Anda di halaman 1dari 2

Berbahagialah ia yang bekerja sesuai dengan apa yang ia yakini sebagai passion-nya.

Karena ia akan
mengerjakan suatu hal yang benar-benar ia sukai. Dan tentulah hari-harinya akan menjadi begitu
menyenangkan dan menggairahkan.

Beruntunglah ia yang bekerja di luar apa yang yang ia yakini sebagai passion-nya. Sebab ia akan
menempuh jalan-jalan yang sama sekali baru, pengalaman-pengalaman yang teramat asing, dengan
begitu ia akan senantiasa belajar hal-hal baru.

Adalah sangat beruntung seandainya sejak kuliah, atau bahkan sejak masih duduk di bangku SMA kita
sudah mengetahui ke mana kita akan mengarahkan karir ke depannya. Dengan begitu, kita bisa menjadi
lebih begitu fokus dalam merencanakan atau mempersiapkan langkah-langkah jitu untuk meraih profesi
yang kita inginkan itu. Sayangnya, sebagian dari kita tak seberuntung itu.

Sebagian dari kita justru “bermasalah” ketika ditanya “Apa yang kamu sukai? Apa yang kamu minati?”
Ketika mendapati pertanyaan tersebut, mereka tak bisa lantas menjawab dengan begitu mantab. Mereka
masih membutuhkan jeda untuk sekadar meraba-raba, mencari-cari hal-hal apa yang benar-benar
mereka sukai dan mereka minati. Mereka (mungkin) akan menengok-nengok ke masa silam dan
mendapati bahwa ternyata banyak dari hal-hal yang mereka “masuki” atau mereka “jalani” lebih banyak
terjadi karena pengaruh arahan orangtua, atau mungkin pengaruh dari lingkungan teman sepermainan,
bukan karena mereka benar-benar orisinil menginginkannya (meminatinya).

Barangkali setelah lulus kuliah, kita pun pernah mengalami bahwasanya pekerjaan pertama yang kita
dapati adalah pekerjaan yang secara keilmuan tak sesuai dengan jurusan kuliah yang kita pilih. Lebih
parah lagi, sudah tak sesuai bidang keilmuan, kita pun merasa tak menyukai bidang pekerjaan itu. “Saya
kuliah jurusan apa, masa kerjaannya begini? Dan lagi, itu bukan passion saya”, keluh kita,

Kemudian kita pun menyikapinya dengan bekerja sebatas karena kita harus bekerja. Kita bekerja dengan
“egla-egle”, dalam istilah bahasa Jawa, Pekerjaan yang kita lakoni itu pun terasa menjadi begitu
melelahkan. Melelahkan tersebab: pertama, kita memaksakan diri untuk menyukainya, dan kedua, kita
memaksakan diri untuk tetap melakukan pekerjaan tersebut. Tak ayal, nyaris setiap hari kerjaan kita
curhat dan complain, entah kepada teman saat ngopi atau lewat update status di media sosial. Pendek
kata, kita tidak menjadi produktif dalam bekerja. Kita bukan menjadi asset, melainkan beban bagi
perusahaan tempat kita bekerja

Namun, sebagian dari kita yang lain masih merasa bersyukur, meski pekerjaan pertama yang kita dapati
tak linier dengan jurusan yang kita tempuh semasa kuliah. Mereka—sebagian dari kita yang lain itu—
menganggap pekerjaan sebagai a journey of learning. Mereka mampu melihat dengan sudut pandang
yang lain. Mereka berpandangan bahwa pekerjaan ibarat “pintu”. Ketika mereka sudah memiliki
pekerjaan, terlepas apakah mereka suka atau tidak dengan pekerjaan tersebut, mereka akan memasuki
“pintu” tersebut, dan “learn and do a lot of things” di dalamnya dengan penuh totalitas dan sepenuh hati.

Barangkali, mereka—sebagian dari kita yang lain itu—pun pada mulanya merasa tidak begitu menyukai
pekerjaan-pekerjaan itu. Namun, seiring waktu, sejalan dengan begitu banyaknya keterlibatan dan
tanggungjawab di dalam pekerjaan-pekerjaan itu, mereka pun kemudian bisa mencintai apa yang mereka
kerjakan. Ya, seperti pepatah Jawa yang mengatakan, “witing tresna jalaran saka kulina”, rasa cinta bisa
tumbuh karena terbiasa berinteraksi. Atau bisa juga, “witing tresna jalaran ora ana liya”, rasa cinta bisa
bertumbuh tersebab tidak ada yang lain. Dengan kata lain, apa mau dikata, ketika belum menemukan
pekerjaan yang kita cintai, lebih baik adalah mencintai apa yang kita kerjakan sekarang dengan penuh
kesadaran dan kesepenuhan hati. Eih, kok malah jadi cinta beneran..

“Lantas kau sendiri bagaimana Jon? Apakah kamu sebagian dari yang nggresulo ataukah kamu
sebagian dari yang mencintai pekerjaan?”

“Ouh.. he..he.. I have to try to do everything without complaining.. and I have to try to love what I have at
the moment..yeah.. he.. hee.. ”

Anda mungkin juga menyukai