Laporan Tutorial Case 2 RS
Laporan Tutorial Case 2 RS
PENDAHULUAN
1.1 Review Case
Zaid, 2 tahun
CC:
Nafas berisik dan sulit bernafas sejak 6 jam yang lalu
AC:
Barking cough
PH:
- 3 hari lalu common cold dengan hidung meler, suara serak, dan demam.
- Tidak kesulitan menelan dan tersedak.
- Tidak ada riwayat alergi
- Tidak ada riwayat kesulitan bernafas sejak lahir.
PE:
- Sadar dan kontak mata baik.
- BW: 12kg, BH: 89cm
- PR: 110x/m, RR: 50x/m, T: 38,5°C
- Barking cough.
- Sedikit retraksi suprasternal.
- Inspirasi dan ekspirasi stridor dengan jenis abdominothoracal.
- Nasal cavity dan oropharynx normal
- Pemeriksaan lain normal
LE:
- Hb: 11 gr/dl
- Leucocytes: 4.000/mm3
- Thrombocytes: 180.000/mm3
- Ht: 33%
- Diff. Count: 0/2/4/49/40/5
- Serology: IgM anti RSV (+)
Radiologic:
- Soft tissue neck radiograph: “steeple sign” appearance, no mass.
- Dia kembali ke rumah setelah satu jam monitoring dan mendapatkan oral
corticosteroid.
- Dokter mendiagnosis Acute Laryngotracheitis (Croup’s Syndrome).
- Dia diobati dengan Racemic Adrenaline dan batuk membaik juga stridor mereda.
- Setelah respiratory rate menjadi normal, dia diberikan Oral Corticosteroid
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Basic Science
2.1.1 Embriologi
A. Upper Respiratory
Hasil lipatan ke arah sefalokaudal dan lateral dari embrio akan menbentuk
rongga yang dilapisi endoderm(?) dan akan membentuk primitive gut,
primitive gut dibagi menjadi:
1. Fore gut (ujung anterior dari primitive gut) Fore gut akan menjadi:
- GI tract: mulut, faring, bagian dari saluran digestive
(oesophagus, lambung, duodenum)
- Thyroid, parathyroid, thymus, liver, vesica felea dan pancreas
- Respiratory system: larynx, trachea, bronchi, dan paru-paru
2. Hind gut (ujung posterior dari primitive gut)
Hind gut akan menjadi: small intestine, colon, dan rectum
Larynx
Laryngotracheal Trachea
Foregut grooves Bronchi
Lung
(Paru-Paru)
2
Diverticulumnya dalam keadaan terbuka (bersatu) dengan foregut
Di ujung kaudalnya akan membentuk lung bud
Selama pemisahan foregut, lung bud akan membentuk trachea dan 2
lateral outpocketings (bronchial buds)
Pharyngeal arch tidak hanya berkontribusi untuk pembentukan leher,
tapi juga berperan penting dalam pembentukan wajah. Di akhir
minggu ke-4, bagian tengah dari wajah yang dibentuk oleh
stomodeum akan dikelilingi oleh pasangan pertama dari pharyngeal
arches. Ketika embrio berumur 42 hari, terbentuk 5 tonjolan mesenkim
yang terdiri dari:
- 2 Mandibular prominence (first pharyngeal arch) yang
terletak kaudal terhadap stomodeum
- 2 Maxillary prominence (bagian dorsal pharyngeal arch
pertama), lateral terhadap stomodeum
- Frontonasal prominence, yang terletak cranial terhadap
stomodeum
Pembentukan wajah kemudian dilengkapi oleh adanya pembentukan nasal
prominence
3
DEVELOPMENT OF NOSE (HIDUNG)
Hidung dibentuk oleh:
1 Frontal prominence yang akan menjadi bridge of nose
2 Medial nasal prominence akan bergabung dan membentuk crest & tip of the
nose (puncak & ujung hidung)
3 Lateral nasal prominence akan menjadi alae of nose
Nasolacrimal groove merupakan groove/lekukan yang dalam diantara maxillary
prominence dan lateral nasal prominence dan akan menjadi nasolacrimal duct &
lacrimal sacs (kantung air mata)
4
DEVELOPMENT OF PARANASAL AIR SINUSES
1. Paranasal air sinuses berkembang sebagai diverticula dari dinding
lateral nasal dan meluas ke tulang maxilla, ethmoid, frontal, dan
sphenoid.
2. Paranasal air sinuses mencapai ukuran maksimum selama puberty &
berkontribusi dalam bentuk wajah seseorang.
5
2. Pharyngeal Pouch 2
Membentuk sebuah diverticulum yang akan menjadi crypts/krypta dari
palatine tonsil kemudian akan terinfiltrasi oleh limfosit
3. Pharyngeal Pouch 3
Membentuk sebuah diverticulum Bagian dorsal: menjadi inferior
parathyroid glands Bagian ventral: menjadi thymus
PHARYNGEAL GROOVES
1. Pharyngeal Grooves 1 akan menjadi external accoustic meatus
2. Pharyngeal Grooves 2 dan seterusnya akan menghilang
PHARYNGEAL MEMBRANE
Pharyngeal Membrane akan menjadi tympanic membrane yang terdiri dari
permukaan ektoderm, mesoderm, dan endoderm dari pharyngeal pouch ke
Laring
Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang
menyatukan trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum.
Proses pembentukan Laring, faring, trakea dan paru-paru merupakan derivat
foregut embrional yang terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Foregut
6
embrional terdiri dari bagian kranial yang kemudian menjadi Pharynx dan Larynx
dan bagian kaudal yang kemudian menjadi saluran cerna yaitu: oesophagus. gaster,
bagian proximal dari duodenum, hepar, vesika fellea dan pankreas. Foregut
merupakan Usus sederhana bagian depan yang merupakan bagian dari
perkembangan saluran cerna pada embrio.
Lengkung faring muncul pada minggu ke-4 pada masa embrio. Lengkung
faring ini berupa kumpulan jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah
yang kita kenal dengan celah faring. Di saat perkembangan keduanya, di dinding
lateral bagian dalam lengkung faring itu muncul lagi yang namanya kantong faring.
Pada saat embrio berusia 3,5 minggu suatu alur yang disebut laringotrakeal
groove tumbuh dalam embrio pada bagian ventral foregut. Alur ini terletak
disebelah posterior dari eminensia hipobronkial dan terletak lebih dekat dengan
lengkung ke IV daripada lengkung ke III. Laryngotracheal groove adalah prekursor
untuk laring dan trakea yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernapasan
dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal menjadi nyata pada sekitar hari ke-
21 kehidupan embrio.
7
Perluasan ke arah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih
dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau
ke-28. bagian yang paling proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi
laring.
Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari,
sedangkan kartilago, otot dan sebagian besar pita suara (plika vokalis) terbentuk
dalam tiga atau empat minggu berikutnya.
Pembukaan laringotrakeal adalah aditus laringeus primitif dan terletak
diantara lengkung IV dan V. Aditus laring pada perkembangan pertama berbentuk
celah vertikal yang kemudian menjadi berbentuk T dengan tumbuhnya hipobrachial
eminence yang tampak pada minggu ke 3 dan kemudian akan tumbuh menjadi
epiglottis. Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.
B. Lower Respiratory
Trakea
Pada minggu ke empat, di mudigah terdapat divertikulum respiratorium
yang terdapat tunas paru yang merupakan tonjolan dari dinding ventral usus depan.
Pada divertikulum respiratorium inilah nantinya dijadikan tempat untuk
menginduksikan TBX4 untuk merangsang pembentukan tunas, pertumbuhan dan
differensiasi paru.
Bagian epitel dalam yang ada di paru terbentuk dari endoderm, sedangkan
komponen tulang rawan, kartilago, dan otot dibentuk dari mesoderm splanknik.
Awalnya, tunas paru mempunyai hubungan terbuka dengan usus depan sehingga
pada saat divertikulum respiratorium membesar ke arah kaudal, terbentuklah 2
8
bubungan longitudinal yang dipisahkan oleh trakeoesophageal. Kemudian, pada
saat kedua bubungan menyatu membentuk septum trakeoesophageal, usus depan
akan terbagi menjadi usus depan bagian dorsal dan ventral, tunas paru, trakea, dan
esophagus. Nah, primordium respiratorik akan mempertahankan hubungan
terbukanya dengan faring melalui aditus laringis.
Tunas paru berkembang ke arah kaudal dan lateral rongga paru tubuh
sehingga ruang paru, kanalis perikardioperitonealis menjadi cukup sempit. Saluran-
saluran terletak di kesua sisi usus depan dan secara bertahap diisi oleh tunas paru
yang terus membesar. Nantinya ada lipatan pleuroperitoneum dan lipatan
pleuroperikardium yang memisahkan kanalis perikardioperitonealis dari rongga
peritoneum dan rongga perikardium, dan ruang sisanya akan membentuk rongga
pleura primitif.
9
Sampai bulan ketujuh pranatal, pernapasan sudah dapat berlangsung ketika
sebagian sel bronkius respiratorius yang berbentuk kuboid menjadi sel gepeng tipis.
Selama dua bulan terakhir kehidupan pranatal dan selama beberap tahun
selanjutnya, jumlah sakus terminalis terus meningkat yang selain itu sel-sel yang
melapisi sakus yang dikenal dengansel epitel alveolus tipe I. Pada bulan keenam
terbentuk jenis sel lain, yaitu sel epitel alveolus tipe II yang menghasilkan
surfaktan, suatu cairan kaya fosfolipid yang dapat menurunkan tegangan
10
Dimulai dari laryngeal inlet sampai batas inferior cricoid cartilage,
(diurutin dari atas-bawah)
a. Laryngeal vestibule : antara laryngeal inlet dan vestibular folds
b. Middle part of laryngeal cavity : rongga tengah (central cavity
airway) antara vestibular folds dan vocal folds
c. Laryngeal ventricle : pemanjangan ke arah lateral dari “Middle
part of laryngeal cavity”. Terdapat “laryngeal saccule” (ujung dari
ventricle) dari setiap ventricle yang tersusun atas kelenjar mukosa
d. Infraglottic cavity : bagian inferior laring antara vocal folds dan
batas inferior laring (bagian inferior cricoid cartilage), berbatasan
langsung dengan trachea.
Kemudian pada bagian Middle part of laryngeal cavity, terdapat struktur
yang berperan dalam fonasi suara, yaitu
a. Glottis
Tersusun dari vocal folds (plicavocalis), yang tersusun dari
a. Vocal ligament : tersusun dari jaringan elastic yang
tebal yang berada di ujung medial daric onuselasticus.
b. Vocalis muscle
b. Rima glottis
11
Merupakan celah di antara glottis, bentuk dari rima glottis bervariasi
berdasarkan posisi vocal folds dan akan menentukan suara yang
keluar.
Bagian yang berada diatas glottis disebut supraglottis, sedangkan yang
berada dibawah glottis disebut subglottis.
Bagian yang berada di atas glottis salah satunya yaitu :
a. vestibular folds : tersusun atas 2 lipatan membrane mukosa yang
membungkus vestibular ligament. (fungsi protektif)
b. Rima vestibular : rongga diantara vestibular folds
Bagian yang memanjang kearah lateral antara vestibular folds dan vocal
folds adalah laryngeal ventricles
2. Otot
12
Menegang dan
Cricothyroid External laryngeal meregangkan vocal
nerve (CN ligament
X/vagus) Relaksasi focal
Thyro-arytenoid
ligament
Posterior crico-
Abduksi vocal folds
arytenoid
Adduksi focal folds
Lateral crico-
(bagian
arytenoid
interligamentous)
Adduksi arytenoid
cartilages (adduksi
bagian
Transverse dan Inferior laryngeal
intercatilagenous dari
Oblique arytenoid nerve (CN
vocal folds, menutup
X/vagus)
rima glottides
posterior)
Reksasi bagian
posterior vocal
ligament selagi
Vocalis
menjaga atau
menaikkan tegangan
pada bagian anterior.
Vaskularisasi
Arteri :
o Superior laryngeal arteri (percabangan dari superior thyroid artery)
o Inferior laryngeal arteri (percabangan dari inerior thyroid artery)
Vena :
o Superior laryngeal vein ( kemudian bergabung dengan superior
thyroid vein dan didrainase ke Internal Jugular Vein)
o Inferior laryngeal vein (kemudian bergabung dengan inferior
thyroid vein atau veous plexus pada bagian anterior dari trachea, lalu
didrainase ke Left Brachiocephalic vein)
Limfatik
o Superior deep cervical lymph nodes
o Inferior deep cervical lymph nodes
Inervasi (dari CNX/ Vagus)
Superior laryngeal nerve (CNX/ Vagus)
13
Inferior laryngeal nerve (CNX/ Vagus)
B. Trachea
Hubungan trakea
dengan struktur lain di leher:
- Anterior: kulit, fascia,
ismus kelenjar tiroid (di
depan cincin kedua,
ketiga, dan keempat),
inferior thyroid vein,
jugular arch, left
brachiocephalic vein
(pada anak-anak).
- Posterior: esophagus,
kanan dan kiri recurrent
laryngeal nerve.
- Lateral: lobus kelenjar
tiroid dan carotid sheath.
Hubungan trakea dengan struktur lain di dalam superior mediastinum:
- Anterior: Sternum, timus, left brachiocephalic vein, pangkal
brachiocephalic trunk, left common carotid artery, arch of aorta.
- Posterior: esophagus, left recurrent laryngeal nerve.
- Dextra: azygos vein, right vagus nerve, pleura.
- Sinistra: arch of aorta, left common carotid artery, left subclavian artery,
left vagus nerve, left phrenicus nerve, pleura.
14
Vaskularisasi :
Trakea divaskularisasi oleh inferior thyroid artery di bagian 2/3 atas dan oleh
bronchial artery di bagian 1/3 bawah.
Inervasi :
Trakea diinervasi oleh vagus nerve dan recurrent laryngeal nerve.
Drainase :
Drainase limfatik trakea bermuara ke pretracheal dan paratracheal nodes dan
deep cervical nodes.
2.1.3 Histologi
A. Larynx
Laring adalah saluran pendek untuk aliran udara antara faring dan trakea.
Dindingnya memiliki otot rangka dan bagian kartilago, yang semuanya membuat
laring dikhususkan untuk produksi suara. Mikrograf berdaya rendah
memperlihatkan vestibulum laring diatas (LV), yang dikelilingi oleh kelenjar
seromukosa (G). Dinding lateral regio ini menonjol sebagai pasangan lipatan luas,
plica vestibularis (VF). Plica vestibularis ini juga memiliki kelenjar seromukosa
dan jaringan areolar dengan MALT, sering dengan nodul limfoid (L) dan sebagian
besar dilapisi oleh epitel respiratorik, dengan regio didekat epiglotis yang
memilikiepitel skuamosa berlapis. Dibawah setiap plica vestibularis terdapat celah
sempit atau ventrikel (V) , dan dibawahnya terdapat pasangan plica lateral lainnya,
yaitu plica vocalis atau pita suara (VC). Pita suara dilapisi oleh epitel skuamosa
berlapis dan menonjol lebih dalam ke lumen, yang membatasi tepi lubang laring itu
sendiri. Setiap pita suara memiliki otot rangka m.vocalis yang besar (VM) dan
didekat permukaan, suatu ligamen kecil yang terpotong transversal sehingga sulit
dilihat pada gambar ini. Berbagai tegangan ligamen tersebut yang disebabkan oleh
otot menghasilkan berbagai suara saat udara didorong melalui pita suara. Semua
15
struktur dan ruang tersebut diatas lipatan ini menambah resonansi suara dan
membantu fonasi.
B. Trachea
- Epitel respirasi yang khas
- Terdapat cincin kartolago hialin berbentuk C yang menjaga agar kumen
trakea tetap terbuka
- Trakea memiliki 3 lapisan :
1. Mukosa
- Epitel : pseudostratified ciliated columnar
(epitel respiratory)
- Lamina propia dan serat elastin →
memisahkan lapisan mukosa dan submukosa
- Lamina propia disusun oleh jaringan
fibroelastin, terdapat lymphoid elements,
kelenjar mukus dan seromukus
2. Submukosa
- Disusun oleh jaringan ikat fibroelastik yang
padat dan tidak beraturan/iregular
- Terdapat kelenjar mukosa dan submukosa
- Ditemukan lymphoid elements
- Banyak mengandung pembuluh darah dan lymph
3. Adventitia
- Disusun oleh jaringan ikat fibroelastik
- Khas : cincin C kartilago hyaline dan jaringan ikat fibrosa yang bersirkulasi.
- Adventitia juga bertanggung jawab untuk mengaitkan trakea ke struktur
yang berdekatan (yaitu, kerongkongan dan jaringan ikat pada leher).
2.1.4 Fisiologi
Defense Mechanism Respiratory Tract
Lower Respiratory Tract
Pada Lower Respiratory Tract, pertahanan tubuh secara fisik maupun
fisiologis adalah pertama dengan cara menangkap partikel yang berukuran lebih
dari 5 mikrometer di dalam mucus, apabila ada yang lolos, maka akan melalui tahap
mucociliary clearance melalui silia yang nantinya akan menuju ke mulut maupun
hidung, setelah itu bisa juga melalui batuk.
Sedangkan, untuk partikel yang berukuran kurang dari 2 mikrometer akan
menuju ke alveolus, pertahanan tubuh pada alveolus pertama adalah berupa adanya
epitel yaitu squamous epithelium walaupun tidak bersilia, setelah itu melalui tahap
16
alveolar makrofag, atau bisa juga melalui surfactant yang disekresikan oleh type II
Pneumocyte.
Prosesnya, setelah melewati pertahanan tubuh bagian atas, yaitu berupa air
conditioning dan reseptor olfaktori, nantinya, partikel akan di filtrasi and removal
of inspired particle.
TRAPS IN THE MUCUS : partikel akan terperangkap di mucus sampai dengan
bronkiolus, yang mana partikel tersebut kebanyakan berukuran sekitar > 2
mikrometer, atau berupa gas asing yang nantinya akan masuk ke bagian alveoli.
REMOVAL : Bisa dengan cara menyebabkan bronkokontriksi yang nantinya akan
menimbulkan reflex yaitu berupa batuk atau bersin, atau melalui mucociliary
clearance yaitu gerakan cilia yang seperti menyapu yang memindahkannya ke
faring agar tidak masuk ke bagian alveolus, melalui orofaring, sehingga mucus
tersebut dapat tertelan, dapat dikeluarkan sebagai ludah, atau keluar melalui hidung.
ALVEOLAR MAKROFAG : yaitu berupa mononuclear sel yang besar yang
berada pada lapisan alveolar yang nantinya akan memfagosit dan menghancurkan
partikel atau zat asing, karena alveolar makrofag ini mengandung lyzosim, hasilnya
nanti ada yang akan tetap pada alveolar surface, ada yang menuju ke lymphatic, dan
ke mucociliary.
Fonasi
Berbicara diatur oleh dua fungsi mekanis:
Fonasi, yang dilakukan oleh laring
Artikulasi, yang dilakukan oleh struktur pada mulut
17
Selama fonasi, pita suara menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara
pita tersebut akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran itu dipengaruhi:
Derajat peregangan pita
Kerapatan pita
Massa disekitarnya
Otot tiroaritenoid, dapat menarik kartilago aritenoid kearah kartilago tiroid
sehingga melonggarkan pita suara.
Bunyi Napas Normal
2.2 Patologi
Barking Cough
Barking cough merupakan karakteristik dari laryngotrakeobronkitis yang
merupakan hasil dari pembengkakan dan inflamasi sekitar vocal chord dan trakea.
Banyak terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun, biasanya disebabkan
karena fitur anatomis dan fisiologis yang belum matur dari saluran pernafasan.
18
Barking cough ini biasanya ditemukan pada kondisi laryngotrakeobronkitis,
congenital subglotis hemangioma, trakeomalasia, tracheitis, epiglottitis, dan juga
pada penyakit psikogenik seperti Tic syndrome, dan juga Tourette syndrome.
Snoring dapat ditemukan pada kondisi penderita yang overwheight ( berat badan
berlebih ), pada soft palate dan uvula yang panjang, pada seseorang yang terkena
alergi, atau meminum banyak alcohol.
Late Inspiratory Crackles yang dikarakteristikan suaranya halus, cukup besar, dan
menetap dari satu ke yang lainnya. Bunyi tersebut terjadi karena serangkaian
letupan kecil ketika saluran napas yang kecil mengempis saat ekspirasi, dan
kemudian terbuka dengan suara meletup saat inspirasi. Ditemukan pada paruh
pertama inspirasi, berlanjut hingga fase lanjut inspirasi, pada pemeriksaan biasanya
akan terdengar apabila stetoskop bagian diafragma diarahkan ke bagian dasar paru.
Selain itu mekanisme lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah adalanya
penurunan dari compliance sehingga menyebabkan peningkatan dari kekakuan
paru-paru.
Dapat ditemukan pada pasien yang menderita intersitial lung disease ( fibrosis )
atau pada congestive heart failure.
19
abnormal collapse pada dinding paru-paru, atau obstruksi parsial dengan adanya
secret pada saluran udara yang kecil menyebabkan adanya obstruksi pada jalan
nafas yang menjadi sempit, sehingga menyebabkan adanya penutupan yang terlalu
dini dari saluran napas yang kecil tersebut selama terjadi ekspirasi, yang
menyebabkan adanya pembukaan kembali dari saluran udara yang sempit sehingga
menghasilkan suara pada saat awal melakukan isnpirasi.
Biphasic Crackles terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi, sehingga suara yang
dihasilkan adalah kombinasi dari suara yang halus dan juga kasar. Biasanya
ditemukan pada pasien yang menderita Bronchiectasis.
b. Wheezing : Terjadi ketika udara mengalir dengan cepat melalui bronkis yang
menyempit hingga hampir menutup sehingga menyebabkan adanya getaran pada
dinding saluran napas, dan jaringan yang berdekatan di saluran yang menyempit.
Wheezing ini cenderung banyak terdengar pada saat ekspirasi. Dapat terjadi pada
saat inspirasi maupun ekspirasi, dimana apabila inspirasi dia terjadi karena adanya
peningkatan pada tekanan intrathorax, apabila inspirasi terjadi karena adanya
tekanan ekstrathorax yang lebih besar daripada tekanan intrathorax.
c. Stridor
Merupakan wheezing yang seluruhnya inspirasi, biasanya bunyinya terdengar lebih
kasar, dan keras pada leher dibandingkan dengan dinding dada. Stridor ini
menandakan adanya emergency atau kegawatdaruratan pada seseorang, karena
adanya parsial obstruksi pada bagian saluran napas atas.
Stridor dapat terjadi pada saat ekspirasi maupun inspirasi, dimana pada saat
inspirasi biasanya menandakan adanya obstruksi pada bagian extrathorac ( dibawah
thoraxic inlet ) seperti struktur supraglotis, larynx, subglotis space, upper trakea.
Strior pada saat inspirasi biasanya terdengar pada pasien yang menderita
laryngomalacia.
Stridor pada saat ekspirasi terjadi karena adanya lesia pada bagian intrathorax,
seperti bagian primary bronkus, secondary bronkus.
Biphasic stridor dimana terjadi bunyi stridor pada saat inspirasi maupun ekspirasi
biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada bagian glottis, subglotis, dan cervical
trakea, dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit vocal chord paralysis.
20
d. Pleural Rub
Permukaan kedua pleura yang mengalami inflamasi dan menjadi kasar yang akan
menimbulkan efek seperti parutan karena gerakan kedua pleura tersebut
diperlambat secara termporer dan berulang oleh peningkatan friksi. Dapat terdengar
pada bagian axilla bawah, dan juga diatas dari basis paru-paru secara posterior.
Friksi ( gesekan ) tersebut biasanya terjadi antara visceral pleura dan juga parietal
pleura. Bunyinya hampir mirip dengan crackles, tetapi pada Pleural Rub bunyinya
continuous, tidak terputus-putus.
e. Mediastinal Crunch
Merupakan serangkaian bunyi crackles yang terdengar sinkron dengan detak
jantung tetapi tidak sinkron dengan respirasi. Biasanya ditemukan pada pasien
dengan emfisema.
f. Ronchi
Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama ekspirasi.
Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi
napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor.
Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu
ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch (menciut)
misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus
yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada
waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret
di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki
halus dan sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan
edema paru, sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.
Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai
suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas pada orang ngorok.
21
2.3 Mikrobiologi
2.3.1 RSV
PARAMYXOVIRUS
RSV atau Respiratory Syncytial Virus termasuk ke dalam genom paramyxovirus,
yang mana paramyxovirus ini termasuk agen infeksi pernafasan yang paling
penting pada bayi dan anak kecil dan juga penyebab tersering dari gondong dan
campak.
EPIDEMIOLOGI
ISPA dan Pneumonia menyebabkan 4 juta kematian anak berusia < 5 tahun di
seluruh dunia, dan “Paramyxovirus” merupakan patogen utama saluran pernafasan
pada anak kelompok umur tersebut.
CHARACTERISTIC
Ordo = Mononegavirales
Family = Paramyxoviridae
Genus = Pneumovirus / Paramyxoviridae
Species = Human Respiratory Syncytial Virus
Virion = Sferis, Pleomorfik, Diameter 50 nm atau lebih dengan
Nukleokapsid berbentuk heliks, 13-18 nm)
Komposisi = RNA (1%), Protein (73%), Lipid (20%), Karbohidrat (6%)
Genom = RNA (Single Strainded), Linear, No segmented.
Protein = Terdiri dari 6-8 Protein Struktural
Selubung = Mengandung glikoprotein Hemeaglutinin Virus / HN (RSV
tidak mengandung Hemeaglutinin) , Neuraminidase dan Glikoprotein Fusi.
Replikasi = Sitoplasma, terdapat tonjolan partikel dari membrane plasma
Karakteristik yang Menonjol = Stabil secara Antigen dan Partikel labil
tetapi sangat infeksius
22
LIFE CYCLE PARAMYXOVIRUS
23
Parainfluenza
Gondong
Croup / suatu terminologi umum yang mencakup suatu group penyakit
heterogen yang mengenai Laring, Intra subglotis atau Subglotis, Trakhea
dan Bronkus.
2.4 Interpretasi
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS STRIDOR
Stridor adalah suara bernada tinggi yang dihasilkan oleh adanya penyumbatan
saluran nafas bagian atas.
Congenital
- Laryngomalacia (congenital flaccid larynx)
Aquired
- Foreign Body
- Infection
Epiglottitis
Retropharyngeal abcess
- Iatrogenic
Post-tracheostomy stenosis
Post-intubation stenosis
Post-thyroid surgery
- Goitre
- Laryngeal oedema
Anaphilaxis
Inhalational injury
- Cricoarytenoid rheumatoid arthritis
Malignancy
- Intraluminal obstruction
Larynx
Trachea
Bronchus
- External compression
Malignant nodes
Bilateral Vocal Cord Palsy
Brainstem stroke
Tyroid carcinoma
Oesophageal carcinoma
STEEPLE SIGN
Steeple Sign adalah tanda seperti menara pada upper trakea yang nampak
pada pemeriksaan anteroposterior X-Ray. Disebut “steeple sign” karena
24
gambarannya meruncing seperti atap gereja. Steeple Sign menunjukan adanya
penyempitan saluran nafas, salah satu contohnya yaitu akibat adanya sweeling
(bengkak) di soft tissue sekitar trakea.
Contohnya ada pada penyakit Croup Syndrome (Laryngotracheitis)
Klasifikasi
1. Berdasarkan Penyebab
- Viral Croup (Karena infeksi virus)
Ditandai dengan gejala prodromal infeksi respiratori, gejala obstruksi
saluran respiratori yang berlangsung selama 3-5 hari
- Spasmodik Croup (Karena factor atopi)
Terdapat faktor atopi, tanpa gejala prodromal anak dapat tiba-tiba
mengalami gejala obtruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu malam
menjelang tidur, serangannya terjadi sebentar kemudian normal kembali
2. Berdasarkan Derajat Kegawatan
25
Derajat Kegawatan Karakteristik
Skor Westley
Skor Westley sangat banyak digunakan untuk menilai derajat kegawatan
croup. Skor 0-1 adalah ringan, skor 2-7 sedang, dan skor 8 atau lebih adalah
berat
2.5.2 LTB
Definisi
Peradangan pada laring , trakea dan bronki
Epidemiologi
Sering pada anak usia 6 – 12 bulan
Kebanyakan kasus terjadi pada usia 2 tahun
Insiden menurun setelah 6 tahun
Etiologi
Parainfluenza Virus
Respiratory Syncytial Virus
Influenza Virus
Rhinovirus
Adenovirus
26
Patogenesis dan Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Rhinorrheae
Demam
Pharyngitis
Batuk ringan biasanya 12 – 48 jam
Barking cough
Stridor
Sering terjadi pada usia 3 bulan-3 tahun
Didahului dengan rhinorrhea, faringitis, dan demam (37,8ºC-40,5ºC)
Pada waktu 12-48 jam mulai tampak gejala obstruksi saluran respiratori atas
seperti batuk menggonggong, suara serak, dan stridor inspirasi.
Gejala umumnya mulai membaik dalam 3-7 hari, tetapi pada kasus berat
dapat berlangsung 7-14 hari.
27
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
- Takipneu
- Faring hiperemis atau normal
- Coryza
- Retraksi suprasternal dan intercostal.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Leukosit >10.000/mm3
- Foto rontgen soft tissue leher menunjukkan penyempitan di daerah
subglotis (steeple sign)
Diagnosis Banding
- Spasmodic croup - Laringitis
- Epiglotitis - Difteri
- Trakeitis bakteri - Laringotrakeitis
- Abses peritonsilar - Benda asing
Manajemen
- Terapi oksigen bila sesak
- Diberikan IVFD (Intra Vennes Fluid Drip) pada kasus berat atau toksik
- Antibiotik, diberikan apabila terdapat bakteri.
- Epinefrin
- Kortikosteroid
Komplikasi
1. Pada 15 kasus dilaporkan mengalami otitis media, dehidrasi, dan pneumonia
(jarang)
2. Sebagian kecil kasus memerlukan intubasi, yaitu memasang tabung
endotrakeal ke dalam trakea.
3. Apabila pengobatan tidak adekuat, dapat menyebabkan gagal napas dan
jantung.
Prognosis
Biasanya bersifat self-limited dengan prognosis baik
2.6 Farmakologi
Buat pasein/ anak senyaman mungkin pada saat akan dilakukan prosedur
tertentu. Humidified room mungkin diperlukan.
1. Epinephrine
Fungsi:
- Menurunkan permeabilitas vaskular bronkus dan trakea
- Menurunkan edema
- Meningkatkan laju pernapasan
28
a. Racemic epinephrine (20-30 menit)
0,5 ml racemic epinephrine 2,25% dilarutkan dalam 3 ml normal
saline
b. L-Epinephrine
1:1000 sebanyak 5 ml, nebulizer
RASEMIK ADRENALIN
Nebulisasi epinefrin telah digunakan untuk mengatasi croup syndrome dan
sebaiknya diberikan kepada anak dengan croup syndrme sedang-berat yang
disertai dengan stridor dan retraksi.
Nebulisasi epinefrin menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus dan
trakhea, memperbaiki edema mukosa laring, meningkatkan udara laju
pernafasan
Racemic epinefrin merupakan pilihan utama, efek erapinya lebih besar,
mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan
hipertensi.
MOA :
Konstriksi precapillary arteriole melalui beta adrenergic reseptor resorpsi
cairan dari interstisial space dan menurunnya laryngeal mucosa edema
Dosis :
Racemic epinefrin
(campuran 1:1 isomer d dan 1 epinefrin) dengan dosis 0,5 ml larutan
racemic epinefrin 2,25% yang dilarutkan dalam 3 ml normal saline. Larutan
tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit. Onset obat 1 menit
dengan durasi 4 jam.
Pasien dapat pulang bila :
- Setelah 2-3 jam periode observasi
- Tidak ada stridor
- udara masuk normal
- normal pulse aximetry
2. Corticosteroid, untuk menurunkan edema mukosa
a. Dexamethasone
0,5-1 mg/kg BB peroral atau IM
1 kali diulang dalam 6 jam, tidak boleh melebihi 10 mg.
b. Prednisone
1-2 mg/kg BB diulang 6-12 jam
c. Budesonide
Larutan 2-4 mg budesonide (2ml), nebulizer, diulang 12-48 jam
Dexamethason
Class : corticosteroid
29
Indikasi :
1. Airway edema
2. Croup
3. Inflamation
4. Meningitis
5. Spinal cord compresion
6. Shock
7. Alergi
8. Cerebral edema
Mechanism of action :
molekul hormon - masuk sel melewati membran plasma - ikatan dengan
reseptor protein protein spesifik dalam sitoplasma - membentuk kompleks rsptor
steroid -- mengalami perubahan konformasi - bergerak menuju nukl;eus -
ikatan dengan kromatin - transkripsi RNA - sistesis protein dan menghasilkan
efek fisiologis
Absorbsi :
1. Onset : antara beberapa menit dan beberapa jam
2. Puncak waktu serum : 8 jam (IM) dan 1-2 jam (PO)
Distribusi :
1. Metabolisme : di liver
Eliminasi :
1. Waktu paruh : 1,8-3,5 jam
2. Eksresi : urin (utama) dan feces (minimal)
Kontraindikasi :
1. Systemic fungal infection
2. Hypersensitivitas
3. Cerebral melaria
4. Infeksi jamur
Pregnancy :
Golongan C
Efek samping :
1. Acne
2. Adrenal supresion
3. Aritmia
4. Bradycardia
5. Cardiac arrest
6. Catarct
Dosis :
Dewasa : 0,75-9 mg/day iv/IM/PO tdiberikan q6-12 hr
Anak : 0,08—0,3 mg/kg/day IV/IM/PO diberikan q 6-12 hr
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Patomekanisme
31
3.2 BHP
1. Edukasi
2. Istirahat yang cukup
3. Prevention : - Vasin, dan Penggunaan Masker
4. Manajemen, mengikuti dan meminum obat sesuai indikasi
3.3 IIMC
“ Semua yang diturunkan Allah SWT telat ditetapkan dan kita harus senantiasa tetap
meminta perlindungan-Nya dan bertawakal kepada-Nya “
32
DAFTAR PUSTAKA
33