“Merapi tak pernah ingkar janji.” Kalimat yang kerap kali dilontarkan Surono, Ketua
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Energi Sumber
Daya Mineral (ESDM), Kementrian ESDM, sesaat setelah Gunung Merapi meletus 26
Oktober Silam. Ungkapan tersebut tidak hanya sekedar kalimat, sebab itu meruoakan sebuah
kondisi yang sebenarnya terjadi pada Gunung Merapi. Dalam sejarah panjang proses letusan
Gunung Merapi, tercatat bahwa dalam periode siklus pendek terjadi setiap dua hingga lima
tahun, siklus menengah selama lima hingga tujuh tahun dan siklus terpanjang yang pernah
tercatat yaitu mengalami istirahat selama 30 tahun. Memasuki abad ke 16, catatan kegiatan
Gunung Merapi mulai kontinyu.
Museum Gunung Merapi menyimpan tapak tilas perjalanan merapi beserta kenangan
yang tersisa di dalamnya. Museum ini di resmikan tahun 2009. Museum Gunung Merapi
menyimpan berbagai macam benda koleksi yang sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai
sarana preservasi dan konservasi (memelihara dan melindungi suaka alam dan budaya),
informasi (memberikan dan mengembangkan pengetahuan mengenai obyek yang
ditampilkan), koleksi (mengumpulkan dan mengarsipkan benda bernilai sebagai pusat
dokumentasi masyarakat), edukasi (memberikan ilmu pengetahuan untuk masyarakat
mengenai kegunungapian), serta rekreasi.
a. b.
Gambar 2. a. Infografis mengenai Gunung Merapi, b. Lukisan mengenai Letusan Merapi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Sekitar 70 juta tahun yang lalu, Lempeng Hindia-Australia (di selatan Indonesia)
bertabrakan dengann lempeng Eurasia. Lempeng Hindia-Australia menunjam ke
bawah Kepulauan Indonesia (subduction). Peristiwa serupa juga terjadi di sekitar
kepulauan Maluku, Sulawesi dan Irian Jaya; Lempeng Pasifik mengalami
penunjaman ke bawah lempeng Eurasia. Proses penunjaman menimbulkan gempa
dan melepas panas hingga melelehkan batuan menjadi magma yang kemudian
dengann energi panasnya mampu mendesak permukaan bumi hingga menjadi
guunung api/deretan gunung api. Di jalur gunung api inilah banyak terjadi gempa
bumi.
Gunungapi tipe A adalah gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik atau
proses lain yang berhubungan, sekurang-kurangnya satu kali setelah tahun 1600. Terdapat
sebanyak 79 gunungapi yang memiliki tipe A. Gunungapi tipe B merupakan gunungapi yang
berada pada tahap solfatara dan fumarola, tidak dicatat sejak 1600. Terdapat 29 gunungapi
dengan tipe B. Dan gunungapi tipe C merupakan gunungapi yang erupsinya sejak tahun 1600
tidak diketahui. Saat ini dalam keadaan berbentuk lapangan solfatara dan fumarola (banyak
ditemukan dan dimanfaatkan sebagai cadangan-cadangan geothermal). Terdapat 21
gunungapi yang tergolong tipe C.
Sejarah pemantauan Merapi tentu saja tidak lepas dari sejarah pemantauan
kegunungapian Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas. Namun demikian Merapi unik
karena merupakan satu-satunya gunungapi Indonesia yang mempunyai 6 pos pengamatan
dengan lima diantaranya masih berfungsi aktif. Aktivitas Merapi yang tinggi dengan selang
erupsi yang pendek hanya beberapa tahun saja menarik minat penelitian sejak jaman
penjajahan sampai saat ini. Sistem pengamatan yang ada di Gunung Merapi dapat dianalisis
melalui instrumen pengamatan, visualisasi, dan secara budaya.
Pengamatan seismik dilakukan melalui seismograf atau alat geofisika lainnya yang
berfungsi untuk mencatat aktivitas gunung Merapi. Jika dirasa gunung Merapi menunjukan
anomali terhadap kondisinya, maka dilakukan pengecekan pH dan gas yang dapat digunakan
untuk mengetahui aktivitas gunung Merapi. Untuk pengamatan secara visual dilakukan
melalui kamera-kamera terpasang, yang ditembakan oleh sinar laser dan menangkap
informasi hingga dapat diproses ke dalam suatu informasi. Pemantauan deformasi dilakukan
menggunakan bantuan sinyal inframerah.