Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

JUAL BELI DAN RIBA

NAMA KELOMPOK

1. FATURIAH ( BHS INGGRIS )


2. NUNUNG ANDRYANI ( PSJ )
3. AGUS SETIAWAN ( PJKR )

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN ( STKIP )


YAPIS DOMPU
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup
sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, atau
disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk
sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui
secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu
semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas
ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan
yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam
Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat,
melalaikan aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram
menurut syariat Islam.
B. Perumusan Masalah
· Apa saja yang menjadi suatu proses dalam kegiatan bermuamalah yakni jual beli dalam
pandangan islam yang telah merujuk kepada Al-qur’an & Hadits.
· Membahas bagaimana aturan yang berlaku supaya kegiatan jual beli (akad jualbeli) dapat
dikatakan sah menurut syariat islam.
· Hukum jual beli dan kaitannya dengan riba, karena jual beli dapat menjadi hal yang tidak
halal lagi atau ada unsur riba di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (menukarkan). Dan
kata Al-Bai’ (jual) dan Asy-Syiraa (beli), dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua
yang sau sama lain bertolak belakang.
Menurut pengertian syariat, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (agar tebedakan dengan jual beli
terlarang). Sedangkan dalam buku ‘Fiqih Islam’ pada bab Kitab Muamalat, jual beli adalah
menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).
Orang yang terjun ke dunia usaha,berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat
mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Hal ini dimaksudkan agar muamalat berjalan sah
dan segala sikap atau tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenarkan.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)
Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului
oleh penghalalan jual beli. Jual beli adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi manusia. Kita
mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual beli. Pasar dapat timbul
manakala terdapat penjual yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada
pembeli. Dari konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas ekonomi yang kemudian
berkembang menjadi suatu sistem perekonomian.
B. Rukun dan syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya
Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan
kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya.
Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.
b. Syarat Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya
menjualmobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli sebagai
jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan harga 25 juta
rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar menawar terlebih dulu.
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan
ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata. Contohnya,
aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual beli juga sah
dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak berjauhan tempat, atau
orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman modern saat ini, jual beli
dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli seperti itu sah saja, apabila si
pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya dan mempunyai keyakinan tidak ada
unsur penipuan.
c. Benda yang diperjualbelikan
1) Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi sarat sebagai berikut.
2) Suci atau bersih dan halal barangnya
3) Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
4) Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang lain
5) Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
6) Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)
7) Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa Barang itu dapat
diserah terimakan.

C. Bentuk-Bentuk Jual Beli

a. Bai’ mulasamah secara etimologi kata mulamasah berasal dari kata l-m-s, artinya
menyentuh atau memegang. Bai’ Mulamasah adalah satu bentuk akad jualbeli, dimana
barang yang dipegang oleh pihak pembeli itulah yang menjadi barang yang dijual.
Jualbeli seperti ini berlangsung tanpa keridhaan salah satu pihak yang berakad.
b. Bai’ al wafa’ adalah Suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan
kepada pembeli: saya jual barang ini dengan hutang darimu yang kau berikan padaku
dengan kesepakatan jika saya telah melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali
jadi milikku lagi. ( Al Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69 )
c. Bai’ tauliyah yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga yang
sama dengan harga pokok barang.
d. Bai’ almurabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli
tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk
harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
D. Macam-macam Jual beli Menurut Cara Pembayaran
Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam :

1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).
2. Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah)
3. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
4. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda

E. Hal-Hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli


Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah
atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya (seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelum ini).
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun
atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran islam).
3. Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid). Jual beli ini hukumnya sah, tidak
membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
F. Manfaat Dan Hikmah Jual Beli Antara Lain:
1. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau suka sama
suka.
2. Masing-masing pihak merasa puas,penjual melepas barang dengan ikhlas dan menerima
uang,sedangkan pembeli menerima barang dan memberfikan uang.
3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram
4. Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT
5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
v Banyak manfaat dan hikmah jual beli antara lain:
1. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau suka sama
suka.
2. Masing-masing pihak merasa puas,penjual melepas barang dengan ikhlas dan menerima
uang,sedangkan pembeli menerima barang dan memberfikan uang.
3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram
4. Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT
5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
G. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum jual beli dengan adanya
praktek jual beli, maka akan menimbulkan sikap antara lain sebagai berikut:
1. Menumbuhkan dan membina ketentraman jiwa dan kebahagiaan sebab dengan
memperoleh keuntungan atau laba maka akan terpenuhi hayat hidup sehari-hari seperti
sandang, pangan, dan papan
2. Dengan memperoleh keuntungan maka nafkah untuk keluarga akan terpenuhi yang
merupakan suatu tanggung jawab yang harus di laksanakan
3. Mencegah atau menolak kemungkaran dengan adanya usaha seperti berdagang berarti
mengkondisikan kehidupan sosial yang lebih sejahtera, sehingga penyakit yang ada pada
masyarakat dapat berkurang seperti kasus pencurian, perampokan atau bahkan korupsi
4. Sebagai sarana ibadah, dengan memperoleh keuntungan maka seseorang muslim di
anjurkan untuk berinfak, shodaqoh atau zakat
5. Jual beli dapat pula dijadikan suatu profesi sehingga dapat menghilangkan sifat yang tidak
baik misalnya malas bekerja dan tidak peuli pada sesame

H. Hak Khiyar dalam Jual Beli

Hak khiyar yaitu hak memilih untuk melangsungkan atau tidak jual beli tersebut karena ada suatu
hal. Hak khiyar itu dapat berbentuk:

Khiyar Majlis

Yaitu kedua belah pihak yang melakukan akad mempunyai hak pilih untuk meneruskan atau
membatalkan akad jual beli selama masih berada dalam suatu majlis (tempat) atau toko,
seperti jual beli atau sewa menyewa.

Khiyar Syarat

Yaitu ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya untuk meneruskan atau
membatalkan akad itu dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.

Khiyar Aib
Yaitu hak pilih pembeli untuk menyatakan batal atau berlaku jual beli yang ia lakukan terhadap
suatu objek yang belum ia lihat pada saat akad berlangsung.12

I. Berselisih dalam Jual Beli

Perselisihan Harga

Bila antara penjual dan pembeli berselisih dalam harga suatu benda yang diperjualbelikan, maka
yang dibenarkan ialah kata-kata yang punya barang, bila antara keduanya tidak ada saksi dan
bukti lainnya. Sabda Rasulallah SAW:
(‫َان )رواه ابو داوود‬ َ ‫ْس بَ ْينَ ُه َما بَ َّي َنهُ فَ ُه َو َما يَقُ ْو ُل َربُّ الس َّْلعَ ِة أَ ْو يَتَن‬
ِ ‫َارك‬ ِ َ‫ف ْالبَ ْيع‬
َ ‫ان َولَي‬ َ َ‫اِذَا احْ تَل‬
Artinya:

“Bila penjual dan pembeli berselisih dan di antara keduanya tidak ada saksi, maka yang
dibenarkan adalah perkataan yang punya barang atau dibatalkan” (HR. Abu Dawud)13

Pembeli boleh memilih, apakah ia akan mengambil barang dengan harga yang dikatakan penjual
atau ia bersumpah bahwa ia tidak membeli barang dengan harga seperti yang dikatakan
penjual tersebut dan ia membelinya dengan harga yang lebih kecil dari yang dikatakan
penjual itu. Jika pembeli telah bersumpah, maka ia bebas dari kewajiban membeli barang
dengan harga tersebut, kemudian barang dikembalikan kepada penjual, baik dalam keadaan
utuh atau dalam keadaan rusak.14
Berdasarkan hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan
bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila berselisih kedua belah pihak (penjual dan pebeli) dan
tidak ada bukti-bukti di antara keduanya, maka perkataan (yang diterima) ialah yang
dikemukakan oleh pemilik barang atau saling mengembalikan (sumpah)”.15

Perselisihan Pertanggungjawaban atas Resiko


Apabila terjadi sebelum serah terima, maka penyelesaiannya:
Jika barang rusak semua atau sebagiannya akibat perbuatan pembeli maka pembeli
berkewajiban membayar
Jika barang rusak sebelum serah terima akibat perbuatan penjual maka jual beli menjadi
batal
Apabila terjadi sesudah serah terima maka kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab
pembeli.

Dalam hal ini terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli yang bertanggung jawab yaitu di
tangan siapa terjadinya cacat barang dan kesepakatan.
Jalan penyelesaiannya dalam Hukum Perikatan Islam melalui tiga jalan, yaitu pertama dengan
jalan perdamaian, yang kedua dengan mengangkat seseorang sebagai juru damai dan yang
ketiga melalui proses peradilan.16
H. Riba
1. Arti Riba
Riba menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur etimologi, riba
artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagis salah
seorang dari dua orang yang melakukan transaksi Misalnya, Si A memberi pinjaman kepada
si B dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman dan sekian persen
tambahnya.
2. Dasar Hukum Keharaman Riba
Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;
Artinya.
“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-
Baqoroh / 2:275)
Riba hanyalah berlaku pada benda – benda seperti emas, perak, makanan dan uang.
Karena itu tidak diperbolehkan menjual emas dengan emas, perak dengan perak, kecuali jika
harganya sebanding dan dilakukan dengan kontan. Tidak diperbolehkan menjual sesuatu
barang, dimana barang tersebut belum berada ditangannya (misal A membeli barang tersebut
kepada si B) Tidak diperbolehkan pula menjual daging dengan binatang yang masih hidup.
3. Macam – Macam Riba
Menurut para ulama, riba ada empat macam
a. Riba Fadli, yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama)
dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor
kambing yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan seperempat gram emas
dengan kadar yang sama.
b. Riba Qardhi, yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam
meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang
berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta)
kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu
rupiah)Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba.
c. Riba Nasi’ah, ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang
yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya.
Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu
mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan
utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau
menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk membayar
utangnya sekarang atau minta ditunda dengan memberikan tambahan.
d. Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima
antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar,
sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup
atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.
4. Bahaya Riba
Bahaya Riba dan orang yang terlibat didalamnya:
Adapun bahaya Riba yang pertama dapat membawa kemudharatan pada orang yang
berkecimpung didalamnya. Karena di dalam riba lebih banyak kemudharatan dari pada
kemudahan, dan Riba merupakan perbuatan yang zalim hal ini berdasarkan firman Allah
surat An-Nisa’ ayat 160.
Kemudian berdasarkan firman Allah surat Ar-Rum ayat 39, segala sesuatu yang
dihasilkan oleh Riba, maka hal tersebut tidak akan diberkati oleh Allah. Sesungguhnya harta
Riba itu berkurang di mata Allah walaupun bertambah secara lahir. Dan menurut ayat yang
sama sedekah dan infak adalah salah satu jalan yang diberkati oleh Allah untuk
menginfestasikan harta, sehingga harta itu bertambah disisi Allah.
Selain itu orang yang berkecimpung didalam Riba akan mengalami kegelisahan yang
sangat amat berat (seperti orang yang kemasukan setan), karena mereka selalu berfikir dan
teringat akan hutang-hutang yang melilit mereka. Hal ini sejalan dengan firman Allah surat
Al-Baqarah ayat 275.
Dan orang yang berkecimpung didalam Riba akan kehilangan harta, karena mereka
menginfestasikan harta di tempat yang salah dan dengan cara yang salah.
5. Dalil-Dalil Tentang Riba
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari Al qur’an, Assunah dan Ijma’ ulama’
1. Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
2. Dalam surat An-Nisaa, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba,
Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan
harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari As-Sunnah
1. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan
cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang,
menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “
2. Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru
tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul
bari/V:4/H:394/bab:24)
6. Sebab-sebab haramnya Riba
Adapun sebab-sebab diharamkan riba yaitu sebagai berikut:
a. Karena allah dan rasulnya melarang atau mengharamkan nya.
b. Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain denga tidak ada imbangannya.
c. Dengan melakukan riba,orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut
syara’.jika riba sudah mendarah daging pada seseorang,orang tersebut lebih suka beternak
uang karna ternak uang akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada dagang dan
dikerjakan tidak dengan susah payah.
d. Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang
piutang atau menghilangkan faedah utang piutang sehingga riba lebih cenderung memeras
orang miskin dari pada menolong orang miskin. (Dr.H.Hendi Suhendi,M.Si. Fiqh
Muamalah.2008:58-61).
7. Hal-hal yang Menimbulkan Riba

Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya
seperti seseorang menjual salah satu dari 2 macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan
yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah dan lain-
lain, maka disyaratkan:

Sama nilainya
Sama ukurannya menurut syara’, baik timbangan, ukuran maupun takarannya
Sama-sama tunai

Berikut ini yang termasuk riba pertukaran:

Seseorang menukar langsung kertas Rp.10.000 dengan uang recehan Rp.9.950, uang Rp.50
tidak ada imbangannya.
Seseorang meminjamkan uang sebanyak Rp.100.000 dengan syarat dikembalikan ditambah
10% dari pokok pinjaman maka 10% itu adalah riba.
Seseorang menukarkan 1 liter beras ketan dengan 2 liter beras dolog, maka pertukaran tersebut
adalah riba sebab beras harus ditukar dengan beras sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah
satunya.
Seseorang yang akan membangun rumah membeli batu bata, uangnya diserahkan tanggal 5
Desember 1996, maka perbuatan tersebut adalah riba sebab terlambat salah satunya dan
berpisah sebelum serah terima barang.
Seseorang yang menukarkan 5 gram emas 22 karat dengan 5 gram emas 12 karat termasuk riba
walaupun sama ukurannya tetapi berbeda nilai (harga)nya atau menukarkan 5 gram emas 22
karat dengan 10 gram emas 12 karat yang harganya sama, juga termasuk riba walaupun
harganya sama ukurannya tidak sama.

Adapun dampak riba terhadap ekonom antara lain,riba dapat menimbulkan over produksi. Riba
membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persediaan jasa dan barang
semakin tertimbun, akibatna perusahaan macet karena produksinya tidak laku. Perusahaan
mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugan yang lebih besar dan mengakibatkan
adanya sekian jumlah pengangguran.25

5. Hikmah Diharamkannya Riba

Sayyid Sabiq menyebutkan beberapa hikmah pengharaman riba di antaranya:

Riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antar individu dan juga menghilangkan sikap
tolong menolong sesama umat.
Riba menumbuhkan mental boros dan malas yang mau mendapatkan harta banyak tanpa mau
kerja keras.
Riba merupakan bentuk penjajahan ekonomi dari orang yang kaya terhadap orang yang
miskin. Si miskin harus bekerja keras untuk melunasi hutang dan riba yang dipungut oleh
orang kaya, padahal untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya saja ia kesulitan.
Riba bertentangan dengan ajaran Islam yang selalu menganjurkan umatnya untuk bersedekah
dan berzakat sebagai bentuk rasa sukur dan mengharap keridlaan Allah SWT. 26

Aturan-aturan umum yang diberikan oleh para ulama mengenai riba dalam kaitannya dengan
transaksi jual beli:

Jika barang yang ditransaksikan meliputi emas, perak, gandum, kurma dan garam. Maka
transaksinya harus dilakukan secara langsung, tidak boleh ditangguhkan dan kadarnya harus
sama. Karena penangguhan penyerahan barang yang menyebabkan meningkatnya salah satu
nilai tukar barang adalah termasuk riba.
Jika barang yang ditransaksikan berbeda (misal emas dengan perak, gandum dengan kurma),
maka proses transaksinya harus secara langsung. Namun tidak ada ketentuan yang
mengharuskan sama kadarnya. Apabila salah satu barang ditukarkan pada masa sekarang dan
yang lainnya ditangguhkan, maka keduana tidak dtentukan dalam kadar yang sama, harus
disesuaikan dengan masa peredarannya.27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain
berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas
dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut
Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak
milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan syarat Jual beli
a. Adanya orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh, berakal,
saling ridlo antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam melakukan aktifitas jual
beli
b. Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan
harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan
transaksi pada kejadian yang akan dating
c. Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan, barang
milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli
d. Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas
jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli dilakukan
dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yanh diharamkan
syara’.
Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang
yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu
disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Jenis Riba
a. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama
ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan
b. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari
orang yang meminjami
c. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
d. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-
beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif


As’ad, aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar, Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus

Anda mungkin juga menyukai