Anda di halaman 1dari 8

Belajar dari Merapi: Mengenal Sejarah Merapi, Kisah Pasca Letusan, dan

Sistem Pemantauan Merapi


Oleh: Mia Fitri Aurilia (114160047)

“Merapi tak pernah ingkar janji.” Kalimat yang kerap kali dilontarkan Surono, Ketua
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Energi Sumber
Daya Mineral (ESDM), Kementrian ESDM, sesaat setelah Gunung Merapi meletus 26
Oktober Silam. Ungkapan tersebut tidak hanya sekedar kalimat, sebab itu meruoakan sebuah
kondisi yang sebenarnya terjadi pada Gunung Merapi. Dalam sejarah panjang proses letusan
Gunung Merapi, tercatat bahwa dalam periode siklus pendek terjadi setiap dua hingga lima
tahun, siklus menengah selama lima hingga tujuh tahun dan siklus terpanjang yang pernah
tercatat yaitu mengalami istirahat selama 30 tahun. Memasuki abad ke 16, catatan kegiatan
Gunung Merapi mulai kontinyu.
Museum Gunung Merapi menyimpan tapak tilas perjalanan merapi beserta kenangan
yang tersisa di dalamnya. Museum ini di resmikan tahun 2009. Museum Gunung Merapi
menyimpan berbagai macam benda koleksi yang sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai
sarana preservasi dan konservasi (memelihara dan melindungi suaka alam dan budaya),
informasi (memberikan dan mengembangkan pengetahuan mengenai obyek yang
ditampilkan), koleksi (mengumpulkan dan mengarsipkan benda bernilai sebagai pusat
dokumentasi masyarakat), edukasi (memberikan ilmu pengetahuan untuk masyarakat
mengenai kegunungapian), serta rekreasi.

Gambar 1. Simulasi Kondisi Rumah Pasca Erupsi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Kronologi erupsi gunung merapi diawali dengan satu letusan kecil yang mengawali
ekstrusi lava. Fase utama berupa pembentukan kubah lawa sampai mencapai volume besar
kemudian pertumbuhan berhenti. Siklus diakhiri dengan guguran lava pijar yang ditandai
dengan awanpanas kecil yang berlangsung lama. Fase selanjutnya yaitu telah muncul kubah
lava di puncak Merapi. Letusan vulkanian bersumber di kubah lava dan menghancurkan
kubah lava yang ada. Material kubah yang hancur akan menjadi awanpanas dan sebagian
menyertai letusan. Siklus ini diakhiri dengan pertumbuhan lava baru di samping kubah yang
hancur. Fase ketiga adalah munculnya letusan yang lebih besar dan berakhir dengan
pembentukan kubah lava baru. Fase keempat yaitu muncul letusan vertikal kecil. Terjadi
pembentukan sumbat lava diiringi letusan vertikal cukup signifikan. Letusan yang terjadi
cukup dahsyat, relatif untuk merapi yang menghasilkan awanpanas besar dan asap letusan
tinggi.

a. b.
Gambar 2. a. Infografis mengenai Gunung Merapi, b. Lukisan mengenai Letusan Merapi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Menurut studi stratigrafi, sejarah Merapi dapat dibagi atas 4 bagian:


 Pra Merapi (+ 400.000 tahun lalu)
Disebut sebagai Gunung Bibi dengan magma andesit-basaltik berumur ± 700.000 tahun
terletak di lereng timur Merapi termasuk Kabupaten Boyolali. Batuan gunung Bibi bersifat
andesit-basaltik.
 Merapi Tua (60.000 – 8000 tahun lalu)
Pada masa ini mulai lahir yang dikenal sebagai Gunung Merapi yang merupakan fase awal
dari pembentukannya dengan kerucut belum sempurna. Ekstrusi awalnya berupa lava
basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun.
 Merapi Pertengahan (8000 – 2000 tahun lalu)
Terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan
Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri dari aliran
lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif
(lelehan) dan eksplosif.
 Merapi Baru (2000 tahun lalu – sekarang)
Dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut sebagai
Gunung Anyar yang saat ini menjadi pusat aktivitas Merapi. Batuan dasar dari Merapi
diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan Merapi yang sekarang ini berumur sekitar
2000 tahun.

Gambar 3. Morfologi Puncak Gunungapi Merapi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sekitar 70 juta tahun yang lalu, Lempeng Hindia-Australia (di selatan Indonesia)
bertabrakan dengann lempeng Eurasia. Lempeng Hindia-Australia menunjam ke
bawah Kepulauan Indonesia (subduction). Peristiwa serupa juga terjadi di sekitar
kepulauan Maluku, Sulawesi dan Irian Jaya; Lempeng Pasifik mengalami
penunjaman ke bawah lempeng Eurasia. Proses penunjaman menimbulkan gempa
dan melepas panas hingga melelehkan batuan menjadi magma yang kemudian
dengann energi panasnya mampu mendesak permukaan bumi hingga menjadi
guunung api/deretan gunung api. Di jalur gunung api inilah banyak terjadi gempa
bumi.
Gunungapi tipe A adalah gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik atau
proses lain yang berhubungan, sekurang-kurangnya satu kali setelah tahun 1600. Terdapat
sebanyak 79 gunungapi yang memiliki tipe A. Gunungapi tipe B merupakan gunungapi yang
berada pada tahap solfatara dan fumarola, tidak dicatat sejak 1600. Terdapat 29 gunungapi
dengan tipe B. Dan gunungapi tipe C merupakan gunungapi yang erupsinya sejak tahun 1600
tidak diketahui. Saat ini dalam keadaan berbentuk lapangan solfatara dan fumarola (banyak
ditemukan dan dimanfaatkan sebagai cadangan-cadangan geothermal). Terdapat 21
gunungapi yang tergolong tipe C.

Gambar 4. a. Keterangan Tipe Gunungapi A B C, b. Persebaran Gunungapi berdasarkan Tipe


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sejarah pemantauan Merapi tentu saja tidak lepas dari sejarah pemantauan
kegunungapian Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas. Namun demikian Merapi unik
karena merupakan satu-satunya gunungapi Indonesia yang mempunyai 6 pos pengamatan
dengan lima diantaranya masih berfungsi aktif. Aktivitas Merapi yang tinggi dengan selang
erupsi yang pendek hanya beberapa tahun saja menarik minat penelitian sejak jaman
penjajahan sampai saat ini. Sistem pengamatan yang ada di Gunung Merapi dapat dianalisis
melalui instrumen pengamatan, visualisasi, dan secara budaya.
Pengamatan seismik dilakukan melalui seismograf atau alat geofisika lainnya yang
berfungsi untuk mencatat aktivitas gunung Merapi. Jika dirasa gunung Merapi menunjukan
anomali terhadap kondisinya, maka dilakukan pengecekan pH dan gas yang dapat digunakan
untuk mengetahui aktivitas gunung Merapi. Untuk pengamatan secara visual dilakukan
melalui kamera-kamera terpasang, yang ditembakan oleh sinar laser dan menangkap
informasi hingga dapat diproses ke dalam suatu informasi. Pemantauan deformasi dilakukan
menggunakan bantuan sinyal inframerah.

Gambar 5. a, b. Instrumen Pengamatan Gunung Merapi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Terdapat beberapa jenis pemantauan Gunung Merapi, diantaranya:

Gambar 6. Pemantauan Seismik dan Pematauan Visual


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 7. Pemantauan Deformasi dan Pematauan Kimia Gas
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Selain Museum Gunung Merapi yang menyimpan kenangan Gunung Merapi,


masyarakat yang tinggal di sekitar bukit turgo juga menjadi saksi hidup letusan gunung
Merapi. Ia adalah Mbah Marjo. Saat terjadinya erupsi Merapi tahun 1994, Mbah Marjo
terpaksa harus menjadi korban. Ia dilarikan di RS Sardjito akibat luka di telingnya yang
meleleh karena awan panas. Sebelumnya pemerintah telah memperingatkan untuk
mensterilkan lokasi agar tidak memakan banyak korban. Namun masyarakat merasa bahwa
tidak ada tanda-tanda gunung Merapi akan meletus.
Menurut penuturan Mbah Marjo, ia diberi pertanda setiap kali Merapi akan meletus,
yaitu melalui sebuah mimpi. Namun letusan kali itu kiranya datang tanpa rencana sehingga
Mbah Marjo tidak mempersiapkannya. Saat Merapi erupsi, ia juga sedang terpisah dari
keluarganya sehingga saat itu keluarganya tidak dapat dievakuasi bersama. Namun Mbah
Marjo banyak mengambil pelajaran dari Merapi, hal itu juga dilakukan oleh masyakarat di
desa ini. Masyarakat menjadi lebih siaga jika terjadi letusan dan mulai mengikuti himbauan
pemerintah setempat untuk lari ke tempat yang lebih rendah.
Upaya mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat setempat adalah membangun pos
pantau yang terdiri dari pos pantau awanpanas dan pos pantau lahar hujan. Terdapat juga
bunker sebagai upaya mitigasi terhadap abu vulkanik. Bunker yang tersedia di temoat ini
terdapat dua jenis yaitu bunker keluarga dan bunker umum. Bunker ini dibangun oleh
swadaya masyarakat bekerja sama dengan Bapak Eko Teguh Paripurna dari UPN “Veteran”
Yogyakarta selaku praktisi yang mengurusi bidang mitigasi dan kebencanaan.
Morfologi bukit turgo yaitu perbukitan yang berada disebelah bukit plawangan. Bukit
ini merupakan hasil dari merapi tua sehingga sampai saat ini terbentuk dua bukit yang berada
di sekeliling merapi. Sedangkan pada bagian tengah diantara dua bukit, terdapat lembah
sungai Boyo yang menjadi jalan mengalirnya lahar hujan.

Gambar 8. EWS Awan Panas


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 9. EWS Lahar Hujan dan Pos Pemantauan Merapi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Anda mungkin juga menyukai