Penyakit Penting Pada Tanaman Jahe12
Penyakit Penting Pada Tanaman Jahe12
I. PENDAHULUAN
Selain adanya gangguan musim berupa curah hujan yang terjadi sepanjang
tahun, sehingga rimpang terpacu untuk bertunas; atau adanya musim kering yang
panjang di beberapa daerah yang menyebabkan tanaman terganggu
pertumbuhannya. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan kendala
yang banyak dilaporkan pada sentra produksi jahe di Indonesia. OPT yang banyak
dilaporkan oleh petugas lapang dan petani adalah layu bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum, dan akhir-akhir ini bercak daun juga banyak dilaporkan
terjadi di sentra produksi jahe utama di Indonesia. Beberapa OPT yang sering
berkaitan dengan penyakit tersebut di atas, yaitu serangga lalat rimpang dan
nematoda yang sering memperparah kerusakan penyakit layu bakteri.
Usaha pengendalian telah dilakukan dalam 10 tahun terakhir untuk
meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh OPT tersebut di atas, antara lain
seleksi ketahanan tanaman jahe dan penggunaan pestisida nabati, serta pencegahan
penyakit melalui seleksi benih sehat.
II. PENGENALAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT LAYU
BAKTERI (Ralstonia solanacearum)
2.2. Gejala
Pada umumnya gejala penyakit mulai muncul pada saat tanaman berumur 3
atau 4 bulan. Gejala penyakit diawali dengan terjadinya daun-daun yang menguning
dan menggulung. Gejala menguning pada daun tersebut pada umumnya dimulai
dari bagian tepi dan berkembang keseluruh helaian daun (Gambar 1A). Selanjutnya
seluruh bagian daun menjadi kuning, layu, kering, dan tanaman menjadi mati. Pada
bagian pangkal batang yang sakit terlihat gejala soaked”. Pada batang yang sakit-
garis serin membujur yang berwarna hitam atau abu-abu yang merupakan jaringan
yang rusak. Tanaman yang sakit batangnya akan mudah dicabut dan dilepas dari
bagian rimpangnya. Apabila batang ditekan, dari penampang melintangnya akan
terlihat adanya eksudat bakteri yang keluar yang berwarna putih susu yang baunya
khas sangat menyengat.
2.3. Patogen
Penyebab penyakit layu pada tanaman jahe adalah bakteri R. solanacearum
(Gambar 1B). Menurut Hayward (1986), R. solanacearum yang menyerang
tanaman jahe tergolong dalam biovar 3 atau 4. Namun yang menyerang jahe di
Malaysia tergolong dalam biovar 1 (Abdullah, 1982) Menurut Supriadi (1994), R.
solanacearum yang menyerang tanaman jahe di Indoneisa termasuk dalam biovar
3 dan ras 4. Di Australia, R. solanacearum biovar 4 pada umumnya menyebabkan
kerusakan yang parah dan berkembang sangat cepat, sedangkan biovar 3 umumnya
menyebabkan gejala kerusakan lebih ringan. Menurut Hayward et al. (1967) dan
Pegg and Moffett (1971), R. solanacearum biovar 3 jarang menyerang tanaman
jahe.
Penyakit layu bakteri sangat sulit dikendalikan . Hal ini disebabkan karena
sifat-sifat ekobiologi dari R. Solanacearum yang sangat komplek . Berbagai cara
pengendalian telah dilakukan, namun hasilnya masih kurang memuaskan . Oleh
karena itu cara yang paling bijaksana adalah mencegah timbulnya penyakit di
lapangan (pengendalian secara preventif) .
a. Pencegahan Penyakit
Sanitasi
Sanitasi harus dilakukan secara ketat dari awal. Sanitasi tidak
efektif apabila dilakukan pada saat serangan sudah meluas dan parah.
Tanaman jahe yang terserang di lapang harus segera dicabut dan
dimusnahkan dengan cara dibakar. Selanjutnya lubang bekas tanaman
yang sakit disiram dengan antibiotik atau ditaburi dengan kapur .
Pengelolaan Lingkungan
Penyakit layu akan berkembang dengan baik pada kondisi kebun
yang lembab dan panas, sehingga penyakit tersebut sering terjadi di
daerah-daerah Tropis humid dan Sub tropis. Untuk mencegah timbulnya
penyakit, maka pengelolaan lahan dan lingkungan perlu dilakukan
untuk menjaga agar kondisi di kebun tidak terlalu lembab, misalnya
dengan mengatur jarak tanam, menyiangi gulma di sekitar tanaman jahe,
karena ada beberapa jenis gulma yang bisa menjadi inang dari R.
solanacearum. Selain itu irigasi kebun harus diperhatikan agar lahan
mempunyai drainase yang baik. Apabila ada areal yang terinfeksi
sebaiknya dibuat selokan yang membatasi dengan areal yang masih
sehat untuk mencegah penularan penyakit melalui akar, tanah, dan air .
Untuk mencegah masuknya patogen ke daerah yang masih sehat,
maka semua pekerjaan di kebun yang dilakukan baik oleh manusia
maupun hewan sebaiknya dimulai dari daerah yang masih sehat
selanjutnyta berjalan kearah daerah yang sudah terinfeksi. Demikian
juga alat-alat pertanian yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih
dahulu sebelum dan setelah digunakan .
Pengendalian Terpadu
Pengendalian terpadu harus dilakukan sesuai dengan jenis
tanamannya, jenis patogen, dan pengetahuan mengenai cara bertahan
hidup dan penyebaran (ekobiologi) patogennya (Hayward 1986).
Untuk tanaman yang menghasilkan umbi seperti kentang, penggunaan
varietas tahan sangat diperlukan dengan pengetahuan mengenai faktor-
faktor yang berperanan terhadap potensi inokulum, sisa-sisa tanaman
sakit, populasi patogen di tanah, dan asosiasinya dengan tanaman inang
alternatif, dan sebagainya
Pemakaian Pestisida
Pengendalian penyakit bisa dilakukan misalnya dengan
pestisida baik yang berupa pestisida kimia sintetik maupun pestisida
alami. Namun pestisida kimia sintetik sangat mahal, sehingga
pemakaian pestisida alami yang efektif, murah dan ramah lingkungan
merupakan suatu alternatif yang perlu dianjurkan .
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri
merupakan bahan alami dari tanaman yang berpotensi untuk digunakan
sebagai pestisida nabati. Hasil penelitian Hartati et al. (1993a)
menunjukkan bahwa minyak cengkeh dan serai wangi dapat
menghambat pertumbuhan R. solancearum secara in vitro. Hartati et al.
(1993b) juga melaporkan bahwa pada uji in vitro minyak daun cengkeh
lebih efektif terhadap R. solanacearum dibandingkan dengan
komponennya eugenol dan serbuk cengkeh. Supriadi et al. (2008)
melaporkan bahwa minyak kayu manis, cengkeh, serai wangi, serai
dapur, nilam, jahe, kunyit, laos, temu lawak, dan adas dapat
menghambat pertumbuhan bakteri R. solanacearum secara in vitro.
Sementara hasil dari percobaan pot menunjukkan bahwa formula EC
(6%) campuran dari minyak cengkeh dan kayu manis dapat menekan
perkembangan penyakit layu pada jahe sampai 65 % pada umur
tanaman 7 bulan. Sedang pengujian di lapangan menunjukkan bahwa
formula EC 2 % minyak cengkeh dan kayu manis mampu menekan
perkembangan penyakit dengan efikasi sebesar 35 % sampai pada umur
tanaman 7 bulan (Hartati et al. 2009) .
Agensia Hayati
Pupuk kandang yang diperkaya dengan mikroba dekomposer
dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengendalikan penyakit layu
bakteri pada tanaman jahe . Menurut Hartati et al. (2009), pemberian
pupuk hayati yang berupa pupuk kandang yang diperkaya dengan
mikroba dekomposer (Bacillus pantotkenticus dan Trichoderma lactae)
dapat mengurangi intensitas serangan penyakit sebesar 54%
dibandingkan dengan pemberian pupuk kandang biasa .