing - masing bila nilai  t .=
0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 untuk 12 / 11 = 2,0 .

47
Untuk nilai – nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 1 (12 / 11 ) tersebut diatas dengan
nilai  t yang sama, gaya dalam (momen) yang dihasilkan pada analisis metode “amplop”
lebih kecil dibandingkan dengan hasil dari metode D.D.M dan sebaliknya.

48
Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan momen – momen
hasil dari analisis metode “amplop” baik asumsi “jepit penuh” maupun “jepit elastis” dengan
perubahan nailai 1 (12 / 11 ) ,sedangkan untuk momen dari hasil metode D.D.M terjadi
perubahan yang meningkat bila nilai  t yang mengecil untuk suatu nilai 1 (12 / 11 ) dan bila
1 (12 / 11 ) yang mengeci untuk suatu nilai  t .

Tabel 14, memperlihatkan bahwa momen tumpuan internal bentang luar hasil dari analisis
metode “amplop” dengan asumsi tumpuan plat “jepit penuh” mempunyai hasil yang sama
dengan hasil dari analisis metode D.D.M bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,7, 0,71, 0,68, masing –
masing untuk kondisi 12/11 = 0,5, 1,0 dan 1,5 = 12/11 =2,0. Untuk nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih
kecil dari nilai 12/11 tersebut, dengan nilai 12/11 yang sama momen tumpuan internal bentang
luar hasil dari analisis metode “amplop” lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil dari
analisis metode D.D.M dan sebaliknya.

Tabel 15, memperlihatkan bahwa momen tumpuan internal bentang luar hasil dari
analisis metode “amplop” dengan asumsi tumpuan plat “jepit elastis” mempunyai hasil yang
sama dengan hasil dari analisis metode D.D.M bilamana nilai 1 (12 / 11 ) = 0,79, 0,852, dan
0,78, untuk kondisi 12/11 = 0,5, 1,0 dan 1,5 = 12/11 =2,0. Untuk nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih
kecil dari nilai 12/11 tersebut, dengan nilai 12/11 yang sama, momen tumpuan internal bentang
luar hasil dari analisis metode “amplop” lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil dari
analisis metode D.D.M dan sebaliknya.

Tabel 16, memperlihatkan bahwa momen tumpuan bentang dalam hasil dari analisis
metode “amplop” dengan asumsi tumpuan plat “jepit penuh” mempunyai hasil yang sama
dengan hasil dari analisis metode D.D.M bilamana nilai 1 (12 / 11 ) = 0,665, 0,675, 0,625 dan
0,65 masing – masing untuk kondisi 12/11 = 0,5, 1,0 dan 1,5 = 2,0. untuk nilai 1 (12 / 11 ) yang
lebih kecil dari nilai 12/11 tersebut, dengan nilai 12/11 yang sama, momen tumpuan internal
bentang luar hasil dari analisis metode “amplop” lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil
dari analisis metode D.D.M dan sebaliknya.

49
Tabel 17, memperlihatkan bahwa momen tumpuan bentang dalam hasil dari analisis metode
“amplop” dengan asumsi tumpuan plat “jepit elastis” yang sama dengan hasil dari analisis
metode D.D.M bila 1 (12 / 11 ) = 0,868, 0,828, 0,5 dan 0,795, masing - masing untuk 12/11 =
0,5, 1,0, 1,5 dan 2,0. Untuk nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 12/11 tersebut, pada
nilai 12/11 yang sama, hasil analisis metode “amplop” lebih kecil bilamana dibandingkan
dengan hasil dari analisis metode D.D.M dan sebaliknya.

50
KESIMPULAN

1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan terhadap momen – momen pada daerah dan bentang yang
ditinjau contoh – contoh untuk struktur plat yang dipilih dapat di simpulkan bahwa

1) Momen tumpuan eksternal bentang luar hasil dari analisis metode “amplop” dengan
asumsi tumpuan plat “jepit penuh” mempunyai hasil yang sama dengan hasil dari
analisis metode D.D.M.
a. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,32, 0,295, 0,265, 0,25 dan 1 (12 / 11 ) < 0,25 masing –
masing bila nilai  t .= 0,5, 1,0, 1,5, 1,75 dan  t .> 0,75 Untuk nilai 12 / 11 = 0,5.
b. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,375, 0,2330, 0,280, 0,25 dan 1 (12 / 11 ) < 0,25 masing –
masing bila nilai  t .= 0,5, 1,0, 1,5, 1,75 dan  t .> 1,75 Untuk nilai 12 / 11 = 1,0.
c. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,39, 0,33, 0,30, 0,25 dan 1 (12 / 11 ) < 0,25 masing – masing
bila nilai  t .= 0,5, 1,0, 1,5, 1,75 dan  t .> 1,75 Untuk 12 / 11 = 1,5.
d. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,525, 0,460, 0,40, 0,34 dan 0,75 masing – masing bila nilai
 t .= 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 Untuk 12 / 11 = 2,0.
Untuk nilai – nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 1 (12 / 11 ) tersebut diatas
dengan nilai  t yang sama, gaya dalam (momen) yang dihasilkan dalam analisis
metode “amplop” lebih kecil dibandingkan dengan hasil analisis metode D.D.M dan
sebaliknya.

2) Momen tumpuan eksternal bentang luar hasil dari analisis metode “amplop” dengan
asumsi tumpuan plat “jepit elastis” pada aalisis plat yang terletak diatas balok
mempunyai hasil yang sama dengan hasil dari analisis plat metode D.D.M
a. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,645, 0,62, 0,60, 0,58 dan 0,55 masing – masing bila nilai
 t .= 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 0,25 Untuk nilai 12 / 11 = 0,5.
b. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,62, 0,59, 0,56, 0,52 dan 0,48 masing – masing bila nilai
 t .= 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 Untuk nilai 12 / 11 = 1,0.
c. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,595, 0,55, 0,50, 0,44 dan 0,39 masing – masing bila nilai
 t .= 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 Untuk nilai 12 / 11 = 1,5.
d. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,68, 0,63, 0,575, 0,51 dan 0,45 masing – masing bila nilai
 t .= 0,5, 1,0, 1,5, 2,0 dan  t .= 2,5 Untuk nilai 12 / 11 = 2,0.
Untuk nilai – nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 1 (12 / 11 ) tersebut diatas
dengan nilai  t yang sama, gaya dalam (momen) yang dihasilkan dalam analisis
metode “amplop” lebih kecil dibandingkan dengan hasil analisis metode D.D.M dan
sebaliknya.

51
3) Momen tumpuan internal bentang luar hasil dari analisis metode “amplop” mempunyai
hasil yang sama dengan hasil dari analisis metode D.D.M.
a. Bila nilai 1 (12 / 11 ) = 0,70, 0,71, 0,68, masing – masing untuk kondisi 12 / 11 .= 0,5,
1,0, dan 1,5, = 12 / 11 = 2,0, untuk asumsi tumpuan “jepit penuh”.
b. Bilamana nilai 1 (12 / 11 ) = 0,89, 0,852, dan 0,8 untuk kondisi 12 / 11 .= 0,5, 1,0, dan
1,5, = 12 / 11 = 2,0, untuk asumsi tumpuan plat “jepit elastis”.
Untuk nilai – nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 1 (12 / 11 ) tersebut diatas
dengan nilai  t yang sama, gaya dalam (momen) yang dihasilkan dalam analisis
metode “amplop” lebih kecil dibandingkan dengan hasil analisis metode D.D.M dan
sebaliknya.

4) Momen tumpuan bentang dalam hasil dari analisis metode “amplop” mempunyai hasil
yang sama dengan hasil dari analisis metode D.D.M dan sebaliknya

a. Pada nilai 1 (12 / 11 ) = 0,665, 0,675, 0,625, dan 0,65 masing – masing bila
nilai 12 / 11 .= 0,5, 1,0, 1,5, dan 2,0, untuk tumpuan plat di asumsikan “jepit penuh”.

b. Pada nilai 1 (12 / 11 ) = 0,868, 0,828, 0,75, dan 0,795 masing – masing bila
nilai 12 / 11 .= 0,5, 1,0, 1,5, dan 2,0, untuk asumsikan tumpuan plat “jepit elastis”.
Untuk nilai – nilai 1 (12 / 11 ) yang lebih kecil dari nilai 1 (12 / 11 ) tersebut diatas
dengan nilai  t yang sama, gaya dalam (momen) yang dihasilkan dalam analisis
metode “amplop” lebih kecil dibandingkan dengan hasil gaya dalam (momen) yang
dihasilkan pada analisis metode D.D.M dan sebaliknya.

2. Saran – Saran
Sebagai saran untuk pengembangan lebih lanjut dari studi ini dalam dengan meninjau
gaya dalam (momen) hasil analisis metode “amplop” ini dengan metode “portal ekuivalen” di
karenakan metode “portal ekuivalen” ini mempunyai syarat – syarat batasan pemakaian untuk
analisis plat yang lebih longgar dibandingkan dengan metode D.D.M.

DAFTAR PUSTAKA

ACI Code 318-83 With Commentary.

Ferguson, P.(1973) Reinforced concrete fundamentals, John Willey dan Sons, inc., New
York.

Nawy, E.G (1985) Reinforced concrete fundamentals Approach, Prentice hall, inc Ney
Yersy.

Park, R. dan W.L Gamble (1980) Reinforced concrete slabs, John Willey dan Sons, inc.,
New York.

Peraturan Beton Bertulang Indonesia, PBI (1971) DPMB Bandung.

52
Rice F.P et All (1985). Struktural Design Guide to the ACI Building Code, 3rd Van
Nortrand Reinhold Company, New York

Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SKSNI T-15-
1991-03 (1991). Yayasan LPMB Bandung

Standar Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-
2002 (2002). Yayasan LPMB Bandung
Wang C.K. dan C.G. Salmon (1985). Reinforced Concrete Design, 4th ed., Harper & Row
Publishers, New York

*) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadyah Jember

53

Anda mungkin juga menyukai